• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN STATUS GIZI STUNTING DAN PERKE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERBEDAAN STATUS GIZI STUNTING DAN PERKE"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Kes ehatan Al Irs yad (JKA ).Vo l.X.No.2, September 2017 46 PERBEDAAN STATUS GIZI STUNTING DAN PERKEMBANGAN ANTARA

BALITA RIWAYAT BBLR DENGAN BALITA BERAT LAHIR NORMAL

The Differences of Nutritional Status and Development Between Child With History Of Low Birth Weight Infant and Normal Weight Infant

Ema Wahyu Ningrum1*, Tin Utami2

1 , 2STIKES Harapan Bangs a Purwokerto Jalan

Raden Patah No.100 Ledug Purwokerto *em4wahyuningru [email protected]

ABSTRAK

Balita dengan riwayat Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) memiliki pertumbuhan dan perkembangannya lebih lambat dibandingkan anak yang lahir dengan berat badan normal. Kejadian BBLR di Puskesmas Padamara meningkat dalam 3 tahun terakhir 2012 -2014 dan memiliki proporsi kejadian status gizi pendek tertinggi. Desain penelitian deskriptif komparatif dengan pendekatan cr oss sect io na l. J umla h s ampel 60 balita usia 12-59 bulan terdiri dari 30 balita riwayat BBLR dan 30 balita riwayat berat lahir normal.Teknik sampling quota sampling dengan teknik matching berdasar umur dan jenis kelamin. Instrument menggunakan microtoase, z-score, Denver II. Analisis bivariat menggunakan chi square dan kolmogorof smirnov . Hasil penelitian adalah tidak ada perbedaan status gizi antara balita riwayat BBLR dengan balita riwayat berat lahir normal (p=0,069). Tidak ada perbedaan perkembangan antara balita riwayat BBLR dengan balita riwayat berat lahir normal (p=1,000).

Kata kunci: Balita riwayat BBLR, balita riwayat berat lahir normal, status gizi stunting,

perkembangan balita

ABSTRACT

Toddlers with a history of Low Birth Weight (LBW) have growth and development is slower than children born with normal weight. The incidence of LBW in Padamara Public Health Centre increased in the last 3 years 2012-2014 and has the highest proportion of short nutritional status occurrence. Comparative descriptive research design with cross sectional approach. The number of samples of 60 toddlers aged 12-59 months consisted of 30 toddlers history of BBLR and 30 under five birth weight history normal.Teknik sampling quota sampling with matching techniques based on age and gender. Instrument using microtoase, z-score, Denver II. Bivariate analysis using chi square and kolmogorof smirnov. The result of this research is there is no difference of nutrient status between Toddler history of LBW with toddler history of normal birth weight (p = 0,069). There was no difference of development between under five years of LBW with toddler history of normal birth weight (p = 1,000)

(2)

PENDAHULUAN

Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah

(BBLR) dianggap sebagai indikator

kesehatan masyarakat karena erat

hubungannya dengan angka kematian,

kesakitan dan kejadian gizi kurang

dikemudian hari (Rosha, 2013). Hal ini

sesuai dengan hasil observasi dari WHO

yang menyatakan BBLR berisiko

mengalami kematian 6,5 kali lebih besar

daripada bayi yang lahir dengan berat

badan normal.

Secara nasional prevalensi BBLR

pada tahun 2013 dan 2010 masing-masing

sebesar 10,2% dan 11,1% (Riskesdas,

2013). Walaupun ada penurunan, namun

prevalensi tersebut masih tergolong tinggi

dan perlu mendapat perhatian yang intens.

Adapun di Kabupaten Purbalingga, terjadi

peningkatan prevalensi BBLR dalam 3

tahun terakhir, pada tahun 2012 (2,9%),

tahun 2013 (3,9%) dan tahun 2014 sebesar

(4,1%) (Dinkes Purbalingga, 2014).

