• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA DINAS PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOPERASI DAN UMKM KABUPATEN KLATEN DALAM PEMBERDAYAAN UKM TENUN LURIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KINERJA DINAS PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOPERASI DAN UMKM KABUPATEN KLATEN DALAM PEMBERDAYAAN UKM TENUN LURIK"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

KINERJA DINAS PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOPERASI DAN

UMKM KABUPATEN KLATEN DALAM PEMBERDAYAAN UKM

TENUN LURIK

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Jurusan Ilmu Administrasi

Disusun Oleh :

Galih Sri Rahayu

D0107057

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLTIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

PERSETUJUAN

Telah Disetujui Untuk Dipertahankan Didepan Panitia Penguji Skripsi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Pembimbing,

Drs. Is Hadri Utomo, M.Si

(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN

Telah Diuji dan Disahkan Oleh Panitia Penguji Skripsi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Pada Hari :

Tanggal :

A. ( )

NIP

B. ( )

NIP

C. ( )

NIP

Mengetahui,

Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

(4)

commit to user

iv MOTTO

© “Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya

yang demikian itu sangatlah berat, kecuali bagi orang yang khusyu” (QS..

Al Baqarah : 45)

© Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (QS.

Asy-Insyirah : 5)

© Jika kamu ingin mengerti keindahan dari kebebasan menarilah seperti

tidak ada yang melihat, menyanyilah seperti tidak ada yang mendengar

dan mencintailah seperti cinta itu tidak akan menyakitkan. Janganlah

batasi ukuran hidupmu karena orang lain karena seandainya gagal apa

mereka akan bertanggungjawab (Mario Teguh)

© Hidup harus selalu maju. Jangan pernah kamu mengungkit masa lalu

karena itu hanya akan membuat kamu takut untuk melangkah maju.

Jangan pernah takut memilih karena hidup adalah pilihan

(5)

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Karya ini aku persembahkan untuk :

Ibunda ku tercinta

Adik ku Sulis tercinta

(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb

Tiada kata yang paling tepat untuk mengucapkan rasa syukur kepada Allah

SWT karena atas rahmat dan karunia Nya skripsi ini dapat selesai.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan masih

terdapat kekurangan yang tidak dapat penulis atasi. Hal ini semata-mata karena

keterbatasan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran selalu penulis terima

dengan senang hati guna perbaikan skripsi ini di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang mendalam

kepada Ibu tercinta atas dukungan dan doanya serta seluruh keluarga yang telah

memberikan perhatian dan kasih sayangnya selama ini. Penulis juga perlu

mengucapkan terimakasih dan penghormatan yang tulus kepada pihak-pihak yang

tersebut dibawah ini :

1. Drs. Is Hadri Utomo, M.Si selaku pembimbing atas bimbingan, konsultasi

dan pengertian yang diberikan selama penulisan skripsi ini.

2. Drs. H.Supriyadi SN.SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

3. Drs. Sudarto, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

4. Drs. Wahyu Nurharjadmo, M.Si selaku pembimbing Akademik yang telah

(7)

commit to user

vii

5. Segenap dosen jurusan Ilmu Administrasi yang telah memberikan

pengerahuan dan pemikirannya selama penulis menempuh studi.

6. Yoenanto Sinung Hartanto ST. M.SE dan seluruh pegawai Dinas

Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Klaten yang

telah memberikan data hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

7. Pihak-pihak lain yang telah membantu penulisan baik secara langsung

maupun tidak langsung yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu

sehingga akhirnya skripsi ini dapat selesai.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik atas bantuan

yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi ilmu pengetahuan betapapun kecilnya.

Wassalamu’alaikum wr. wb

Surakarta, Januari 2011

(8)

commit to user

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………i

HALAMAN PERSETUJUAN………... ii

HALAMAN PENGESAHAN………iii

HALAMAN MOTTO……….iv

HALAMAN PERSEMBAHAN………...v

KATA PENGANTAR………vi

DARTAR ISI……….viii

DARTAR TABEL………..x

DAFTAR GAMBAR……….xi

ABSTRAK……… xii

ABSTRACT………..xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………. 1

B. Rumusan Masalah………..10

C. Tujuan Penelitian………...11

D. Manfaat Penelitian ………....11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja………...13

B. Pemberdayaan ………...31

C. Usaha Kecil dan Menengah ……….35

D. Tenun Lurik ……….37

E. Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah ………....40

F. Kerangka Pemikiran ………....44

(9)

commit to user

ix

B. Lokasi Penelitian ………..….49

C. Metode Penentuan Sumber Data ………...50

D. Sumber Data... 51

E. Tehnik Pengumpulan Data ...52

F. Validitas Data...53

G. Analisis Data………..54

BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi ………....56

B. Kegiatan Pemberdayaan UKM Tenun Lurik………..89

C. Kinerja Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Klaten dalam Pemberdayaan UKM Tenun Lurik……...100

D. Faktor Pendukung dalam Pemberdayaan UKM Tenun Lurik………...116

E. Faktor Penghambat dalam Pemberdayaan UKM Tenun Lurik………...120

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………...130

B. Saran ……….132

DAFTAR PUSTAKA

(10)

commit to user

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Industri Menengah di Kabupaten Klaten………... 3

Tabel 1.2 Data Industri Kecil di Kabupaten Klaten……….3

Tabel 1.3 Sentra UKM Tenun Lurik ATBM Kab Klaten ……... 5

Tabel 4.1 Formasi pegawai Disperindagkop dan UMKM Kab

Klaten berdasarkan Golongan...………... 87

Tabel 4.2 Formasi pegawai Disperindagkop dan UMKM Kab

Klaten berdasarkan Tingkat Pendidikan………... 88

Tabel 4.3 Formasi pegawai Disperindagkop dan UMKM Kab

Klaten berdasarkan Jenis Kelamin ……….88

Tabel 4.4 Data Peserta Pameran Tahun 2010……….……..…99

Tabel 4.5 Matriks Hasil Penelitian Kinerja Disperindagkop

dan UMKM Kab Klaten dalam pemberdayaan

UKM Tenun Lurik ………...128

Tabel 4.6 Keadaan UKM Tenun Lurik Sebelum dan Sesudah

(11)

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran….……….45

Gambar 3.1 Model Analisis Interaktif………...………... 55

Gambar 4.1 Bagan Organisasi Disperindagkop dan UMKM

(12)

commit to user

xii ABSTRAK

Galih Sri Rahayu, DO107057, KINERJA DINAS PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOPERASI DAN UMKM KABUPATEN KLATEN DALAM PEMBERDAYAAN UKM TENUN LURIK, Skripsi, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2010.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh semakin meningkatnya jumlah UKM di Kabupaten Klaten. Salah satu UKM yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Klaten adalah UKM Tenun Lurik. Akan tetapi UKM Tenun Lurik ini masih menemui beberapa kendala dalam menjalankan usaha mereka. Untuk itu Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Klaten sebagai pemegang wewenang dalam pembinaan UKM berkewajiban untuk melakukan pemberdayaan UKM Tenun Lurik agar dapat terus berkembang dan menjadi lebih mandiri. Tujuan utama penelitian ini adalah mendeskripsikan secara lengkap kinerja Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Klaten dalam memberdayakan UKM Tenun Lurik.

