• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRACT THE POLICE ROLE IN THE ERADICATION OF CRIMINAL ACT ONLINE PROSTITUTION BY HIGH SCHOOL STUDENTS IN BANDAR LAMPUNG (Study at Bandar Lampung Police) By Tutut Wuri Hastuti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ABSTRACT THE POLICE ROLE IN THE ERADICATION OF CRIMINAL ACT ONLINE PROSTITUTION BY HIGH SCHOOL STUDENTS IN BANDAR LAMPUNG (Study at Bandar Lampung Police) By Tutut Wuri Hastuti"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN KEPOLISIAN DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PROSTITUSI ONLINE OLEH PELAJAR SMA

DI BANDAR LAMPUNG

(Studi pada Polresta Bandar Lampung)

(Jurnal Skripsi)

Oleh

TUTUT WURI HASTUTI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PERAN KEPOLISIAN DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PROSTITUSI ONLINE OLEH PELAJAR SMA

DI BANDAR LAMPUNG

(Studi pada Polresta Bandar Lampung) Oleh

Tutut Wuri Hastuti. Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Email: [email protected]. Diah Gustiniati, Budi Rizki Husin. Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung Jalan Soemantri Brojonegoro Nomor 1 Bandar Lampung 35145.

Pelajar SMA sebagai generasi penerus bangsa menuntut ilmu dengan tekun dan melakukan berbagai kegiatan positif serta mencerminkan perilaku sebagai peserta didik, tetapi pada kenyataannya pelajar SMA terlibat di dalam tindak pidana prostitusi online. Mengingat prostitusi oleh pelajar SMA merupakan suatu perbuatan melanggar hukum maka Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung melaksanakan perannya sebagai aparat penegak hukum. Permasalahan: (1) Bagaimanakah peran Polresta Bandar Lampung dalam pemberantasan tindak pidana prostitusionlineoleh pelajar SMA? (2) Apakah faktor-faktor penghambat Polresta Bandar Lampung dalam pemberantasan tindak pidana prostitusi

online oleh pelajar SMA? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber penelitian terdiri dari penyidik Polresta Bandar Lampung, Direktur LSM LADA Bandar Lampung dan akademisi hukum pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: (1) Peran penyidik Polresta Bandar Lampung dalam pemberantasan tindak pidana prostitusi online

oleh pelajar SMA termasuk dalam peran normatif dan faktual. Peran normatif dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan wewenang yang dimilikinya berdasarkan kenyataan adanya kasus prostitusi

online oleh pelajar SMA. Peran faktual dilaksanakan dengan proses penyelidikan dan penyidikan sebagaimana diatur Pasal 14 Ayat (1) huruf (g) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, yaitu serangkaian tindakan yang tempuh oleh penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti tentang tindak pidana prostitusi online oleh pelajar SMA di Bandar Lampung (2) Faktor-faktor penghambat Polresta Bandar Lampung dalam pemberantasan tindak pidana prostitusi

online oleh pelajar SMA oleh pelajar SMA terdiri dari faktor hukum, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas dalam penegakan hukum, faktor masyarakat dan faktor budaya. Dari kelima faktor tersebut, maka faktor yang paling berpengaruh pada lemahnya penegakan hukum terhadap tindak pidana prostitusi online oleh pelajar SMA dalam anatomi kejahatan transnasional adalah faktor penegak hukum.

(3)

ABSTRACT

THE POLICE ROLE IN THE ERADICATION OF CRIMINAL ACT ONLINE PROSTITUTION BY HIGH SCHOOL STUDENTS

IN BANDAR LAMPUNG (Study at Bandar Lampung Police)

