• Tidak ada hasil yang ditemukan

INOVASI PENDIDIKAN ISLAM DI JAMBI DALAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "INOVASI PENDIDIKAN ISLAM DI JAMBI DALAM"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

INOVASI PENDIDIKAN ISLAM DI JAMBI DALAM

SEJARAH

Maksum Malim

Program Pascasarjana IAIN STS Jambi

Abstract: Seberang Kota Jambi is a representation of the development of Islamic religious education in Jambi as a whole. Thus, to know how Innovation of education in Jambi Province, it cannot be separated from the history of incoming and development of Islam in Seberang Kota Jambi. Understanding the development of Islamic education in Jambi is well as an understanding of the development of Islam in society of Jambi. Likewise, studying the history of Islamic education in Jambi cannot be separated from the history of Islam to Jambi. Innovations Islamic education is as well as the Innovation of understanding of the teachings of Islam itself. Overview of Islamic education in Jambi today seems not able to generate religious students. The factors that influence and determine the development of Islamic education in Jambi are a factor of culture and customs, religious, and education itself. These factors are dependent or interconnection each other that are contributing to the development of Islamic education in Jambi.

Key words: education, dichotomous, secular, history, teachings

A. PENDAHULUAN

Ajaran Islam telah berkembang seiring dengan tumbuh dan berkembangnya pendidikan agama Islam. Pertumbuhan ajaran Islam bermula dari system keyakinan yang sederhana berkenaan dengan pengesaan Tuhan kemudian berkembang menjadi ajaran yang kompleks yang mengatur setiap aspek kehidupan manusia mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Aspek-aspek kehidupan itu meliputi aspek ekonomi, sosial, politik, budaya, dan sebagainya. Tidak hanya itu, Islam juga telah menjadi peradaban global. Islam tidak hanya menjadi agama orang Arab tetapi telah menjadi agama setiap suku bangsa di dunia. Semuanya berkembang melalui pendidikan Islam.

Islam juga telah menjadi agama orang Melayu, termasuk di dalamnya Melayu Jambi sehingga sulit untuk dipisahkan antata Islam dan Melayu. Melayu adalah Islam sesuai dengan ungkapan dasar adat Melayu “Adat bersandi sara’, sara’ bersendi kitabullah”. Islam telah menjadi way of life masyarakat Melayu yang diturunkan terus menerus dari generasi ke generasi. Dapat dipastikan penurunan tradisi ini dilakukan melalui pendidikkan. Jadi perkembangan agama Islam di Jambi juga tidak bisa lepas dari pertumbuhan pendidikan Islam.

(2)

2

juga mempelajari sejarah pendidikan Islam di Jambi tidak lepas dari sejarah masuknya Islam ke Jambi. Innovasi yang dilakukan pendidikan Islam sekaligus juga merupakan Innovasi dari pemahaman terhadap ajaran Islam. Pada sisi lain, kontak masyarakat Jambi dengan Barat dan dunia lainnya turut mempengaruhi warna dan arah innovasi pendidikan Islam di Jambi. Sikap yang diambil masyarakat Jambi juga menentukan Sejarah Islam Melayu Jambi ke depan. Untuk menentukan sikap ke depan ini perlu belajar dari sejarah lalu. Untuk itu tulisan ini mencoba melihat innovasi yang dilakukan oleh pendidikan Islam Jambi sebagai suatu upaya rekayasa sejarah pendidikan Islam Melayu Jambi ke depan yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Pentingnya kajian ini sehubungan dengan kondisi kekinian yang dihadapi yaitu gelombang modernisasi dan globalisasi yang begitu besar dan cepat sehingga mendorong reformasi pendidikan Islam di Jambi. Gambaran pendidikan Islam di Jambi dewasa ini terkesan belum mampu mewujudkan anak didik yang religius. Di tengan masyarakat Jambi kerap ditemukan persoalan keagamaan dan moralitas seperti kekerasan rumah tangga, perselingkuhan, narkoba dst. Tapi disisi lain kegiatan yasinan dan tahlil sebagai tradisi agama tetap berjalan sebagainana biasa. Demikian juga, di tengah masyarakat terlihat paham yang dikotomis tentang Islam. Hal tersebut terlihat dari kegiatan ibadah, kemampuan membaca Al-Qur’an Agama diletakkan sebagai sesuatu yang berseberangan dengan pengetahuan umum, sehingga kita sering mendengar bahwa persoalan politik atau ekonomi bukan agama.