Dari segala potensi dan kendala yang dimiliki oleh UKM Tenun Lurik maka Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Klaten melakukan pemberdayaan terhadap UKM Tenun Lurik. Dalam pemberdayaan UKM Tenun Lurik diperlukan kinerja yang baik. Dalam menjalankan kinerja tersebut akan dinilai dari indikator penilaian kinerja yaitu produktivitas, responsivitas dan akuntabilitas. Namun dalam menjalankan kinerjanya Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Klaten juga menjumpai berbagai factor pendukung dan factor penghambat.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Tehnik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dan snowball sampling. Tehnik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Untuk menguji validitas data digunakan triangulasi data. Tehnik analisis data menggunakan analisis interaktif yang terdiri dari reduksi data, penyajian data dan penarikan simpulan.

(13)

commit to user

xiii ABSTRACT

Galih Sri Rahayu, DO107057, PERFORMANCE OF THE OFFICE OF TRADE INDUSTRY OF ECONOMIC ENTERPRISE AND MICRO-AND

MIDDLE-SCALE BUSINESS OF KLATEN REGENCY IN

EMPOWERMENT OF UKM TENUN LURIK, Thesis, Department of Administrative Sciences, Faculty of Social and Political Sciences, Sebelas Maret University, Surakarta. and becoming more independent. The main purpose of the study is to describe completely the performance of the Office of Trade Industry of Economic Enterprise and Micro-and-Middle-Scale Business of Klaten Regency in empowering UKM Tenun Lurik.

Concerning the potentials and obstacles gained by UKM Tenun Lurik, the Office of Trade Industry of Economic Enterprise and Micro-and-Middle-Scale Business of Klaten Regency empower the UKM Tenun Lurik. In the empowerment of UKM Tenun Lurik, it is required a good performance. The performance will be assessed by the performance assessment indicators of productivity, responsiveness and accountability. Nevertheless, in conducting the performance of the Office of Trade Industry of Economic Enterprise and Micro-and-Middle-Scale Business of Klaten Regency finds a variety of factors supporting and inhibiting ones.

The research method is descriptive qualitative. The samples of the research taken use a purposive sampling and snowball sampling technique. The data were gathered through observations, interviews and documentations. The data were validated through data triangulation. The data were analyzed by an interactive technique of analysis consisting of data reduction, data display, and conclusion drawing.

(14)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional adalah pembangunan bagi manusia Indonesia

seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang bertujuan

untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur baik material maupun spiritual

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan

dilaksanakan diberbagai bidang yang bertumpu pada aspek pemerataan,

pertumbuhan dan stabilitas.

Agar tujuan pembangunan nasional tercapai yaitu meningkatkan

kesejahteraan dan kemakmuaran rakyat maka pembangunan nasional perlu

mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa yang diselenggarakan bersama oleh

masyarakat dan pemerintah. Masyarakat sebagai subyek dalam pembangunan dan

pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing, melindungi serta

menumbuhkan suasana yang menunjang, saling mengisi dan saling melengkapi.

Namun dalam kenyataan masyarakat banyak belum berperan sebagai

subyek dalam pembangunan. Menjadikan rakyat sebagai subyek pembangunan

adalah memberikan hak-haknya untuk berpartisipasi dalam pembentukan dan

pembangunan produksi nasional. Untuk sampai pada tujuan tersebut, rakyat perlu

dibekali modal material dan mental. Hal ini juga telah menginspirasikan perlunya

pemberdayaaan ekonomi rakyat yang kemudian berkembang menjadi isu untuk

(15)

commit to user

Berbicara masalah perekonomian rakyat merupakan tantangan yang berat

dan perlu dikelola untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia. Cita-cita ini

menjadi amanah bagi setiap individu bangsa Indonesia. Cita-cita yang mendasar

sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 adalah menjadi bangsa yang

terlindungi, sejahtera, cerdas dan bersolidaritas tinggi. Cita-cita yang lebih

eksplisit dituangkan dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 4 ”Perekonomian nasional

diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,

efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta

dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.

Dalam konsep perekonomian rakyat banyak usaha yang tumbuh secara

alami yang dikenal dengan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Kegiatan ekonomi yang dilakukan rakyat ini merupakan bagian terbesar dari

kegiatan ekonomi yang dilakukan rakyat Indonesia. Kegiatan Usaha Mikro, Kecil

dan Menengah (UMKM) terbukti mampu bertahan saat krisis tahun 1998. Daya

tahan ini tercipta karena kemampuan usaha ini untuk mengembangkan sistem

ekonominya sendiri yang dikenal dengan perekonomian rakyat yang didukung

sistem keuangan yang baik sumber maupun cara penyelenggaraannya dilakukan

sendiri oleh rakyat. Serta Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) juga

mampu menjadi katup penyelamat bagi pemulihan ekonomi bangsa.

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) perlu diberdayakan secara

seimbang dan terpadu dengan meningkatkan peran masyarakat secara aktif serta

mendayagunakan secara optimal seluruh sumber daya alam, manusia dan dana

(16)

commit to user

saja meningkatkan dan mempercepat pembangunan usaha itu sendiri melainkan

pelaksanaannya harus mampu memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan

eksport hasil industri sehingga tercipta struktur ekonomi yang seimbang.

Sektor industri di Klaten merupakan sektor yang sangat potensial untuk

dikembangkan terutama usaha kecilnya. Karena sektor ini menjadi wadah

penyerapan tenaga kerja yang tidak tertampung oleh sektor lain. Adapun kondisi

perindustrian di Klaten dapat dilihat pada tabel 1.1 dan tabel 1.2

Tabel 1.1

Data Industri Menengah di Kabupaten Klaten

No. Uraian Tahun 2007 Tahun 2008

1. Jumlah usaha 126 126

2. Tenaga Kerja 12.543 12.543

3 Nilai produksi 1.253.110.992 1.522.843.986

Sumber : Deperindagkop dan UMKM Kab. Klaten

Tabel 1.2

Data Industri Kecil di Kabupaten Klaten

No. Uraian Tahun 2007 Tahun 2008

1. Jumlah usaha 33.071 33.221

2. Tenaga Kerja 135.097 136.435

3 Nilai produksi 3.491.841.200 4.114.079.060

(17)

commit to user

Dari dua tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah usaha dan tenaga kerja

pada industri menengah tetap namun dari jumlah nilai produksi mengalami

peningkatan dari tahun 2007 sebesar 1.253.110.992 menjadi 1.522.843.986 pada

tahun 2008 sedangkan untuk usaha kecil baik dari jumlah usaha, tenaga kerja dan

nilai produksi mengalami peningkatan dari tahun 2007 sampai tahun 2008. Unit

usaha kecil tahun 2007 berjumlah 33.071 unit usaha meningkat menjadi 33.221

unit usaha pada tahun 2008 dan mampu menyerap tenaga kerja 136.435 orang.

Demikian pula nilai produksinya mengalami peningkatan dari 3.491.841.200 pada

tahun 2007 menjadi 4.114.079.060 pada tahun 2008 atau meningkat sebesar

17,8%. Sehingga dapat diartikan bahwa keberadaan UKM di Kabupaten Klaten

mempunyai arti penting untuk mendorong perekonomian daerah khususnya dalam

penyerapan tenaga kerja dan nilai produksi yang dihasilkan.

Usaha kecil dan menengah yang berada di Klaten sebenarnya merupakan

industri yang sudah ada sejak lama. Secara histories usaha kecil dan menengah

tersebut merupakan warisan yang secara turun menurun dipelihara oleh keluarga.

