• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berjalan Meraup Hidayah | Ma'had al-Mubarok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Berjalan Meraup Hidayah | Ma'had al-Mubarok"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

Berjalan

Meraup Hidayah

Daftar Isi :

- Anugerah Bagi Kaum Beriman - Meneladani Sang Nabi - Ampuni Dosaku… - Subhanallahi Wa Bihamdihi - Kebaikan Dunia dan Akhirat - Diantara Jari Jemari Allah - Keutamaan Doa dan Dzikir - Beramal Sebelum Datangnya Fitnah - Sebagian Hadits Tentang Khawarij - Tujuan Utama Dakwah Islam - Karakter Pengikut Manhaj Salaf - Menempuh Jalan Keselamatan - Keutamaan Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali - Diam Yang Menyelamatkan - Dosa Besar Yang Paling Besar - Tebarkan Rahmat - Keutamaan Kalimat Tauhid - Meninggalkan Syirik - Hak Allah atas Setiap Hamba - Sepertiga al-Qur’an - Ridha Allah Sebagai Rabb - Keagungan Syahadat Laa Ilaha illallah - Mari Berpuasa… - Keutamaan Wudhu dan Sholat - Puasa Itu Untuk-Ku - Keutamaan Membangun Masjid - Kewajiban Puasa Ramadhan - Sedikit Faidah Seputar Hadits Niat - Tetesan Faidah Hadits Niat - Dan Tsabit Pun Tinggal di Rumahnya… - Penghapus Dosa - Belajar Memahami Ikhlas - Malu Kepada Allah - Membela al-Qur’an dengan Cara al-Qur’an - Umat Yang Jujur - Makan dan Minum dengan Tangan Kiri - Bacaan Keluar Kamar Kecil - Hukum Berjualan di Masjid - Anjuran Sholat Sunnah di Rumah - Berwudhu Untuk Sholat

Penyusun :

Redaksi al-mubarok.com

~ Anugerah bagi Kaum Beriman

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, seorang muslim telah mendapatkan anugerah yang sangat besar dari Allah berupa hidayah. Hidayah untuk memeluk Islam. Hidayah untuk tunduk mengikuti ajaran Nabi Muhammadshallallahu 'alaihi wa sallam. Tentu saja, ini adalah nikmat yang sangat besar. Allah berfirman (yang artinya),“Sungguh Allah telah memberikan anugerah kepada orang-orang beriman ketika Allah mengutus di tengah-tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka yang membacakan kepada mereka

ayat-ayat-Nya, menyucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah (as-Sunnah), padahal sebelumnya mereka benar-benar berada dalam kesesatan yang sangat nyata.”(Ali 'Imran : 164)

Ibnu Katsirrahimahullahmenjelaskan, bahwa maksud dari'menyucikan mereka'adalah dengan memerintahkan yang ma'ruf dan melarang dari yang mungkar sehingga dengan sebab itu menjadi bersih jiwa-jiwa mereka dan tersucikan dari kotoran dosa dan keburukan yang dahulu melekat pada diri mereka ketika masih musyrik dan hidup di masa jahiliyah. Di dalam ayat ini Allah juga menjelaskan salah satu tugas rasul itu adalah membacakan kepada umatnya al-Kitab dan al-Hikmah; yang dimaksud ialah al-Qur'an dan as-Sunnah (lihatTafsir Ibnu Katsir, 2/158)

Syaikh as-Sa'dirahimahullahmenjelaskan, bahwa maksud dari'menyucikan mereka'adalah

membersihkan diri mereka dari syirik, maksiat, perbuatan dan perilaku yang rendah dan tercela serta segala macam akhlak yang buruk (lihatTaisir al-Karim ar-Rahman, hlm. 155)

(2)

adalah segala hal yang ditolak oleh syari'at berupa berbagai bentuk maksiat, kekafiran, kefasikan, kebohongan, ghibah, namimah, dsb (lihat keterangan Syaikh Ibnu 'Utsaiminrahimahullah

dalamSyarh Riyadhus Shalihin, 1/688)

Syaikh Utsaimin juga menjelaskan, bahwa sesuatu yang mungkar itu adalah segala hal yang dilarang oleh Allah dan rasul-Nyashallallahu 'alaihi wa sallam. Ia disebut mungkar 'sesuatu yang diingkari' karena pelakunya diingkari ketika hendak melakukan perbuatan itu (lihatSyarh al-Arba'in an-Nawawiyah, hlm. 333)

Di dalam keterangan lainnya, Syaikh Utsaimin juga menegaskan bahwasanya perkara yang mungkar itu adalah segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah atau rasul-Nyashallallahu 'alaihi wa sallam

(lihatad-Durrah as-Salafiyah, hlm. 236)

Para ulama juga menjelaskan, bahwasanya perkara yang ma'ruf itu mencakup segala bentuk ketaatan, dan ketaatan yang paling agung adalah dengan beribadah kepada Allah semata dan memurnikan ibadah untuk-Nya serta meninggalkan

penghambaan kepada selain-Nya. Kemudian setelah itu dikuti segala amal yang wajib dan mustahab. Adapun perkara mungkar meliputi segala sesuatu yang dilarang Allah dan rasul-Nya seperti maksiat, bid'ah, dsb. Dan kemungkaran yang paling besar ialah syirik kepada Allah'azza wa jalla(lihat penjelasan Syaikh Abdussalam as-SuhaimihafizhahullahdalamKun Salafiyan 'alal Jaddah, hlm. 62)

Dari beberapa nukilan dan petikan faidah keterangan di atas, dapatlah kita tarik

kesimpulan-kesimpulan yang sangat berharga bagi kita. Diantaranya adalah; bahwa Rasulullah

shallallahu 'alaihi wa sallamdiutus kepada umat manusia untuk menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar. Dengan inilah akan tersucikan jiwa dan perilaku manusia dari segala perbuatan dan sifat-sifat tercela. Semua bentuk sifat dan perbuatan tercela dilarang oleh agama dan disebut sebagai hal yang mungkar. Dan diantara kemungkaran itu yang paling berat dan paling berbahaya adalah syirik kepada Allahjalla wa 'ala. Dengan demikian, mendakwahkan tauhid

merupakan bagian dari amar ma'ruf yang paling wajib dan paling utama.

Termasuk dalam nahi mungkar juga adalah dengan melarang berbagai bentuk perbuatan dan keyakinan yang tidak ada tuntunannya alias bid'ah. Oleh sebab itulah dakwah Islam -dakwah menuju kejayaan Islam- tidak mungkin terwujud kecuali dengan mendidik manusia dengan tauhid serta membersihkan mereka dari segala kotoran syirik dan bid'ah. Dakwah inilah yang dahulu telah mempersatukan para sahabat -generasi terbaik umat ini- di bawah asuhan tangan Nabi akhir zaman sang teladan terbaikshallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Malik

rahimahullah,“Tidak akan memperbaiki keadaan generasi akhir umat ini kecuali dengan apa-apa yang telah memperbaiki keadaan generasi awalnya.”

Dan suatu hal yang telah dimaklumi bersama, bahwasanya untuk menegakkan dakwah

dibutuhkan bekal ilmu. Ilmu tentang syari'at, ilmu tentang metode berdakwah yang benar, dan ilmu tentang keadaan orang-orang yang didakwahi. Para ulama kita telah menegaskan, bahwa barangsiapa melakukan suatu amalan tanpa ilmu maka tentu kerusakan yang ditimbulkannya jauh lebih besar daripada kebaikan yang dia hasilkan. Demikian pula dakwah. Barangsiapa berdakwah atau menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar tanpa ilmu niscaya keburukan yang ditimbulkan olehnya akan lebih besar atau lebih banyak daripada kebaikan yang didapatkan.

~ Meneladani Sang Nabi

Allah berfirman (yang artinya),“Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah teladan yang indah (uswah hasanah) yaitu bagi orang yang mengharapkan Allah dan hari akhir serta banyak mengingat Allah.”(al-Ahzab : 21)

Muhammad bin 'Ali at-Tirmidzirahimahullah

mengatakan, “Beruswah kepada rasul maksudnya adalah meneladani beliau, mengikuti

(3)

yang menyelisihinya baik berupa ucapan maupun perbuatan.” (lihatasy-Syifaa, hlm. 479)

Allah berfirman (yang artinya),“Katakanlah; Jika kalian benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Ali 'Imran : 31)

Allah berfirman (yang artinya),“Hendaklah merasa takut orang-orang yang menyelisihi dari

perintah/ajaran rasul itu, karena mereka akan tertimpa suatu fitnah/malapetaka, atau akan menimpa mereka azab yang sangat pedih.”

(an-Nuur : 63)

Abu Bakar ash-Shiddiqradhiyallahu'anhuberkata, “Aku tidak akan pernah membiarkan sesuatu yang dahulu diamalkan oleh Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam, kecuali hal itu pasti aku kerjakan. Sesungguhnya aku takut apabila aku tinggalkan sedikit saja dari ajaran beliau maka aku menjadi sesat/menyimpang.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Umar bin Khaththabradhiyallahu'anhuberkata -sambil melihat Hajar Aswad-, “Demi

Allah!Sesungguhnya kamu ini adalah batu, tidak bisa mendatangkan manfaat dan mudharat. Kalaulah bukan karena aku melihat Rasulullah

shallallahu 'alaihi wa sallammenciummu maka niscaya aku pun tidak akan menciummu.” (lihat

asy-Syifaa, hlm. 487)

Allah berfirman (yang artinya),“Barangsiapa menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk dan dia mengikuti selain jalan orang-orang beriman, Kami akan membiarkan dia

terombang-ambing dalam kesesatan yang dia pilih, dan Kami akan memasukkannya ke dalam neraka Jahannam, dan sungguh Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.”(an-Nisaa' : 115) Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,

“Barangsiapa menaatiku sungguh dia telah

menaati Allah, dan barangsiapa durhaka kepadaku sungguh dia telah durhaka kepada Allah...”(HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah

radhiyallahu'anhu)

Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,

“Barangsiapa taat kepadaku niscaya dia masuk surga, dan barangsiapa yang durhaka kepadaku maka dia lah orang yang enggan -masuk surga-.”