By

Tutut Wuri Hastuti

High school students as the next generation of the nation to study diligently and perform various positive activities and reflect the behavior as learners, but in fact high school students involved in the crime of prostitution online. Given the prostitution by high school students is a violation of the law then Bandar Lampung City Police officers perform their role as law enforcement officers. Problems: (1) How is the role of Bandar Lampung Police in eradicating prostitution crime online by high school students? (2) What are the inhibiting factors of Bandar Lampung Police in eradicating the crime of online prostitution by high school students? This research uses juridical normative and juridical empirical approach. The research sources consisted of investigators Polresta Bandar Lampung, Director LSM LADA Bandar Lampung and academic criminal law Faculty of Law Unila. Data collection was done by literature study and field study, then the data were analyzed qualitatively. The results of research and discussion show: (1) The role of Police investigators of Bandar Lampung in eradicating prostitution crime online by high school students including in the role of normative and factual. The normative role is implemented based on the legislation in accordance with the main tasks, functions and authority it has based on the fact of online prostitution cases by high school students. The factual role is carried out by the process of investigation and investigation as stipulated in Article 14 Paragraph (1) Sub-Paragraph (g) Number 2 of 2002 concerning Police, which is a series of actions taken by the investigator in matters and according to the manner stipulated in law to seek and collect evidence About the crime of online prostitution by high school students in Bandar Lampung. (2) The inhibiting factors of Polresta Bandar Lampung in eradicating prostitution crime online by high school students by high school students consists of legal factors, law enforcement factors, facilities and facilities in law enforcement, Community factors and cultural factors. Of the five factors, the most influential factor in the weakness of law enforcement on the crime of online prostitution by high school students in transnational crime anatomy is law enforcement factor.

(4)

I. Pendahuluan

Prostitusi atau pelacuran berkaitan dengan kebutuhan seksual sebagai satu kebutuhan manusia dan bisa muncul secara tiba-tiba, dapat dikatakan bahwa kehidupan manusia dalam dunia seks (prostitusi), bisa terjadi karena dua faktor utama yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah yang datang dari individu wanita itu sendiri, yaitu yang berkenaan dengan hasrat, rasa frustrasi dan kualitas konsep diri. Faktor eksternal adalah sebab yang datang bukan secara langsung dari individu wanita itu sendiri melainkan karena ada faktor luar yang mempengaruhinya untuk melakukan hal yang demikian. Faktor eksternal ini bisa berbentuk desakan kondisi ekonomi, pengaruh lingkungan, kegagalan kehidupan keluarga, kegagalan percintaan, dan sebagainya.

Masalah prostitusi adalah masalah yang kompleks dengan intrik sosial. Tampak bahwa semua jerih payah yang dilakukan baik dari sisi hukum, tatanan sosial, praktek dan pelaku, dikarenakan faktor ekonomi yang dianggap sebagai jalan pokok bagi kaum wanita untuk memperoleh kebebasannya. Selain faktor ekonomi, masalah besar lainnya, yang muncul sebagai salah satu pemicu mendasar tindak prostitusi adalah krisis keluarga, di mana krisis keluarga adalah awal dari krisis kemanusiaan, bila kehidupan keluarga tidak mampu lagi memuaskan seseorang, maka seseorang cenderung tidak dapat lagi mengenali jati dirinya dan tak mampu memahami peran dan fungsinya, baik diri pribadi maupun sebagai anggota suatu keluarga. Faktor ekonomi merupakan faktor yang paling dominan terhadap prostitusi, seperti dalam masalah sulitnya untuk

mendapatkan pekerjaan dengan bekal pendidikan yang minim, maka kebanyakan dari wanita yang dikarenakan desakan ekonomi yang kuat mendorong mereka untuk menjalani hidup sebagai wanita penghibur dengan melakukan penjualan jasa seksual. Dewasa ini praktik prostitusi juga dilakukan oleh para remaja putri yang masih masih berstatus sebagai pelajar Sekolah Menangah Atas (SMA).1

Alasan-alasan mengapa seorang remaja bisa terjerumus ke dalam dunia prostitusi karena menyangkut masalah sosial, ekonomi, pendidikan, angka putus sekolah, kesehatan tidak saja dari pihak si remaja tadi melainkan juga keluarga dan seluruh masyarakat di sekelilingnya. Banyak dari mereka yang terpaksa menjadi pekerja seks komersil karena frustrasi setelah harapannya untuk mendapatkan kasih sayang di keluarganya tidak terpenuhi.

Prostitusi menurut James A. Inciardi sebagaimana dikutip oleh Topo Santoso, merupakan the offering of sexual relations for monetary or other gain

(penawaran hubungan seksual untuk memperoleh uang atau keuntungan lainnya). Jadi prostitusi adalah seks untuk pencaharian, terkandung beberapa tujuan yang ingin diperoleh, biasanya berupa uang. Termasuk di dalamnya juga setiap bentuk hubungan seksual dengan orang lain untuk mendapat bayaran.2

Pada perkembangan selanjutnya, pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

1

http://id. wikipedia. org/wiki/dunia prostitusi, Diakses Rabu 5 April 2017

2

(5)

Transaksi Elektronik menjadi payung hukum dari penanggulangan prostitusi

online, artinya aparat kepolisian semakin leluasa dalam menjaring praktik prostitusi yang dilakukan melalui internet.

