• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Politik bagi Generasi Muda da

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pendidikan Politik bagi Generasi Muda da"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN POLITIK DAN DEMOKRASI Dosen Pengampu : Dr. Nasiwan, M.Si

“Peran Pendidikan Politik bagi Generasi Muda dan untuk Pemilih Pemula”

Disusun Oleh :

Daning Agusta Adrianti (15416244016 / Pend.IPS B)

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dengan curahan rahmat dan inayah-Nya, akhirnya penulis bisa menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “Peran Pendidikan Politik bagi Generasi Muda dan untuk Pemula” dengan baik. Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Politik dan Demokrasi.

Makalah ini dapat terwujud berkat bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Dr. Nasiwan, M.Si selaku dosen pembimbing dalam mata kuliah Pendidikan Politik dan Demokrasi yang telah membimbing dengan penuh ketelitian dan kesabaran.

2. Kedua orang tua tercinta yang membimbing dan mendo’akan kami.

3. Rekan-rekan mahasiswa terutama mahasiswa semester 4 B program studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan masukan dan saran.

4. Seluruh staf perpustakaan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memfasilitasi dalam peminjaman buku-buku sumber.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu masukan, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.

Penulis berharap semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pemerhati pendidikan pada umumnya serta harapan kami semoga merupakan salah satu bentuk pengabdian kita kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 1 Juni 2017

Penulis

(3)

HALAMAN JUDUL ... 1

KATA PENGANTAR ... 2

DAFTAR ISI ... 3

BAB I PENDAHULUAN ... 4

A. Latar Belakang ... 4

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 6

BAB II TINAJUAN PUSTAKA ... 7

A. Pedidikan ... 7

B. Politik ... 8

C. Pendidikan Politik ... 9

D. Generasi Muda ...10

E. Pemilih Pemula ...11

F. Partisispasi Politik...12

BAB III PEMBAHASAN ...13

A. Peran Pendidikan Politik bagi Generasi Muda Indonesia...13

B. Peran Pendiidkan Politik bagi Pemilih Pemula...20

BAB IV PENUTUP...28

A. Kesimpulan...28

B. Saran ...28

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Saat ini, politik di Indonesia sedang dalam keadaan yang carut marut. Banyak berbagai peristiwa yang membuat kehidupan politik di Indonesia di anggap gagal dan menjurus ke arah yang negatif. Penyuapan, korupsi, penggulingan pemimpin, dan hal-hal yang lainnya seperti sudah dianggap sesuatu yang biasa. Keadaan inilah yang membuat miris kehidupan politik di Indonesia terutama untuk generasi mudanya. Generasi muda memiliki posisi dan peran yang sangat vital dalam kehidupan kebangsaan Indonesia. Hal ini didasarkan pada peran pemuda seperti yang dimuat dalam UU RI No. 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan yang berbunyi pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional. Peran pemuda menjadi salah satu kunci terlahirnya negara Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan di atas kemajemukan bangsa Indonesia (Aris Riswandi Sanusi, 2016).

(5)

Manusia adalah makhluk yang membutuhkan hidup bernegara dengan argumen antara lain manusia sebagai bagian dari alam semesta, watak kodrat agar segalanya dapat dijadikan bagian dari dirinya sehingga manusia terdorong berusaha mencari dan mendapatkan serta mempertahankan yang baik menurut moral dan hati nuraninya (Nasiwan, 2010). Pada akhirnya, semua pihak harus turut serta di dalam pendidikan politik agar masyarakat mau dan peduli terhadap kemajuan bangsa ini. Apabila tidak dimulai dari sekarang, hal ini dapat menyebabkan sikap pesimistis terhadap masa depan bangsa Indonesia.

Di tengah arus demokratisasi dan kebebasan politik telah terjadi apatisme di kalangan pemilih pemula. Fenomena apatisme politik, yang dikenal dengan Golongan Putih (Golput) cukup mengkhawatirkan bagi perkembangan demokrasi yang berkualitas. Hal ini dapat melumpuhkan demokrasi. Untuk mengantisipasi dan memberi solusi atas penurunanpartisipasi warganegara dalam menggunakan hak pilih maka perlu ditingkatkan program-program komunikasi sebagai bagian dari pendidikan politik yang menekankan pada dimensi kognitif dan perilaku. Karena itu, komunikasi memegang peran penting dalam setiap program-program pendidikan politik. (Adi Soeprapto, dkk. 2014)

Meningkatnya angka golput dalam setiap pelaksanaan Pemilu di Indonesia bisa disebabkan banyak faktor. Salah satunya adalah kualitas pendidikan politik kepada pemilih pemula. Sejarah perjalanan rezim Orde Baru selama 32 tahun yang menempatkan politik sebagai sesuatu yang tabu dibicarakan, menyebabkan tingkat pemahaman masyarakat tentang politik rendah, termasuk pengetahuan dan pemahaman tentang pergantian pemimpin secara konstitusional dan legitimate. (Adi Soeprapto, dkk. 2014)

(6)

pentingnya pendidikan politik bagi generasi muda sangat diperlukan sebagai upaya menuju demokrasi pancasila yang berkualitas.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pentingnya peran pendidikan politik bagi generasi muda di Indonesia?

