KETERAMPILAN DASAR KONSELING
TEKNIK LEADING AND SILENCE
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keterampilan Dasar Konseling Dosen Pengampu : 1. Muslikah, S.Pd., M.Pd.
2. Zakki Nurul Amin, S.Pd.
oleh
1. Aulia Dwi Kintari 13014130 2. Christina Diah Ayu P. 13014130 3. Sugesti Yoan Ahmad Yani 1301413080 4. Rifana Rizki Septiawan 1301413082
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada dasarnya dalam proses konseling, seorang konselor harus memahami berbagai macam teknik agar tujuan dari konseling yang dilakukan dapat tercapai. Salah satunya adalah teknik leading and silence. Keterampilan leading merupakan salah satu keterampilan yang wajib dimiliki seorang konselor karena tidak memungkiri bahwasanya kebanyakan konseli datang untuk konseling tidak tahu apa tujuannya melainkan langsung menguraikan masalah yang dimiliki. Apabila konselor tidak memiliki keterampilan leading maka bisa dimungkinkan akan sulit mencapai tujuan konselor karena pembahasan dalam proses konseling tersebut terlalu meluas. Untuk itu konselor perlu memiliki keterampilan leading yang dimaksudkan untuk mengarahkan pembahasan dalam proses konseling agar sesuai alur yang nantinya menuju pada tercapainya tujuan konseling.
Sehingga penulis akan menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan teknik leading agar calon konselor maupun guru bk dapat mengerti dan memahami serta menguasai salah satu teknik yang mungkin wajib dimiliki oleh seorang konselor ataupun guru bk.
Selain teknik leading yakni ada teknik lain yaitu silence dimana ada kalanya konselor tidak serta merta berbicara terus menerus dari awal hingga akhir. Karena di lapangan sering terjadi tanpa di sengaja yakni konselor lebih aktif dibandingkan konseli. Sehingga untuk mengantipasi hal itu ada teknik silence yang memungkinkan konselor memberikan kesempatan kepada konseli untuk mengeksplorasi masalahnya dan melakukan katarsis.
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Lead dalam proses konseling? b. Apa saja tujuan dari teknik lead dalam konseling?
c. Apa saja jenis-jenis dari teknik lead?
d. Seperti apa komponen dan variasi dari teknik lead? e. Apa saja modalita yang digunakan dalam teknik lead? f. Bagaimana penerapan teknik lead dalam proses konseling? g. Apa yang dimaksud dengan Silence dalam proses konseling? h. Apa tujuan dari teknik silence?
i. Apa saja jenis-jenis dari teknik silence? j. Seperti apa modalita yang digunakan?
k. Bagaimana penerapan teknik silence dalam proses konseling? 3. Tujuan Penulisan
a. Dapat mamahami dan menguasai hal-hal yang berhubungan dengan teknik leading maupun silence baik dari definisi, tujuan, komponen dan variasi, jenis-jenisnya, modalita maupun penerapannya dalam proses konseling. 4. Manfaat Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Lead (Pengarahan)
1. Definisi Lead (Pengarahan)
Lead adalah teknik atau keterampilan yang digunakan konselor untuk mengarahkan pembicaraan klien dari satu hal ke hal yang lain secara langsung. (dalam Supriyo : 2006 : 29). Sedangkan menurut Lutfi Fauzan dkk (dalam Teknik-teknik Komunikasi untuk Konselor : 2008: 40) Lead adalah ungkapan verbal konselor yang secara khusus berniat mengarahkan perhatian dan pembicaraan konseli pada alur pembicaraan yang dikehendaki menurut proses dan isi bahasan konseling.
Jadi dapat kami simpulkan bahwa yang dimaksud dengan teknik lead dalam konseling adalah keterampilan yang digunakan konselor untuk mengarahkan pembicaraan dan perhatian konseli pada alur pembicaraan yang dikehendaki baik menurut proses dan isi bahasan konseling dengan ungkapan verbal secara langsung.
Keterampilan ini sering pula disebut keterampilan bertanya, karena dalam penggunaannya hanya menggunakan kalimat-kalimat tanya atau sering disebut questioning.