(HR. Bukhari dari Abu Hurairahradhiyallahu'anhu)

~ Kedudukan Hadits Nabi

Allah berfirman (yang artinya),“Sungguh Allah telah memberikan karunia kepada orang-orang beriman, ketika Allah utus di tengah-tengah

mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, dia membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah (as-Sunnah), dan sesungguhnya mereka itu sebelumnya benar-benar berada dalam kesesatan yang amat nyata.”(Ali 'Imran : 164)

Sesungguhnya hadits/sabda Nabi merupakan penjelas bagi ayat-ayat al-Qur'an. AllahTa'ala

berfirman (yang artinya),“Dan telah Kami

turunkan kepadamu adz-Dzikr (al-Qur'an) supaya kamu jelaskan kepada manusia apa-apa yang telah diturunkan kepada mereka itu, dan mudah-mudahan mereka mau memikirkan.”

(an-Nahl : 44)

Apa-apa yang disampaikan oleh Nabishallallahu 'alaihi wa sallampada hakikatnya adalah wahyu dari Allah. Sehingga hadits adalah wahyu -meskipun lafalnya dari Rasulshallallahu 'alaihi wa sallam- sebagaimana al-Qur'an adalah wahyu. AllahTa'alaberfirman (yang artinya),“Dan tidaklah dia -Muhammad- itu berbicara dari hawa nafsunya. Tidaklah yang dia ucapkan melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.”(an-Najm : 3-4)

Kembali Kepada al-Qur'an dan Hadits

(4)

Allah dan hari akhir, hal itu lebih baik bagi kalian dan lebih bagus hasilnya.”(an-Nisaa': 59)

Imam Ibnu Katsirrahimahullahdi dalam tafsirnya (2/345) berkata, “Ini adalah perintah dari Allah

'azza wa jalla, bahwasanya segala perkara yang diperselisihkan oleh umat manusia; dalam hal pokok-pokok ataupun cabang-cabang agama, hendaklah persengketaan itu dikembalikan kepada al-Kitab dan as-Sunnah... Sehingga apapun yang telah ditetapkan oleh Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya serta dipersaksikan/dibuktikan oleh keduanya akan kebenarannya maka itulah kebenaran/al-Haq. Dan tidak ada setelah kebenaran melainkan itu adalah kesesatan...”

Imam Ibnul Qayyimrahimahullahmengatakan, “Telah sepakat para ulama terdahulu [salaf] dan belakangan [kholaf] bahwasanya maksud dari kembali kepada Allah adalah dengan

mengembalikan kepada Kitab-Nya, sedangkan kembali kepada Rasul adalah dengan

mengembalikan kepada beliau semasa hidupnya dan kepada Sunnahnya setelah beliau wafat.” (lihat dalamadh-Dhau' al-Munir 'ala at-Tafsir

[2/236])

Imam Ibnu Katsirrahimahullahmengomentari ayat di atas, “Hal ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang tidak mau berhukum dalam hal-hal yang diperselisihkan kepada al-Kitab dan as-Sunnah serta tidak merujuk kepada keduanya dalam menyelesaikan masalah itu, pada

hakikatnya dia bukanlah orang yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.” (lihatTafsir al-Qur'an al-'Azhim[2/346])

~ Ampuni Dosaku...

Syaikh Abdurrazzaq al-Badrhafizhahullah

menyebutkan di dalam bukunyaFiqh al-Ad'iyyah wal Adzkar(3/149) sebuah doa yang sering dibaca oleh Nabishallallahu 'alaihi wa sallamdi dalam sujudnya, yaitu beliau membaca'Allahummaghfir lii dzanbii kullah, diqqahu wa jillah, awwalahu wa aakhirah, wa 'alaaniyyatahu wa sirrah'artinya, “Ya Allah, ampunilah dosaku semuanya; yang kecil

maupun yang besar, yang awal hingga yang terakhir, yang tampak maupun yang tersembunyi.” (HR. Muslim dari Abu Hurairahradhiyallahu'anhu) Salah satu bacaan doa yang diajarkan untuk dibaca ketika sholat -bisa dibaca ketika sujud atau setelah tasyahud- ialah doa yang diajarkan oleh Nabishallallahu 'alaihi wa sallamkepada Abu Bakar ash-Shiddiqradhiyallahu'anhu. Doa itu berbunyi'Allahumma inni zhalamtu nafsii

zhulman katsiiraa, wa laa yaghfirudz dzunuuba illa anta, faghfir lii maghfiratan min 'indik war-hamnii, innaka antal ghafuurur rahiim'artinya, “Ya Allah, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku dengan banyak kezaliman. Dan tidak ada yang bisa mengampuni dosa selain Engkau. Oleh sebab itu ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (HR. Bukhari dan Muslim) (lihatFiqh al-Ad'iyyah wal Adzkar

oleh Syaikh Abdurrazzaq al-Badrhafizhahullah, 3/158)

Bahkan, menjelang wafatnya Nabishallallahu 'alaihi wa sallamberdoa kepada Allah memohon ampunan dari-Nya. Sebagaimana diriwayatkan oleh 'Aisyahradhiyallahu'anhabahwa beliau mendengar Nabishallallahu 'alaihi wa sallam

berdoa menjelang wafatnya,'Allahummaghfirlii war-hamnii, wa al-hiqnii bir rafiiqil a'laa'artinya, “Ya Allah, ampunilah aku dan rahmatilah aku, dan kumpulkanlah diriku bersama ar-Rafiq al-A'la (teman-teman yang termulia).” (HR. Bukhari dan Muslim) (lihatFiqh al-Ad'iyyah wal Adzkar, 3/226) Telah menjadi kebiasaan Nabishallallahu 'alaihi wa sallamapabila selesai dari suatu

majelis/pertemuan beliau pun berdoa di akhirnya,

'Sub-haanakallahumma wabihamdika asyhadu anlaa ilaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik'

(5)

Wahai saudaraku -semoga Allah berikan taufik kepada kami dan anda- lihatlah bagaimana manusia yang paling berilmu dan paling bertakwa seperti Nabishallallahu 'alaihi wa sallamsaja senantiasa beristighfar dan bertaubat kepada Allah. Padahal beliau adalah beliau.... Lalu bagaimana lagi dengan kita ini; bukankah kita lebih butuh kepada istighfar dan taubat?!

~ Subhanallahi Wa Bihamdihi

Bismillah.

Ibnu Hajarrahimahullahmembawakan hadits dalamBulughul Maramdari Abu Hurairah

radhiyallahu'anhu: Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Barangsiapa mengucapkan 'subhanallahi wa bihamdih' seratus kali niscaya akan terhapus dosa-dosanya (dosa-dosa kecil) walaupun ia seperti banyaknya buih lautan.”

(Muttafaq 'alaih)

Makna ucapansubhanallah(maha suci Allah) adalah : tersucikannya Allah dari segala sesuatu yang tidak pantas baginya, baik berupa sekutu, teman/istri, anak, dan segala sesuatu yang tidak layak bagi-Nya. Yang dimaksud dosa-dosa di sini adalah dosa-dosa kecil, karena dosa besar tidak bisa terhapus kecuali dengan taubat. Keutamaan semacam ini hanya diperoleh bagi orang-orang yang komitmen dalam beragama, bukan bagi orang-orang yang senantiasa memperturutkan segala keinginan hawa nafsunya dan suka menerjang larangan-larangan Allah (lihat keterangan Imam ash-Shan'anirahimahullah

dalamSubul as-Salam, 4/2097-2098)

Imam Bukharirahimahullahmencantumkan hadits ini di dalam Sahih-nya dalam kitabad-Da'awaat

dan memberi judul dengan bab 'Keutamaan Tasbih'. Ibnu Hajarrahimahullahmenjelaskan bahwa istilah tasbih juga digunakan untuk menyebut segala bentuk ucapan dzikir dan bisa juga dipakai untuk menyebut sholat sunnah. Keutamaan yang disebutkan di dalam hadits tersebut bisa diraih apabila terpenuhi dua syarat :

Pertama; menjauhi segala bentuk dosa besar yaitu dengan menunaikan segala kewajiban dan

meninggalkan semua keharaman.Kedua; tidak terus-menerus dalam melakukan dosa kecil (lihat keterangan Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi

hafizhahullahdalamMin-hatul Malik al-Jalil, 11/320-321)

Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihihafizhahullahjuga menerangkan bahwa yang dimaksud oleh hadits ini adalah orang yang mengucapkan kalimat tersebut -subhanallahi wa bihamdihi- sebanyak seratus sekali secara berturut-turut, bukan secara terpisah-pisah atau dicicil. Bacaan ini bisa dibaca ketika awal siang atau di pagi hari, bisa juga dibaca ketika sore hari atau di awal malam (lihat

Min-hatul Malik al-Jalil Syarh Shahih Muhammad ibn Isma'il, 11/321)

Di dalam bacaan dzikir ini telah tergabung dua bentuk dzikir yaitu tasbih dan tahmid. Sehingga di dalam bacaan ini kita diajari untuk menyucikan Allah dari segala sifat kekurangan dan aib serta untuk memuji Allah atas segala nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada kita (lihat keterangan Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzanhafizhahullah

dalamTas-hil al-Ilmam, 6/316)

Syaikh Abdurrazzaq al-Badrhafizhahullah

menjelaskan bahwa pujian ataual-hamdadalah menyebut-nyebut sifat-sifat terpuji pada Dzat yang disanjung -yaitu Allah- yang disertai dengan perasaan cinta dan pengagungan kepada-Nya (lihatSyarh Manhaj al-Haq, hlm. 19)

Syaikh Abdurrazzaq al-Badrhafizhahullahjuga menjelaskan bahwa ucapantahmid-alhamdulillah

(6)

Disebutkan dalam hadits sahih riwayat Imam Muslim, bahwa Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Bahwa ucapan yang paling Allah cintai adalah 'subahanallahi wa bihamdihi'.”