2. Bagaimana peran pendidikan politik bagi pemilih pemula?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pentingnya peran pendidikan politik bagi generasi muda di Indonesia

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendidikan

Istilah pendidikan berasal dari kata education (pendidikan)yang berasal dari educate (mendidik) artinya memberi peningkatan ( toelict, to give,rise to ) dan mengembangkan ( to eleve ,to develop ). Dalam pengertian yang sempit education atau pendidikan berarti perbuatan atau proses pembuatan untuk memperoleh pengetahuan. Pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupanyang lebih tinggi dalam arti mental. ( Hasbullah, 2006).

Menurut Poerwadarminta(1996:2006),kata pendidikan berasal dari kata “didik” yang dapat berarti “memelihara dan memberi latihan (ajaran,pimpinan)mengenai akhlak dan kecerdasanpikiran.sehinnga dalam kata pendidikan itu mengandung beberapa arti, yaitu:

1) Perbuatan ( hal,cara dan sebagainya ) mendidik; 2) Mendidik ( Ilmu,ilmu didik,ilmu mendidik);

3) Pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya),badan ,batin dan sebagainya.

Menurut Hasbullah (2006), ada sejumlah pengertian pendidikan yang diberikan oleh para ahli pendidikan, antara lain:

1) Langeveld

Pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan dilanjutkan kepada orang yang belum dewasa

(8)

Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.

3) Ahmad D. Marimba

Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.

4) Ki Hajar Dewantara

Pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha dan pembentukan kecakapan-kecakapan agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

B. Politik

Secara etimologi kata “Politi ” berasal dari bahasa Yunani, yakni

“Polis”, yang dapat berarti kota atau negara kota.Dari kata polis ini kemudian diturunkan pada kata-kata seperti polites yang berarti warga negara;politicos ( nama sifat)yang berarti kewarganegaraan(civic),politike techne yang berarti kemahiran politik dan politike episteme yang berarti Ilmu Politik, dan lain sebagainya.

Menurut Budiardjo (1991), perkataan politik berasal dari bahasa Yunani yaitu Polistaia, Polis berarti kesatuan masyarakat yang mengurus diri sendiri/berdiri sendiri (negara), sedangkan taia berarti urusan.

(9)

Sehingga dapat disimpilkan bahwa politik merupakan tindakan dari suatu kelompok individu mengenai suatu masalah dari masyarakat atau negara. Politik membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan (policy, beleid), dan pembagian (distribution) atau Alokasi (allocation).

C. Pendidikan Politik

Menurut Ramlan Surbakti, dalam memberikan pengertian tentang pendidikan politik harus dijelaskan terlebih dahulu mengenai sosialisasi politik. Surbakti (1999) berpendapat bahwa : Sosialisasi politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses dialegik diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini, para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik.

Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan politik menurut lnstruksi Presiden No. 12 tahun 1982 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Politik Generasi muda adalah sebagai berikut: "Pendidikan politik menipakan rangkaian usaha untuk meningkatkan dan memantapkan kesadaran politik dan kenegaraan guna menunjang kelestarian Pancasila dan UUD 1945 sebagai budaya politik bangsa. Pendidikan politik juga harus merupakan bagian proses perubahan kehidupan politik bangsa Indonesia yang sedang dilakukan dewasa ini dalam rangka usaha menciptakan suatu sistem politik yang benar-benar demokratis, stabil, efektif,dan efisien".

Menurut Rusadi Kantaprawira(2004:55),pendidikan politik yaitu untuk meningkatkan pengetahuan rakyat agar mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya.Sesuai paham kedaulatan rakyat atau demokrasi,rakyat harus mampu menjalankan tugas partisipasi.

(10)

dengan sadar, terorganisir, terencana dan berlangsung kontinyu dari satu generasi kepada generasi berikutnya dalam rangka membangun watak bangsa (national character building). Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai—nilai Pancasila, tiada lain merupakan cerminan hati nurani dan sifat khas karaktonstik bangsa, bukanlah nilai-nilai yang secara hakiki lahir pada saat kemerdekaan, melainkan telah tumbuh dan berkembang melalui proses sejarah yang panjang. Nilai ini berasal dari kodrat budaya dan menjadi milik soluruh rakyat. Hal ini tercermin dalam watak, kepribadian, sikap, dan tingkah laku bangsa.