Salah satu kasus prostitusi yang melibatkan remaja putri yang masih berstatus sebagai SMA di Kota Bandar Lampung adalah dalam penangkapan seorang mucikari bernama Rahmawati (21 tahun) oleh Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandar Lampung saat transaksi seksual di sebuah hotel. Rahmawati ditangkap ketika menawarkan siswi SMA ke lelaki hidung belang. Petugas menangkap Rahmawati dengan cara berpura-pura memesan perempuan untuk berhubungan seksual di sebuah hotel. Rahmawati mengantarkan siswi SMA yang masih berpakaian seragam sekolah untuk melayani seksual ke petugas yang menyamar pada 4 Oktober 2016 dan barang bukti yang disita berupa uang tunai Rp 900 ribu dan seragam sekolah korban. Modus mucikari ini dalam menjalankan bisnis prostitusi adalah dengan menyebarkan nomor teleponnya kepada para pelanggan. Bagi pelanggan yang berminat akan menghubungi Rahmawati. Setelah ada kesepakatan harga selanjutnya Rahmawati yang mengatur tempat transaksi, tarif siswi SMA itu bervariasi mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 2 juta. Rahmawati mengakui memiliki "anak asuh" yang berjumlah lima orang. Para anak asuhnya itu, tutur pelanggan. Diakses Kamis, 13 April 2017.

Mengingat bahwa prostitusi oleh pelajar SMA merupakan suatu perbuatan melanggar hukum maka Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung melaksanakan perannya sebagai aparat penegak hukum dengan cara melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait dengan kasus prostitusi oleh pelajar SMA.

Pihak Kepolisian dalam hal ini melaksanakan perannya dalam mengungkap kasus prostitusi oleh pelajar SMA. Peran merupakan implementasi dari pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang kepolisian sebagai aparat penegak hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Tugas pokok kepolisian menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Fungsi kepolisian menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 adalah melaksanakn fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

(6)

masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah peran Polresta Bandar Lampung dalam pemberantasan tindak pidana prostitusi online oleh pelajar SMA?

b. Apakah faktor-faktor penghambat Polresta Bandar Lampung dalam pemberantasan tindak pidana prostitusionlineoleh pelajar SMA?

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

II. Pembahasan

A. Peran Polresta Bandar Lampung dalam Pemberantasan Tindak Pidana Prostitusi Online oleh pelajar SMA

Peran Polresta Bandar Lampung dalam pemberantasan tindak pidana prostitusi

online oleh pelajar SMA yang dimaksud dalam penelitian ini termasuk dalam kategori peran normatif dan faktual. Peran normatif dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan, sedangkan peran faktual dilaksanakan berdasarkan kenyataan secara kongkrit di lapangan atau kehidupan sosial yang terjadi secara nyata.4

4

Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pngantar. Rajawali Press. Jakarta. 2002. hlm.242

Peran pada dasarnya berkaitan dengan tugas, fungsi dan wewenang yang dimilikinya.5 Tugas kepolisian sebagaimana diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Fungsi kepolisian menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 adalah melaksanakn fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Sementara itu wewenang kepolisian sebagaimana diatur Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa kepolisian merupakan alat negara yang berwenang dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Polresta Bandar Lampung melaksanakan peran faktual berdasarkan kenyataan adanya tindak pidana prostitusi online

yang dilakukan oleh pelajar SMA di Bandar Lampung. Menurut Agus Riyanto6 peran Polresta Bandar Lampung dalam pemberantasan tindak pidana prostitusi online oleh Pelajar

5Ibid

. hlm.242.

6

(7)

SMA merupakan bagian dari peran kepolisian sebagai aparat penegak hukum berupaya semaksimal mungkin, dengan melakukan berbagai langkah strategis dan konstruktif dalam melaksanakan penegakan hukum pidana.

Polresta Bandar Lampung melaksanakan peran dalam mengungkap tindak pidana prostitusi online oleh pelajar SMA, melalui proses penyelidikan dan penyidikan. Penyidik sesegera mungkin menanggapi setiap adanya laporan dari anggota masyarakat tentang adanya tindak pidana tindak pidana prostitusi

online oleh pelajar SMA dengan melakukan penyelidikan, karena laporan tersebut harus didukung oleh bukti-bukti yang kuat untuk menentukan apakah termasuk sebagai tindak pidana atau bukan.

