• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cerpen Staccato Ditinjau Dari Sifat Seni

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Cerpen Staccato Ditinjau Dari Sifat Seni"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Cerpen Staccato Karya Djenar Maesa Ayu Ditinjau Dari

Sifat Seni

Disusun oleh:

Dewi Tri Utami

FAKULTAS FILSAFAT

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

(2)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

“... Sudah terlalu banyak kita membuang-buang air liur dalam debat selama ini, dan yang diperdebatkan kadang tidak jelas agendanya, apalagi dasar

pembicaraan juga tidak jelas.” (Sumardjo, 2000: 23). Kutipan tulisan Jakob

Sumardjo dalam buku “Filsafat Seni” menunjukkan adanya perdebatan dalam

pembahasan seni di Indonesia. Sayangnya, perdebatan tentang seni di Indonesia hanyalah sebuah debat kusir yang tidak jelas arah dan tujuannya. Setiap perdebatan hanya akan berakhir dengan simpulan yang menggantung dan terkesan subjektif, sehingga sulit untuk mengembangkan teori seni di Indonesia. Suzanne K. Langer (dalam powerpoint presentation kuliah Filsafat Seni 2014)

mendefinisikan seni sebagai “bentuk ekspresi perasaan insani yang diciptakan

bagi persepsi kita lewat indra atau pencitraan”. Terbentuknya seni berasal dari ekspresi yang bersifat pribadi. Akan tetapi, setelah berada di publik seni, seni harus mampu terpahami dan tergali oleh penikmat seni. Seni sastra merupakan sebuah karya seni yang menggunakan kata-kata sebagai mediumnya. Melalui kata serta gaya bahasa, seorang penulis dapat memberikan warna khas dalam tulisannya.

(3)

2

hanya sekedar “ikut arus”, sehingga sulit untuk melihat perkembangan dalam

seni itu sendiri. Terlepas dari kondisi yang memprihatinkan tersebut, setidaknya terdapat nama-nama besar sastrawan Indonesia yang berkarya karena seni tidak sekedar untuk meraup keuntungan.

Cerita pendek berjudul “Staccato” karya Djenar Maesa Ayu merupakan sebuah terobosan baru bagi dunia sastra di Indonesia. Djenar Maesa Ayu mampu menghadirkan perspektif baru dalam menyuguhkan cerita dan membuat pembaca dapat berimajinasi semakin luas. Di tengah keseragaman yang mengikat dalam industri sastra Indonesia, Djenar mampu menunjukkan eksistensinya sebagai seorang seniman. Seniman yang menjadikan karyanya sebagai ekspresi dari dalam dirinya, bukan sekedar mengikuti arus seperti yang dikatakan Jakob Sumardjo. Jika melihat sejarah awal kemunculan filsafat seni, dapat dilihat bahwa semula seni diartikan sebagai ketrampilan. Akan tetapi, perkembangan zaman menjadikan seni berbeda dengan ketrampilan. Sifat-sifat dasar dalam karya seni merupakan pembahasan dalam filsafat seni yang dapat memperlihatkan sebuah karya dikatakan sebagai seni atau hanya ketrampilan. Dalam makalah ini, sifat-sifat dasar seni akan dijadikan objek formal untuk menganalisis cerita pendek

berjudul “Staccato” karya Djenar Maesa Ayu.

1.2Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana sifat-sifat dasar dalam karya seni?

b. Mengapa memilih cerita pendek “Staccato” karya Djenar Maesa Ayu sebagai objek material?

c. Dapatkah cerita pendek “Staccato” dimasukkan ke dalam kategori seni?

Apa saja sifat dasar seni yang ada dalam cerita pendek “Staccato” karya

(4)

3

BAB II

CERITA PENDEK “STACCATO KARYA DJENAR MAESA AYU DITINJAU

DARI SIFAT DASAR SENI

2.1Sifat Dasar Seni Dalam Filsafat Seni

Filsafat seni merupakan cabang filsafat khusus yang membahas tentang seni. The Liang Gie (powerpoint presentation mata kuliah Filsafat Seni 2014) mendefenisikan filsafat seni sebagai salah satu cabang filsafat khusus yang membahas tentang seni, meliputi pengertian, sifat dasar, fungsi, penggolongan, medium, unsur, serta teori seni. Pembahasan mengenai filsafat seni harus diawali

terlebih dahulu dengan pembahasan mengenai “seni”. Jakob Sumardjo (2000: 24)

menuliskan bahwa “seni” semula disamakan dengan teknik, pertukangan, serta

ketrampilan. Pengertian tersebut didapatkan dari kata “techne” dalam bahasa Yunani. Akan tetapi, seni mengalami perubahan arti di pertengahan abad 17. Di Eropa, terjadi dua pembagian, yakni: keindahan umum (termasuk alam) dan keindahan karya seni atau benda seni. Seni dikategorikan sebagai benda buatan manusia yang dikategorikan dalam tiga golongan sebagai berikut (Sumardjo, 2000: 24):