D. Generasi Muda

Kata ”Generasi” sebagaimana sering diungkapkan dengan istilah “angkatan “seperti ; angkatan 66, angkatan 45, dan lain sebagainya. Pengertian generasi menurut Prof. Dr Sartono Kartadiharjo : “ditinjau dari dimensi waktu, semua yang ada pada lokasi sosial itu dapat dipandang sebagai generasi, sedangkan menurut Auguste Comte ( Pelopor sosiologi modern ) : “generasi adalah jangka waktu kehidupan sosial manusia yang didasarkan pada dorongan keterikatan pada pokok-pokok pikiran yang asasi”.

Dalam pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda bahwa yang dimaksud pemuda adalah;

a. Dilihat Dari Segi Biologis Bayi : 0-1 tahun

Anak : 1-12 tahun Remaja : 12-15 tahun Pemuda : 15-30 tahun

Dewasa : 30 tahun ke atas b. Dilihat dari segi budaya

Anak : 0-12 tahun Remaja : 13-18 tahun

Dewasa : 18-21 tahun ke atas

(11)

Tenaga muda adalah calon-calon yang dapat diterima sebagai tenaga kerja yang diambi antara 18-22 tahun.

d. Dilihat dari ideologis politis, maka generasi muda adalah calon pengganti dari generasi terdahulu, dalam hal ini berumur antara 18-30 tahun, dan kadang-kadang sampai umur 40 tahun.

Dilihat dari umur, lembaga dan ruang lingkup tempat diperoleh ada 3 kategori:

1) Siswa, usia antara 6-18 tahun, masih ada di bangku sekolah. 2) Mahasiswa, usia antara 18-25 tahun, masih ada di Universitas

atau perguruan tinggi.

3) Pemuda, di luar lingkungan sekolah ataupun perguruan tinggi, usia antara 15-30 tahun.

Berdasarkan pengelompokan diatas, maka yang dimaksud dengan pemuda adalah golongan manusia berusia muda antara 15-30 tahun. (Wahyu,1986)

E. Pemilih Pemula

Pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah genap berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin (Pahmi, 2010).

Pemilih pemula merupakan pemilih yang baru pertama kali memilih karena usia mereka baru memasuki usia pemilih yaitu 17 hingga 21 tahun. Pengetahuan mereka terhadap pemilu tidak berbeda jauh dengan kelompok lainnya, yang membedakan adalah soal antusiasme dan preferensi. Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki untuk menjadikan seseorang dapat memilih adalah:

1) WNI yang berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. 2) Tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya

3) Terdaftar sebagai pemilih.

4) Bukan anggota TNI/Polri (Purnawirawan / Sudah tidak lagi menjadi anggota TNI / Kepolisian).

(12)

6) Terdaftar di DPT.

7) Khusus untuk Pemilukada calon pemilih harus berdomisili sekurangkurangnya (enam) bulan didaerah yang bersangkutan.

F. Partisipasi Politik

Partisipasi politik ialah kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan. (Ramlan Surbakti, 1992)

(13)

BAB III PEMBAHASAN

A. Peran Pendidikan Politik bagi Generasi Muda di Indonesia

Perspektif pendidikan politik ada 2, yaitu dilihat dari perspektif negara (rezim yang berkuasa) dan perspektif social movement (masyarakat). Dilihat dari perspekif negara, merupakan instrumen untuk mendekatkan cita-cita dan harapan rakyat kepada kelompok elite. Jika antara rakyat dengan elite (pemerintah) ada kedekatan maka akan terjadi kestabilan politik. Sehingga politik dijadikan alat yang berfungsi untuk menghegomoni (menundukkan) rakyat agar harapan sama dengan elite. Sehingga pendidikan politik merupakan instrument untuk menghegomoni atau untuk kemerdekaan, pembebasan manusia, new society yang bebas dari penjajahan.

(14)

seluruh rakyat. Hal ini tercermin dalam watak, kepribadian, sikap, dan tingkah laku bangsa.

Pendidikan politik pada dasarnya adalahmelakukan rekonstruksi atas nilai-nilai yang selama ini ada dan membangun nilai-nilai baru. Lazimnya pendidikan, ini menyediakan proses transformasi pengetahuan, pembentukan sikapsikap tertentu dan perubahan-perubahan perilaku yang dituju. Aspek pertama, menyangkut dimensi kognitif, sedangkan aspek kedua dan ketig merupakan aspek afektif dan behavioristik. Dengan demikian pendidikan politik memiliki makna penting dan strategis, yang menggerakan warga negara (para pemilih) memiliki pengetahuan politik yang memadai, sekaligus kesadaran akan pentingnya sistem politik yang ideal serta perilaku politik yang cerdas dan kritis (Nasiwan, 2005).

Pambudi (2003:7) mengungkapkan tiga alasan mengapa pendidikan politik mempunyai makna strategis yaitu, pertama, untuk melakukan rekonstruksi nilainilai yang selama ini ada dan membangun nilainilai baru.

Kedua, melalui pendidikan politik berfungsi membangun orang yang terampil menuntut dan mengawal setiap kebijakan agar kebijakan tersebut benar-benar hadir membawa semangat keadilan dalam masyarakat. Ketiga, untuk membangun proses transformasi sosial yang lebih adil dalam masyarakat.