Menurut Agus Riyanto7 melalui penyelidikan dilaksanakan rangkaian tindakan penyelidik bertujuan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Rangkaian tindakan penyelidikan hanya dimaksudkan untuk menemukan peristiwa pidana dan tidak mencari/menemukan tersangka. Tindakan penyidikan tidak harus didahului dengan penyelidikan. Manakala penyidik menemukan peristiwa yang dinilai sebagai tindak pidana, dapat segera melakukan penyidikan. Artinya tindakan penyidikan yang dilakukan oleh polisi terlebih

7

Hasil wawancara dengan Agus Riyanto. Kepala Sub Unit I Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reserse dan Kriminal Polresta Bandar Lampung. Selasa 9 Mei 2017.

dahulu diawali dengan penyelidikan untuk memastikan bahwa benar telah terjadi tindak pidana prostitusi online

oleh pelajar SMA.

Setelah jelas dan cukup bukti bahwa laporan masyarakat tersebut benar, dan memang didapatkan bukti awal bahwa telah terjadi tindak pidana prostitusi

online oleh pelajar SMA maka selanjutnya dilaksanakan penyidikan. Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik Polresta Bandar Lampung dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Menurut Agus Riyanto8 penyidikan memerlukan beberapa upaya agar pengungkapan perkara dapat diperoleh secara cepat dan tepat. Upaya–upaya penyidikan tersebut mulai dari surat panggilan, penggeledahan, hingga penangkapan dan penyitaan. Mengingat dalam tindak pidana prostitusi online ini melibatkan anak maka dilaksanakan perlindungan hukum dalam proses penyidikan kepada anak terhadap tindak pidana yang dilakukannya adalah sebagai bentuk perhatian dan perlakuan khusus untuk melindungi kepentingan anak. Perhatian dan perlakuan khusus Tersebut berupa perlindungan hukum agar anak tidak menjadi korban dari penerapan hukum yang salah yang dapat menyebabkan penderitaan mental, fisik dan sosialnya.

8

(8)

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dideskripsikan beberapa bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada anak yang terlibat dalam prostitusionlinesebagai berikut:

1. Menyediakan Penyidik Khusus Anak Sistem peradilan pidana anak menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 butir 8 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menegaskan bahwa pejabat Penyidik adalah Penyidik Anak. Penyidik, yang dapat melakukan penyelidikan terhadap anak yang diduga melakukan tindak pidana tertentu adalah penyidik yang secara khusus hanya dapat dilakukan oleh Penyidik Anak.

Penyidik Anak dalam hal ini adalah penyidik yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Adapun syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penyidik Anak sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah sebagai berikut:

a. telah berpengalaman sebagai penyidik;

b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan

c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak

2. Menyediakan Ruang Pemeriksaan Khusus Anak

Untuk melakukan pemeriksaan tersangka anak maka yang perlu diperhatikan adalah ruangan pemeriksaan tersangka yang memungkinkan terselenggaranya proses pemerikasaan, dalam rangka mengungkap perkara yang sedang disidik. Unit PPA Polresta Bandar Lampung menyediakan ruangan Pemeriksaan Khusus Anak. Hal ini diupayakan agar penyidikan terhadap anak tidak tercampur dengan ruang penyidikan ruang penyidikan terhadap pelaku tindak pidana dewasa, sebagai wujud perlindungan hukum terhadap anak yang

berkonflik dengan hukum”

Berdasarkan himpunan buku petunjuk pelaksanaan dan buku petunjuk teknis tentang proses penyidikan tindak pidana menyebutkan bahwa ruang pemeriksaan memiliki persyaratan ruang pemeriksaan sebagai berikut:

a. Tempat pemeriksaan harus sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kesan menakutkan atau menyeramkan;

b. Tempat pemeriksaan harus tenang, bersih serta tidak ada hal-hal lain yang dapat mengalihkan perhatian yang diperiksa;

(9)

d. Lingkungan tempat pemeriksaan diusahakan dalam suasana tenang;

e. Tersedia tempat bagi penasehat hukum; dan

f. Dilengkapi dengan sarana pemeriksaan seperti meja, kursi sesuai kebutuhan, media tulis, alat-alat tulis, tape recoder dan alat-alat elektronika sebagai penolong pemeriksaan apabila diperlukan, kelengkapan administrasi penyidikan.