Pemikiran dikotomis ini rata-rata dimiliki oleh anak didik di sekolah umum, mau pun pesantren sehingga cara berpikir mereka cenderung sekuler. Agama yang dipahami mereka adalah ajaran dogmatis sehingga agama tidak berkembang sejalan dengan perkembangan pemikiran mereka. Hal ini tentu menjadi krisis dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam sesungguhnya yang kaffah yang tidak memisahkan antara pendidikan agama dengan pendidikan umum. Hal tersebut mengindikasikan pendidikan agama Islam di sekolah umum maupun pesantyren belum optimal terutama dalam menghantarkan pemahaman agama yang benar dan kesadaran terhadap keberagamaan (melaksanakan aktifitas keagamaan). Dalam memahami hal tersebut tulisan ini mencoba menggali akar-akar dari perobahan tersebut sebagai gambaran innovasi pendidikan Islam dalam sejara.

B. MASUK DAN BERKEMBANGNYA PENDIDIKAN ISLAM DI SEBERANG

KOTA JAMBI

(3)

3

pendidikan agama Islam di Jambi. Untuk mengetahui bagaimana Innovasi pendidikan di seberang kota jambi tidak bisa dilepaskan bagamana sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Seberang Kota Jambi.

Diungkapkan oleh R. Abdullah (sejarawan Jambi), hasil perkawinan antara Orang Kayo Hitam dan Putri Mayang Mangurai merupakan leluhur orang Jambi.1 Orang kayo Hitam adalah penyebar agama Islam di Jambi pada abad ke 15. Ia putra Datuk Paduka Berhala dari perkawinannya dengan Putri Selaras Pinang Masak. Orang Kayo Hitam adalah

pendiri kerajaan Melayu Islam di Jambi. Raja-raja dari Kesultanan Jambi adalah keturunan “Orang Kayo Hitam”. Ia memiliki tiga orang saudara, seorang putri benama Orang Kayo Gernuk dan dua orang laki-laki orang Kayo Pingai dan Orang Kayo Padataran.2

Pada masanya pusat kerajaan Islam dipindahkan dari Pulau Berhala, (sekarang di Provinsi Kepulauan Riau yang sebelumnya berada di Kabupaten Tanjung Jabung Timu, Provinsi Jambi), ke daerah yang bernama “Tanah Pilih”. Berpindahnya pusat kerajaan dari daerah pantai ini, telah mengubah kehidupan maritim menjadi pola agraris. Daerah Pantai yang diajadikan sebagai tempat pertemuan para pedagang tersebut menyebabkan kemungkinan masuknya unsur-unsur kebudayaan lain di Jambi cukup tinggi, seperti unsur agama Islam yang dibawa oleh para pedagang Arab dan Gujarat.

Sejarah Islam di daerah Seberang Kota Jambi erat kaitannya dengan sejarah masuknya Islam di daerah Jambi. Di kalangan masyarakat, berkembang suatu pendapat bahwa agama Islam telah ada di daerah ini pada tahun 1460 Masehi, atau sekitar abad ke 15 Masehi. Pembawanya adalah seorang saudagar Arab yang bernama Ahmad Salim, yang kemudian terkenal dengan sebutan “Datuk Paduka Berhala”. Ia kawin dengan seorang raja Jambi yang bemama “Putri Selaras Pinang Masak”. Melalui perkawinan ini pengaruh Islam telah masuk ke dalam Keraton (kekuasaan atau politik), dan baru pada tahun 1615 Masehi pengaruh Islam betul-betul nampak. Islam telah menggeser sistem kerajaan dengan “sistem kesultanan Jambi”, yaitu dengan dinobatkannya Pangeran Kedah yang bergelar Sultan Abdul Kahar. Sejak inilah mulainya masa kesultanan di Jambi, yang berarti Islam telah benar-benar berwujud dalam bentuk “kekuasaan”, Semua ini agaknya merupakan buah dari kenyataan di atas, masyarakat Jambi pada umumnya berpendapat bahwa Islam masuk dan di bawa oleh Ahmad Salim tahun 1460 Masehi.