Pendidikan politik juga memberi pemahaman pada warga negara bahwa untuk mengubah realitas politik ke dalam sistem politik yang ideal, ditandai adanya perubahan kebudayaan politik baru. Kondisi ini sering menjebak kalangan masyarakat idealis menjadi apatis dan sebagian lagi golput

(Nasiwan, 2005). Disinilah letak urgensi pendidikan politik bagi pemilih. Di satu sisi ia dapat berfungsi sebagai sosialisasi politik (pelestarian nilai-nilai politik) lama yang dianggap baik. Di sisi lain, pendidikan politik kepada pemilih pemula dapat berfungsi untuk melakukan pembaharuan politik (reformasi politik), suatu perubahan politik yang predictable, dan terencana.

(15)

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga generasi muda Indonesia memang wajib untuk mendapatkan pendidikan politik, karena hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Partai Politik. Dengan demikian anggapan yang mengatakan bahwa politik hanya dibicarakan oleh orang dewasa saja adalah salah. Jadi siapapun mereka, dari golongan apapun mereka mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan politik. Sehingga tidak adanya diskriminasi terhadap generasi muda Indonesia untuk berbicara politik.

Generasi muda adalah generasi yang diharapkan memiliki kemampuan berfikir kritis, inovatif, dan kreatif dalam menghadapi tantangan dan persoalan bangsa. Dengan semangatnya yang besar diharapkan mampu menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam sejarah bangsa Indonesia tidak lepas dari peran aktif pemuda dalam menyalurkan ide dan gagasan kritis dan inovatif. Generasi muda menjadi ujung tombak perjuangan merubah kondisi bangsa ke arah yang lebih baik. Mereka dikategorikan sebagai agent of social change, yaitu pelopor perubah ke arah perbaikan suatu bangsa.

(16)

masyarakat setidaknya dapat dirunut dari level-level psikologis yang terjadi dalam proses dan selama berlangsungnya pendidikan. Bagaimana pun proses pendidikan masyarakat itu akan terus berlangsung yang bentuknya tidak hanya dalam bentuk sekolahsekolah. Sekolah hanyalah merupakan bagian dari pendidikan, tetapi pendidikan semestinya mempunyai dimensi yang lebih luas. (Adi Soeprapto, dkk. 2014)

Permasalahan yang mendera generasi muda menjadi latar belakang diperlukannya pendidikan politik bagi warga negara Indonesia. Pendidikan politik memiliki peran penting dalam menciptakan bangsa yang melek politik. serta membentuk karakter dan perilaku warga negara. Pendidikan politik berpotensi untuk membentuk karakter, watak, dan tanggung jawab warga negara yang demokratis sehingga dapat mencapai peradaban bangsa yang lebih maju. Peran pendidikan politik menjadi lebih penting karena memiliki peran sebagai alat distribusi nilai kebangsaan bagi generasi muda yang memiliki posisi sangat vital dalam kehidupan kebangsaan, pendidikan politik sangat diperlukan untuk diselenggarakan. Hal ini didasarkan pada peran pemuda seperti yang dimuat dalam UU No. 40 tahun 2009 tentang kepemudaan yang berbunyi “pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional”. Peran penting pemuda inilah menjadi alasan utama dalam penyelenggaraan pendidikan politik bagi generasi muda. Pendidikan politik sangatlah penting bagi generasi muda agar dalam kehidupan bernegara bisa menjadi partisipan yang bertanggung jawab, sehingga bisa memahami proses penggunaan kekuasaan dalam menegakan aturan dalam masyarakat dan masyarakat secara umum dapat menggunakan hak politiknya. (Aris dan Cecep, 2016)

(17)

untuk tujuan lain. Lainnya seperti kelompok bergaul dan bekerja,hanya cenderung untuk mempengaruhi sosialisasi secara tidak langsung.

a. Keluarga

Pengaruh keluarga baik yang langsung maupun yang tidak langsung yang merupakan struktur sosialisasi pertama yang dialami seseorang sangat kuat dan kekal Yang paling jelas pengaruh dari keluarga ini adalah dalam pembentukan sikap terhadap wewenang kekuasaan (authority). Keluarga biasanya membuat keputusan bersama,dan bagi si anak keputusan yang dibuat itu bisa otoritatif, dalam arti keengganan untuk mematuhinya dapat mengundang hukuman. Pengalaman berpartisipasi dalam pembuatan keputusan keluarga dapat meningkatkan perasaan kompetensi si anak, memberinya kecakapan-kecakapan untuk melakukan interaksi politik, serta membuatnya lebih mungkin berpartisipasi dengan aktif dalam sistem politik sesudah menjadi dewasa. Keluarga juga membentuk sikap-sikap politik masa depan dengan menempatkan individu dalam dalam dunia kemasyarakatan luas dengan membentuk ikatan-ikatan ethnis, linguistis, religius, dan kelas sosialnya, dengan memperkuat nilai-nilai dan prestasi kulturil dan pendidikannya, dan dengan mengarahkan aspirasi-aspirasi pekerjaan dan ekonomisnya.