Dalam arti lebih luas usaha kecil dan menengah yang ada sebenarnya berbasiskan

masyarakat, seperti industri Kerajinan Tenun Lurik ATBM (Alat Tenun Bukan

Mesin). Lurik bagi warga Klaten merupakan warisan budaya masa lalu yang

mempunyai nilai budaya yang tinggi dan layak untuk dipertahankan. Lurik bukan

semata busana pembalut raga, tapi bagi penemu di masa lalu lurik memiliki

filosofi, makna dan pesona tersendiri. Oleh sebab itu warga Klaten khususnya

(18)

commit to user

memiliki nilai tersendiri, seperti halnya batik yang sudah ditetapkan sebagai

produk asli Indonesia.

Kabupaten Klaten memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan

perekonomian masyarakat melalui pengembangan usaha tenun lurik ATBM (Alat

Tenun Bukan Mesin). Pembuatan kain tenun lurik yang dikerjakan secara manual

dan padat karya, merupakan potensi penyerapan tenaga kerja dipedesaan yang

berarti usaha yang mampu menggerakan dinamika perekonomian masyarakat. Hal

tersebut menjadikan keberadaan usaha kecil dan menengah yang ada di Klaten

merupakan industri strategis yang menjadi peluang bagi peningkatan

perekonomian daerah. Usaha tenun lurik tersebut selain dapat menyerap tenaga

kerja yang sangat banyak jumlahnya yang berarti mengurangi tingkat

pengangguran juga pembawa kehidupan bagi perekonomian desa.

Di Klaten unit usaha tenun lurik ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin)

disamping memproduksi tenun lurik juga memproduksi serbet makan. Namun

karena harga jual serbet makan sangat rendah kemudian sekarang beralih

memproduksi tenun lurik. Unit usaha tenun lurik ATBM (Alat Tenun Bukan

Mesin) ini tersebar di beberapa kecamatan diantaranya Pedan, Trucuk, Cawas,

Bayat dan Polanharjo. Adapun data sentra UKM Tenun Lurik dapat dilihat pada

(19)

commit to user

Tabel 1.3

Sentra Usaha Kecil dan Menengah Tenun Lurik ATBM (Alat Tenun

Bukan Mesin) Kabupaten Klaten

Sumber : Disperindagkop dan UMKM Kab.Klaten

Berdasarkan tabel 1.3 diatas, jumlah unit usaha tenun lurik ATBM (Alat

Tenun Bukan Mesin) terbanyak terdapat di kecamatan Cawas yaitu sebanyak 152

(20)

commit to user

Bayat sebanyak 52 unit usaha, di kecamatan Pedan sebanyak 28 unit usaha dan di

kecamatan Polanharjo sebanyak 12 unit usaha. Padahal dahulu kecamatan Pedan

terkenal sebagai sentra tenun lurik ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) namun

dengan semakin berkembangnya tenun lurik sekarang unit usaha terbanyak

terdapat di kecamatan Cawas. Hal tersebut perlu mendapat perhatian dari

pemerintah untuk mengembangkan kembali agar sentra tenun lurik dapat

bertambah dan berkembang.

Kain tenun lurik merupakan kain yang dibuat melalui proses tenun dengan

Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang dikerjakan oleh tangan-tangan manusia

secara manual. Proses produksi lurik dimulai dari pewarnaan benang kemudian

proses pengeringan benang melalui penjemuran dibawah sinar matahari

selanjutnya pengelosan benang lalu penatan/penyusunan motif lurik setelah itu

pencucukan dan palet dan akhirnya proses penenunan. Dari kain tenun lurik

ATBM yang dihasilkan dapat dibuat kreasi seperti baju lurik, slayer lurik, jas

lurik, tas kecil lurik, tirai, dll.

Usaha tenun lurik ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) di Klaten sudah ada

sejak tahun 1950-an. Akan tetapi karena desain dan inovasi motifnya hanya itu-itu

saja dan tidak berkembang membuat tenun lurik ATBM (Alat Tenun Bukan

Mesin) kurang diminati. Selain itu usaha tenun lurik ATBM (Alat Tenun Bukan

Mesin) ini menghadapi permasalahan diantaranya :

1. Kurangnya permodalan yang diperlukan untuk mengembangkan

(21)

commit to user

ATBM ini merupakan usaha perorangan yang mengandalkan pada

modal sendiri yang jumlahnya sangat terbatas.

2. Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas. Hal ini dikarenakan pada

umumnya usaha tenun lurik ATBM ini merupakan usaha yang

tradisional dan usaha keluarga yang turun temurun sehingga dari segi

pendidikan, pengetahuan dan keterampilannya sulit untuk berkembang.

Disamping itu usaha ini relatif sulit mengadopsi tehnologi baru untuk

meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.

3. Lemahnya jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar. Hal ini

dikarenakan pada umumnya usaha tenun lurik ATBM ini merupakan

unit usaha keluarga sehingga mempunyai jaringan usaha yang terbatas

dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah. Sehingga pemasarannya

terbatas.

4. Sarana prasarana yang terbatas. Hal ini dikarenakan dalam usaha tenun

lurik ATBM menggunakan alat tenun tradisional bukan mesin yaitu

alat sederhana terbuat dari kayu yang dirangkai sederhana, bahkan

terkadang diberi penguat batu/batu bata agar dapat dioperasikan secara

manual.

5. Terbatasnya bahan baku. Hal ini dikarenakan bahan baku untuk

membuat tenun lurik adalah benang yang kebanyakan masih membeli

(22)

commit to user

Namun dengan adanya Peraturan Gubernur Jawa Tengah mengenai

kewajiban Pegawai Negeri Sipil di Provinsi Jawa Tengah untuk mengenakan

seragam berbahan tenun lurik per 7 Juli 2010 setiap hari rabu serta didukung pula

dengan dikeluarkannya Surat Edaran (SE) Bupati No. 065/77/2010 yang

mewajibkan PNS Kabupaten Klaten untuk mengenakan seragam lurik dua hari

dalam sepekan, menjadikan tenun lurik mulai diperhatikan. Lurik mulai menarik

perhatian orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap lurik sehingga seiring

dengan perkembangan ide kreatif. Lurik juga berkembang dengan pesatnya mulai

dari peralatan yang digunakan, tenaga yang diserap, hasil tenunan kain lurik yang

di dapat serta desain motif yang semakin modern dan mengikuti pangsa pasar,

bahkan penghasilan penduduk sekitar menjadi operator lurik juga melejit.

Sehingga keberlangsungan kain tenun lurik dengan ATBM (Alat Tenun Bukan

Mesin) dapat lestari. Karena lurik ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) merupakan

salah satu ikon kebanggaan Kabupaten Klaten.

Untuk mendukung pelestarian kain tenun lurik tersebut Dinas

Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Klaten melakukan

pemberdayaan terhadap UKM Tenun Lurik yang tersebar di daerah Klaten.

Selama ini kegiatan yang dilakukan Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi

dan UMKM Kabupaten Klaten dalam pemberdayaan UKM Tenun Lurik adalah

melalui kegiatan pelatihan, bantuan pengadaan peralatan, bantuan akses

permodalan dan bantuan akses pemasaran. Sebagai pihak yang bertanggungjawab

(23)

commit to user

Koperasi dan UMKM Kabupaten Klaten telah menjalankan tugasnya dengan baik

walaupun hasilnya belum memenuhi target dari pemerintah.

Dalam menjalankan kinerjanya Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi

dan UMKM Kabupaten Klaten juga menjumpai berbagai factor penghambat

seperti terbatasnya kualitas dan kuantitas aparat Dinas penggerak UKM,

keterbatasan anggaran dan keterbatasan sarana dan prasarana Dinas. Selain itu

ada pula factor pendukung antara lain yaitu terjalinnya kerjasama yang baik

antara Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Klaten,

pengusaha UKM Tenun Lurik dan pihak lain serta bantuan dan kepedulian dari

pihak-pihak luar yang mendukung kegiatan pemberdayaan UKM Tenun Lurik

ini sehingga dapat berjalan dengan baik.