Persyaratan ruangan pemeriksaan tersebut diatas mencerminkan bahwa dalam rangka melakukan kegiaan pemeriksaan terhadap tersangka apalagi terhadap tersangka anak, maka sangat diperlukan ruangan pemeriksaan khusus yang mencerminkan situasi kekeluargaan, bebas dari gangguan orang lain yang tidak berkepentingan dan suasana ruangan yang mampu mendatangkan ketentraman kepada tersangka anak. Dengan demikian dalam pelaksanaan proses pemeriksaan tersangka tidak akan merasa takut, tertekan, nyaman dan dapat memberikan keterangan secara bebas.

3. Melaksanakan Penyidikan dengan Suasana Kekeluargaan

Pelaksanaan penyidikan dengan suasana kekeluargaan merupakan amanat Pasal 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 yang mengatur bahwa proses penyidikan yang dilakukan terhadap anak pelaku tindak pidana wajib memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dan

mengusahakan susasana

kekeluargaan tetap terpelihara

Menurut Turaihan Aldi9 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menghendaki pemeriksaan dilakukan dengan pendekatan secara efektif dan simpatik. Efektif dapat diartikan bahwa pemeriksaannya tidak memakan waktu lama, pertanyaan yang mudah dimengerti, dan dapat mengajak tersangka memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya. Simpatik maksudnya pada waktu pemeriksaan, penyidik bersifat sopan dan ramah serta tidak menakut-nakuti tersangka. Tujuannya ialah agar pemeriksaan berjalan dengan lancar, karena seorang anak yang merasa takut sewaktu menghadapi Penyidik, akan mengalami kesulitan untuk mengungkapkan keterangan yang benar dan sejelas-jelasnya.

Selain itu sesuai dengan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, penyidik pada saat melakukan penyidikan terhadap anak yang diduga pelaku tindak pidana, tidak memakai toga atau atribut kedinasan. Penyidik Anak dapat disimpulkan melakukan pendekatan secara simpatik, serta tidak melakukan pemaksaan, intimidasi, yang dapat menimbulkan ketakutan dan trauma pada anak.

Menurut Turaihan Aldi10 identitas anak yang dilaporkan melakukan tindak pidana wajib dirahasiakan

9

Hasil wawancara dengan Turaihan Aldi, Direktur LSM Lembaga Advokasi Anak (LADA) Bandar Lampung. Kamis 11 Mei 2017

10

(10)

baik dari pemberitaan di media cetak maupun di media elektronik. Ketentuan ini diatur di dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 sebagai bentuk perlindungan lainnya yang juga wajib diberikan terhadap anak pelaku tindak pidana. Hal ini juga berkaitan dengan asas praduga tidak bersalah (precumption of innocent). Asas ini menyiratkan bahwa anak yang melakukan kenakalan belum dapat dianggap bersalah apabila belum ada keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Kerahasiaan identitas tersangka ini sangat mendukung hak-hak anak yang harus ditegakkan dalam Sistem Peradilan Anak.

Polresta Bandar Lampung dalam hal melaksanakan upaya paksa tetap berpedoman pada Undang-Undang Sistem Peradilan Anak. Adapun implementasi upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik Polresta Bandar Lampung terhadap anak yang berkonflik dengan hukum sesuai dengan Sistem Peradilan anak adalah sebagai berikut: a) Penangkapan Sebagai Upaya

Terakhir

Pasal 3 huruf g Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan bahwa seorang anak berhak untuk tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat. Ketentuan pasal ini jelas menunjukkan bahwa perlindungan hukum yang diberikan terhadap seorang anak yang melakukan tindak pidana tidak wajib untuk ditahan dalam proses peradilan pidana dan walaupun dilakukan

penahanan untuk kepentingan penyidikan terhadap anak tersebut, hal tersebut hanyalah sebagai upaya terakhir atau tindakan terakhir (ultimum remedium) dan dalam waktu yang sangat singkat yaitu paling lama 24 (dua puluh empat) jam.

b) Penempatan Pada Lembaga Khusus Anak

Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Nomor11 Tahun 2012 menyatakan bahwa anak yang ditangkap harus ditempatkan dalam ruang pelayanan Khusus Anak dan harus diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya. Penangkapan terhadap anak untuk kepentingan penyidikan harus tetap melindungi anak dari hak-hak nya dalam proses peradilan pidana dan berusaha untuk menghindarkan anak mendapat perlakuan yang kasar terhadap anak selama penahanan berlangsung

c) Penahanan

(11)

Ketentuan tentang keringanan untuk tidak dilakukan penahanan terhadap anak pelaku tindak pidana tidak selamanya berlaku, dengan kata lain bahwa anak yang melakukan tindak pidana tertentu dapat ditahan dengan syarat bahwa anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih; dan diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih.