b. Sekolah

(18)

the political game) yang tak tertulis, seperti sekolah-sekolah negeri di inggris yang secara tradisionil menanamkan nilai-nilai kewajiban warga negara,hubungan politik informil, dan integritas politik. Sekolah dapat mempertebal kesetiaan terhadap sistem politik dan memberikan simbol-simbol umum untuk menunjukan tanggapan yang ekpresif terhadap sistem itu, seperti bendera nasional, dan ikrar kesetian”Padamu Negeri”. Pengajaran sejarah nasional juga berfungsi memperkuat kesetiaan kepada sistem politik.

c. Kelompok Pergaulan

(19)

Pekerjaan dan organisasi-organisasi formil maupun non formil yang dibentuk berdasarkan lingkungan pekerjaan itu,seperti serikat buruh, klub sosial, dan yang yang semacam itu juga merupakan saluran komunikasi informasi dan keyakinan yang jelas. Individu-individu mengidentifikasikan diri dengan suatu kelompok tertentu, seperti serikat buruh, dan menggunakan kelompok itu sebagai “penyuluh” (reference) dalam kehidupan politik.mereka mejadi sensitif terhadap norma-norma kelompok itu dan menilai tindakan-tindakannya berdasar apa yang paling baik bagi kelompok itu. Berpartisipasi dalam dalam suatu tawar menawar kolektif atau dalam suatu demonstrasi dapat merupakan pengalaman sosialisasi yang berkesan mendalam baik bagi pihak buruh maupun pihak majikan. Buruh yang berdemonstrasi dapat mengetahui bahwa ia dapat mempengaruhi bentuk keputusan yang akan mempengaruhi masa depannya yang sedang dibuat, disamping ia juga dapat memperoleh pengetahuan tentang kecakapankecakapan bertindak tertentu, seperti berdemonstrasi dan mogok,yang bisa berguna kalau ia berpartisipasi lagi dalam bentuk-bentuk kegiatan politik lain.

e. Media massa

(20)

yang dianut oleh masyarakatnya. Beberapa simbol tertentu disampaikan dalam suatu konteks emosionil, dan peristiwa-peristiwa yang di gambarkan disekitar simbol itu menjadi warna yang emosionil. Karena itu, sistem media massa yang terkendali merupakan sarana kuat dalam membentuk keyakinan-keyakinan politik.

f. Kontak Politik Langsung

Tidak peduli betapa positif pandangan terhadap sistem politik yang telah ditanamkan oleh keluarga, atau sekolah, tetapi bila seseorang diabaikan oleh partainya, ditipu oleh polisi, kelaparan tanpa ditolong, dan dipaksa masuk wajib militer, pandangannya terhadap dunia politik sangat mungkin berubah. Partai politik, kampanye pemilihan umum, krisis-krisis politik luar negeri dan perang, dan daya tanggap badan-badan pemerintah terhadap tuntutan-tuntutan individu dan kelompok-kelompok dapat mempengaruhi kesetiaan dan kesediaan mereka untuk mematuhi hukum. (Colin Mac Andrews dan Mochtar Mas’oed, 1978)

Dengan demikian, Pendidikan politik sangat penting untuk di sampaikan dan diketahui serta dipahami oleh seluruh rakyat Indonesia terutama para genersi muda sesuai dengan fungsinya yaitu pendidikan politik menekankan kepada usaha pemahaman tentang nilai-nilai yang etis normatis yaitu dengan menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang merupakan landasan dan motivasi bangsa Indonesia serta dasar untuk membina dan mengembangkan diri guna ikut serta berpartisipasi dalam kehidupan pembangunan bangsa dan negara. Dengan berperannya generasi muda dalam hal politik maka generasi muda akan menjadi rakyat yang sadar akan hak dan kewajibannya, melek hukum, kritis, aktif, kreatif, dan konstruktif.

B. Peran Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula

(21)

diperlakukan sebagai obyek pelengkap dalam proses pembelajaran. Apa yang mereka pelajari di kelas terkadang tidak sesuai dengan kehidupan yang mereka jalani sebagai anggota masyarakat, padahal mereka adalah anggota masyarakat yang diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi lingkungannya. (Umberto, 2002).

Memahami kesadaran politik generasi muda sebagai pemilih pemula dalam Pilkada perlu kiranya diaktualisasikan melalui pembelajaran yang melibatkan langsung diri siswa terhadap fenomena sosial yang terjadi di lingkungan anggota dan aktivitas keluarga (masyarakat)/ dengan pendekatan School-Based Democracy Education. Program ini pada intinya mendekatkan materi pembelajaran dengan obyek sesungguhnya atau pengkajian fenomena sosial secara langsung (Polma,1987).