“... Pada dasarnya artefak itu dapat dikategorikan menjadi tiga golongan, yakni benda-benda yang berguna tetapi tidak indah, kedua, benda-benda yang berguna dan indah, serta ketiga benda-benda yang indah tapi tak ada

kegunaan praktisnya. ...”

(5)

4 yang harus diterapkan supaya seniman tidak terjebak dalam perasaan subjektif. Tiga prinsip seni antaralain (Sumardjo, 2000: 67-68):

a. Prinsip ekspresi yang diterjemahkan dan disesuaikan dengan bentuk seni yang dipilihnya, sehingga terdapat perbedaan diantara bentuk seni. Prinsip ekspresi berlaku untuk semua golongan seni, seperti: seni musik, seni sastra, seni rupa, seni teater, seni tari, dan seni film.

b. Prinsip kreasi yang menunjukkan tercipta atau terwujudnya sesuatu baru yang sebelumnya tidak ada. Prinsip kreasi bukan merupakan konsepsi nilai, sehingga seni benar-benar mendapatkan ruang yang bebas: tidak ada ukuran benar-salah atau baik-buruk.

c. Prinsip bentuk memiliki artian abstrak yang menunjukkan adanya keterkaitan berbagai aspek dalam karya seni yang berhubungan secara menyeluruh. Oleh sebab itu, karya seni harus selalu bersifat organis, dinamis, hidup, penuh vitalitas.

(6)

5 a. Seni bersifat kreatif

Pada sifat pertama, karya seni merupakan karya yang selalu baru dan orisinal. Artinya, seni menjadi sebuah perwujudan sesuatu yang sebelumnya tidak ada. The Liang Gie (powerpoint presentation mata kuliah Filsafat Seni 2014) menjelaskan apabila seseorang hanya melukis ulang karya batik yang telah dibuat orang lain, maka ia hanyalah seorang pengrajin.

b. Seni bercorak individualis

Sifat kedua dalam seni memiliki kaitan erat dengan sifat pertama. Seni sebagai karya yang baru tentu tidak dapat lepas dari corak khas kreatornya. Inilah yang menjadi karakter khas suatu seni yang dapat membedakan antara seniman satu dengan yang lainnya.

c. Seni adalah ekspresif

Sifat seni yang ekspresif sudah menjadi keniscayaan karena setiap karya seni harus berasal atau tercipta dari ekspresi perasaan seniman. Perasaan tersebut dapat diperoleh dari pengalaman serta lingkungan seniman yang bersifat kualitatif. Oleh sebab itu, seni tidak akan dapat dinilai dengan ukuran yang mutlak, melainkan relatif dan spekulatif karena seni berkaitan dengan kualitas estetis.

d. Seni adalah abadi

Sifat seni yang abadi dapat berasal dari kedinamisan dalam karya seni. Suatu karya seni baru yang “hidup” akan senantiasa dikenang dan melekat dalam kehidupan. Selain mengandung unsur yang dinamis, seni juga mengandung nilai-nilai kehidupan yang berbeda-beda, sehingga tidak dapat digantikan dengan seni yang lainnya.

e. Seni bersifat semesta

(7)

6

2.2Cerita Pendek Staccato Karya Djenar Maesa Ayu

Cerita pendek (cerpen) “Staccato” menjadi objek material yang menarik untuk dibahas dalam makalah ini karena cerpen tersebut merupakan karya yang memberi warna baru bagi seni sastra di Indonesia. Dengan ide cerita sederhana, Djenar Maesa Ayu mampu menyuguhkan sebuah karya yang membuat imajinasi pembaca berkembang ke berbagai arah. Kata-kata singkat menjadi pesona tersendiri dalam gaya penulisan sastra di Indonesia. Selain itu, penggunaan alur campuran menjadikan pembaca harus benar-benar mengerti kaitan antar kalimat, sehingga dapat memperoleh makna yang utuh dari cerita tersebut.