Anak yang lahir BBLR, memiliki

pertumbuhan dan perkembangan cenderung

lebih lambat dibandingkan anak yang

lahir dengan berat badan normal. Salah

satunya adalah status gizi pendek atau

stunting. Stunting merupakan masalah kurang

gizi kronis yang disebabkan oleh asupan

gizi yang kurang

dalam waktu cukup lama akibat

pemberian makanan yang tidak sesuai

dengan kebutuhan gizi. Prevalensi

stunting meningkat secara nasional

sebanyak 1,6%. Angka prevalensi tersebut

masih lebih tinggi dibandingkan angka

prevalensi gizi kurang dan buruk (17,9%),

kekurusan (13,3%) serta kegemukan

(14%) (Riskesdas, 2013). Adapun di

Kabupaten Purbalingga tahun 2014

didapatkan prevalensi stunting (20,2%),

gizi kurang dan buruk (7,06%) dan

kekurusan (4,06%).

Pertumbuhan dan perkembangan

balita dengan riwayat BBLR perlu terus

dipantau. Hal tersebut untuk mencegah

penurunan kemampuan intelektual dan

produktivitas, peningkatan risiko penyakit

degeneratif dan kelahiran bayi BBLR serta

perkembangan di masa mendatang (Amalia,

2011). Penelitian ini sejalan dengan penelitian

di Brazil melaporkan bahwa kelompok BBLR

memiliki resiko stunting saat usia 12 bulan

sebesar 2,35 kali dan saat usia 24 bulan

sebesar 2,30 kali (Hana,

2016). Selain pertumbuhan berdasarkan

penelitian Martika Esty Wulandary (2012)

menunjukkan balita dengan riwayat BBLR

memliki suspect terjadinya keterlamabatan

perkembangan motorik halus 27,6 kali

(3)

Jurnal Kes ehatan Al Irs yad (JKA ).Vo l.X.No.2, September 2017 48

2012 sebesar 4,03%, meningkat menjadi

6,2% pada tahun 2013 dan sedikit

Penelitian dilakukan di wilayah Puskesmas

HASIL

score, untuk mendeteksi perkembangan

menggunakan Denver II. Analisis

univariat dengan distribusi frekuensi,

analisis bivariat menggunakan chi square

dan uji alternatif kolmogorof smirnov .

Penyajian data dalam bentuk tabel.

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Stunting dan perkembangan pada balita riwayat BBLR dan balita riwayat lahir normal di wilayah Puskesmas Padamara Kabupaten Purbalingga

(4)

Tidak dapat diuji 1 3,3

Total 30 100

Analisis Bivariat

Tabel 2 Perbedaan status gizi antara balita riwayat BBLR dengan balita riwayat berat lahir normal di wilayah Puskesmas Padamara Kabupaten Purbalingga

Riwayat Lahir

Status Gizi Jumlah p value Normal Pendek

f % f % F %

BBLR 13 43,3 17 56,6 30 100% 0,069

Normal 20 66,6 10 33,3 30 100%

Tabel 3 Perbedaan perkembangan antara balita riwayat BBLR dengan balita riwayat berat lahir normal di wilaya h Puskesmas Padamara Kabupaten Purbalingga

Riwayat Perkembangan Jumlah p value Lahir Normal Sus pek Tidak dapat

diuji

f % f % f % f %

BBLR 27 90 3 10 0 0 30 100% 1,000

Normal 28 93,3 1 3,3 1 3,3 30 100%

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan balita

dengan riwayat BBLR sebagian besar

memiliki stunting yaitu 17 balita (56,7%).

Penelitian ini hampir serupa dengan

penelitian yang dilakukan oleh Ristanti di

Wonosobo yang mendapatkan bahwa

BBLR memiliki hubungan yang signifikan

terhadap kejadian stunting. (Antarini, 2014).

BBLR merupakan prediktor terkuat

terjadinya stunting. Penelitian oleh

Sirajudin tahun 2011 menyatakan bahwa

anak pendek 3 kali lebih besar terjadi pada

balita riwayat BBLR (Ades, 2014). Ukuran

tubuh saat lahir mencerminkan produk

proses pertumbuhan janin yang sudah

disetel pada awal perkembangannya dan

juga mencerminkan kemampuan

maternoplasenta dalam memasok cukup

nutrien untuk mempertahankan kebutuhan

proses tersebut. Kegagalan maternoplasenta

memasok kebutuhan nutrien janin

mengakibatkan berbagai adaptasi fetal dan

perubahan perkembangan yang dapat

menimbulkan perubahan permanen pada

struktur serta metabolisme tubuh. Hal ini

juga berdampak terhadap pertumbuhan

tubuh selanjutnya (Ades, 2014).