(lihatKitab adz-Dzikr wa ad-Du'aa'karya Syaikh Abdurrazzaq al-Badrhafizhahullah, hlm. 10) Dianjurkan pula untuk membaca'subhanallahi wa bihamdihi'seratus kali setiap pagi dan sore berdasarkan hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairahradhiyallahu'anhu, Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Barangsiapa

membaca ketika pagi dan sore 'subhanallahi wa bihamdihi' seratus kali maka tidak ada seorang pun yang datang pada hari kiamat dengan sesuatu yang lebih utama daripada apa yang dia bawa kecuali orang yang melakukan seperti apa yang dia lakukan atau menambah padanya.”(lihatKitab adz-Dzikr wa ad-Du'aa', hlm. 13)

Suatu pujian yang disebut denganal-hamdbisa mengandung dua makna; pujian atas nikmat dan ini termasuk dalam cakupan syukur, atau

bermakna pujian atas kesempurnaan sifat yang dimiliki oleh Allah. Syukur terwujud dengan adanya nikmat, sementara pujian/hamd terwujud dengan adanya limpahan nikmat maupun

sebab-sebab yang lain. Oleh sebab itu

hamd/pujian lebih luas daripada syukur. Dengan demikian setiap orang yang ber-tahmid/memuji Allah -dengan lisan- sedang bersyukur

kepada-Nya, tetapi tidak setiap orang yang bersyukur dalam keadaan ber-tahmid dengan lisan; karena syukur juga bisa berbentuk keyakinan hati dan amal perbuatan badan (lihat keterangan Imam al-Baghawirahimahullahdalam tafsirnya

Ma'alim at-Tanzil, hlm. 9)

Imam Ibnu Katsirrahimahullahmenyebutkan dalam tafsirnya, bahwa sahabat Ibnu 'Abbas

radhiyallahu'anhumaberkata,“Ucapan

alhamdulillah merupakan kalimat setiap orang yang bersyukur.”(lihatTafsir al-Qur'an al-'Azhim, 1/128)

Ucapan alhamdulillah merupakan doa yang paling utama, sedangkan ucapan laa ilaha illallah adalah kalimat dzikir yang paling utama. Dari Jabir bin

Abdillahradhiyallahu'anhu, Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Dzikir yang paling utama adalah laa ilaha illallah sedangkan doa yang paling utama adalah alhamdulillah.”(HR. Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah)

Apabila kita telah memahami bahwa di dalam kalimatsubhanallahterkandung penyucian atas diri Allah dari segala hal yang tidak pantas bagi-Nya -dan salah satunya adalah penyucian Allah dari segala bentuk sekutu dan sesembahan tandingan- jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya di dalam kalimatsubhanallahtelah terkandung pula makna kalimat laa ilaha illallah. Sebagaimana Allah juga terpuji karena keesaan-Nya dalam hal ibadah; sehingga kita memuji-Nya. Oleh sebab itulah -wallahu a'lam- mengapa di dalam hadits di atas -dalam riwayat Muslim- disebutkan bahwa kalimatsubhanallahi wa bihamdihimerupakan ucapan yang paling dicintai oleh Allah.

Dan yang tidak kalah penting daripada itu adalah bahwa kalimat ini -subhanallahi wa bihamdihi -memberikan faidah bagi kita untuk selalu bersyukur kepada Allah atas nikmat-Nya yang tidak terhingga dan untuk terus beribadah kepada-Nya dengan ikhlas serta menjauhi syirik. Kita pun harus cinta dan tunduk kepada Allah dengan sepenuhnya. Di sisi lain kita harus terus bertaubat dari dosa dan kesalahan kita, karena dosa-dosa itu akan terhapus dengan sempurna jika kita meninggalkan dan bertaubat dari dosa besar maupun dosa kecil.

Kita tidak boleh meremehkan dosa walaupun itu bukan dosa besar. Karena dosa-dosa kecil itu apabila dibiarkan akan membinasakan pelakunya, terlebih lagi jika kita juga meremehkannya. Ibnu Mas'udradhiyallahu'anhuberkata,“Seorang mukmin melihat dosa-dosanya seperti orang yang duduk di bawah gunung; dia khawatir gunung itu akan hancur menimpa dirinya...”

Semoga catatan singkat ini bermanfaat bagi kita.

(7)

~ Kebaikan Dunia dan Akhirat

Bismillah.

Salah satu doa yang sering dibaca oleh Rasul

shallallahu ‘alaihi wa sallamadalah‘Rabbana aatina fid dun-ya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qinaa ‘adzaban naar…’dalam sebagian riwayat disebutkan‘Allahumma aatinaa fid dun-ya

hasanah dst.’sebagaimana diriwayatkan oleh Anas bin Malikradhiyallahu’anhuyang tercantum di dalam Sahih Muslim.

Doa ini berisi permintaan kepada Allah agar memberikan kepada kita kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Bukharirahimahullahdalam Sahihnya di kitab ad-Da’awaat. Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi

hafizhahullahmenjelaskan bahwa kebaikan di dunia itu mencakup ilmu yang bermanfaat, amal salih, iman, tauhid, kesehatan dan

keselamatan/afiyat, rezeki yang halal, dan istri yang salihah (lihatMinhatul Malik, 11/289) Sebagian ulama yang lain menafsirkan bahwa kebaikan dunia itu secara ringkas terangkum dalam dua hal; yaitu ilmu dan ibadah. Sedangkan kebaikan di akhirat adalah surga. Hadits tersebut juga memberikan faidah bahwa semestinya seorang muslim memiliki cita-cita yang tinggi; yaitu meraih kebaikan di dunia dan di akhirat. Oleh sebab itu hendaknya seorang muslim memperbanyak doa ini diantara doa-doa yang ia panjatkan setiap harinya kepada Allah.

Doa ini mengingatkan kita akan sebuah doa yang dipanjatkan oleh Syaikh Muhammad at-Tamimi

rahimahullahdi bagian awal risalahnyaQawa’id Arba’,“Semoga Allah menjadi penolongmu di dunia dan di akhirat…”Betapa indah doa yang beliau panjatkan ini demi kebaikan orang-orang yang membaca risalahnya dan mendengar pembacaan kitab itu…

Apabila Allah telah menjadi penolong seorang hamba di dunia dan di akhirat maka Allah akan membimbingnya keluar dari berbagai kegelapan menuju cahaya; dari kegelapan syirik menuju cahaya tauhid, dari kegelapan kekafiran menuju

cahaya iman, dari gelapnya bid’ah menuju terangnya sunnah, dan dari gelapnya maksiat menuju cahaya ketaatan…

Di dalam doa nabi tersebut juga terkandung faidah peringatan akan bahaya neraka dan sebab-sebab yang menjerumuskan manusia ke dalamnya, serta motivasi untuk menempuh jalan-jalan yang akan mengantarkan manusia untuk bahagia di dunia dan di akhirat. Oleh sebab itu setiap pagi ba’da subuh Nabishallallahu ‘alaihi wa sallamjuga berdoa meminta ilmu yang

bermanfaat, rezeki yang baik dan amal yang diterima; karena inilah sebab-sebab kebahagiaan hamba.

Karena itulah tidak heran mengapa Nabi

shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

“Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada jasad atau rupa kalian; akan tetapi Allah melihat kepada hati dan amal-amal kalian.”(HR. Muslim). Hal ini seolah menjadi bantahan bagi sebagian orang yang menilai bahwa kebahagiaan sejati itu diukur dengan keelokan rupa dan kebugaran tubuh. Sebab pada hakikatnya kebahagiaan hakiki adalah yang berangkat dan mengalir dari dalam hati.

Oleh sebab itu para ulama merumuskan tiga pilar bahagia; yaitu mensyukuri nikmat, bersabar menghadapi musibah, dan bertaubat dari dosa-dosa. Ringkasnya kebahagiaan itu hanya bisa diraih dengan ketaatan beribadah kepada Allah. Ibadah yang tegak di atas keikhlasan. Ibadah yang berlandaskan kecintaan dan pengagungan. Ibadah yang menumbuhkan rasa takut dan harap di dalam hati pelakunya. Ibadah yang dikerjakan murni demi mencari wajah Allah, bukan karena ingin mendapatkan ucapan terima kasih atau imbalan atas kebaikannya.

(8)

Kepada Allah semata kita mohon taufik dan keteguhan hati di atas kebenaran.

~ Diantara Jari Jemari Allah

Imam Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya dari Syahr bin Hausyab, dia berkata : Aku berkata kepada Ummu Salamah, “Wahai Ibunda kaum beriman, apakah doa yang paling banyak dibaca oleh Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam

ketika berada di sisimu?” maka beliau menjawab, “Doa yang paling sering beliau baca adalah'Yaa muqollibal quluub, tsabbit qolbii 'ala diinik'yang artinya 'Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu'.” Ummu Salamah mengatakan : Aku pun berkata, “Wahai Rasulullah, betapa seringnya anda berdoa dengan membaca'Yaa muqollibal quluub, tsabbit qolbii 'ala diinik'?! Maka beliau pun menjawab, “Wahai Ummu Salamah, tidaklah ada seorang anak Adam melainkan hatinya berada diantara dua jari dari jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki akan Allah luruskan, dan siapa yang Allah

kehendaki maka Allah akan simpangkan.” Mu'adz -seorang periwayat- pun membaca ayat (yang artinya),“Wahai Rabb kami, janganlah Engkau sesatkan hati kami setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami.”Hadits ini disahihkan al-Albani (lihat Sahih Sunan Tirmidzi, 3/447)

Di dalam hadits yang agung ini, Rasulullah

shallallahu 'alaihi wa sallammenunjukkan kepada kita betapa pentingnya memperhatikan keadaan hati. Sebab baiknya hati akan membuahkan baiknya ucapan dan tingkah laku dalam

kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, rusaknya hati akan membuahkan kerusakan pada ucapan dan perilaku. Oleh sebab itu setiap muslim butuh kepada pertolongan Allah agar meluruskan dan meneguhkan hatinya di atas kebenaran. Sebab tanpa bantuan dari Allah tidak akan mungkin hatinya bisa tegak di atas Islam dan Sunnah. Di dalam hadits ini juga terkandung pelajaran bahwasanya doa memiliki pengaruh yang besar terhadap kehidupan seorang hamba. Bahkan doa itulah wujud penghambaan kepada Allah. Doa ada dua macam; doa berisi pujian dan sanjungan atau

biasa disebut dengan doa ibadah ataudoa tsanaa', yang kedua adalah doa berisi permintaan atau permohonan yang biasa disebut dengan istilah

doa mas'alah. Doa yang disebutkan dalam hadits ini termasuk doa mas'alah. Adapun doa berupa pujian misalnya adalah 'alhamdulillah', inilah yang disebut dengan doa tsanaa'.