Cerita pendek berjudul “Staccato” karya Djenar Maesa Ayu menceritakan tentang kehidupan seorang perempuan yang ber-setting waktu pagi, siang, sore, dan malam hari. Di awal cerita, tokoh utama digembarkan sedang mengadakan

serangkaian rutinitas hariannya. “Pagi. Rokok. Kopi. Gosok gigi. Mandi. Apalagi? Pagi. Rokok. Kopi. Tidak gosok gigi. Tidak mandi. Tidur lagi. Hmmm... normal

sekali. Pagi. Rokok. Kopi. Tambah roti. Supaya ada energi. Lari pagi, dong...” (Ayu,

2003: 173). Setelah menceritakan pagi hari, tokoh utama melakukan flashback ke

malam sebelumnya: “... Malam hari. Rokok. Whiskey. Ecstasy. Laki-laki. Birahi. Di mana? Diskotik, dong! Yang ada house music! Malam hari. Diskotik. House music.

Rokok. Whiskey. Ecstasy. Laki-laki. Birahi. Memang bisa lihat laki-laki?” (Ayu, 2003: 74). Setelah cerita malam, pembaca akan terus dibawa masuk ke dunia tokoh utama dengan cara flashback: sore hari – siang hari – pagi hari.

“... Sore hari. Suami tidak bisa dihubungi. Katanya banyak meeting hari ini.

Tidak mau diganggu dan ponselnya mati. Padahal sudah janji ikut ke party. Padahal sudah khusus beli baju seksi. Buat suami. j[J]arang disentuh akhir-akhir ini. Pesan taksi. Pergi ke salon Sugi. Dandan funky. r[R]ambut gimbal. Kaus ketat. Sepatu boot. Rok mini. Ngambek, nih?...” (Ayu, 2003: 76).

“... Siang hari. Dapat telepon dari Presdir Plaza Senayan Mr. Takashi Ichiki.

(8)

7 Muda, ganteng, kayo lagi! sementara istrinya tak bisa menyesuaikan diri.” (Ayu, 2003: 78).

“Pagi hari. Rokok. Kopi. Gosok gigi. Mandi. Apa lagi? Pagi hari. Rokok. Kopi. Roti. Lari pagi. Gosok gigi. Mandi. Lantas?” (Ayu, 2003: 79).

Meski pun terkesan mengulang-ulang kata, Djenar ingin menunjukkan adanya penegasan dalam setiap ceritanya. Tokoh utama dalam cerpen digambarkan sebagai seorang wanita metropolitan yang kaya, gemar berpesta, mabuk, dan telah bersuami.

“... Suami tidak bisa dihubungi. Katanya banyak meeting hari ini. Tidak mau

diganggu dan ponselnya mati. Padahal sudah janji ikut ke party. Padahal sudah khusus beli baju seksi. Harganya mahal sekali. Buat suami. j[J]arang disentuh akhir-akhir ini. Sakit hati. Pesan taksi. Pergi ke salon Sugi. Dandan funky. rambut gimbal. Kaus ketat. Sepatu boot. Rok mini. The show must go on eh...? absolutely!...” (Ayu, 2003: 76-77).

Dari kutipan tersebut terlihat karakter seorang wanita yang telah bersuami, tetapi merasa kesepian. Hilangnya perhatian dari suami menjadikan tokoh utama kehilangan kasih sayang dan mengalihkannya pada kehidupan malam. Tokoh utama memilih untuk menghabiskan waktu dengan pesta, diskotik, alkohol, ekstasi, hingga berselingkuh.

“... Party. Kafe. Live music. Tamu saling diperkenalkan. Makanan ringan. Obrolan ringan. Rokok. Whiskey. Tipsy. Ada yang menarik hati. Lempar umpan. Buka pembicaraan. Humor ringan. Pura-pura geli lantas tergelak sambil menyentuh tangan sasaran. Umpan termakan. Obrolan makin mengasyikkan. Ada yang terisi. Kekosongan dalam hati. Mana suami? Tak peduli. Lupa diri. Mulai memisahkan diri. Berdua di tempat yang lebih sepi.

Saling membuka diri. Berbagi.” (Ayu, 2003: 75).