2. Tujuan Lead
Tujuan dari keterampilan pengarahan ini adalah sebagai berikut : a. Tergugahnya konseli memulai diskusi isu penting.
b. Mendorong klien untuk merespon pembicaraan terutama pada
f. Ditemukannya konseli gagasan pembicaraan tertentu.
g. Terfokusnya pembicaraan menurut proses dan alur konseling. 3. Jenis-jenis Lead
Jenis-jenis lead (pengarahan) ada dua diantaranya : a. Lead Umum
Lead umum adalah teknik pengarahan atau pertanyaan yang memberikan kesempatan kepada klien untuk bebas mengelaborasi, mengeksplorasi, atau memberikan reaksi atau jawaban dari berbagai kemungkinan sesuai dengan keinginan klien. Lead jenis ini dapat juga disebut dengan lead atau pengarahan tidak langsung. Dan biasanya menggunakan model pertanyaan tertutup, yang dimaksukan untuk :
Menyempitkan topik diskusi
Mandapatkan informasi spesifik
Mengenali kadar suatu masalah
Mencegah melanjutnya pembicaraan konseli
Contoh: “manakah alasan yang paling merisaukan diantara 4 masalah?”
b. Lead Khusus
Lead khusus adalah teknik pengarahan atau pertanyaan pada klien untuk memberikan suatu reaksi/jawaban yang spesifik/tertentu. Atau sering disebut dengan lead langsung. Biasanya menggunakan pertanyaan terbuka yang dimaksudkan untuk :
Memulai interview
Mendorong konseli menjajagi atau menemukan informasi
Mengungkapkan contoh spesifik tingkah laku, perassan, atau pikiran konseli
Memotivasi klien untuk berkomunikasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan lead adalah sebagai berikut :
Pada awal-awal pertemuan/pembicaraan konselor hendaknya lebih banyak menggunakan lead umum daripada lead khusus hal ini berguna untuk memberi suasana kebebasan atau keleluasaan bagi klien.
Hendaknya konselor dapat menggunakan variasi komunikasi dan tidak terpaku dengan teknik lead saja dalam pertemuan konseling, dengan demikian konselor dapat menghindari warna pertemuan seperti pertemuan tanya jawab atau interogasi.
Pada peenggunaan lead umum :
1) Pengarahan yang bervariasi jenis dan bentuknya sangat efektif
2) Pengarahan yang diselang-selingi dengan aneka teknik komunikasi lainnya sangat efektif memperoleh informasi dalam himpunan tepat 3) Terlalu bnayak pengarahan dari konselor berdampak terhadap
tanggungjawab konseli terhadap bahasan Pada penggunaan lead khusus:
1) Bentuk pengarahan umum layak pada menit-menit pertama interview 2) Pertanyaan akan efektif jika bertolak dari apa yang baru saja konseli
kemukakan bukan dari apa yang diharapkan konselor
3) Setelah mengajukan pertanyaan buatlah jedah guna memberi konseli waktu untuk merespon
4) Gunakan satu pertanyaan pada satu saat. Pertanyaan ganda cenderung membingungkan konseli
5) Hindari pertanyaan menyudutkan/ inta-gonitis. Pemakaian kata “mengapa” pertanyaan demikian membuat konseli defensive
6) Hindari gaya bertanya sepajang interview kecuali untuk assessmen 7) Hindari terlalu banyak pertanyaan tertutup
4. Komponen dan Variasi Lead
a. Kata permintaan, himbauan, atau kata Tanya
Contoh: “Boleh anda menjelaskan (a) perlakuan anda terhadap ayah (b) setelah perdebatan anda dengannya (c)
Kata-kata permintaan yang lazim dipakai:
a. Rasanya perlu anda uraikan ikhwal …..” b. Menarik ungkapan lebih jauh mengenai …” c. Tolong anda uraikan lebih detail …”
d. Bermanfaat bagi anda menjelaskan …’ e. Dapat anda ceritakan kelanjutan dari …” Kata-kata tanya yang lazim dipakai:
a. “apakah …?/ dengan apa …?” b. “kapan …?/ bilamana …?” c. “sejauhmana …?/ seberapa …?” d. “dimana …?/ kapan …?”
e. “siapa ..?/ denagn siapa …?”
f. “bagaimana …?/ dalam keadaan apa …?” g. “mengapa …?/ apa sebab …?”
5. Modalita Lead
Coba ceritakan …
Kalau saya boleh tahu …
Bisakah anda menceritakan …
Coba kemukakan …
Coba ungkapkan …
Coba jelaskan kepada saya ….