Dalam penelitian ini balita dengan

riwayat berat lahir normal sebagian besar

memiliki tinggi tubuh normal yaitu 20 balita

(66,7%). Hasil penelitian ini sesuai dengan

penelitian Arifin (2012), diperoleh hasil uji

(5)

Jurnal Kes ehatan Al Irs yad (JKA ).Vo l.X.No.2, September 2017 50

terdapat hubungan antara berat badan saat

lahir dengan kejadian stunting. Hasil

analisis diperoleh nilai OR=2,3 (CI

95%;1,17-4,711), artinya bahwa balita

dengan berat badan lahir rendah mempunyai

risiko 2,3 kali lebih besar terkena stunting

dibandingkan balita dengan berat lahir normal.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa, balita yang

memiliki riwayat lahir normal cenderung

memiliki tinggi badan yang normal sesuai

ukurannya.

Bayi yang lahir dengan berat lahir

normal, tak lepas dari gizi ibu saat hamil.

Gizi ibu hamil merupakan faktor prenatal

yang dapat mempengaruhi perkembangan

anak. Ibu hamil dengan gizi yang baik dapat

menyebabkan kelahiran bayi dengan berat

normal. Asupan energi dan protein yang

tidak mencukupi pada saat kehamilan

menyebabkan KEK. Ibu hamil dengan KEK

berisiko melahirkan Bayi Berat Lahir

Rendah (BBLR), bayi pendek (stunting).

BBLR dan stunting akan membawa risiko

kematian, gangguan pertumbuhan dan

perkembangan anak.

Dalam penelitian ini balita dengan

riwayat BBLR sebagian besar memiliki

perkembangan normal yaitu 27 balita

(90%), suspek sejumlah 3 balita (10%).

Hasil penelitian ini berbeda dengan

penelitian dari Iman (2016), dimana dalam

penelitiannya menyatakan anak dengan

riwayat BBLR mempunyai risiko 5 kali

lipat untuk masalah keterlambatan motorik

halus. BBLR rentan terhadap abnormal

tanda-tanda neurologis, koordinasi dan

reflex, karena komplikasi neonatal yang

menyebabkan perkembangan defisit motor

dan penundaan pada anak yang menunjukkan

gangguan motorik yang akan mempengaruhi

fungsi tangan dan kinerja sekolah mereka

(Iman, 2016).

Terdapat beberapa faktor eksternal

yang mempengaruhi perkembangan anak,

antara lain lingkungan pengasuhan dan

stimulasi.Soetjiningsih (2012) menyatakan

bahwa anak yang diasuh oleh orangtua akan

menciptakan interaksi antara anak dan

orangtua sehingga dapat membangun

keakraban dalam keluarga. Kemudian dari

keakraban tersebut orang tua dapat

memberikan stimulasi yang optimal agar

perkembangan anak menjadi lebih baik dan

maksimal. Faktor eksternal ini yang

memungkinkan balita dengan riwayat

BBLR sebagian besar memiliki perkembangan

normal.

Dalam penelitian ini terdapat 3 balita

(10%) yang mengalami suspek dalam

perkembangan. Keterlambatan ditemukan

hampir dalam semua aspek baik bahasa,

personal sosial, motorik halus dan motorik

kasar. Ketiga balita tersebut lahir prematur

dan pada saat tumbuh mengalami kecacatan

fisik. Satu balita mengalami tuna rungu,

(6)

balita hanya memiliki 1 daun telinga.

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa

kekurangan gizi berat dalam masa

kehamilan dapat menimbulkan kelainan

kongenital. Frekuensi kelainan pada bayi

yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan

zat gizi tertentu lebih tinggi bila

dibandingan dengan bayi-bayi yang lahir

dari ibu yang status gizinya baik.

Untuk balita dengan riwayat berat

lahir normal sebagian besar memiliki

perkembangan normal yaitu 28 balita

(93,3%). Hal ini sesuai teori bahwa tumbuh

kembang anak dipengaruhi oleh berbagai

faktor antara lain seperti stimulasi orangtua,

nutrisi. Nutrisi dan stimulasi orangtua

menjadi hal yang sangat dibutuhkan dalam

keberlangsungan proses tumbuh kembang

anak.