Pendidikan politik sebagai proses penyampaian budaya politik bangsa, mencakup cita-cita politik maupun norma-norma operasional dari sistem organisasi politik yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Pendidikan politik perlu ditingkatkan sebagai kesadaran dalam berpolitik akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, sehingga bagi generasi muda diharapkan ikut serta secara aktif dalam kehidupan kenegaraan dan pembangunan. Pendidikan politik mengupayakan penghayatan atau pemilikan generasi muda terhadap nilai-nilai yang meningkat dan akan terwujud dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari dalam hidup kemasyarakatan termasuk hidup kenegaraan serta berpartisipasi dalam usaha-usaha pembangunan sesuai dengan fungsi masing-masing. Dengan kata lain pendidikan politik menginginkan agar generasi muda berkembang menjadi warga negara yang baik, yang menghayati nilai-nilai dasar yang luhur dari bangsanya dan sadar akan hak-hak dan kewajibannya di dalam kerangka nilai-nilai tersebut.

(22)

Fenyapwain (2013) membagi pemilih di Indonesia dibagi menjadi tiga kategori, yakni (1) pemilih rasional, yakni pemilih yang benarbenar memilih partai berdasarkan penilaian dan analisis mendalam; (2) pemilih kritis emosional, yakni pemilih yang masih idealis dan tidak kenal kompromi; (3) pemilih pemula, yakni pemilih yang baru pertama kali memilih karena usia mereka baru memasuki usia pemilih.

Sesuai dengan UU No. 8 Tahun 2012 dalam Bab IV pasal 19 ayat 1 dan 2 serta pasal 20 menyebutkan bahwa warga negara yang memiliki hak memilih adalah Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin yang didaftar 1 (satu) kali oleh penyelenggara pemilu dalam daftar pemilih.

Di dalam pemilu setiap periodenya pasti akan ada pemilih pemula dalam melakukan pemilu. Pemilih pemula merupakan Pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah genap berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. Pemilih pemula merupakan pemilih yang baru pertama kali memilih karena usia mereka baru memasuki usia pemilih yaitu 17 hingga 21 tahun. Pengetahuan mereka terhadap pemilu tidak berbeda jauh dengan kelompok lainnya, yang membedakan adalah soal antusiasme dan preferensi.

Pentingnya peranan pemilih pemula karena sebanyak 20 % dari seluruh pemilih adalah pemilih pemula, dengan demikian jumlah pemilih pemula sangatlah besar, sehingga hak warga negara dalam menggunakan hak pilihnya janganlah sampai tidak berarti akibat dari kesalahan-kesalahan yang tidak diharapkan, misalnya jangan sampai sudah memiliki hak pilih tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena tidak terdaftar atau juga masih banyak kesalahan dalam menggunakan hak pilihnya, dll. (Sekretariat Jenderal KPU Biro Teknis dan Hupmas, 2010)

(23)

Pemilih pemula khususnya remaja (berusia 17 tahun) mempunyai nilai kebudayaan yang santai, bebas, dan cenderung pada hal-hal yang informal dan mencari kesenangan, oleh karena itu semua hal yang kurang menyenangkan akan dihindari. Disamping mencari kesenangan, kelompok sebaya adalah paling penting dalam kehidupan seorang remaja, sehingga bagi seorang remaja perlu mempunyai kelompok teman sendiri dalam pergaulan. (Suhartono, 2009)

Setiajid (2011) menguraikan karakter pemilih pemula sebagai berikut:

1) belum pernah memilih atau melakukan penentuan suara di dalam TPS, 2) belum memiliki pengalaman memilih

3) memiliki antusias yang tinggi 4) kurang rasional

5) pemilih muda yang masih penuh gejolak dan semangat, yang apabila tidak dikendalikan akan memiliki efek terhadap konflik- konflik sosial di dalam pemilu

6) menjadi sasaran peserta pemilu karena jumlahnya cukup besar

7) memiliki rasa ingin tahu, mencoba, dan berpartisispasi dalam pemilu, meskipun kadang dengan berbagai latar belakang yang berbeda. Setiajid (2011) juga mengungkapkan bahwa pemilih pemula memiliki kedudukan dan makna strategis dalam pemilihan umum, mengingat:

1) alasan kuantitatif yaitu mempunyai jumlah yang secara kuantitatif relatif banyak

2) merupakan segmen pemilih yang mempunyai pola yang sulit untuk diatur atau diprediksi

3) kekhawatiran lebih condong golput

(24)

Seorang warga negara yang sudah umur 17 ke atas wajib dalam mengikuti partisipasi politik, terutama bagi para pemilih pemula. Partisipasi politik sendiri merupakan kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk memengaruhi pembuatan kepuusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, dan efektif atau tidak efektif. (Samuel dan Joan, dalam Miriam Budiarjo. 2008)

Anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik, misalnya melalui pemberian suara atau kegiatan lain, terdorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan bersama iu kepentingan mereka akan tersalur atau sekurang-kurangnya diperhatikan, dan bahwa mereka sedikit banyak dapat memengaruhi tindakan dari mereka yang berwenang untuk membuat keputusan yang mengikat. Dengan kata lain, mereka percaya bahwa kegiaan mereka mempunyai efek politik. (Samuel dan Joan, dalam Miriam Budiarjo. 2008)

Persoalan mendasar yang menjadi perhatian dalam partisipasi politik adalah kegiatan politik yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Kegiatankegiatan demikian difokuskan terhadap pejabat pejabat umum, mereka yang pada umumnya diakui mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan final tentang pengalokasian nilai-nilai secara otoritatif dalam masyarakat. Sebagian besar dari apa yang dinamakan politik, dan sebagian besar pengalokasian sumber-sumber daya di antara golongan-golongan dalam masyarakat dapat berlangsung tanpa campur tangan pemerintah. Dengan demikian maka besarnya partisipasi politik di dalam suatu masyarakat, sampai tingkat tertentu tergantung kepada lingkup kegiatan pemerintah di dalam masyarakat (Huntington dalam Nasiwan, 2005).

(25)

permasalahan yang telah dirumuskan, maka beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam tulisan ini adalah: a) untuk mengetahui pemahaman pemilih pemula tentang politik dan relevansinya terhadap pendidikan politik sebagai proses komunikasi yang telah mereka terima dan untuk memahami relasi dan inter-relasi yang terjadi bagi pengembangan pendidikan politik bagi pemilih pemula. (Adi Soeprapto.dkk, 2014)

Dengan pendidikan politik maka akan dapat mengetahui pula mengenai perilaku pemilih dalam politik. Dalam menganalisis perilaku pemilih dan untuk menjelaskan pertimbanganpertimbangan yang digunakan sebagai alasan oleh para pemilih dalam menjatuhkan pilihannya, dikenal dua macam pendekatan yaitu Mahzab Columbia yang menggunakan pendekatan sosiologis dan Mahzab Michigan yang dikenal dengan pendekatan Psikologis. Selain itu terdapat juga pendekatan pilihan rasional yang melihat perilaku seseorang melalui kalkulasi untung rugi yang didapat oleh individu tersebut. Selain itu, ilmuwan Dennis Kavanagh yang dikutip dalam Efriza (2012:482) mengungkapkan bahwa ada lima pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis perilaku pemilih dalam suatu Pemilu. kelima pendekatan itu meliputi:

1) pendekatan struktural 2) pendekatan sosiologis 3) pendekatan ekologis

4) pendekatan psikologis sosial 5) pendekatan rasional.

Namun dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan salah satu pendekatan perilaku pemilih yaitu pendekatan sosiologis. Penggunaan pendekatan sosiologis ini didasarkan atas penelitian yang memfokuskan pada bagaimana karakteristik sosial dan pengelompokkan sosial memberikan pengaruh dan literasi politik terhadap pemilih pemula dalam menentukan pilihannya.

(26)

sekolah dan perguruan tinggi. Para pemilih pemula terbuka dalam menerima pendidikan politik sebagai bentuk dan proses komunikasi politik.Dalam posisinya sebagai pelajar atau mahasiswa serta sebagai pemuda,mereka mendapatkan pendidikan politik di sekolah, perguruan tinggi dan organisasi sosial serta kesiswaan dan kemahasiswaan. Apa saja yang tergali dari proses ini dari para pemilih pemula ini adalah sebagai berikut:

1) Pemahaman akan dinamika situasi politik saat ini

Para pemilih pemula sebagai subyek penelitian ini meragukan jika pendidikan politik yang ada mampu membuat mereka paham dan memahami dinamika situasi politik yang berkembang. Apa yang mereka terima dari mata kuliah atau mata pelajaran yang terkait dengan persoalan-persoalan politik tidak menukik pada persoalan actual politik yang berkembang. Dengan demikian, apa yang diterima secara normative dalam proses-proses pendidikan yang diterima itu sebenarnya jauh dari relevansi situasi politik yang ada khususnya tentang pemilihan umum, partai politik,elit politik sebagai aktorpolitik dan fenomena politik sebagai transaksional.

2) Peningkatan pengetahuan akan hak-hak dan sistem poltik

Pendidikan politik yang berhasil dan bermanfaat seharusnya mampu memberi peningkatan pengetahuan tentang kesadaran akan hak-hak politik dan hak-hak warganegara di dalam system politik secara keseluruhan. Bagi pemilih pemula misalnya, jika kesadaran hak-hak politik ini ada pada mereka, dirasakan menurut mereka tidak berasal dari proses pendidikan politik yang ada dan dilakukan oleh lembaga-lembaga politik dan pendidikan seperti sekolah, perguruan tinggi dan partai politik. Lembaga-lembaga Negara lainnya seperi KPU, Departement Komunikasi dan Informatika, atau lainnya tidak melakukannya dalam rangka memberi peningkatan kesadaran politik melainkan sekedar formalitas dan tujuan normatif mereka.