Dari uraian mengenai kondisi UKM Tenun Lurik di Kabupaten Klaten

tersebut, maka menarik minat peneliti untuk melakukan penelitian mengenai

bagaimana kinerja Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM dalam

pemberdayaan UKM Tenun Lurik tersebut sehingga UKM Tenun Lurik dapat

berkembang dan maju. Sehingga nantinya tenun lurik Klaten bukan sekedar dilirik

oleh masyarakat tetapi juga menjadi brand image baru bagi dunia tekstil di

Indonesia. Disamping itu juga mengangkat nama Klaten di masa mendatang.

B. Rumusan Masalah

Pada dasarnya rumusan masalah digunakan untuk membatasi masalah

yang akan dibahas dalam penelitian. Dengan melihat latar belakang diatas, maka

(24)

commit to user

1. Bagaimana kinerja Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan

UMKM Kabupaten Klaten dalam memberdayakan UKM Tenun Lurik ?

2. Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pemberdayaan

UKM Tenun Lurik tersebut?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Operasional

a. Memberi gambaran mengenai kinerja Dinas Perindustrian

Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Klaten dalam

memberdayakan UKM Tenun Lurik.

b. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat

pemberdayaan UKM Tenun Lurik.

2. Tujuan Fungsional

a. Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan

pembaca dalam memahami kinerja Dinas Perindustrian Perdagangan

Koperasi dan UMKM Kabupaten Klaten.

b. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi Dinas

Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Klaten

dalam rangka meningkatkan pemberdayaan UKM.

3. Tujuan Individual

Untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi Universitas Sebelas

(25)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Dapat memberikan masukan dan bantuan pemikiran bagi semua pihak

yang terkait dengan pemberdayaaan UKM Tenun Lurik.

2. Dapat menambah pengetahuan kita semua mengenai pemberdayaaan

UKM Tenun Lurik.

3. Dapat mengasah kemampuan penulis dalam merspon masalah,

(26)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Istilah kinerja atau performance oleh para cendekiawan sering diartikan

sebagai “penampilan”, “unjuk kerja” atau “prestasi”. (Yeremias T. Keban, 2004

: 191).

Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara

keseluruhan selama periode waktu didalam melaksanakan tugas dibandingkan

denagan berbagai kemungkinan seperti standar hasil kerja target atau sasaran atau

kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Jika

dilihat dari asal katanya kata kinerja merupakan terjemahan dari kata

performance yang menurut The Scribner-Bantam English Dictionary terbitan AS

& Canada (1979) berasal dari akar kata to perform dengan beberapa entries

yaitu :

1. melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute).

2. memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar (to

discharge of fulfill; as vow).

3. melaksanakan atau menyempuurnakan tanggungjawab (to execute or

complete an understanding).

4. melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what

is expected of a person machine). (Veithzal Rivai dan Ahmad Fawzi Mohd

(27)

commit to user

Sedangkan menurut Bernardin dan Russel dalam Yeremias T. Keban

(2004 : 192) mengartikan kinerja sebagai “….the record of outcomes produced on

a specified job function or activity during a specified job function or activity

during a specified time period….”. Dalam definisi ini aspek yang ditekankan

yaitu tentang outcome atau hasil akhir yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atau

aktifitas dijalankan selama kurun waktu tertentu. Dengan demikian kinerja disini

hanya mengacu pada serangkaian hasil yang diperoleh seorang pagawai selama

periode tertentu dan tidak termasuk karakteristik pribadi pegawai yang dinilai.

Menurut Stolovitch and Keep, 1992 dalam Veithzal Rivai dan Ahmad

Fawzi Mohd Basri (2005) kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan

merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang

diminta. Kinerja juga menunjuk pada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan

tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja

dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan

baik.

Dalam Encyclopedia of Public Administration and Public Policy Tahun

2003 dalam Yeremias T Keban (2004 : 193), kinerja menggambarkan sampai

seberapa jauh organisasi tersebut mencapai hasil ketika dibandingkan dengan

kinerja terdahulunya (previous performance), dibandingkan dengan organisasi

lain (benchmarking), dan sampai seberapa jauh pencapaian tujuan dan target yang

telah ditetapkan. Dan untuk dapat melakukan perbandingan ini atau pengukuran

pencapaian tujuan tersebut dibutuhkan suatu definisi operasional yang jelas

(28)

commit to user

terhadap tingkat kualitas yang diharapkan dari output atau outcomes tersebut

secara kuantitatif ataupun kualitatif.

Dari bebagai pengertian kinerja diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja

(performance) adalah suatu bentuk prestasi atau tingkat pencapaian hasil dari

suatu proses kegiatan yang dilaksanakan selama kurun waktu tertentu untuk

mewujudkan tujuan organisasi.

1. Penilaian Kinerja

Penilaian kerja (performance appraisal) juga dikenal dengan istilah

evaluasi kinerja (performance evaluation) atau pengukuran kinerja (performance

measurement). Penilaian kinerja merupakan analisis dan interpretasi keberhasilan

atau kegagalan pencapaian kinerja. Penilaian sebaiknya dikaitkan dengan sumber

daya (input) yang berada di bawah wewenangnya seperti SDM, dana/keuangan,

sarana prasarana, metode kerja dan hal lainnya yang berkaitan. Tujuannya agar

dapat diketahui dengan pasti apakah pencapaian kinerja yang tidak sesuai

(kegagalan) disebabkan oleh faktor input yang kurang mendukung atau kegagalan

pihak manajemen. (Veithzal Rivai dan Ahmad Fawzi Mohd Basri, 2005 : 29)

Menurut Dessler (2000) dalam Yeremias T Keban (2004 : 196), penilaian

kerja merupakan upaya sistematis untuk membandingkan apa yang dicapai

seseorang dibandingkan dengan standar yang ada. Tujuannya adalah untuk

mendorong kinerja seseorang agar bisa berada di atas rata-rata.

Neely et al., (1995) dalam Suprapto (2009 : 40) mendefinisikan

pengukuran kinerja sebagai suatu proses menilai efektivitas dan efisiensi dari

(29)

commit to user

“… the process of quantifying effectiveness and efficiency of action. Effectiveness

is referred to the degree of which stakeholder requirements are met, while

efficiency measure shows the company’s resources are used when providing a

certain degree of stakeholder satisfaction.”

(…proses dari pengukuran efektifitas dan efisiensi tindakan. Efektifitas

dihubungkan dengan tindakan stakeholder yang disyaratkan yang mana

pengukuran digunakan ketika menyediakan tingkatan tertentu dari kepuasan

stakeholder).

(B. Suprapto et al. www.sbm.itb.ac.id/ajtm. The Asian Journal of Technology

Management Vol. 2 No. 2 (2009) 76-87. The Implementation of Balance Score

Card for Performance Measurement in Small and Medium Enterprises: Evidence

from Malaysian Health Care Services)

Sedangkan dalam Quamrul Islam (2009) mendefinisikan “Performance

measurement is the process, or structured set of managed work activities,

used to quantify the productivity, effectiveness and efficiency of action”

(Churchman, 1959; Zairi, 1994).