Dianjurkan untuk sering membaca doa ini'Yaa muqollibal quluub tsabbit qolbii 'ala diinik'

sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi

shallallahu 'alaihi wa sallam. Doa ini bisa dibaca ketika waktu-waktu terkabulnya doa misalnya diantara adzan dan iqomah, atau ketika sebelum salam ketika sholat, atau ketika sujud, atau ketika di sepertiga malam terakhir, atau bisa juga dibaca di rumah ketika sedang bersama keluarga yaitu istri dan anak-anak. Tidak dipungkiri bahwasanya keberadaan istri, anak-anak dan harta menjadi fitnah/cobaan bagi hati manusia. Betapa banyak orang yang hanyut dalam penyimpangan karena fitnah-fitnah ini. Oleh sebab itu sudah selayaknya kita juga berlindung kepada Allah dari segala macam fitnah yang menyesatkan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Seperti doa yang dibaca oleh para sahabat'Na'uudzu billahhi minal fitan, maa zhahara minhaa wa maa bathan'

yang artinya, “Kami berlindung kepada Allah dari fitnah-fitnah; yang tampak maupun yang

tersembunyi.” (HR. Muslim)

Seorang hamba hendaknya menggantungkan hatinya kepada Allah semata. Karena Allah lah yang mampu membolak-balikkan hati dan mengarahkannya menuju kebaikan atau penyimpangan. Apabila manusia cenderung kepada kebatilan maka Allah pun menyesatkan hati mereka menuju keburukan. Sebaliknya, jika mereka cenderung mengabdi kepada Allah dan tunduk kepada-Nya niscaya Allah akan berikan petunjuk dan bimbingan kepada mereka menuju jalan-Nya. Hal ini juga menunjukkan kepada kita betapa besar nikmat hidayah bagi seorang hamba. Inilah nikmat paling agung yang akan

(9)

kepada mereka hal-hal yang mendatangkan kebaikan bagi dunia dan akhirat mereka.

~ Keutamaan Doa dan Dzikir

Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, Nabi

shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Tidak ada suatu perkara yang lebih mulia bagi Allah ta'ala daripada doa.”(HR. Tirmidzi, dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi no. 3370)

Dari an-Nu'man bin Basyirradhiyallahu'anhu, Nabi

shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Doa adalah hakikat dari ibadah.”(HR. Tirmidzi, dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi no. 3372)

Dari Abu Hurairahradhiyallahu'anhu, Rasulullah

shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,

“Barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah maka Allah akan murka kepadanya.”(HR. Tirmidzi, dan dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi no. 3373)

Dari Abdullah bin Busrradhiyallahu'anhu, bahwa ada seorang lelaki yang berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syari'at Islam telah banyak pada diriku. Oleh sebab itu ajarkanlah kepadaku sesuatu yang bisa mengokohkanku.” Beliau bersabda,

“Hendaknya lisanmu terus-menrus basah karena dzikir kepada Allah.”(HR. Tirmidzi, dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi no. 3375)

Dari Abud Darda'radhiyallahu'anhu, Nabi

shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Maukah kukabarkan kepada kalian tentang suatu amalan kalian yang terbaik dan paling suci di sisi Penguasa kalian (Allah) dan yang paling bisa mengangkat derajat kalian, bahkan lebih baik bagi kalian dari berinfak dengan emas dan perak dan lebih baik daripada ketika kalian bertemu dengan musuh kalian sehingga kalian memenggal leher mereka atau mereka memenggal leher kalian?!” mereka menjawab, “Tentu saja mau.” Beliau bersabda, “Yaitu berdzikir kepada Allah ta'ala.”(HR. Tirmidzi, dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi no. 3377)

Dari Abu Hurairahradhiyallahu'anhu, Nabi

shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Tidaklah suatu kaum duduk dalam sebuah majelis

sementara mereka tidak mengingat Allah di dalamnya dan juga tidak bersalawat kepada nabi mereka kecuali hal itu akan mendatangkan penyesalan bagi mereka. Apabila Allah

berkehendak niscaya Allah akan mengazab mereka, dan apabila Allah berkehendak maka Allah akan mengampuni mereka.”(HR. Tirmidzi, dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi no. 3380)

Dari Abu Hurairahradhiyallahu'anhu, Rasulullah

shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,

“Barangsiapa yang ingin dikabulkan doanya ketika dalam keadaan sempit dan susah hendaklah dia memperbanyak doa ketika dalam keadaan lapang.”(HR. Tirmidzi, dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi no. 3382)

Dari Jabir bin Abdullahradhiyallahu'anhuma, Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,

“Seutama-utama dzikir adalah laa ilaha illallah, dan seutama-utama doa adalah alhamdulillah.”

(HR. Tirmidzi, dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi no. 3383)

Dari Utsman bin Affanradhiyallahu'anhu,

Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,

“Tidaklah seorang hamba membaca pada waktu pagi atau sore di setiap harinya bacaan

'bismillahilladzi laa yadhurru ma'asmihi syai'un fil ardhi wa laa fis samaa' wa huwas samii'ul 'aliim' sebanyak tiga kali melainkan dia akan terlindung dari bahaya apapun.”(HR. Tirmidzi, dinyatakan hasan sahih oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi no. 3388)

Dari Anas bin Malikradhiyallahu'anhu, beliau berkata : Adalah Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallamsering sekali berdoa dengan membaca'Yaa Muqollibal quluub, tsabbit qolbii 'alaa diinik'

(10)

membenarkan ajaran yang anda bawa?!” beliau menjawab,“Sesungguhnya hati-hati itu berada diantara jari-jemari ar-Rahman 'azz wa jalla; Dia lah yang akan membolak-balikkannya.”(HR. Ibnu Majah, dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Ibni Majah no. 3107)

Dari Jabirradhiyallahu'anhu, Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Mintalah kepada Allah ilmu yang bermanfaat dan berlindunglah kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat.”(HR. Ibnu Majah, dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Ibni Majah no. 3114)

Dari Abu Hurairahradhiyallahu'anhu, Rasulullah

shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Demi Allah, sungguh aku benar-benar memohon

ampunan kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.”(HR. Bukhari no. 5861)

Dari Hudzaifah bin al-Yamanradhiyallahu'anhu

beliau berkata : Kebiasaan Nabishallallahu 'alaihi wa sallamapabila hendak berbaring menuju tempat tidurnya maka beliau membaca doa

'bismika ahyaa wa amuut'yang artinya, “Dengan menyebut nama-Mu aku hidup dan mati.” Dan apabila bangun tidur beliau membaca

'alhamdulillaahilladzi ahyaanaa ba'da maa amaatana wa ilaihin nusyuur'yang artinya, “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan kepada-Nya lah dibangkitkan.” (HR. Bukhari no. 5866)

Dari Anas bin Malikradhiyallahu'anhu, beliau berkata : Kebiasaan Nabishallallahu 'alaihi wa sallamapabila hendak masuk kamar kecil atau buang air maka beliau membaca doa'Allahumma inni a'uudzu bika minal khubutsi wal khobaa'its'

artinya, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan lelaki dan setan perempuan.” (HR. Bukhari no. 5876)

Dari Abu Bakar ash-Shiddiqradhiyallahu'anhu, beliau berkata kepada Nabishallallahu 'alaihi wa sallam, “Ajarkan kepadaku sebuah doa untuk aku baca di dalam sholatku.” Beliau pun bersabda, “Ucapkanlah'Allahumma inni zhalamtu nafsii zhulman katsiiraa wa laa yaghfirudz dzunuuba illa

anta faghfir lii maghfiratan min 'indik war-hamnii, innaka antal ghofuurur rohiim'yang artinya, “Ya Allah sesungguhnya aku telah menzalimi diriku dengan banyak kezaliman dan tiada yang bisa mengampuni dosa-dosa selain Engkau, oleh sebab itu ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan rahmatilah aku, sesungguhnya Engkau lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (HR. Bukhari no. 5880)

Dari Abu Hurairahradhiyallahu'anhu, Rasulullah

shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,

“Sesungguhnya Allah berkata : Aku mengikuti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Aku akan senantiasa bersama-Nya selama dia berdoa kepada-Ku.”(HR. Muslim no. 2675)

Dari 'Aisyahradhiyallahu'anha, adalah Rasulullah

shallallahu 'alaihi wa sallambiasa membaca doa

'Allahuma inni a'uudzu bika min syarri maa 'amiltu wa min syarri maa lam a'mal'yang artinya, “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari keburukan amalan yang aku perbuat dan dari keburukan apa-apa yang tidak aku perbuat.” (HR. Muslim no. 2716)

Dari Abu Dzarradhiyallahu'anhu, Rasulullah

shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,

“Sesungguhnya kalimat yang paling Allah cintai adalah 'subhanallahi wa bihamdih' yang artinya, “Maha Suci Allah dan dengan senantiasa

memuji-Nya.”.”(HR. Muslim no. 2731) Semoga Allah menjadikan kita termasuk

(11)

~ Beramal Sebelum Datangnya Fitnah

Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

“Bersegaralah beramal sebelum datangnya fitnah-fitnah seperti potongan malam yang gelap gulita. Pada pagi hari seorang masih beriman tetapi di sore harinya menjadi kafir. Atau pada sore hari beriman tetapi keesokan harinya menjadi kafir. Dia menjual agamanya demi mencari

perhiasan/kesenangan dunia.”(HR. Muslim, Tirmidzi dan Ahmad)

Hasan al-Bashrirahimahullahmenjelaskan salah satu maksud hadits ini. Beliau berkata,“Pada pagi hari seorang muslim masih menetapkan

terjaganya kesucian darah, kehormatan dan harta saudaranya tetapi pada sore hari dia berubah menjadi menghalalkannya. Dan pada sore hari dia masih menjaga kesucian darah, kehormatan dan harta saudaranya lalu keesokan harinya dia berubah menjadi menghalalkannya.”Demikian sebagaimana dinukil oleh Imam Tirmidzi (lihat dalamBasha’ir fil Fitanhlm. 117 karya Syaikh Dr. Muhammad Isma’il al-Muqoddam)

Dari hadits dan atsar di atas banyak hal yang bisa kita ambil pelajaran. Diantaranya adalah bahwa fitnah atau kerusakan yang menerpa seorang muslim akan menyebabkan rusaknya agama. Oleh sebab itu kita diperintahkan untuk berlindung dari fitnah-fitnah yang menyesatkan. Sebagaimana yang diucapkan oleh para sahabatna’udzu billaahi minal fitan; maa zhahara minhaa wa maa bathan

yang artinya,“Kami berlindung kepada Allah dari fitnah-fitnah; yang tampak dan yang tersembunyi.”