Menurut anda …
6. Aplikasi Lead a. Lead Umum
Contoh :
b. Lead Khusus Contoh :
Klien :”Pak saya merasa kesal dengan Budi karena dia malas diajak belajar kelompok padahal ada tugas yang harus dikerjakan dengan dia.” Ko’r :”siapa saja anggota kelompok belajarmu selain Budi?”
B. Silence (Diam) 1. Definisi Silence
Silence adalah suasana hening, tidak ada interaksi verbal antara konselor dan klien, dalam proses konseling. Teknik silence pada konseli dapat disebabkan karena :
a. Klien kehabisan energi untuk melanjutkan pembicaraan. b. Klien tidak tahu apa yang harus diungkapkan berikutnya. c. Klien mengalami resistensi.
Waktu klien diam biasanya sekitar 1 sampai 2 menit, setelah itu pada umumnya klien merasa terganggu dengan adanya konselor yang juga diam sehingga klien akan terdorong untuk berbicara kembali. (Supriyo dan Mulawarman : 31).
Sedangkan menurut Lutfi Fauzan dkk. Silence adalah membiarakan keheningan berlangsung beberapa saat yang diciptakan secara sengaja dengan sejumlah tujuan tertentu yang disadari konselor.
Dari dua pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud diam atau silence adalah suasana hening (tidak ada interaksi verbal antara konseli dan konselor) dalam proses konseling yang sengaja diciptakan secara sengaja dengan sejumlah tujuan tertentu yang disadari konselor.
2. Tujuan Silence
Silence digunakan dengan tujuan sebagai berikut :
Dalam buku Supriyo dan Mulawarman ( 2006 : 31)
b. Mendorong klien atau memotivasi klien mencapai tujuan konseling.
c. Untuk merefleksikan apa yang konseli katakan.
d. Memberikan waktu pada konselor untuk mempersiapkan respon selanjutnya.
Dalam buku Fauzan (2008:48)
a. Tercipta peluang konseli memutuskan sendiribagaimana memulai dan kemudian memikirkan apa yang akan dibicarakan.
b. Teredakannya sejumlah perasaan atau emosi negative konseli atas dampak perisriwa yang baru diungkapkannya.
c. Terklarifikasikannya dalam pemikiran dan perasaan konseli sejumlah informasi yang memungkinkan konseli memperoleh insight
Dalam buku sofyan S willis (2009:170)
a. Menanti klien sedang berfikir
b. Sebagai protes jika klien berbicara berbelit-belit
c. Menunjang perilaku attending dan empati sehingga klien bebas berbicara
3. Jenis-jenis Silence
Secara umum ada dua jenis silence, yaitu sebagai berikut : a. Silence dari konselor
Menurut Lutfi Fauzan,dkk. Ada beberapa bentuk khusus silence dari konselor diantaranya :
- Jeda, istirahat (Pause)
- Kehabisan isu atau bahan bicara (Ending)
- Selepas pencetusan mendalam dan menyakitkan (Deep and painful emotion).`
b. Silence dari Klien
Silence jenis ini terjadi pada saat pusat komunikasi berada pada klien, yaitu setelah klien bercakap-cakap dan menerima tanggung jawab. Pada saat itu, ia berhenti berbicara beberapa saat. Silence tersebut terjadi antara lain karena klien mau beristirahat sejenak setelah mengungkapkan perasaan dan konfliknya, mereorganisasi pikiran dan perasaan-perasaannya, memadukan pengalaman-pengalaman atau issu-issu baru kedalam dirinya, menyusun kalimat yang akan dikemukakan selanjutnya, atau dirinya, menyusun kalimat yang akan dikemukakan selanjutnya, atau mungkin penolakan terhadap proses konseling.
Selain itu, Lutfi Fauzan, dkk. Mengemukakan ada 2 bentuk khusus silence dari konseli diantaranya :
- Antisipasi pernyataan (respon) dari konselor. - Enggan (reluctant),menolak/bertahan (resistent)
4. Modalita Silence
a. Verbal : Konselor diam
b. Non verbal : kontak mata tetap menunjukkan perhatian atau fokus pada konseli, badan konselor condong kedepan.