Anak yang mendapatkan kebutuhan

nutrisi yang cukup dan stimulasi yang

terarah dari orangtua akan memiliki tumbuh

kembang yang optimal (Ades, 2014). Namun

demikian masih ada anak dengan riwayat berat

lahir normal yang perkembangannya suspek

sebesar 1 balita (3,3%), balita mengalami

keterlambatan perkembangan, hal ini mungkin

disebabkan oleh faktor lain yang

mempengaruhi diantaranya pemberian

stimulasi yang kurang baik. Menurut Depkes

(2006) stimulasi tumbuh kembang anak

dilakukan oleh ibu dan ayah yang

merupakan orang

terdekat dengan anak, pengganti/pengasuh

anak, anggota keluarga lain dan kelompok

masyarakat di lingkungan rumah tangga

masing-masing dan dalam kehidupan

sehari-hari. Pemberian stimulasi ini bisa

diberikan berbagai cara, seperti mengajak

anak bermain, bernyanyi, bervariasi,

menyenangkan, tanpa paksaan dan tidak ada

hukuman, menggunakan alat

bantu/permainan yang sederhana dan aman.

Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan

penyimpangan tumbuh kembang anak

bahkan gangguan menetap.

Selain itu, ditemukan 1 balita yang

tidak dapat diuji (3,3%). Menurut Denver II

anak yang tidak dapat diuji disebabkan anak

menolak (M) melakukan tugas

perkembangan, bukan oleh karena

kegagalan (G). Hal ini bisa terjadi karena

anak malu, takut, kelelahan, sakit saat

pemeriksaan. Jika hasil ini didapat,

dilakukan uji ulang dalam 1-2 minggu

mendatang. Namun dalam penelitian ini,

karena keterbatasan waktu tidak dilakukan

kunjungan ulang kedua.

Berdasar hasil analisis diperoleh nilai

p=0,069, artinya tidak ada perbedaan status

gizi stunting antara balita dengan riwayat

BBLR dengan balita dengan riwayat berat

lahir normal. Hasil penelitian ini berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh

Arifin (2012),yang menyatakan bahwa

(7)

Jurnal Kes ehatan Al Irs yad (JKA ).Vo l.X.No.2, September 2017 52

mempunyai risiko 2,3 kali lebih besar

terkena stunting dibandingkan balita dengan

berat lahir normal.

Banyak faktor yang memengaruhi

timbulnya kejadian stunting antara lain, riwayat

berat badan lahir, riwayat pemberian ASI

Eksklusif, pola pengasuhan, riwayat penyakit

infeksi, persediaan pangan, pengetahuan ibu,

pelayanan kesehatan, sosial budaya dan

sosial ekonomi. Jadi walaupun, BBLR

merupakan prediktor terjadinya stunting,

mungkin karena faktor-faktor lain berperan

dalam proses pertumbuhan balita, sehingga

dalam penelitian ini tidak ditemukan ada

perbedaan status gizi stunting antara balita

dengan riwayat BBLR dengan balita dengan

riwayat berat lahir normal. Namun dalam

penelitian ini peneliti tidak meneliti faktor-

faktor kejadian stunting.

Pemberian ASI dan MP-ASI tepat

sesuai usianya akan memperkecil resiko

terjadinya stunting. Umur anak 6 bulan

merupakan titik awal timbulnya masalah

gizi, hal ini disebabkan karena pada usia 6

bulan kandungan zat gizi ASI sudah mulai

berkurang, sedangkan pemberian MP-ASI

tidak mencukupi. Pertumbuhan setelah usia

6 bulan lebih dipengaruhi oleh pola asuh

makan ibu yang baik dalam pemberian ASI

Eksklusif, MP-ASI maupun perawatan

kesehatan.

Penelitian Kusumaningsih (2012)

dalam Andriani dan kartika (2011),

menunjukkan bahwa ada hubungan

pemberian MP-ASI dengan status gizi pada

bayi usia 6-12 bulan. Sebagian besar bayi

yang diberi MP-ASI sesuai dengan umur,

jenis dan jumlah pemberiannya maka bayi

berstatus gizi baik. Adapun penelitian

Arifin (2012), hasil uji statistik p

value=0,0001 dan OR=3,7 (CI 95%; 1,740-

7,940), artinya balita dengan ASI tidak

eksklusif mempunyai resiko 3,7 kali lebih

besar terkena stunting dibanding dengan

balita dengan ASI Eksklusif.