(HR. Muslim)

Salah satu bentuk atau akibat fitnah/kekacauan itu adalah terjadinya pertumpahan darah diantara kaum muslimin karena tindakan memberontak kepada pemerintah muslim. Hal ini bisa kita lihat dalam sejarah seperti pemberontakan yang dilakukan oleh Khawarij ataupun terjadinya perang dalam kondisi fitnah. Hal ini menyebabkan rusaknya hubungan diantara kaum muslimin -antara rakyat dan penguasa- dan rusaknya persatuan. Dan sebagaimana diketahui

bahwasanya pembunuhan kepada sesama muslim adalah salah satu bentuk kekafiran ashghar. Oleh

sebab itu para ulama Ahlus Sunnah melarang kudeta kepada pemerintah muslim; walaupun ia zalim dan ahli maksiat. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Taimiyahrahimahullah, bahwa bersabar menghadapi ketidakadilan penguasa adalah salah satu pokok diantara pokok-pokok Ahlus Sunnah.

Dalam kondisi fitnah, melakukan amal-amal salih dan beribadah kepada Allah adalah perisai yang akan melindungi dari terpaan fitnah. Dalam hadits lain, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam

bersabda,“Beribadah ketika terjadi kekacauan -fitnah atau maraknya pembunuhan- seperti berhijrah kepadaku.”(HR. Muslim). Hal ini juga menunjukkan kepada kita bahwasanya ikut menceburkan diri ke dalam fitnah dan pergolakan politik melawan penguasa muslim bukanlah termasuk amal salih dan ibadah. Sebab syari’at memerintahkan kita untuk tetap mendengar dan taat kepada penguasa muslim bagaimana pun kondisinya selama bukan dalam hal maksiat.

Di sinilah kita mengenal kaidah para ulama yaitu

saddu dzari’ahatau menutup celah-celah keburukan. Semua pintu dan jalan yang akan menjerumuskan manusia ke dalam fitnah dan keburukan haruslah dibendung. Membendung fitnah itu adalah dengan menjauhi segala bentuk ucapan dan perbuatan yang semakin menyulut atau menyalakan api fitnah. Oleh sebab itu para ulama menegaskan terlarangnya mengkritik penguasa di muka publik melalui aksi-aksi demonstrasi, unjuk rasa, dan lain sebagainya. Karena pada akhirnya hal itu akan melahirkan dampak negatif yang lebih besar. Diantara dampaknya adalah ghibah, namimah, kerusuhan, perpecahan, bahkan pertumpahan darah.

Imam al-Ajurrirahimahullahmeriwayatkan dari Ibnu Mas’udradhiyallahu’anhu, beliau berkata,

(12)

Dalam kitabnyaMinhajus Sunnah, Ibnu Taimiyah

rahimahullahberkata,“... Oleh sebab itu telah menjadi ketetapan dalam pedoman Ahlus Sunnah untuk meninggalkan peperangan ketika terjadi fitnah berdasarkan hadits-hadits sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka pun menyebutkan prinsip ini di dalam aqidah yang mereka tulis. Mereka memerintahkan untuk bersabar menghadapi ketidakadilan penguasa dan tidak berperang melawan mereka.”(lihatBasha’ir fil Fitan, hlm. 106)

Diantara bentuk amal salih yang paling penting dan paling utama -apalagi dalam situasi fitnah dan kekacauan- adalah dengan terus mempelajari tauhid dan mendakwahkannya kepada umat manusia. Mengajarkan kepada manusia cara yang benar dalam menghamba kepada Rabbnya. Mengajarkan kepada mereka jalan yang lurus dalam mengikuti agama Islam. Mengajarkan kepada mereka cinta karena Allah dan benci karena Allah. Mengajarkan kepada mereka untuk hadir sholat berjama’ah di masjid dan menimba ilmu agama. Mengajarkan kepada mereka untuk menghormati ulama dan penguasa. Mengajarkan kepada mereka untuk berdzikir dan bersyukur kepada Allah. Mengajarkan kepada mereka untuk bertakwa kepada Allah di mana pun dan kapan pun. Mengajarkan kepada mereka untuk bersabar ketika tertimpa musibah dan bertaubat dari dosa-dosa. Mengajarkan kepada mereka hal-hal yang semakin memperkuat iman dan

memperingatkan mereka dari hal-hal yang bisa melemahkan dan merusak iman.

Inilah salah satu bagian faidah dan pelajaran dari hadits Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam,“Seorang mukmin bagi seorang mukmin lainnya ibarat sebuah bangunan; dimana satu sama lain saling memperkuat.”(HR. Bukhari)

Semoga nasihat singkat ini bermanfaat bagi kita semuanya.

~ Sebagian Hadits Tentang Khawarij

Imam Bukharirahimahullahmeriwayatkan dari Ali bin Abi Thalibradhiyallahu’anhu, Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,“Akan muncul pada akhir zaman, suatu kaum yang masih muda umurnya dan lemah akal pikirannya. Mereka berkata-kata dengan sebaik-baik ucapan manusia, akan tetapi iman mereka tidak melampaui

tenggorokannya. Mereka keluar dari agama seperti melesatnya anak panah yang menembus

sasarannya. Dimana pun kalian jumpai mereka maka bunuhlah mereka itu. Karena sesungguhnya dengan membunuh mereka terdapat pahala bagi orang yang membunuhnya kelak pada hari kiamat.”(HR. Bukhari no. 6455)

Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihihafizhahullahberkata, “Ini adalah dorongan untuk memerangi Khawarij. Karena mereka telah merusak kesatuan dan memecah-belah kalimat kaum muslimin. Oleh sebab itulah terdapat dalil-dalil yang berisi perintah untuk membunuh mereka.” (lihat

Minhatul Malik al-Jalil, 12/419)

Imam Nawawirahimahullahberkata, “Ini adalah dalil yang tegas dan jelas mengenai wajibnya memerangi Khawarij dan bughat/pemberontak, dan hal itu adalah perkara yang disepakati oleh para ulama.” (lihatSyarh Muslim, 4/397)

Imam Muslimrahimahullahmeriwayatkan dari Jabir bin Abdillahradhiyallahu’anhu, beliau mengisahkan : Ada seorang lelaki yang mendatangi Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallamdi Ji’ranah. Ketika itu beliau baru saja pulang dari Hunain. Pada saat itu di atas kain Bilal ada perak dan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallamsedang mengambilnya untuk diberikan kepada orang-orang. Maka lelaki itu berkata,

“Wahai Muhammad! Berbuat adillah.”Beliau menjawab,“Celaka kamu, siapakah yang akan berbuat adil jika aku sendiri tidak berbuat adil? Sungguh aku pasti celaka dan merugi jika tidak berlaku adil.”Maka Umar bin Khaththab

(13)

bahwa aku membunuh teman-temanku sendiri. Sesungguhnya orang ini dan pengikut-pengikutnya membaca al-Qur’an tetapi bacaan itu tidak

melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar darinya sebagaimana anak panah keluar dari sasarannya.”(HR. Muslim no. 1063)

Imam Muslimrahimahullahmeriwayatkan dari Abu Dzarradhiyallahu’anhu, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,“Sesungguhnya

sesudahku nanti akan muncul di tengah-tengah umatku -atau akan ada sesudahku diantara umatku ini- suatu kaum yang membaca al-Qur’an tetapi bacaan mereka itu tidak melampaui

tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana anah panah keluar dari sasarannya kemudian mereka tidak kembali lagi kepadanya. Mereka adalah seburuk-buruk makhluk dan sejelek-jelek manusia.”(HR. Muslim no. 1067) Imam Ibnu Abi ‘Ashimrahimahullahmeriwayatkan dari Sa’id bin Jumhan, dia mengatakan : Aku pernah menemui Ibnu Abi Aufa, sedangkan dia dalam keadaan buta. Aku pun mengucapkan salam kepadanya. Maka beliau menjawab salamku. Lalu beliau bertanya,“Siapakah ini?”. Aku

menjawab,“Aku Sa’id bin Jumhan.”Kemudian beliau bertanya,“Apa yang telah menimpa orang tuamu?”. Aku menjawab,“Dia telah dibunuh oleh kaum Azariqah -salah satu sekte Khawarij, pent-.”