B. Faktor-Faktor Penghambat Polresta Bandar Lampung dalam Pemberantasan Tindak Pidana Prostitusi Online oleh Pelajar SMA

1. Faktor Substansi Hukum

Berdasarkan hasil wawancara kepada Agus Riyanto11 larangan mengenai prostitusi online diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berlaku lex specialist terhadap KUHP. Undang-undang ini telah memenuhi syarat keberlakuan hukum baik secara yuridis, sosiologis dan filosofis. Secara yuridis, lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eleketronik didasarkan amanat yang terkandung pada Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan

“Setiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,

11

Hasil wawancara dengan Agus Riyanto. Kepala Sub Unit I Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reserse dan Kriminal Polresta Bandar Lampung. Selasa 9 Mei 2017.

menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”

Masyarakat memang memerlukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik untuk mengatur berbagai aktivitas yang mereka lakukan selama berinteraksi di cyber space. Dinamika globalisasi informasi telah menuntut adanya suatu aturan untuk melindungi kepentingan para pengguna internet dalam mengakses pelbagai informasi. Pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini sejalan dengan agama, nilai-nilai maupun kaidah moral yang diterima secara universal sehingga keberadaan cyber law (termasuk instrumen hukum internasional yang mengaturnya) diakui, diterima dan dilaksanakan oleh

information society. Dengan demikian kehadiran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Elektronik diharapkan dapat menjadi alat untuk mencapai tujuan hukum yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.

2. Faktor Aparat Penegak Hukum

(12)

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Hal ini membuat terdakwa dengan mudah lepas dari jeratan hukum karena unsur-unsur pasal yang didakwakan tidak dapat dibuktikan. Kesalahan dalam menggunakan undang-undang memang sudah seringkali terlihat dalam kasus-kasus yang ditangani oleh penegak hukum.

Menurut Turaihan Aldi12

ketidakcermatan penegak hukum ini disebabkan karena latar belakang pendidikan hukum yang belum memadai. Seorang penyidik tidak semuanya berpendidikan sarjana hukum, sehingga wajar jika ia tidak mengerti kapan saat ia menggunakan suatu undang-undang atau pasal tertentu dalam kasus yang tengah dihadapinya. Ketidakcermatan penyidik ini juga didukung dengan lemahnya mekanisme kontrol dari penuntut umum yang sesungguhnya mempunyai hak untuk mengembalikan berkas penyidikan saat prapenuntutan. Sehingga ketika terdakwa diadili maka unsur-unsur yang didakwakan tidak dapat dibuktikan. Kemampuan dari penegak hukum dalam menjaring pelaku pun masih diragukan karena mengungkap kejahatan di dunia maya memang memerlukan penguasaan teknologi yang bukan hanya sekadar untuk mengetik atau mengoperasikan internet. Untuk mengungkapcyber crime

diperlukan penguasaan teknologi yang tinggi. Untuk mendeteksinya, digunakan kategori ilmu forensik dalam dunia

hacker.

12

Hasil wawancara dengan Turaihan Aldi, Direktur LSM Lembaga Advokasi Anak (LADA) Bandar Lampung. Kamis 11 Mei 2017

3. Faktor Sarana Prasarana

Sarana dan prasarana sangat penting dalam proses penegakan hukum. Untuk menelusuri pengelola dan para pelanggan situs-situs prostitusi dibutuhkan waktu yang tidak singkat. Pasalnya kebanyakan penggunanya menggunakan sandi-sandi khusus untuk dapat mengakses situs tersebut. Dalam hal ini diperlukan aplikasi-aplikasi yang mampu membuka sandi-sandi khusus tersebut. Aplikasi tersebut diharapkan dapat menjadi sarana bagi penegak hukum dalam mengungkap pelaku dan tempat dilakukannya prostitusionline.

Berdasarkan hasil wawancara kepada Agus Riyanto13 diketahui bahwa belum optimalnya penegakan hukum terhadap tindak pidana prostitusi online oleh pelajar SMA disebabkan karena sarana dan fasilitas penegakan hukum yang belum memadai. Penegakan hukum terhadap tindak pidana prostitusi online

oleh pelajar SMA mutlak memerlukan alat sebab karakteristik dari kejahatan ini adalah dilakukan dengan alat baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Penentuan waktu dan tempat terjadinya prostitusi online ditentukan saat kapan alat itu bekerja efektif, oleh sebab itu analisis telematika sangat diperlukan dalam mengungkap kejahatan. Untuk menelusi, mendeteksi dan menanggulangi kejahatan ini caranya sangat tergantung aplikasi dan topologi jaringan yang dipakai.