Pengasuhan anak adalah praktek yang

dijalankan oleh orang yang lebih dewasa

terhadap anak yang dihubungkan dengan

pemenuhan kebutuhan gizi. Perawatan dasar

anak, tempat tinggal/rumah yang layak,

sanitasi lingkungan, higiene perorangan,

sandang, kesegaran jasmani. Pola

pengasuhan anak memengaruhi pertumbuhan

dan perkembangan anak karena anak yang

mendapat perhatian lebih baik secara fisik

maupun emosional keadaan gizinya lebih

baik dibandingkan dengan teman sebayanya

yang kurang mendapat perhatian

(Soetjiningsih, 2012). Selain asupan pangan,

penyakit infeksi merupakan faktor langsung

penyebab terjadinya kurang gizi. Timbulnya

kejadian kurang gizi tidak hanya karena

konsumsi makanan yang kurang namun

terdapat juga penyakit infeksi yang

(8)

Interaksi infeksi dan gizi dalam tubuh

seorang anak dikemukakan sebagai suatu

peristiwa sinergistik; selama terjadinya

infeksi, status gizi akan menurun dnegan

menurunnya status gizi, maka anak akan

resisten terhadap penyakit.

Pengetahuan ibu berpengaruh

terhadap status gizi naknya. Jika ibu memili

pengetahuan yang baik, maka ibu akan

menyiapkan nutrisi sesuai dengan

kebutuhan gizi, jenis dan jumlah yang

diperlukan anak. Sebaliknya jika ibu

tersebut pengetahuannya kurang maka

dalam menyediakan makan untuk anaknya

cenderung asal, bahkan cenderung

menyiapkan makanan siap saji dan praktis.

Persediaan pangan dalam keluarga

adalah kemampuan keluarga untuk memenihi

kebutuhan pangan bagi seluruh anggota

keluarga yang cukup baik jumlah maupun zat

gizi pangan tersebut. Penelitian Ali et.al

(2013), menyebutkan stunting dan underweight

secara signifikan lebih tinggi pada keadaan

ketersediaan pangan di rumah tangga yang

sangat kurang yang terjadi di Bangladesh

(stunting; OR=1.36; underweight OR=1.28).

Sedangkan untuk ketersediaan pangan di

rumah tangga dengan keadaan kurang,

terdapat di Vietnam (stunting OR=1,39;

underweight OR=1.69).

Pelayanan kesehatan dibutuhkan oleh

masyarakat untuk membantu memperoleh

kebutuhan kesehatannya antara lain, pelayanan

imunisasi, perawatan berkaitan dengan

pertumbuhan, morbiditas dan mortalitas anak.

Dalam penelitian Kartika (2010), menyatakan

posyandu merupakan sarana yang

memanfaatkan sumber daya masyarakat dan

dikelola oleh masyarakat dengan kegiatan 5

program pokok prioritas mencakup KB, KIA,

gizi, imunisasi dan penanggulangan diare.

Sosial buadaya dalam hal pangan

adalah fungsi pangan dalam masyarakat

yang berkembang sesuai dengan keadaan

lingkungan, agama, adat, kebiasaan dan

pendidikan masyarakat tersebut. Hal ini

berpengaruh pada pola makan, tabu atau

pantangan, gaya hidup, gengsi dalam

mengkonsumsi jenis bahan makanan tertentu.

Apabila keadaan tersebut berlangsung lama,

maka mungkin berakibat timbulnya masalah

gizi.

Sosial ekonomi dapat dilihat antara

lain dari pendidikan, pengetahuan, kepemilikan

dan pendapatan. Pendapatan merupakan faktor

yang paling penting menentukan kualitas

dan kuantitas makanan, antara pendapatan

dan gizi sangat erat kaitannya dalam

pemenuhan makanan kebutuhan hidup

keluarga, makin tinggi daya beli keluarga

makin banyak makanan yang dikonsumsi

dan semakin baik pula kualitas makanan

yang dikonsumsi. Hasil penelitian Arifin

(9)

Jurnal Kes ehatan Al Irs yad (JKA ).Vo l.X.No.2, September 2017 54

maka dapat disimpulkan terdapat hubungan

antara pendapatan keluarga dengan kejadian

stunting. Hasil analisis diperoleh niali

OR=2,8 (CI 95%; 1,315-5,996), artinya

bahwa balita dengan pendapatan keluarga

rendah mempunyai risiko 2,8 kali lebih

besar terkena stunting dibanding balita

dengan pendapatan keluarga tinggi.