(27)
(28)

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

Jadi, peran pendidikan politik sangatlah penting bagi generasi muda di Indonesia dan sangat penting juga untuk di sampaikan dan diketahui serta dipahami oleh seluruh rakyat Indonesia terutama para genersi muda sesuai dengan fungsinya yaitu pendidikan politik menekankan kepada usaha pemahaman tentang nilai-nilai yang etis normatis yaitu dengan menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang merupakan landasan dan motivasi bangsa Indonesia serta dasar untuk membina dan mengembangkan diri guna ikut serta berpartisipasi dalam kehidupan pembangunan bangsa dan negara.

Peran pendidikan politik bagi para pemilih pemula juga sangat penting karena untuk pemahaman akan dinamika situasi politik saat ini, peningkatan pengetahuan akan hak-hak dan sistem poltik, serta sikap kritis dan ketrampilan politik.

B. Saran

(29)

DAFTAR PUSTAKA

KPU Provinsi DIY. 2011. Pemilu 2009, Pemilukada 2010 dan 2011 di Provinsi DIY dalam angka. Yogyakarta.

Nasiwan. 2005. Model Pendidikan Politik : Studi kasus PKS DPD Sleman. Yogyakarta. Cakrawala Pendidikan. November, Th. XXIV, No. 3

Setiajid. 2011. Orientasi Politik yang Mempengaruhi Orientasi pemilih pemula dalam Menggunakan Hak Pilihnya pada Pemilihan Walikota Semarang tahun 2010. Integralistik, No.1/Th. XXII/2011, Januari-Juni, pp.18-33.

Subakti. Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Gramedia Widiasarana Indonesia Nasiwan. 2010. Teori-Teori Politik indonesia. Yogyakarta: Unit Percetakan dan

Penerbit UNY

Rudy, May. 1992. Pengantar Ilmu Politik. Bandung: PT Refika Aditama Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.

Kartono, K. (2009). Pendidikan Politik sebagai Bagian dari Pendidikan Orang Dewasa. Bandung : Mandar Maju.

Instruksi Presiden RI No. 12 tahun 1982 tentang Pendidikan Politik Generasi Muda

Budiardjo Miriam.2008. Dasar Dasar Ilmu Politik. Edisi Revisi. PT.Gramedia PustakaUtama:Jakarta.

Pahmi Sy. Politik Pencitraan. (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010) hal. 54 Sekretariat Jenderal KPU Biro Teknis dan Hupmas, “Modul: Pemilu untuk

Pemula”,(Jakarta: Penerbit Komisi Pemilihan Umum, 2010)

Suhartono. “Tingkat kesadaran Politik Pemilih Pemula dalam Pilkada; suatu Refleksi School-Based democracy Education (Studi Kasus Pilkada Provinsi Banten Jawa Barat)”, (HasilPenelitian, Pascasarjana UPI, 2009) hal. 6 Darmansyah. 1986. Ilmu Social Dasar. Surabaya: Usaha Nasional

Wahyu. 1986. Wawasan Ilmu Sosial Dasar. Surabaya: Usaha Nasional

(30)

Soeprapto, Adi. 2014. Komunikasi dalam Proses Pendidikan Politik Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 di DIY. Jurnal Ilmu Komunikasi,

Volume 12, Nomor 1, Januari-April 2014, hal.39-54

Referensi

Dokumen terkait

41 Kendati demikian, dalam pemaparan ini, penulis tidak membatasi pengulasan menurut kronologis periodisasi tersebut, namun ~sesuai dengan pendekatan fenomenologis

Seiring dengan masuk dan berkembangnya ajaran agama Islam dalam kehidupan masyarakat Banjar, maka terjadilah proses akulturasi antara ajaran yang dibawa oleh para penyebar

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kamal Alifi dengan judul “Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Rematik pada Penderita Rematik di Puskesmas Puuwatu

Menurut Sudarsono (dalam Surya Admadja, 2009: 9) diversifikasi Produk merupakan suatu usaha penganekaragaman sifat dan fisik, baik yang dapat diraba/tidak dapat diraba (barang

Penelitian yang menggunakan pendekatan sosio-antropologis ini dengan teori konstruksi masyarakat atas mitos dan tradisi, dan berlatar relasi agama dan budaya lokal, telah

yang didominasi oleh kelas pendek yang diduga dimanfaatkan spesies tersebut untuk memperoleh mangsa yang berada di tajuk dari permukaan tanah (terestrial) maupun dari

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dan dapat menyusun laporan Tugas Akhir

Berdasarkan fenomena yang terjadi dan penelitian sebelumnya, maka penelitian ini akan menganalisa lebih lanjut mengenai pengaruh rasio keuangan terhadap pertumbuhan laba dan