(9)

8

2.3Analisis Cerita Pendek Staccato Karya Djenar Maesa Ayu Ditinjau Dari Sifat Dasar Seni

Cerita pendek (cerpen) berjudul “Staccato” karya Djenar Maesa Ayu

merupakan sebuah cerpen dengan gaya penulisan baru. Cerpen tersebut merupakan karya Djenar yang ditulis tahun 2003. Sebagai seorang penulis yang inovatif, Djenar mencoba untuk mengeksplorasi tulisannya. Arti kata menjadi medium bagi seni sastra. Kata-kata sederhana menjadi penuh makna manakala Djenar menggabung-gabungkannya dengan urutan yang berbeda. Jalan cerita mundur menjadi pilihan Djenar untuk menguraikan kisah unik berjudul “Staccato”. Dalam buku “Jangan Main-Main (Dengan Kelaminmu)”, Richard Oh

memberikan tulisan pengantar yang menunjukkan kepiawaian Djenar dalam menulis.

“..., Djenar berhasil menciptakan satu dampak yang memberi nilai tambah.

Efek satu dunia di mana para karakternya bermain-main dengan kata dan manipulasi pernyataan tampak amat nyata.

Staccato sebenarnya juga menggunakan metode serupa tapi jauh lebih ketat karena dalam paragraf yang sama urutan fakta sengaja dijungkirbalikkan

dan kadang disempurnakan di kalimat berikut.” (Ayu, 2003: 17-18).

Richard Oh menambahkan bahwa Djenar memberikan warna baru dalam dunia sastra Indonesia. Setting waktu maupun karakter tidak terlihat jelas atau tidak dinyatakan secara gamblang dalam tulisan. Djenar menunjukkan bahwa sastra tidak harus selalu mengikuti aturan penulisan formal. Melalui keberaniannya menciptakan gaya baru dalam menulis sastra, Djenar mencoba untuk menunjukkan bahwa karyanya adalah sebuah seni. Dalam pembahasan filsafat seni, terdapat lima sifat dasar yang harus ada di dalam seni. Kelima sifat dasar tesebut dapat terlihat dari uraian berikut:

1. Seni bersifat kreatif

(10)

9 menuliskan kalimat dengan satu kata, misalnya dalam cerpen Dewi Lestari

berjudul “Filosofi Kopi”: “Kopi... k-o-p-i. Sudah ribuan kali aku mengeja sembari memandangi serbuk hitam itu. Memikirkan kira-kira sihir apa yang dimilikinya hingga ada satu manusia yang begitu tergila-gila. Ben. B-e-n.” (Lestari, 2012: 1).

Gaya penulisan Djenar dalam “Staccato” mungkin dapat dikaitkan dengan gaya tulisan dalam puisi mbeling Sutardji Calzoum Bachri berjudul “Tragedi

Winka dan Sihka”. Dalam puisi tersebut, Sutarji hanya menggunakan empat suku kata, yakni: win, ka, sih, dan ku. Suku kata win, ka, dan sih diletakkan dalam urutan yang berbeda-beda dan menghadirkan sebuah makna baru. Meski pun begitu, Djenar mencoba untuk berinovasi dalam tulisannya dengan menggunakan kata-kata singkat di setiap kalimat dalam tulisannya. Selain kata-kata yang singkat, Djenar juga mengulangi beberapa kata dengan susunan yang berbeda atau ditambah dengan kata yang lain. Selain itu, Djenar mengajak pembaca untuk masuk dan ikut merasakan proses penulisan cerpen tersebut. Terkadang muncul sebuah kalimat yang dicetak italic untuk menegaskan adanya rasa tidak puas atau kebingungan dalam diri penulis. Kalimat italic tersebut akan mendapat jawaban

di kalimat selanjutnya: “... Bosan dengar komentar kanan kiri. Bosan dengan

complain suami. Jadi mau kasih kejutan? Ya, sekali-sekali. ...” (Ayu, 2003: 78). Pengulangan serta penambahan kata dalam kalimat tentu memberikan sebuah makna baru dalam kalimat. Makna baru tersebut dapat sekedar berupa penegasan atau memang menghadirkan cerita baru.