Hasil analisis selanjutnya diperoleh

hasil tidak ada perbedaan perkembangan

antara balita dengan riwayat BBLR dengan

balita dengan riwayat berat lahir normal

(p=1,000). Hasil penelitian ini berbeda

dengan hasil penelitian dari Iman (2016),

dimana dalam penelitiannya menyatakan

anak dengan riwayat BBLR mempunyai

risiko 5 kali lipat untuk masalah

keterlambatan motorik halus.

Menurut teori, faktor yang

mempengaruhi perkembangan anak dimulai

saat prenatal, faktor natal dan faktor pasca

natal. Dalam penelitian ini perkembangan

balita dilihat dari faktor prenatal saja, yaitu

riwayat kelahiran BBLR atau normal, tidak

meneliti faktor saat kelahiran/natal dan

faktor pascanatal. Penulis menduga, tidak

ada perbedaan perkembangan antara balita

dengan riwayat BBLR dengan balita dengan

riwayat berat lahir normal karena faktor

natal dan pascanatal. Namun kedua faktor

tersebut tidak diteliti dalam penelitian ini.

Faktor natal/kelahiran yaitu riwayat

kelahiran atau cara persalinan. Riwayat

kelahiran dengan vakum ekstraksi atau

forceps dapat menyebabkan trauma

kepaladan berisiko terjadinya kerusakan

jaringan otak, sehingga dapat menimbulkan

gangguan pada tahap perkembangan

selanjutnya. Faktor pascanatal yaitu

lingkungan pengasuhan, posisi anak dalam

keluarga dan stimulasi.. Menurut Hidayat

(2008), anak pertama memiliki intelektual

lebih menonjol dan cepat berkembang karena

sering berinteraksi dengan orang dewasa,

sehingga kesempatan mendapatkan stimulasi

perkembangan lebih banyak dan hal tersebut

akan memberikan pengaruh terhadap

perkembangan anak.

Lingkungan pengasuhan menurut

Soetjiningsih (2012) merupakan faktor yang

mempengaruhi perkembangan anak. Anak

yang diasuh oleh orangtua akan

menciptakan interaksi antara anak dan

orangtua sehingga dapat membangun

keakraban dalam keluarga. Kemudian dari

interaksi tersebut akan menimbulkan

kedekatan hubungan antara anak dan

orangtua, sehingga orangtua dapat

memberikan stimulasi yang maksimal agar

perkembanagn anak lebih baik dan optimal

(Gladys, 2011).

KESIMPULAN

Tidak ada perbedaan status gizi

stunting antara balita dengan riwayat BBLR

dengan balita dengan riwayat berat lahir

(10)

faktor-faktor yang mempengaruhi status 2 tahun”.Sari Pediatri.Vol.13,No.2

karena ada faktor-faktor lain yang berperan

selama proses pertumbuhan dan

perkembangan setelah balita tersebut lahir.

Namun faktor tersebut tidak diteliti dalam

penelitian ini. Oleh karena itu disarankan

kepada tenaga kesehatan untuk memberikan

pelatihan kepada ibu balita tentang

stimulasi perkembangan anak dan pola asuh

makan sehingga walapun balita lahir BBLR

bisa dikejar (catch up) ketertinggalan

tumbuh kembangnya. Kepada peneliti

selanjutnya perlu dilakukan penelitian Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakara.

El Taquri A, et al.2008.Risk Factors for stunting among under-fives in Libya,

Public Health Nutrition: 12(8); 1141- 1149

Gunawan, gladys, et.al.”Hubungan Status Gizi dan Perkembangan Anak usia

1-dengan riwayat BBLR.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Lia,2011. “Faktor Risiko Kejadian BBLR di RSU Dr. MM Dunda

Limboto Kabupaten

Gorontalo,”Jurnal Sainstek Volume 6 Nomor 3; 249-260

Departemen Kesehatan RI,2012., Peraturan tentang MPASI.http://gizi.depkes.go.id/wp- content/uploads/2012/05/SK-

MPASI.pdf.(diperoleh tanggal 26 Mei 2016)

Idriansari, Antarini. "Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pertumbuhan

Kemenkes RI. Pedoman Pelaksanaan

Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta : Kemenkes RI, 2010.