5. Aplikasi Silence a. Silence dari konselor
- Jeda, Istirahat
Kebiasaan konseli dalam berbicara cepat, terburu-buru, kemudian berhenti karena kelelahan. Respon konselor dengan keheningan beberapa detik saja.
Konseli : “Ketika liburan di rumah saya membantu orang tua kerja di sawah… banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan, maklum orangtua saya petani… (dst.) sesampainya di kos/kampus saya sering bingung, tidak tahu materi yang dibahas dosen. Di ruang kuliah dosen … (dst). Teman-teman dan saya .. (dst). Begitulah kuliah saya akhir-akhir ini.
Konselor : “Hem..hem.. ya, ya”. Konseli : … (diam)
Konselor : … (diam, keheningan 3 – 5 detik) Banyak keterangan yg anda ungkapkan dan itu sungguh menyenangkan saya sebab sangat memungkinkan terbuka wawasan saya nantinya”. (teknik reflection of feeling).
- Kehaabisan Isu atau Bahan Bicara
Ketika konselor menghayati konseli kehabisan isu, konselor memberi suasana keheningan kemudian merespon dengan klarifikasi atau pengarahan (lead).
Contoh:
Konseli : “Ketika liburan di rumah saya membantu orang tua kerja di sawah… banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan, maklum orangtua saya petani… (dst.) sesampainya di kos/kampus saya sering bingung, tidak tahu materi yang dibahas dosen. Di ruang kuliah dosen … (dst). Teman-teman dan saya .. (dst). Begitulah kuliah saya akhir-akhir ini.
Konselor : “Hem..hem.. ya, ya”.
Konseli : “Yah, begitulah adanya kondisi saya bu...” (diam) Konselor : (keheningan 2-3 detik)
Jelasnya karna kesibukan Anda kerja pada waktu libur, maka Anda kurang siap belajar pada semester ini?
- Selepas Pengungkapan Mendalam dan Menyakitkan
keheningancukup lama sampai keadaan dirasakan mereda, ketika konseli mengangkat kepala, maka konselor bisa merespon dengan reflection of feeling atau factual reasurance.
Contoh :
Klien :”Bu, selama ini saya selalu bertanya-tanya pada diri saya sendiri sebetulnya siapa yang bertanggungjawab atas kematian ayah?”
Ko’r :”………… (diam untuk memberikan kesempatan kepada klien istirahat sejenak setelah menumahkan perasaan-perasaannya berkaitan dengan pertanyaan mengenai kematian ayahnya).” Nampaknya Anda dan keluarga merasakan kesedihan yang ungkapan sikap atau keputusannya, ditandai sebelumnya uraian pendapat, persepsi, sikap atau keputusan-keputusan konseli terhadap sesuatu kemudian diam sambil menatap konselor. Konselor tidak perlu menunu terlalu lama kemudian merespon dengan teknik penerimaan, restatement, ataupun klarifikasi.
Contoh :
Konseli : “Saya pikir saya tidak salah klau saya cemburu melihat mereka mereka seperti itu, saya rela Rudi tidak lagi dengan saya, tapi ya jangan di depan mata saya.”
Konselor : “Saya dapat memahami perasaan saudara.” - Enggan atau menolak/bertahan
cepat-cepat meminta maaf. Cukup efektif ika konseli diberi keheningan sekitar 2-3 detik kemudian direspon dengan penerimaan dan reflection of feeling.
Konselor : “Artinya Anda tidak keberatan jika rudi pacaran dengan teman sekelas Anda dan dilakukan di depanmu?”
Konseli : “....(diam dan memalingkan wajah ke samping).” Konselor : “ ... (keheningan 2-3 detik)
“Saya berusaha menangkap makna pernyataan Anda tadi. “ (penerimaan)
Atau keengganan konseli diduga karena kurang percaya kepada konselor,suasana diam disusul dengan penegasan konfidensialitas.
Contoh :
Konseli : “ .... (diam, mengernyitkan kening, atau berpaling ke samping)”
Konselor : “.... (keheningan 2-3 detik)
BAB III
PENUTUP
1. KesimpulanDAFTAR PUSTAKA
Fauzan, Lutfi, dkk. 2008. Teknik-teknik Keterampilan Konseling. Bandung : UPT BK UM.
Supriyo & Mulawarman. 2006. Keterampilan Dasar Konseling. Semarang : UNNES Press.