2. Seni bercorak individualis

(11)

10

“... Malam hari. Party. Karaoke. House music. Rokok. Whiskey. Ecstasy. Laki.laki. birahi. Main mata. Basa-basi. Haha hihi. Memperkenalkan diri. Basa-basi? Apa yang bisa diomongin ribut begitu? Huaduh! Benar juga, ya? ...” (Ayu, 2003: 74).

“Jiwa Nelly dibasuh saat panas dan peluh dari lengan-le-ngan Probo merengkuh tubuhnya, membisikkan kata cinta. Nelly selalu berandai-andai, cinta itu hanya untuk dirinya seorang. Namun, Probo seolah melampaui itu semua. Probo yang berkata cinta cenderung mirip Nabi yang mengatakan cinta kepada pengikutnya. Seorang bin-tang kepada penggemar.” (Lestari, 2012: 103).

Dari kedua kutipan di atas, terlihat corak individualis seorang penulis dalam menyampaikan ceritanya. Meski pun Djenar dan Dee sama-sama menuliskan tentang diskotik dan hasrat seksual, keduanya memiliki perbedaan yang

mencolok. Djenar cenderung lebih gamblang dengan menuliskan kata “birahi”. Sementara itu Dee memperhalusnya dengan ungkapan puitis: “dibasuh saat

panas dan peluh dari lengan-le-ngan Probo merengkuh tubuhnya”. 3. Seni adalah ekspresif

Seni bersangkut paut dengan perasaan seniman (powerpoint presentation mata kuliah Filsafat Seni). Oleh sebab itu, tidak ada penilaian benar-salah menurut aturan susila maupun agama dalam seni. Pengungkapan Djenar dalam “Staccato” yang begitu gamblang tidak dapat disalahkan, begitu pula dengan cara

pengungkapan Dee dalam cerpen “Budha Bar”. Kedua cerpen tersebut hanyalah berbeda dalam hal penyampaian gagasan. Seorang seniman sastra tentu memiliki gaya tersendiri yang akan membuat karyanya menjadi khas dan dapat dikenali oleh publik seni.

4. Seni adalah abadi

Secara tidak langsung, cerpen “Staccato” karya Djenar mampu melampaui zamannya. Cerpen tersebut ditulis tahun 2003, tetapi masih dinikmati oleh pembaca sebelas tahun kemudian. Hal tersebut menunjukkan bahwa cerpen karya Djenar Maesa Ayu bersifat abadi.

(12)

11 Cerita pendek “Staccato” juga menunjukkan seni yang bersifat semesta karena cerpen tersebut merupakan sebuah karya hasil ekspresi perasaan penciptanya. Ekspresi perasaan Djenar yang digambarkan dalam “Staccato” memungkinkan terjadinya komunikasi antar manusia melalui bahasa perasaan (powerpoint presentation mata kuliah Filsafat Seni 2014).

(13)

12

BAB III

KESIMPULAN

Filsafat seni merupakan cabang filsafat khusus yang membahas tentang seni. Seni dapat diartikan sebagai sebuah pengungkapan ekspresi perasaan seseorang. Meski pun begitu, seni bukanlah sekedar pengungkapan ekspresi yang bersifat subjektif. Seni memiliki lima sifat dasar yang membedakannya dengan sesuatu yang bukan seni (alam, ketrampilan). Sifat-sifat dasar seni antaralain: 1) kreatif, 2) individualis, 3) ekspresif, 4) abadi, dan 5) semesta. Cerita pendek berjudul “Staccato” karya Djenar Maesa Ayu dipilih menjadi objek material karena memiliki gaya penulisan yang baru dan menunjukkan karakter khas dari penulisnya. “Staccato” menceritakan kehidupan tokoh utamanya yang terbangun di pagi hari dan lupa dengan kejadian semalam. Tokoh utama mulai mengingat-ingat kejadian di hari sebelumnya disertai dengan cerita sedih kehidupannya. Dari analisis yang telah dilakukan, cerita pendek Djenar Maesa Ayu berjudul “Staccato” memiliki corak khas yang menjadikan cerita pendek tersebut tidak

(14)

13

DAFTAR PUSTAKA

Ayu, Djenar Maesa, 2003, Jangan Main-Main (Dengan Kelaminmu), Jakarta: Gramedia.

Lestari, Dewi, 2012, Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade, Yogyakarta: Bentang Pustaka.

Sumardjo, Jakob, 2000, Filsafat Seni, Bandung: Penerbit ITB.

Referensi

Dokumen terkait