4. Faktor Masyarakat

13

(13)

Pengaruh masyarakat dalam penegakan hukum ini ditelaah dari kesadaran hukum yang menjadi indikator dari derajat kepatuhan hukum. Kesadaran hukum sangat diperlukan dalam berteknologi. Teknologi informasi merupakan ujung tombak dari globalisasi. Kondisi ini melahirkan suatu dunia baru yang disebut global village

(desa global). Kemajuan dan perkembangan teknologi, khususnya telekomunikasi, multimedia dan teknologi informasi pada akhirnya akan mengubah tatanan organisasi dan hubungan sosial kemasyarakatan. Mereka yang sudah menikmati manfaat teknologi tersebut, terbukti telah mengalami peningkatan kekuatan ekonomi dan menjadi kelompok masyarakat yang relatif makmur. Sebaliknya, mereka yang belum memperoleh kesempatan, pada umumnya kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan bahkan di beberapa negara hidup dalam kemiskinan. Fenomena tersebut semakin menguatkan hipotesis the winner takes all (pemenang mengambil semua) yang menyiratkan makna bahwa yang kaya semakin kaya, sementara yang miskin tetap saja miskin.

Rendahnya kesadaran hukum para pengguna internet menjadikan penegakan hukum terhadap tindak pidana prostitusi online oleh pelajar SMA tidak berjalan optimal. Tidak adanya kesadaran hukum para pengguna internet ini terlihat pada pemanfaatan sarana internet untuk memperjualbelikan layanan seks. Jika masyarakat memiliki pemahaman yang benar akan tindak pidana cyber crime maka baik secara langsung maupun tidak langsung

masyarakat akan membentuk suatu pola penaatan. Pola penaatan ini dapat didasarkan karena ketakutan akan ancaman pidana yang dikenakan bila melakukan cyber crime atau pola penaatan ini tumbuh atas kesadaran mereka sendiri sebagai masyarakat hukum.

5. Faktor Budaya

Berdasarkan hasil wawancara kepada Turaihan Aldi14 diketahui bahwa perkembangan teknologi yang demikian pesat dewasa ini, menimbulkan problema baru bagi pembentuk undang-undang tentang caranya melindungi masyarakat secara efektif dan efesien terhadap bahaya demoralisasi sebagai akibat dari masuknya pandangan dan kebiasaan orang-orang asing mengenai kehidupan seksual di negara masing-masing.

Prostitusi merupakan satu di antara penyimpangan sosial yang banyak terdapat di hampir seluruh negara adalah prostitusi. Prostitusi memang sudah berumur tua, selalu ada dalam kehidupan masyarakat sejak ribuan tahun yang lalu. Seks dan wanita adalah dua kata kunci yang terkait dengan prostitusi. Seks adalah kebutuhan manusia yang selalu ada dalam diri manusia dan bisa muncul secara tiba-tiba. Seks juga bisa berarti sebuah ungkapan rasa abstrak manusia yang cinta terhadap keindahan. Sedangkan wanita adalah satu jenis makhluk Tuhan yang memang diciptakan sebagai simbol keindahan, maka fenomena yang sering terjadi di

14

(14)

masyarakat adalah seks selalu identik dengan wanita.

III. Penutup

A. Simpulan

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peran penyidik Polresta Bandar Lampung dalam pemberantasan tindak pidana prostitusi online oleh pelajar SMA termasuk dalam peran normatif dan faktual. Peran normatif dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan wewenang yang dimilikinya yaitu sebagaimana berdasarkan kenyataan adanya kasus prostitusi online oleh pelajar SMA. Peran faktual dilaksanakan dengan proses penyelidikan dan penyidikan, yaitu serangkaian tindakan yang tempuh oleh penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti tentang tindak pidana prostitusi online oleh pelajar SMA di Bandar Lampung.