Agaknya pendapat ini menjadi pegangan bagi masyarakat Jambi yang belum

1

R Abdullah, Kenang-kenangan Jambi Nan Bertuah. Jambi. 1970. hlm.7

2

(4)

4

terbantahkan. pendapat- pendapat tersebut belum ada yang membantahnya. Hingga kini data sejarah dan penemuan arkeologi yang belum ada sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa kajian terhadap sejarah di daerah ini hanya kembali kepada rujukan yang telah ada saja. Dan memang untuk menentukan proses Islamisasi di Indonesia pada umumnya dan Jambi pada khususnya bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, juga memakan waktu panjang, apalagi bukti-bukti arkeologis dan sumber-sumber asing kadang-kadang menunjukkan perbedaan-perbedaan yang mencolok antara bukti adanya orang Islam dan proses pengembangan agama.

Bukti-bukti sejarah yang menunjang pendapat di atas adalah:

1. Makam ”Datuk Paduka Berhala” di pulau Berhala, suatu pulau kecil di gugusan daerah Tanjung Jabung Propinsi Jambi (sekarang Provinsi Kepulauan Riau).

2. Putri Selaras Pinang Masak dimakamkan di Desa “Pamunduran” sebelah Timur laut Jambi.3 Pada kedua makam tersebut pada waktu ditemukan tidak menjelaskan tahun.

Demikian gambaran masuknya Islam di daerah Jambi. Akan tetapi, gambaran ini masih memerlukan penelitian lebih mendalam dan teliti sehingga pada masa tertentu nanti dapat ditemukan data-data yang dapat menjelaskan kekaburan-kekaburan sejarah masuknya Islam di daerah ini.

Sebagian dari daerah Seberang Kota Jambi, mulai dari Kelurahan Olak Kemang sampai dengan Kelurahan Arab Melayu, terkenal dengan sebutan “Pacinan”. Artinya

tempat tinggal bagi para pedagang Cina.

4

Sebutan ini diperkirakan telah ada sejak abad

ke 18 M. Berdasarkan peninggalan benda sejarah yang ada di Museum Negeri Jambi, seperti bejana yang terbuat dari porselin Cina dari Dinasti Ming dan hiasan yang terdapat di atas rumah (bubungan) yang berarsitektur Cina, maka dapat disimpulkan betapa besar pengaruh Cina dalam kehidupan kebudayaan masyarakat.

Selain unsur Cina sebagai garis keturunan Orang Seberang, juga ada unsur Arab. Unsur Arab yang datang setelah Ahmad Salim (awal abad ke 19 M.) adalah Sayyid Idrus Al Jufri, yang kemudian dikenal dengan sebutan atau bergelar Pangeran Wirokusumo. Dalam kedudukannya sebagai pangeran ia membantu sulthan dalam mengendalikan pemerintahan, lebih tinggi dari Datuk Sintai yang hanya berkedudukan sebagai Ngebi, (sekarang Lurah). Ngebi yang terakhir adalah Ngebi Somad.

3

R.Zainuddin, Sejarah Pendidikan di Daerah Jambi, Jambi, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Jambi, 1980, hlm. 9

4

(5)

5

Keturunan tersebut sekarang tersebar di kelurahan-kelurahan sebagai berikut: 1. Garis keturunan Arab, banyak didapati di Kelurahan Arab Melayu dan

Kelurahan Olak Kemang bagian hulu.

2. Garis keturunan Cina, banyak didapati di Kelurahan Olak Kemang bagian Hilir, Kelurahan Ulu Gedong, Kelurahan Tengah, dan sebagian Kelurahan Jelmu.5

Agaknya, masuknya Islam di daerah Seberang Kota ini bersamaan dengan pindahnya

kerajaan Melayu dari daerah Tanjung Jabung ke pedalaman Jambi, yaitu “Tanah Pilih”6 pada masa pemerintahan “Rangkayo hitam”. Tanah pilih sebagai pusat kerajaan hanya dipisahkan oleh sungai Batanghari dari daerah seberang Kota sehingga proses Islamisasi daerah seberang kota bersamaan pula waktunya dengan pemindahan kerajaan Melayu tersebut. Hanya saja tidak dapat diketahui secara pasti siapa yang pertama kali menyebarkan Islam di seberang Kota ini. Yang jelas pada masa itu orang Seberang telah mulai mengenal agama Islam karena di seberang Kota ada Bandar yang ramai dikunjungi oleh para pedagang asing termasuk yang beragama Islam. Hanya saja kalau ditanya tentang siapa, kapan, dan bagaimana cara pertama kali penyebaran Islam di seberang Kota Jambi belum diketahui secara pasti.