(Pengukuran kinerja adalah proses, atau kegiatan kerja yang terstruktur, yang

digunakan untuk mengukur produktivitas, efektivitas dan efisiensi tindakan)

(Quamrul Islam. www.2dix.com. International Journal of Global Business, 2 (2),

137-153, December 2009. The Quintessential Performance Matrix : Performance

Measures Used in Strategic Decision-Making Under Governance Structures)

Sedangkan menurut Agus Dwiyanto (2006 : 47) penilaian kinerja

(30)

commit to user

ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya. Untuk organisasi

pelayanan publik, informasi mengenai kinerja tentu sangat berguna untuk menilai

seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu memenuhi harapan

dan memuaskan pengguna jasa. Dengan melakukan penilaian kinerja maka upaya

untuk memperbaiki kinerja bisa dilakukan secara lebih terarah dan sistematis.

Informasi mengenai kinerja juga penting untuk menciptakan tekanan bagi para

pejabat penyelenggara pelayanan untuk melakukan perubahan-perubahan dalam

organisasi. Dengan adanya informasi mengenai kinerja maka benchnarking

dengan mudah bisa dilakukan dan dorongan memperbaiki kinerja bisa diciptakan.

Penilaian kinerja dilaksanakan tidak hanya sekedar untuk mengetahui

kinerja yang lemah, hasil yang baik dan bisa juga diidentifikasi sehingga dapat

digunakan untuk penilaian lainnya. Untuk itu dalam penilaian kinerja perlu

memiliki hal-hal berikut ini :

1. Standar kinerja

Sistem penilaian memerlukan standar kinerja yang mencerminkan

seberapa jauh keberhasilan sebuah pekerjaan telah dicapai. Agar

efektif standar perlu berhubungan dengan hasil yang diinginkan dari

tiap pekerjaan. Hal tersebut dapat diuraikan dari analisis pekerjaan

dengan menganalisis hubungannya dengan kinerja karyawan saat

sekarang.

2. Ukuran kinerja

Penilaian kinerja juga memerlukan ukuran/standar kinerja yang dapat

(31)

commit to user

penilaian yang kritis dalam menentukan kinerja, ukuran yang andal

juga hendaknya dapat dibandingkan dengan cara lain dengan standar

yang sama untuk mencapai kesimpulan sama tentang kinerja sehingga

dapat menambah reliabilitas sistem penilaian. (Veithzal Rivai dan

Ahmad Fawzi Mohd Basri, 2005 : 129)

Jadi penilaian kinerja berfungsi untuk menilai sukses atau tidaknya suatu

organisasi, program atau kegiatan. Penilaian kinerja diperlukan untuk menilai

tingkat besarnya terjadi penyimpangan antara kinerja aktual dan kinerja yang

diharapkan. Dengan mengetahui penyimpangan tersebut dapat dilakukan upaya

perbaikan dan peningkatan kinerja. Alasan yang dapat mendasari pentingnya

pengukuran kinerja sektor publik terkait dengan tanggungjawab dalam memenuhi

akuntabilitas dan harapan dari masyarakat. Organisasi sektor publik

bertanggungjawab atas penggunaan dana dan sumber.

2. Indikator Kinerja

Menurut Dwiyanto ( 2002 : 50-51) ada beberapa macam indikator yang

biasa digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik yaitu sebagai berikut :

1. Produktivitas

Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi

juga tingkat pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai

rasio antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu

sempit dan kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba

(32)

commit to user

memasukan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang

diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting.

2. Kualitas Layanan

Isu mengenai layanan cenderung semakin penting dalam menjelaskan

kinerja organisasi publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk

mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat

terhadap pelayanan yang diterima dari organisasi publik. Dengan

demikian kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan

indikator kinerja organisasi publik. Keuntungan utama menggunakan

kepuasan masyarakat sebagai indikator kinerja adalah informasi

mengenai kepuasan masyarakat seringkali tersedia secara mudah dan

murah. Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas pelayanan

seringkali dapat diperoleh dari media massa atau diskusi publik akibat

akses terhadap informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap

kualitas layanan relatif sangat tinggi maka bias menjadi satu ukuran

kinerja organisasi publik yang mudah dan murah dipergunakan.

Kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja

organisasi publik.

3. Responsivitas

Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali

kebutuhan masyarakat, menyusun agaenda dan prioritas pelayanan,

mengembangkan program-orogram pelayanan publik sesuai dengan

(33)

commit to user

menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan

dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukkan

sebagai salah satu indikator kinerja karena responsivitas secara

langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam

menjalankan misi dan tujuannya terutama untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukan dengan

ketidakselarasan antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Hal

tersebut jelas menunjukan kegagalan organisasi dalam mewujudkan

misi dan tujuan organisasi publik. Organisasi yang memiliki

responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek

pula.

4. Responsibilitas

Responsibilitas menjelaskan pelaksanaan kegiatan organisasi publik

dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau

sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun

implisit. Oleh karena itu, responsibilitas bias saja pada suatu ketika

berbenturan dengan responsivitas.

5. Akuntabilitas

Akuntabilitas publik menujuk pada seberapa besar kebijakan kegiatan

organisasi publik tunduk para pejabat yang dipilih oleh rakyat.

Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut dipilih oleh

rakyat dengan sendirinya mempresentasikan kepentingan rakyat.

(34)

commit to user

untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik

itu konsisten denagan kehendak masyarakat banyak. Kinerja organisasi

publik tidak hanya bisa dilihat dari ukuran internal yang

dikembangkan oleh organisasi publik atau pemerintah, seperti

pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran

eksternal seperti nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi

kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma

yang berkembang dalam masyarakat.

Menurut Kumorotomo (1996) dalam Agus Dwiyanto (2002 : 52)

menggunakan beberapa kriteria untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja

untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publik

antara lain adalah berikut ini :

1. Efisiensi

Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi

pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi

serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. Apabila

diterapkan secara obyektif, kriteria seperti likuiditas, solvabilitas dan

rentabilitas merupakan kriteria efisiensi yang sangat relevan.

2. Efektivitas

Apakah tujuan didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai?

Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas tehnis, nilai, misi tujuan

(35)

commit to user

3. Keadilan

Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang

diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat

kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. Keduanya

mempersoalkan apakah tingkat efektifitas tertentu, kebutuhan dan

nilai-nilai dalam masyarakat dapat terpenuhi. Isu-isu yang menyangkut

pemerataan pembangunan, layanan kepada kelompok pinggiran dan

sebagainya, akan mampu dijawab melalui kriteria ini.

4. Daya Tanggap

Berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta,

organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap negara

atau pemerinyah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh sebab itu, kriteria

organisasi tersebut secara keseluruhan harus dapat dipertanggungjawabkan

secara transparan demi memenuhi kriteria daya tanggap ini.

Salim & Woodward (1992) melihat kinerja berdasarkan

pertimbangan-petimbangan ekonomi, efisiensi, efektifitas dan persamaan pelayanan. Aspek

ekonomi dalam kinerja diartikan sebagai strategi untuk menggunakan sumber

daya seminimal mungkin dalam proses penyelenggaraan kegiatan pelayanan

publik. Efisiensi kinerja pelayanan publik juga dilihat untuk menunjuk suatu

kondisi tercapainya perbandingan terbaik/proposional antara input pelayanan

dengan output pelayanan. Demikian pula, aspek efektifitas kinerja pelayanan ialah

untuk melihat tercapainya pemenuhan tujuan atau target pelayanan yang telah

(36)

commit to user

sebagai ukuran untuk menilai seberapa jauh suatu bentuk pelayanan telah

memperhatikan aspek-aspek keadilan dan membuat publik memiliki akses yang

sama terhadap sistem pelayanan yang ditawarkan. (Agus Dwiyanto, 2002 : 52-53)

Ratminto dan Atik Winarsih (2005 : 174) menjelaskan bahwa indikator

kinerja sangat bervariasi sesuai dengan fokus dan konteks penelitian yang

dilakukan dalam proses penemuan dan penggunaan indikator tersebut diantaranya

adalah sebagai berikut :

1. Mc Donald dan Lawton (1977) dalam Ratminto dan Atik Winarsih (2005 :

174) mengemukakan beberapa indikator : output oriented measure

throughput, efficiency, effectiveness.

a. Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukan

tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam

suatu penyelenggaraaan pelayanan publik.

b. Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah

ditetapkan baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang

maupun misi organisasi.