Beliau berkata,“Semoga Allah membinasakan semua penganut Azariqah.”Kemudian beliau berkata,“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuturkan kepada kami, “Ketahuilah,

sesungguhnya mereka itu adalah anjing-anjing penghuni neraka.”.”Aku pun bertanya,“Apakah ini mencakup semua penganut Azariqah ataukah semua Khawarij?”. Beliau menjawab,“Mencakup semua kelompok Khawarij.”(HR. Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah no. 937 dinyatakan hasan sanadnya oleh Syaikh Basim al-Jawabirah)

Faidah Hadits :

Hadits-hadits di atas memberikan faidah bahwa :

a. Khawarij adalah salah satu sekte yang sesat dan membahayakan umat Islam

b. Khawarij harus diperangi dan diberantas

c. Kewajiban para ulama untuk menerangkan kesesatan kaum Khawarij

d. Kewajiban pemerintah untuk melindungi masyarakat dari kejahatan Khawarij

e. Salah satu ciri Khawarij adalah menghalalkan darah kaum muslimin

f. Akar pemikiran Khawarij sudah ada di masa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallamhidup g. Khawarij terdiri dari berbagai macam

kelompok dan aliran

h. Rasulshallallahu ‘alaihi wa sallammenyebut Khawarij sebagai anjing-anjing neraka i. Wajibnya memperingatkan umat dari bahaya

pemikiran Khawarij

~ Tujuan Utama Dakwah Islam

Dari Ibnu 'Abbasradhiyallahu'anhuma, beliau menuturkan bahwa tatkala Nabishallallahu 'alaihi wa sallammengutus Mu'adz bin Jabal

radhiyallahu'anhuke negeri Yaman, maka beliau berpesan kepadanya,“Sesungguhnya engkau akan mendatangi sekelompok orang dari kalangan Ahli Kitab, maka jadikanlah perkara pertama yang kamu serukan kepada mereka syahadat laa ilaha illallah.” Dalam sebagian riwayat disebutkan, “Supaya mereka mentauhidkan Allah.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Semata-mata tegaknya sebuah pemerintahan Islam tidak bisa memperbaiki aqidah umat

manusia. Realita adalah sebaik-baik bukti atasnya. Di sana ada sebagian negara pada masa kini yang membanggakan diri tegak sebagai negara Islam. Akan tetapi ternyata aqidah para penduduk negeri tersebut adalah aqidah pemujaan berhala yang sarat dengan khurafat dan dongeng belaka. Hal itu disebabkan mereka telah menyelisihi petunjuk para nabi dan rasul dalam berdakwah menuju Allah (lihatasy-Syirk fil Qadim wal Hadits[1/80] oleh Abu Bakr Muhammad Zakariya. Cet. Maktabah ar-Rusyd, 1422 H)

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan

hafizhahullahberkata, “Sesungguhnya berhukum dengan syari'at, penegakan hudud, tegaknya daulah islamiyah, menjauhi hal-hal yang

(14)

[syari'at] ini semua adalah hak-hak tauhid dan penyempurna atasnya. Sedangkan ia merupakan cabang dari tauhid. Bagaimana mungkin lebih memperhatikan cabangnya sementara pokoknya justru diabaikan?” (lihat dalam kata pengantar beliau terhadap kitabManhaj al-Anbiya' fi ad-Da'wah ila Allah, fiihil Hikmah wal 'Aqloleh Syaikh Dr. Rabi' bin Hadi al-Madkhali

hafizhahullahhlm. 11 Maktabah al-Ghuroba' al-Atsariyah, cet. ke-2 tahun 1414 H)

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani

rahimahullahberkata: Sungguh membuatku kagum ucapan salah seorang penggerak ishlah/perbaikan pada masa kini. Beliau

mengatakan: “Tegakkanlah daulah/pemerintahan Islam di dalam hati kalian, niscaya ia akan tegak di atas bumi kalian.” (lihatMa'alim al-Manhaj

as-Salafi fi at-Taghyir, hlm. 24)

Salah satu alasan yang menunjukkan betapa pentingnya memprioritaskan dakwah kepada manusia untuk beribadah kepada Allah (baca: dakwah tauhid) adalah karena inilah tujuan utama dakwah, yaitu untuk mengentaskan manusia dari penghambaan kepada selain Allah menuju penghambaan kepada Allah semata. Selain itu, tidaklah ada kerusakan dalam urusan dunia yang dialami umat manusia melainkan sebab utamanya adalah kerusakan yang mereka lakukan dalam hal ibadah mereka kepada Rabbjalla wa 'ala(lihat

Qawa'id wa Dhawabith Fiqh ad-Da'wah 'inda Syaikhil Islam Ibni Taimiyah, hlm. 249 oleh 'Abid bin Abdullah ats-Tsubaiti penerbit Dar Ibnul Jauzi cet I, 1428 H)

Syaikh Khalid bin Abdurrahman asy-Syayi'

hafizhahullahberkata, “Perkara yang pertama kali diperintahkan kepada [Nabi] al-Mushthofa

shallallahu 'alaihi wa sallamyaitu untuk

memberikan peringatan dari syirik. Padahal, kaum musyrikin kala itu juga berlumuran dengan perbuatan zina, meminum khamr, kezaliman dan berbagai bentuk pelanggaran. Meskipun demikian, beliau memulai dakwahnya dengan ajakan kepada tauhid dan peringatan dari syirik. Beliau terus melakukan hal itu selama 13 tahun.

Sampai-sampai sholat yang sedemikian agung pun tidak diwajibkan kecuali setelah 10 tahun

beliau diutus. Hal ini menjelaskan tentang urgensi tauhid dan kewajiban memberikan perhatian besar terhadapnya. Ia merupakan perkara terpenting dan paling utama yang diperhatikan oleh seluruh para nabi dan rasul...” (lihat ta'liq beliau dalamMukhtashar Sirati an-Nabikarya Imam Abdul Ghani al-Maqdisi, hlm. 59-60)

Dari Abu Hurairahradhiyallahu'anhu, Rasulullah

shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Iman itu terdiri dari tujuh puluh lebih atau enam puluh lebih cabang. Yang paling utama adalah ucapan laa ilaha illallah, yang paling rendah adalah

menyingkirkan gangguan dari jalan, dan rasa malu adalah salah satu cabang keimanan.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Imam an-Nawawirahimahullahberkata, “Nabi

shallallahu 'alaihi wa sallammenegaskan bahwa bagian iman yang paling utama adalah tauhid yang hukumnya wajib 'ain atas setiap orang, dan itulah perkara yang tidaklah dianggap sah/benar cabang-cabang iman yang lain kecuali setelah sahnya hal ini (tauhid).” (lihatSyarh Muslim[2/88]) Karena tauhid [uluhiyah] adalah cabang keimanan yang tertinggi maka mendakwahkannya

merupakan dakwah yang paling utama. Syaikh Abdul Malik Ramadhanihafizhahullahberkata, “Oleh sebab itu para da'i yang menyerukan tauhid adalah da'i-da'i yang paling utama dan paling mulia. Sebab dakwah kepada tauhid merupakan dakwah kepada derajat keimanan yang tertinggi.” (lihatSittu Durar min Ushul Ahli al-Atsar, hlm. 16) Syaikh Muhammad bin Jamil Zainurahimahullah

(15)

menjulukinya dengan sebutan 'Wahabi'! agar orang-orang berpaling dari dakwahnya. Apabila mereka mendatangkan kepada kaum itu ayat yang mengandung [ajaran] tauhid muncullah komentar, 'Ini adalah ayat Wahabi'!! Kemudian apabila mereka membawakan hadits, '..Apabila kamu minta pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah.' sebagian orang itu pun mengatakan, 'Ini adalah haditsnya Wahabi'!...” (lihatDa'watu asy-Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab, hlm. 12-13)

~ Karakter Pengikut Manhaj Salaf

Para pengikut manhaj salaf memandang semestinya nasihat untuk pemerintah diberikan secara rahasia. Mereka juga memandang tidak bolehnya membuat perpecahan di tengah kaum muslimin dengan mengobral aib dan keburukan penguasa atau menyebarluaskannya dan

menebarkan rasa kebencian antara pemimpin dengan rakyatnya. Oleh sebab itu para pembela manhaj salaf memandang diharamkannya aksi-aksi demonstrasi dan unjuk rasa.

Hal ini didasari oleh sabda Nabishallallahu 'alaihi wa sallam,“Barangsiapa yang ingin memberikan nasihat kepada penguasa janganlah dia

tampakkan hal itu secara terbuka. Akan tetapi hendaklah dia ambil tangannya lalu menyendiri dengannya. Apabila dia menerima nasihat maka itulah yang diharapkan. Dan apabila dia

menolaknya maka sungguh dia telah menunaikan kewajiban dirinya terhadap penguasa itu.”(HR. Ibnu Abi 'Ashim dalam as-Sunnah dan

ath-Thabrani dalam Musnad asy-Syamiyin) (lihat

Khasha-ish al-Manhaj as-Salafi, hlm. 16 oleh Syaikh Prof. Dr. Abdul Aziz bin Abdullah al-Halil

hafizhahullah)

Seorang ulama besar masa kini, Syaikh Shalih al-Fauzanhafizhahullahmenegaskan bahwasanya membicarakan aib penguasa atau mengkritik mereka di hadapan publik termasuk perbuatan ghibah dan namimah/adu-domba; sedangkan kedua hal ini termasuk perkara yang paling diharamkan setelah syirik. Terlebih-lebih lagi yang dibicarakan aibnya adalah ulama atau penguasa,

maka dosanya lebih berat disebabkan banyaknya kerusakan yang ditimbulkan olehnya, diantaranya adalah terjadinya perpecahan, prasangka buruk kepada penguasa, dan membangkitkan rasa putus asa pada diri rakyatnya (lihatal-Ajwibah

al-Mufidah 'an As'ilatil Manahij al-Jadidah, hlm. 109)

Janganlah kita menyepelekan nasihat para ulama! Karena dalam situasi fitnah, kalimat dan ucapan bisa lebih ganas daripada tebasan pedang dan senjata. Ucapan yang membangkitkan amarah para pengunjuk rasa kepada penguasa, disertai pekikan takbir dan teriakan-teriakan yang mengatasnamakan al-Qur'an dan keadilan. Bukankah hal serupa telah dilakukan kaum Khawarij pada awal-awal sejarah Islam sehingga mereka pun mengkafirkan para sahabat dan juga membunuh seorang khalifah yang mulia Utsman bin 'Affanradhiyallahu'anhu?!