2. Faktor-faktor penghambat Polresta

Bandar Lampung dalam

pemberantasan tindak pidana prostitusi online oleh pelajar SMA oleh pelajar SMA terdiri dari faktor hukum, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas dalam penegakan hukum, faktor masyarakat dan faktor budaya. Dari kelima faktor tersebut, maka faktor yang paling berpengaruh pada lemahnya penegakan hukum terhadap tindak pidana prostitusi online oleh pelajar

SMA dalam anatomi kejahatan transnasional adalah faktor penegak hukum. Hal ini disebabkan karena tidak semua penegak hukum (penyidik) memiliki latar belakang pendidikan hukum, kurangnya mekanisme kontrol dari komponen peradilan pidana dalam proses pemeriksaan perkara, penegak hukum yang kurang menunjukkan keteladanan, tidak adanya unit cyber

dalam institusi penegak hukum, penguasaan teknologi yang masih kurang, kerjasama penegak hukum antar negara yang belum efektif, kendala dalam penguasaan bahasa asing dan bahasa hukum oleh penegak hukum yang menyulitkan komunikasi dalam penegakan hukum, serta rendahnya komitmen penegak hukum untuk bekerjasama dalam menanggulangi prostitusi

online.

B. Saran

Dalam penelitian ini adalah penulis memberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Aparat penegak hukum agar meningkatkan penyuluhan kepada para pelajar SMA mengenai tindak pidana prostitusionlinesebagai sutau perbuatan melawan hukum, sehingga para pelajar memiliki pengetahuan tentang tindak pidana prostitusi

online tersebut dan diharapkan tidak terlibat di dalamnya.

(15)

hukum maupun penguasaan terhadap sarana dan fasilitas dalam penegakan hukum. Selain itu diperlukan sinergi antara kesadaran hukum dan kesadaran moral dari masyarakat dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana prostitusi online oleh pelajar SMA sehingga para pengguna internet selalu berpegang pada hukum, nilai-nilai, moral dan agama yang dianut.

DAFTAR PUSTAKA

Abdussalam, H. R. 2009. Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam Disiplin Hukum. Restu Agung, Jakarta.

Atmasasmita, Romli. Sistem Peradilan Pidana. Binacipta. Bandung. 1996.

Hamzah, Andi. 2001. Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta. 2001.

---2001. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta.

Lamintang, P.A.F. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Adityta Bakti, Bandung. 1996.

Marpaung, Leden. Proses Penanganan Perkara Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. 1992.

---. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh.Sinar Grafika. Jakarta. 2000.

Moeljatno. 1993. Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta.

Nawawi Arief, Barda. 2001. Masalah

Penegakan Hukum dan

Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

--- 2003. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. PT Citra. Aditya Bakti. Bandung.

Santoso, Topo. 1997. Seksualitas dan Hukum Pidana, Ind-Hill-Co, Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rineka Cipta. Jakarta.

---. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta

---. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press. Jakarta.

Sutarto. 2002.Menuju Profesionalisme Kinerja Kepolisian. PTIK. Jakarta.

Tim Penulis. 2002. Kamus Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946

jo. Undang-Undang Nomor 73

Tahun 1958 tentang

Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(16)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Pornoaksi

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

jo. Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2014 Tentang

Perlindungan Anak

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

A. INTERNET

http://id. wikipedia. org/wiki/dunia prostitusi

http://lampung.tribunnews.com/2016/10/ 05/siswi-sma-ini-kenakan- seragam-sekolah-saat-layani-pelanggan

Referensi

Dokumen terkait

Blangko dibuat dengan proses destilasi 90 ml aquades yang telah ditambah 40 ml NaOH 45% dengan penangkap 20 ml asam borat yang sudah ditambahkan dengan 2 tetes indikator MR+MB

Abstract : Nine School Belief Charater Education For 3rd Grade in Pelita Bangsa School Bandar Lampung. The purposes of this research are: 1) to describe the proses of nine

(2-tailed) N Pendidikan_ibu_rumah_ tangga Tingkat_konsumsi_non_ jagung Kendall's tau_b Pendidikan_ ibu_rumah_ tangga Tingkat_ konsumsi_ non_jagung Correlations 1.000 .059.. 92

Ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan bahan bakar pertalite, pertamax dan pertamax turbo terhadap konsumsi bahan bakar spesifik, yaitu berdasarkan nilai rata –

Abstract. This study examines the role of the school committee at SMA Negeri 1 Bantaeng. The purpose of this study was to determine the role of the school committee in

The conclusions from the results of this study are; (1) The results of the effectiveness test in class XI IPA4 students at a high school in Bandar Lampung showed that

Tujuan penelitian ini adalah: a) Untuk mengetahui terjadinya sengkata data fisik sertifikat tanah di kantor pertanahan karanganyar; b) Untuk mengetahui upaya

Dari hasil penelitian ini, diharapkan mampu mengetahui bagaimana proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi implementasi Kurikulum 2013 dalam proses pembelajaran