2. Salim dan Woodward (1992) dalam Ratminto dan Atik Winarsih (2005 :

174) mengemukakan beberapa indikator : economy, efficiency,

effectuveness, equity.

a. Eonomy atau ekonomis adalah penggunaan sumber daya yang sesedikit

(37)

commit to user

b. Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukan

tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam

suatu penyelenggaraan pelayanan publik.

c. Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah

ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang

maupun misi organisasi.

d. Equity atau keadilan adalah pelayanan publik yang diselenggarakan

dangan memperhatikan aspek-aspek kemerataan.

3. Lenvinne (1990) dalam Ratminto dan Atik Winarsih (2005 : 175)

mengemukakan beberapa indikator : responsiveness, responsibility,

accountability

a. Responsiveness atau responsivitas ini mengukur daya tanggap

providers terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan

customers.

b. Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang

menunjukan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu

dilakukan dengan tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang telah

ditetapkan.

c. Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang

menunjukan seberapa besar tingkat kesesuaian antara penyelenggara

pelayanan dengan ukuran-ukuran eksternal yang ada di masyarakat dan

dimiliki oleh stakeholder, seperti nilai dan norma yang berkembang

(38)

commit to user

4. Zeithmal, Parasuraman, dan Berry (1990) dalam Ratminto dan Atik

Winarsih (2005 : 175) menjelaskan beberapa indikator : tangibles,

reliability, responsiveness, assurance, empaty

a. Tangibles atau ketampakan fisik artinya ketampakan fisik dari gedung

peralatan, pegawai dan fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki oleh

providers.

b. Reliability atau reabilitas agalah kemampuan untuk menyelenggarakan

pelayanan yang dikanjikan secara akurat.

c. Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk menolong

customers dan menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas.

d. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para

pekerja dan kemampuan merka dalam memberikan kepercayaan

kepada customers.

e. Empaty adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh

providers kepada customers.

5. Gibson, Ivancenich & Donnelly (1990) dalam Ratminto dan Atik

Winarsih (2005 : 177) mengungkapkan indikator : kepuasan, efisiensi,

produksi, perkembangan, keadaptasian dan kelangsungan hidup.

a. Kepuasan artinya seberapa jauh organisasi dapat memenuhi kebutuhan

anggotanya.

b. Efisiensi adalah perbandingan terbaik antara keluaran dan masukan.

c. Produksi adalah ukuran yang menunjukan kemampuan organisasi

(39)

commit to user

d. Keadaptasian adalah ukuran yang menunjukan daya tanggap organisasi

terhadap tuntutan perubahan yang terjadi di lingkungannya.

e. Pengembangan adalah ukuran yang mencerminkan kemampuan dan

tanggung jawab organisasi dalam memperbesar kapasitas dan

potensinya untuk berkembang.

Sedangkan aspek dalam pengukuran kinerja organisasi sektor publik

meliputi hal-hal berikut :

1. Input (masukan)

Adalah sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan dalam

rangka menghasilkan output, seperti sumber daya manusia (SDM), dana,

material, waktu, tehnologi, dan sebagainya.

2. Process (proses)

Adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengolah input menjadi output.

3. Output (keluaran)

Adalah barang atau jasa yang dihasilkan secara langsung dari pelaksanaan

kegiatan berdasarkan input yang digunakan.

4. Outcome (hasil)

Adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya output atau efek

langsung dari output pada jangka menengah. (I Gusti Agung Rai, 2008:21)

Menurut Ratminto dan Atik indikator kinerja dapat dikelompokan

dikelompokan menjadi dua yaitu indikator kinerja yang berorientasi pada proses

dan indikator kinerja yang berorientasi pada hasil. Dari beragam indikator yang

(40)

commit to user

dapat dirangkum menjadi dua sudut pandang/orientasi. Adapun rangkuman

indikator kinerja tersebut dapat dilihat dalam tabel 2.1

Tabel 2.1

Rangkuman Indikator Kinerja

Tokoh Indikator

Berorientasi proses Berorientasi hasil

(41)

commit to user

Gibson, Ivancenich &

Donnelly (1990) dalam

kurang berkembang dan beberapa permasalahan yang dihadapi oleh UKM Tenun

Lurik dalam pengembangannya sehingga pihak Perindustrian Perdagangan

Koperasi dan UMKM Kabupaten Klaten perlu untuk melakukan pemberdayaan

terhadap UKM Tenun Lurik tersebut melalui kegiatan pelatihan, bantuan

pengadaan alat, bantuan akses permodalan dan bantuan akses pemasaran. Maka

indikator yang digunakan penulis untuk mengukur bagaimana Kinerja Dinas

Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Klaten dalam

pemberdayaan UKM Tenun Lurik adalah indikator yang berorientasi pada hasil

yaitu produktivitas untuk mengetahui bagaimana hasil kegiatan pemberdayaan

yang telah dilaksanakan dan indikator yang berorientasi pada proses yaitu

responsivitas dan akuntabilitas untuk mengetahui bagaimana kegiatan

pemberdayaan dilakukan apakah sesuai dengan kebutuhan dari masyarakat dan

kehendak masyarakat.

1. Produktivitas

Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan

output. Produktivitas merupakan ukuran yang menunjukan kemampuan

Pemerintah untuk menghasilkan keluaran yang dibutuhkan oleh

masyarakat. Alasan pemilihan kriteria ini yaitu untuk mengetahui apakah

(42)

commit to user

Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Klaten mampu

menghasilkan keluaran yang diharapkan yaitu mengembangkan UKM

Tenun Lurik agar lebih maju dan mandiri.

Konsep produktivitas pada Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan

UMKM Kabupaten Klaten diukur dari seberapa besar pelayanan publik

yang diberikan dalam pemberdayaan UKM Tenun Lurik tesebut mampu

menghasilkan keluaran/output sesuai dengan yang diharapkan.

2. Responsivitas

Organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya terutama untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas merupakan daya tanggap

dari organisasi terhadap suatu permasalahan.

Menurut Lenvinne (1990) dalam Ratminto dan Atik Winarsih (2005 : 175)

responsivitas adalah mengukur daya tanggap providers terhadap harapan,

keinginan dan aspirasi serta tuntutan customers.

Sedangkan menurut Dwiyanto (2002 : 50) responsivitas adalah

kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun

agaenda dan prioritas pelayanan, mengembangkan program-program

pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara

singkat responsivitas disini menujuk pada keselarasan antara program dan

kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Sehingga responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena

hal tersebut merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali

(43)

commit to user

mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan

kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Alasan pemilihan kriteria ini yaitu

untuk mengetahui apakah Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan

UMKM Kabupaten Klaten memiliki responsivitas dengan kemampuan

untuk mengenali kebutuhan dan aspirasi para UKM Tenun Lurik dengan

mengetahui dan menindaklanjuti keluhan yang dialami oleh pengusaha

tenun lurik selama kegiatan pemberdayaan.