Imam al-Khallal meriwayatkan dalam as-Sunnah, bahwa ketika sebagian orang mengajak Imam Ahmad bin Hanbalrahimahullahmemberontak kepada penguasa ketika itu yang memaksakan akidah sesat bahwa al-Qur'an itu makhluk, Ahmad bin Muhammad ash-Sha'igh menceritakan : Aku berkata,“Bukankah manusia sekarang ini sedang dilanda fitnah, wahai Abu Abdillah?”-maksudnya fitnah/kesesatan dari penguasa tersebut, pent-. Imam Ahmad menjawab,“Ya, meskipun demikian hal itu adalah fitnah yang khusus. Namun jika pedang sudah terhunus maka fitnah itu justru semakin meluas dan membara sehingga

terputuslah semua jalan. Bersabar dalam kondisi ini dengan tetap menjaga keselamatan agamamu itu jauh lebih baik bagimu.”Oleh karena itu beliau -Imam Ahmad- mengingkari aksi pemberontakan melawan penguasa. Beliau berkata,“Pertumpahan darah, aku tidak sependapat dengannya dan aku tidak akan memerintahkan hal itu.”(lihat

al-Manhaj as-Salafi 'inda Syaikh al-Albani, hlm. 242)

Lihatlah kedalaman ilmu dan fikih ulama besar pembela Sunnah sekelas Imam Ahmad bin Hanbal

(16)

penguasa dengan senjata ataupun sekedar dengan kalimatnya.

Beliau tidak menganjurkan pemberontakan karena pada akhirnya hal itu akan menumpahkan darah kaum muslimin. Sebuah fitnah besar yang akan merusak segalanya. Padahal Imam Ahmad pula yang memberikan fatwa tegas tentang kafirnya keyakinan al-Qur'an sebagai makhluk. Adakah orang yang mau memahami dan meneladani kebijaksanaan seorang imam diantara imam-imam Ahlus Sunnah ini?!

~ Menempuh Jalan Keselamatan

Dari Mu'awiyah bin Abi Sufyanradhiyallahu'anhu, Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,

“Ketahuilah bahwa kaum ahli kitab sebelum kalian berpecah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan sungguh agama ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Tujuh puluh dua di neraka, dan satu di surga; yaitu al-Jama'ah.”(HR. Abu Dawud, dihasankan al-Albani)

Dari Abdullah bin 'Amrradhiyallahu'anhuma, Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,

“Sesungguhnya Bani Isra'il berpecah menjadi tujuh puluh dua golongan. Adapun umatku akan

berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya di neraka kecuali satu golongan saja.” Mereka pun bertanya, “Siapakah golongan itu wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab,

“Orang-orang yang mengikuti aku dan para sahabatku.”(HR. Tirmidzi, dihasankan al-Albani) Dari al-'Irbadh bin Sariyahradhiyallahu'anhu, beliau menuturkan: Pada suatu hari tatkala Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallamsholat mengimami kami, kemudian beliau menghadap kepada kami. Beliau pun menasehati kami dengan suatu nasehat yang membuat air mata berlinang dan hati merasa takut. Maka ada seseorang yang berkata, “Wahai Rasulullah! Seakan-akan ini adalah nasehat seorang yang hendak berpisah. Apakah yang hendak anda pesankan kepada kami?”. Beliau pun bersabda,“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan patuh, meskipun pemimpinmu

adalah seorang budak Habasyi. Barangsiapa diantara kalian yang masih hidup sesudahku akan melihat banyak perselisihan. Oleh sebab itu berpegang teguhlah kalian dengan

Sunnah/ajaranku dan Sunnah para khalifah yang lurus lagi mendapat hidayah. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham kalian! Jauhilah perkara-perkara yang diada-adakan, karena setiap ajaran yang

diada-adakan itu bid'ah. Dan setiap bid'ah adalah sesat.”(HR. Abu Dawud, disahihkan al-Albani) Imam Abu Ja'far ath-Thahawirahimahullah

berkata, “Kami mengikuti Sunnah dan Jama'ah, dan kami menjauhi ajaran-ajaran yang nyleneh, perselisihan, dan perpecahan.” (lihatal-'Aqidah ath-Thahawiyah, hasyiyah Syaikh Muhammad bin Mani' dan ta'liq Syaikh Bin Baz, hlm. 69 cet. Adhwa' as-Salaf).

Imam Ibnu Abil 'Izz al-Hanafirahimahullah

berkata, “Sunnah adalah jalan Rasulshallallahu 'alaihi wa sallam. Adapun al-Jama'ah adalah jama'ah kaum muslimin; mereka itu adalah para sahabat, dan para pengikut setia mereka hingga hari kiamat. Mengikuti mereka adalah petunjuk, sedangkan menyelisihi mereka adalah kesesatan.” (lihatSyarh al-'Aqidah ath-Thahawiyah, takhrij Syaikh al-Albani, hlm. 382 cet. al-Maktab al-Islami)

Imam al-Ajurrirahimahullahberkata, “Ciri orang yang dikehendaki kebaikan oleh Allah adalah meniti jalan ini; Kitabullah dan Sunnah Rasulullah

shallallahu 'alaihi wa sallam, serta Sunnah para Sahabatnyaradhiyallahu'anhumdan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Dia

mengikuti jalan para imam kaum muslimin yang ada di setiap negeri sampai para ulama yang terakhir diantara mereka; semisal al-Auza'i, Sufyan ats-Tsauri, Malik bin Anas, asy-Syafi'i, Ahmad bin Hanbal, al-Qasim bin Sallam, dan orang-orang yang berada di atas jalan yang mereka tempuh serta dengan menjauhi setiap madzhab/aliran yang dicela oleh para ulama tersebut.” (lihat

Da'a'im Minhaj Nubuwwah, hlm. 49)

(17)

kami dahulu senantiasa mengatakan, “Berpegang teguh dengan Sunnah adalah keselamatan.”.” 'Umar bin Abdul 'Azizrahimahullahberkata, “Hendaknya kamu berpegang teguh dengan Sunnah, karena ia -dengan izin Allah- akan menjaga dirimu.” (lihatDa'a'im Minhaj an-Nubuwwah, hlm. 340-341)

Abdullah bin Mas'udradhiyallahu'anhuberkata, “Ikutilah tuntunan, dan jangan membuat ajaran-ajaran baru, karena sesungguhnya kalian telah dicukupkan.” Beliauradhiyallahu'anhujuga berkata, “Sesungguhnya kami ini hanya

meneladani, bukan memulai. Kami sekedar mengikuti, bukan mengada-adakan sesuatu yang baru. Kami tidak akan tersesat selama kami tetap berpegang teguh dengan atsar.” (lihatDa'a'im Minhaj Nubuwwah, hlm. 46)

Ubay bin Ka'abradhiyallahu'anhuberkata, “Sesungguhnya bersikap sederhana di atas Sunnah dan kebaikan itu lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam menyelisihi jalan yang benar dan menentang Sunnah.” (lihat

Da'a'im Minhaj Nubuwwah, hlm. 46)

Muhammad bin Sirinrahimahullahberkata, “Para ulama kita dahulu senantiasa mengatakan: Apabila seseorang itu berada di atas atsar, maka itu artinya dia berada di atas jalan yang benar.” (lihatDa'a'im Minhaj Nubuwwah, hlm. 47).

Ahmad bin Sinan al-Qaththanrahimahullah

berkata, “Tidaklah ada di dunia ini seorang ahli bid'ah kecuali membenci ahli hadits. Maka apabila seorang membuat bid'ah niscaya akan dicabut manisnya hadits dari dalam hatinya.” (lihatDa'a'im Minhaj Nubuwwah, hlm. 124)

Sufyanrahimahullahpernah ditanya, “Menuntut ilmu yang lebih kau sukai ataukah beramal?”. Beliau menjawab, “Sesungguhnya ilmu itu dimaksudkan untuk beramal, maka jangan tinggalkan menuntut ilmu dengan dalih untuk beramal, dan jangan tinggalkan amal dengan dalih untuk menuntut ilmu.” (lihatTsamrat al-'Ilmi al-'Amal, hlm. 44-45)

Suatu saat Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah

dicela karena sedemikian sering mencari hadits. Beliau pun ditanya, “Sampai kapan kamu akan terus mendengar hadits?”. Beliau menjawab, “Sampai mati.” (lihatNasha'ih Manhajiyah li Thalib 'Ilmi as-Sunnah an-Nabawiyah, hlm. 58)

~ Keutamaan Abu Bakar, Umar,

Utsman, dan Ali

Dari Abu Hurairahradhiyallahu'anhu, suatu ketika Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambertanya kepada para sahabat, “Siapakah di antara kalian yang hari ini berpuasa?”. Abu Bakar

radhiyallahu'anhumenjawab, “Saya.” Beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah memberi makan orang miskin?”. Abu Bakarradhiyallahu'anhumenjawab, “Saya.” Beliau kembali bertanya, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengunjungi orang sakit?”. Abu Bakarradhiyallahu'anhukembali menjawab, “Saya.” Maka Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda, “Tidaklah itu semua terkumpul pada diri seseorang melainkan dia pasti masuk surga.” (HR. Muslim dalam Kitab az-Zakah [1028])

Putra Ali bin Abi Thalibradhiyallahu'anhuyang bernama Muhammad bin al-Hanafiyah pernah bertanya kepada ayahnya, “Aku bertanya kepada ayahku: Siapakah orang yang terbaik setelah Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam?”. Beliau menjawab, “Abu Bakar.” Aku bertanya lagi, “Lalu siapa?”. Beliau menjawab, “'Umar.” Dan aku khawatir jika beliau mengatakan bahwa 'Utsman adalah sesudahnya, maka aku katakan, “Lalu anda?”. Beliau menjawab, “Aku ini hanyalah

seorang lelaki biasa di antara kaum muslimin.” (HR. Bukhari dalam Kitab Fadha'il ash-Shahabah

[3671])

(18)

Dari Muhammad bin Jubair bin Muth'im, dari bapaknya, dia berkata: Suatu saat datang seorang perempuan menemui Nabishallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau memerintahkannya untuk kembali lagi menemuinya. Perempuan itu berkata, “Bagaimana jika nanti saya datang dan tidak bertemu dengan anda -seolah-olah perempuan itu bermaksud kematiannya-?”. Maka beliau

shallallahu 'alaihi wa sallambersabda, “Apabila kamu tidak menemuiku, temuilah Abu Bakar.” (HR. Bukhari dalam Kitab Fadha'il ash-Shahabah [3659])

Abdullah bin 'Umarradhiyallahu'anhu'anhuma

berkata, “Dahulu di masa Nabishallallahu 'alaihi wa sallamhidup kami memilih-milih siapakah orang yang terbaik. Menurut kami yang terbaik di antara mereka adalah Abu Bakar, kemudian 'Umar, kemudian 'Utsman bin 'Affan. Semoga Allah meridhai mereka semuanya.” (HR. Bukhari dalam Kitab Fadha'il ash-Shahabah [3655])

~ Diam Yang Menyelamatkan

Dari Abdullah bin 'Amrradhiyallahu'anhuma, Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,

“Barangsiapa yang diam maka dia akan selamat.”