Kementerian Kesehatan RI.2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.

(11)

Jurnal Kes ehatan Al Irs yad (JKA ).Vo l.X.No.2, September 2017 56

Pantiawati, I. 2010 Asuhan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah. Nuha Medika,Yogyakarta,2010

Proverawati, Atika. Sulistyowati, Cahya Ismawati. Asuhan Pada Bayi Berat

Lahir Rendah.Nuha Medika,

Yogyakarta, 2010

Puskesmas Padamara. Profil Puskesmas Padamara Kabupaten Purbalingga. Purbalingga : 2014

Nasution, Darwin.2014. Hubungan Berat Lahir Rendah (BBLR) dengan kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan di Kota Yogyakarta. Tesis

Program Pasca Sarjana akultas

Kedokteran UGM:Yogyakarta

Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta,Jakarta,2010

Rahayu, Leni Sri, Mira Sofyaningsih, and Muhammadiyah Prof Dr HAMKA. "Pengaruh BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dan pemberian ASI eksklusif terhadap perubahan status stunting pada balita di Kota dan Kabupaten Tangerang Provinsi Banten." Prosiding Seminar Nasional Peran Masyarakat dalam Pencapaian MDGs di Indonesia. 2011.

Rosha, B,”Determinan Status Gizi Pendek Anak Balita Dengan Riwayat Berat

Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2007-2010).Jurnal Ekologi Kesehatan 12.3 Sep (2013): 195-205

Saputra, Maulan.2012.Hubungan Antara Riwayat Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Dengan Status Gizi Pada Anak Balita Di Kelurahan Pringgokusuman, Kecamatan Gedongtengen, Kota Yogyakarta.

Diss. Universitas Muhammadiyah

Surakarta

Santi, Ades,”Faktor-faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan anak usia toddles (1-3 tahun) dengan riwayat bayi berat lahir

rendah”.Jurnal Ilmu Kesehatan

Masyarakat.Vol.5,No.1 Maret (2014):63-70

Soetjiningsih.Tumbuh Kembang Anak . Jakarta : EGC, 2012

Sofia, Hana.2012. Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Anak Usia 12-36 bulan di Kecamatan Pati, Kabupaten Pati. Eprint jurnal undip.ac.id

Gambar

Tabel  1  Distribusi  Frekuensi  Stunting  dan  perkembangan  pada  balita  riwayat  BBLR  dan balita riwayat lahir normal di wilayah  Puskesmas Padamara Kabupaten Purbalingga
Tabel 2  Perbedaan  status  gizi antara balita riwayat BBLR dengan balita riwayat  berat lahir normal di wilayah  Puskesmas Padamara Kabupaten PurbalinggaRiwayat Status Gizi                                       Jumlah                       p value

Referensi

Dokumen terkait

rata-rata hasil belajar ekonomi siswa kelas X SOS yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigasion adalah 73,92 lebih tinggi dibandingkan

Tujuan penelitian adalah Untuk menganalisis perkembangan produktivitas usahatani cabai merah dan cabai rawit 5 tahun terakhir, untuk menganalisis karakteristik petani

yang sangat nyata terhadap persentase hidup dan jumlah akar yang mana untuk keberhasilan pertumbuhan stek daun jeruk J.C sampai tahap diferensiasi akar media

Sehingga dapat diketahui bahwa rata-rata perputaran total asset atau aktiva yang dimiliki oleh hotel bintang empat selama periode tahun 2010 – 2013 dalam

Dari beberapa teori dapat disimpulkan bahwa kemampuan matematika awal adalah kepekaan terhadap cara berpikir ilmiah dan membangun konsep yang ditunjukkan dengan

Secara keseluruhannya, walaupun kajian ini terdapat banyak kekurangan seperti sukar untuk mendapatkan data-data terperinci mengenai sifat-sifat tempurung kelapa sawit, kajian

Metode analisis data pada penelitian ini yang menggunakan data belanja modal sebagai variabel bebas yang diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota

sikap Ibu PKK tentang Pap Smear serta perubahan sebelum dan sesudah penyuluhan dapat dilihat pada tabel 4.4 dan tabel 4.5 berikut:. Tabel 4.4 Sikap Ibu PKK tentang