Responsivitas disini menunjuk pada keselarasan antara kegiatan

pemberdayaan dari Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan

UMKM Kabupaten Klaten dengan kebutuhan masyarakat. Responsivitas

dimasukkan sebagai salah satu indikator kinerja karena responsivitas

secara langsung menggambarkan kemampuan Dinas Perindustrian

Perdagangan Koperasi dan UMKM dalam menjalankan misi dan

tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam rangka

pemberdayaan UKM Tenun Lurik.

3. Akuntabilitas

Menurut Dwiyanto (2002 : 50) akuntabilitas publik menujuk pada

seberapa besar kebijakan kegiatan organisasi publik tunduk para pejabat

yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik

tersebut dipilih oleh rakyat dengan sendirinya mempresentasikan

kepentingan rakyat. Kriteria ini dipilih karena jika dilihat dari akuntabilitas

dapat menunjukan bagaimana kinerja Dinas Perindustrian Perdagangan

(44)

commit to user

Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Klaten

bertanggungjawab terhadap UKM Tenun Lurik yang telah di binanya.

Dalam konteks ini, konsep dasar akuntabilitas publik dapat digunakan

untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan Dinas Perindustrian

Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Klaten dalam

pemberdayaan UKM Tenun Lurik itu konsisten dengan kehendak

masyarakat.

B. Pemberdayaan

Pemberdayaan berasal dari penerjemahan Bahasa Inggris empowerment

yang juga dapat bermakna ”pemberian kekuasaan” karena power bukan sekedar

”daya” tetapi juga ”kekuasaan” sehingga kata ”daya” tidak saja bermakna

”mampu” tetapi juga ”mempunyai kuasa”. (Randy R Wrihatnolo dan Riant

Nugroho Dwijowijoto, 2007 : 1).

Pemberdayaan adalah sebuah ”proses menjadi, bukan sebuah ”proses

instan”. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan yaitu :

a. Tahap penyadaran.

Pada tahap ini target yang hendak diberdayakan diberi pencerahan dalam

bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk

mempunyai sesuatu. Program-program yang dapat dilakukan pada tahap

ini misalnya memberikan pengetahuan yang kognisi, belief, dan healing.

(45)

commit to user

(membangun ”demand” diberdayakan dan proses pemberdayaan itu

dimulai dari dalam diri mereka (tidak dari orang lain).

b. Tahap pengkapasitasan.

Tahap inilah yang sering disebut ”capacity building” atau dalam bahasa

yang lebih sederhana memampukan atau enabling. Untuk diberikan daya

atau kuasa yang bersangkutan harus mampu terlebih dahulu. Proses

capacity building terdiri atas tiga jenis, yaitu manusia, organisasi dan

sistem nilai.

c. Tahap pemberian daya

Tahap pemberian daya merupakan pemberian daya itu sendiri atau

empowerment dalam makna sempit. Pada tahap ini kepada target diberikan

daya, kekuasaan, otoritas atau peluang. Pemberian ini sesuai dengan

kualitas kecakapan yang dimiliki. (Randy R Wrihatnolo dan Riant

Nugroho Dwijowijoto, 2007 : 2-6).

Menurut Ron Johnson dan David Redmod (The Art of Empowerment,

1992) dalam Randy R Wrihatnolo dan Riant Nugroho Dwijowijoto (2007) bahwa

at last empowerment is about art. It is about value we believe. Tatkala

pemberdayaan menjadi sebuah praktik dan seni, yang mengemuka adalah

bagaimana memanajemeni proses pemberdayaan. Artinya memberdayakan tidak

boleh bermakna “merobotkan” atau “menyeragamakan”. Pemberdayaan memberi

ruang pada pengembangan keberagaman kemampuan manusia yang beragam,

(46)

commit to user

Dalam pengertian konvensional, konsep pemberdayaan sebagai terjemahan

empowerment mengandung dua pengertian, yaitu (1) to give power or authority

atau memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke

pihak lain, (2) to give ability atau to enable atau usaha untuk memberi

kemampuan atau keberdayaan yang terlibat dalam perjuangan tersebut. Dengan

demikian proses pemberdayaan merupakan tindakan usaha perbaikan atau

peningkatan ekonomi, sosial budaya, politik dan psikologi baik secara individual

maupun kolektif yang berbeda menurut kelompok etnik dan kelas sosial.

Sumodiningrat (2001) menyebutkan beberapa kegiatan pemberdayaan

masyarakat erat dengan pengembangan ekonomi rakyat yang difasilitasi oleh

sejumlah program penbangunan dan menyebut program-program tersebut sebagai

upaya pemberdayaan masyarakat sebagai penerjemahan dari pelaksanaan

demokrasi ekonomi Pasal 33. Kunci program-program tersebut adalah perlibatan

peran serta aktif masyarakat lokal dalam menciptakan kegiatan ekonomi yang

berkelanjutan bagi diri mereka sendiri. Sumodiningrat menyebutkan bahwa secara

umum ada lima ciri khas dalam penerapan pemberdayaan masyarakat yaitu

adanya stimulus modal, pendampingan, bantuan prasarana dan sarana,

pengembangan kelembagaan serta pemantauan dan pelaporan. (Randy R

Wrihatnolo dan Riant Nugroho Dwijowijoto, 2007 : 193).

Dubois dan Miley (1997) dalam Randy R Wrihatnolo dan Riant Nugroho

Dwijowijoto (2007 : 115-117) mengemukakan bahwa dasar-dasar pemberdayaan

(47)

commit to user

1. Pemberdayaan adalah proses kerjasama antara klien dan pelaksana kerja

secara bersama-sema yang bersifat mutual benefit.

2. Proses pemberdayaan memandang sistem klien sebagai komponen dan

kemampuan yang memberikan jalan ke sumber penghasilan dan

memberikan kesempatan.

3. Klien harus merasa dirinya sebagai agen bebas yang dapat mempengaruhi.

4. Kompetensi diperoleh atau diperbaiki melalui pengalaman hidup,

pengalaman khusus yang kuat daripada keadaan yang menyatakan apa

yang dilakukan.

5. Pemberdayaan meliputi jalan ke sumber-sumber penghasilan dan kapasitas

untuk menggunakan sumber-sumber pendapatan tersebut dengan cara

efektif.

6. Proses pemberdayaan adalah masalah yang dinamis, sinergis, terus

berubah, dan evolusioner yang selalu memiliki banyak solusi.

7. Pemberdayaan adalah pencapaian melalui struktur-struktur paralel dari

perseorangan dan perkembangan masyarakat

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemberdayaan adalah proses

menyeluruh : suatu proses aktif antara motivator, fasilitator dan kelompok

masyarakat yang perlu diberdayakan melalui peningkatan pengetahuan,

keterampilan, pemberian berbagai kemudahan serta peluang untuk mencapai akses

sistem sumber daya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Proses

pemberdayaan hendaknya meliputi enabling (menciptakan suasana kondusif),

(48)

commit to user

(perlindungan dari ketidakadilan), supporting (bimbingan dan dukungan), dan

foresting (memelihara kondisi yang kondusif tetap seimbang). Pada gilirannya

diharapkan akan terwujud kapasitas ketahanan masyarakat secara lebih bermakna,

bukan sebaliknya bahwa stimulan dan proses yang ada menjebak masyarakat pada

suasana yang penuh ketergantungan.

C. Usaha Kecil dan Menengah

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008

Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dijelaskan bahwa Usaha Kecil adalah

usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang,

perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan

cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung

maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi

kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang. Sedangkan

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang, perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak

perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi

bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Kecil atau Usaha Besar

dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur

Undang-Undang.

Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2008 kriteria

(49)

commit to user

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus

juta rupiah) sampai dengan Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus

juta rupiah).

Sedangkan kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut :

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah) sampai dengan paling tidak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar

rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua

milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima

puluh milyar rupiah).

Pengertian UKM dilihat dari kriteria jumlah pekerja yang dimiliki, di

Indonesia BPS mempunyai kriteria usaha kecil jika karyawannya 5-19 orang, jika

kurang dari 5 orang digolongkan usaha rumah tangga dan usaha menengah terdiri

dari 20-99 karyawan.

Kriteria usaha kecil sangat berbeda-beda, tergantung pada fokus

permasalahan yang dituju dan instansi yang berkaitan dengan sektor ini.

Sedangkan di negara-negara lain, kriteria yang pada akhirnya turut menentukan

ciri sektor usaha kecil yang antara lain ditentukan oleh karyawan yang dimiliki

perusahaan yang bersangkutan. Misalnya di Perancis, menggunakan jumlah

(50)

commit to user

dianggap sebagai perusahaan sangat kecil (mikro), sedangkan jika memiliki 10-40

orang karyawan dianggap perusahaan kecil, dan jika memiliki 50-500 orang

karyawan disebut sebagai perusahaan menengah. (Pandji Anoraga dan Djoko

Sudantoko, 2002 : 225)

Menurut Pandji Anoraga dan Djoko Sudantoko, (2002 : 225-226) secara

umum sektor UKM memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Sistem pembukuan yang relatif sederhana cenderung tidak mengikuti

kaidah administrasi pembukuan standar. Kadangkala pembukuan tidak di

up to date, seingga sulit umtuk menilai kinerja usahanya,

2) Margin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat

tinggi.

3) Modal terbatas.

4) Pengalaman manajerial dalam mengelola perusahaan masih sangat

terbatas.

5) Skala ekonomi yang terlalu kecil, sehingga sulit mengharapakan untuk

mampu menekan biaya mencapai titik efisiensi jangka panjang.

6) Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal rendah

mengingat dana di pasar modal, sebuah perusahaan harus mengikuti sistem

administrasi standar dan harus transparan

D. Tenun Lurik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), lurik adalah kain tenun

yang memiliki corak jalur-jalur. Lurik merupakan nama kain, kata lurik sendiri

(51)

commit to user

kesederhanaan. Sederhana dalam penampilan maupun dalam pembuatan namun

sarat dengan makna. Selain berfungsi untuk menutup dan melindungi tubuh, lurik

juga memiliki fungsi sebagai status simbol dan fungsi ritual keagamaan.

(Djoemena, Nian S : 2000).

Lurik menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia (1997) adalah suatu kain

hasil tenunan benang yang berasal dari daerah Jawa Tengah dengan motif dasar

garis-garis atau kotak-kotak dengan warna-warna suram yang pada umumnya

diselingi aneka warna benang. Kata lurik berasal dari akar kata rik yang artinya

garis atau parit yang dimaknai sebagai pagar atau pelindung bagi pemakainya.

Namun pakaian atau kain dengan motif lorek tidak dapat secara langsung disebut

lurik, karena lurik harus memenuhi persyaratan yang berkaitan dengan bahan

tertentu dan diolah melalui proses tertentu pula, mulai dari pewarnaan,

pencelupan, pengkelosarf, pemaletan, peghanian, pencucukan, penyetelan, sampai

pada penenunan, hingga nantinya menjadi kain yang slap dipakai. Motif kain lurik

ternyata tidak hanya berupa garis-garis membujur saja, tetapi dalam

perkembangannya kemudian, motif kotak-kotak sebagai hasil kombinasi antara

garis melintang dengan garis membujur dapat dikategorikan sebagai lurik. Tidak

hanya berupa garis, motif kain lurik ada juga yang berupa kotak-kotak yang

merupakan perpaduan dua garis vertikal dan horisontal yang pada kain tenun yang

bercorak garis atau kotak saja, akan tetapi termasuk pula kain polos dengan

berbagai warna, seperti merah dan hijau atau dikenal dengan nama lurik polosan.

(52)

commit to user

Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia (1997) disebutkan bahwa lurik

diperkirakan berasal dari daerah pedesaan di Jawa, tetapi kemudian berkembang,

tidak hanya menjadi milik rakyat, tetapi juga dipakai di lingkungan keraton. Pada

mulanya, lurik dibuat dalam bentuk sehelai selendang yang berfungsi sebagai

kemben (penutup dada bagi wanita) dan sebagai alat untuk menggendong sesuatu

dengan cara mengikatkannya pada tubuh, sehingga kemudian lahirlah sebutan

lurik gendong. Keberadaan tenun lurik ini tampak pula dalam salah satu relief

Candi Borobudur yang menggambarkan orang yang sedang menenun dengan alat

tenun gendong. Selain itu adanya temuan lain, yaitu prasasti Raja Erlangga dari

Jawa Timur pada tahun 1033 menyebut kain Tuluh Watu sebagai salah satu nama

kain lurik (Djoemena, Nian S : 2000).

Meskipun motif lurik ini hanya berupa garis-garis, namun variasinya

sangat banyak. Terdapat banyak ragam motif kain lurik tradisional, seperti dalam

Nian S.Djoemena (2000) mengenai nama-nama corak, yaitu antara lain: corak

klenting kuning, sodo sakler, lasem, tuluh watu, melati secontong, ketan ireng,

ketan salak, dom ndlesep, loro-pat, kembang bayam, dan sebagainya. Dalam

Ensiklopedi Indonesia (1997) disebutkan pula beberapa motif seperti ketan ireng,

gadung mlati, tumenggungan, dan bribil. Dalam perkembangannya muncul motif-

motif lurik baru yaitu: yuyu sekandang, sulur ringin, lintang kumelap, polos

abang, polos putih, dan masih banyak lagi. Motif yang paling mutahir adalah

motif hujan gerimis, tenun ikat, dam mimi, dan galer.

Adapun alat tenun yang paling awal dikenal dalam membuat lurik adalah

Gambar

Tabel   1.1 Data  Industri Menengah di Kabupaten Klaten……………... 3
Gambar 2.1  Skema Kerangka Pemikiran….…………………………….45
Tabel 1.1 Data  Industri Menengah di Kabupaten Klaten
tabel 1.4 berikut ini :
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karena nilai signifikansi pelatihan dan lingkungan kerja kurang dari 0,05 dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan terhadap produktivitas kerja

Telah dilakukan penetapan kadar isoniazid dan piridoksin HCI secara simultan dalam pelarut 0,01 N HCI dengan metode spekrofotometri pada panjang gelombang 266,0 nm dan

Uji toksisitas dilakukan terhadap ekstrak etanol yang didapat menggunakan Brine Shrimp Lethality Test (BST) dengan larva Artemia salina Leach yang berumur 48

7 Rajah di bawah menunjukkan satu penyiasatan tentang hubungan antara panjang tali (cm) dengan bilangan ayunan bandul dalam satu minit. Jadual di bawah

2951 Tahun 2017 tentang Pengelolaan BOPTN Penelitian pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam akan menyelenggarakan

Pengaruh Keluarga, Sekolah Dan Teman Sebaya Terhadap Kedisiplinan Siswa Dalam Melaksanakan Norma Sekolah.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

A company has launched the first of a new generation of top coated thermal self-adhesive roll label materials, Taktik Themprint Advantahe

ALUR