(HR. Ahmad [6481] sanadnya disahihkan Syaikh Ahmad Syakir, lihatal-Musnad[6/36] dan disahihkan pula oleh Syaikh Abdullah bin Yusuf al-Judai' dalamar-Risalah al-Mughniyah fi as-Sukut wa Luzum al-Buyut, hlm. 21-22Bab Najatul Insan bi ash-Shamti wa Hifzhi al-Lisan) Dari Abdullah bin 'Amrradhiyallahu'anhuma, Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallambersabda,

“Seorang muslim yang baik adalah yang membuat kaum muslimin yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya. Dan seorang yang

benar-benar berhijrah adalah yang meninggalkan segala perkara yang dilarang Allah.”(HR. Bukhari dalamKitab al-Iman[10])

Dari Abu Musaradhiyallahu'anhu, beliau menceritakan bahwa para Sahabat bertanya kepada Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam,

“Wahai Rasulullah! Islam manakah yang lebih

utama?”Beliau menjawab,“Yaitu orang yang membuat kaum muslimin yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya.”(HR. Bukhari dalamKitab al-Iman[11] dan Muslim dalamKitab al-Iman[42])

Imam an-Nawawirahimahullahberkata,“Sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, “Yaitu orang yang membuat kaum muslimin yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” Maknanya adalah orang yang tidak menyakiti seorang muslim, baik dengan ucapan maupun perbuatannya.

Disebutkannya tangan secara khusus dikarenakan sebagian besar perbuatan dilakukan dengannya.”

(lihatSyarh Muslim[2/93] cet. Dar Ibnu al-Haistam)

Imam al-Khaththabirahimahullahberkata,

“Maksud hadits ini adalah bahwa kaum muslimin yang paling utama adalah orang yang selain menunaikan hak-hak Allah ta'ala dengan baik maka dia pun menunaikan hak-hak sesama kaum muslimin dengan baik pula.”(lihatFath al-Bari

[1/69] cet. Dar al-Hadits)

Abdullah bin Mas'udradhiyallahu'anhuberkata,

“Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang benar selain Dia. Tidak ada di atas muka bumi ini sesuatu yang lebih butuh untuk dipenjara dalam waktu yang lama selain lisan.”(HR. ath-Thabrani dalamal-Mu'jam al-Kabir[9/162], disahihkan sanadnya oleh Syaikh Abdullah bin Yusuf al-Judai' dalamar-Risalah al-Mughniyah, hlm. 26)

Dari Mu'adz bin Jabalradhiyallahu'anhu, beliau berkata,“Wahai Rasulullah! Apakah kami akan dihukum akibat segala yang kami ucapkan?”. Beliau pun menjawab,“Ibumu telah kehilangan engkau wahai Mu'adz bin Jabal! Bukankah yang menjerumuskan umat manusia tersungkur ke dalam Jahannam di atas hidungnya tidak lain adalah karena buah kejahatan lisan mereka?!”(HR. ath-Thabrani dalamal-Mu'jam al-Kabir

[20/127-128], disahihkan sanadnya oleh Syaikh Abdullah bin Yusuf al-Judai' dalamar-Risalah al-Mughniyah, hlm. 27)

(19)

rahib/ahli ibadah. Lantas mereka pun

memanggilnya, tetapi dia tidak menjawab seruan mereka. Kemudian mereka pun mengulanginya dan memanggilnya kembali. Namun dia tetap tidak memenuhi panggilan mereka. Maka mereka pun berkata,“Mengapa kamu tidak mau berbicara dengan kami?”. Maka dia pun keluar menemui mereka dan berkata,“Aduhai orang-orang itu! Sesungguhnya lisanku adalah hewan buas. Aku khawatir jika aku melepaskannya dia akan memangsa diriku.”(lihatar-Risalah al-Mughniyah fi as-Sukut wa Luzum al-Buyut, hlm. 32)

al-Fudhail bin 'Iyadhrahimahullahberkata,

“Sekarang ini bukanlah masa untuk banyak berbicara. Ini adalah masa untuk lebih banyak diam dan menetapi rumah.”(lihatar-Risalah al-Mughniyah fi as-Sukut wa Luzum al-Buyut, hlm. 37)

al-Fudhail bin 'Iyadhrahimahullahjuga berkata,

“Hendaknya kamu disibukkan dengan memperbaiki dirimu, janganlah kamu sibuk membicarakan orang lain. Barangsiapa yang senantiasa disibukkan dengan membicarakan orang lain maka sungguh dia telah terpedaya.”

(lihatar-Risalah al-Mughniyah fi as-Sukut wa Luzum al-Buyut, hlm. 38)

Sebagian orang bijak mengatakan dalam syairnya:

Kita mencela masa, padahal aib itu ada dalam diri kita

Tidaklah ada aib di masa kita kecuali kita

Kita mencerca masa, padahal dia tak berdosa Seandainya masa bicara, niscaya dia lah yang 'kan mencerca kita

Agama kita adalah pura-pura dan riya' belaka Kita kelabui orang-orang yang melihat kita

(lihatar-Risalah al-Mughniyah fi as-Sukut wa Luzum al-Buyut, hlm. 41)

Dari Abu Hurairahradhiyallahu'anhu, Rasulullah

shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,“Akan terjadi berbagai fitnah (kekacauan). Pada saat itu, orang yang duduk lebih baik daripada yang berdiri. Orang yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan. Orang yang berjalan lebih baik daripada yang berlari. Barangsiapa yang menceburkan diri ke dalamnya niscaya dia akan ditelan olehnya. Dan

barangsiapa mendapatkan tempat perlindungan hendaklah dia berlindung dengannya.”(HR. Bukhari dalamKitab al-Fitan[7081] dan Muslim dalamKitab al-Fitan[2886])

al-Hafizh Ibnu Hajarrahimahullahberkata,“Hadits ini berisi peringatan keras supaya menjauh dari fitnah dan anjuran untuk tidak turut campur di dalamnya, sedangkan tingkat keburukan yang dialaminya tergantung pada sejauh mana keterkaitan dirinya dengan fitnah itu.”(lihatFath al-Bari[11/37] cet. Dar al-Hadits)

Imam ath-Thabarirahimahullahberkata,

“Pendapat yang tepat adalah fitnah di sini pada asalnya bermakna ujian/cobaan. Adapun mengingkari kemungkaran adalah sesuatu yang wajib dilakukan oleh setiap orang yang mampu melakukannya. Barangsiapa yang membantu pihak yang benar maka dia telah bersikap benar, dan barangsiapa yang membela pihak yang salah maka dia telah keliru.”(lihat Fath al-Bari[11/37] cet. Dar al-Hadits)

Thawus menceritakan: Tatkala terjadi fitnah terhadap 'Utsmanradhiyallahu'anhu, ada seorang lelaki arab yang berkata kepada keluarganya,“Aku telah gila, maka ikatlah diriku”. Maka mereka pun mengikatnya. Ketika fitnah itu telah reda, dia pun berkata kepada mereka,“Lepaskanlah ikatanku. Segala puji bagi Allah yang telah

menyembuhkanku dari kegilaan dan telah menyelamatkan diriku dari turut campur dalam fitnah/pembunuhan 'Utsman.”(HR. Abdurrazzaq dalamal-Mushannaf[11/450] sanadnya

dishahihkan oleh Syaikh Abdullah bin Yusuf al-Judai' dalamar-Risalah al-Mughniyah fi as-Sukut wa Luzum al-Buyut, hlm. 46)

al-Hasanrahimahullahmengatakan,“Salah satu tanda bahwa mulai Allah berpaling dari seorang hamba adalah tatkala dijadikan dia tersibukkan dalam hal-hal yang tidak penting bagi dirinya.”

Referensi

Dokumen terkait

Walaupun low –power dual wavelength dioda laser yang digunakan pada DVD readout dan CD readout divais telah menjadi sesuatu yang komersial, terdapat permintaan untuk meningkatkan

Kondisi ruang kelas yang nyaman akan membantu siswa untuk lebih mudah dalam berkonsentrasi, memeperoleh hasil belajar yang maksimal dan dapat menikmati

Untuk mewujudkan gagasan “holonesia” sebagai langkah srategis dalam memperkenalkan potensi wisata berbagai daerah di Indonesia dengan teknologi hologram maka ada beberapa

Dalam hal datanya tidak sama sebagaimana dimaksud pada huruf n angka 2, Petugas di tempat pelayanan KTP Elektronik mengembalikan KTP Elektronik ke Kementerian Dalam Negeri

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan: “apakah ada perbedaan yang signifikan dari kemampuan memahami preposisi bahasa inggris dari siswa kelas V SDN

Dalam efektifitasnya sebagai adsorben zeolit alam dapat dimodifikasi dengan penambahan ligan, seperti ligan ditizon yang telah dilakukan oleh[2].. Pada ligan ditizon

Ketua Tim Pengendali DAK sub bidang KB Provinsi (Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi) dan Ketua Tim Pengendali DAK SKPD KB Provinsi secara berkala melakukan

Masyarakat juga tidak begitu mempermasalahkan tentang siapa pengelola Danau Linting dikarenakan masyarakat mengganggap hal yang terpenting adalah potensi yang terdapat