Sejauh penelitian penulis, di dalam masyarakat Seberang Kota berkembang suatu “cerita” bahwa Sayyid Husin Baragbah adalah seorang Ulama yang telah berjasa besar dalam memeperdalam pengertian dan penghayatan masyarakat terhadap Islam. Dan dari cerita-cerita yang masih hidup di kalangan keluarga keturunan “Baragbah” maupun dari orang-orang lain di daerah Seberang, tidak terdengar bahwa “Baragbah” adalah pembawa Islam yang pertama di daerah Seberang Kota Jambi. Tetapi kehadirannya membawa pengaruh besar bagi perkembangan agama Islam di daerahini. Bisa jadi di daerah ini telah ada satu dua orang Islam yang memakai nama Arab sebelum dia, tetapi yang menonjol adalah Sayyid Husain Baragbah.7

Uraian di atas diketahi masuknya Islam di daerah Seberang Kota Jambi

5

Wawancara, 18 Oktober 2007

6

Lihat, M. Nazir, Mengenal candi-candi Muara Jambi, Jambi, (t,th), hlm. 5-8

7

(6)

6

bersamaan dengan pindahnya kerajaan Melayu dari daerah Tanjung Jabung ke pedalaman Jambi, yaitu “Tanah Pilih” pada masa pemerintahan “Rangkayo hitam”.

Sedangkan sebagai pusat kerajaan berada di Tanah pilih yang terletak di Kota Jambi. Sedangkan orang yang pertama kali menyebarkan Islam di seberang Kota Jambi adalah Sayyid Husin bin Ahmad Baragbah, dan kehadirannya membawa pengaruh besar bagi perkembangan agama Islam di daerah ini. Meskipun sudah ada satu dua orang Islam yang memakai nama Arab sebelum dia, tetapi yang menonjol adalah Sayyid Husain bin Ahmad Baragbah.

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDIDIKAN ISLAM MASUKI

DI PROVINSI JAMBI

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dan menentukan perkembangan pendidikan Islam di Jambi adalah faktor kebudayaan dan adat istiadat, faktor agama, dan pendidikan baik sendiri-sendiri maupun saling berhubungan turut mempengaruhi usaha perkembangan pendidikan Islam di Jambi.

Faktor Kebudayaan dan Adat Istiadat

Kebudayaan mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan- kemampuan yang lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai anggota masyarakat.

Agama Islam yang sudah ratusan tahun dianut di daerah Jambi, bagaimanapun juga sudah dapat dipastikan sangat berpengaruh terhadap masyarakat dan kebudayaannya. Bahkan pengaruh itu sedemikian dalamnya, sebagaimana tampak dalam adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan yang merupakan aspek kebudayaan.

Masyarakat Jambi adalah masyarakat yang heterogen, yang terdiri dari berbagai macam suku pendatang. Kehidupan masyarakat Jambi umumnya dari segi sosial budaya berpedoman pada Adat Bersendikan Syarak dan Syarak bersendikan Kitabullah. Jadi agama Islam merupakan dasar dari adat istiadat sebagai suatu aspek kebudayaan dalam kehidupan masyarakat di daerah Jambi dengan demikian pula kedudukan pemuka masyarakat dan para alim ulama memegang peranan penting dalam menunjang usaha-usaha pendidikan Islam.

(7)

7

masyarakat Jambi, atau dengan kata lain tidak dijumpai perlawanan yang sifatnya menentang perkembangan Islam di Jambi.8

Sikap masyarakat Jambi terhadap perkembangan Islam seperti tersebut di atas merupakan kesempatan yang baik bagi para muballigh yang terdiri dari pergerakan sosial di Jambi para pemuka-pemuka agama sebelum abad kedua puluh untuk menanamkan keyakinan/aqidah Islamiyah dan kesadaran beragama secara fanatis di kalangan masyarakat Jambi.9

Faktor Kepercayaan

Sebelum agama Islam masuk daerah Jambi, masyarakat Jambi menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Dengan masuknya agama Budha Hinayana pada abad I M yang disusul Budha Mahayana, dan berkembang pesat pada akhir abad VII M, karena menjadi agama Raja Jambi sehingga banyak masyarakat yang mengikutinya. Pada abad ke III M, masuk pula agama Hindu dan mengalami perkembangan sejak Jambi dikuasai Sriwijaya pada abad VII dan VIII M.10

Pada abad XI M Kerajaan Melayu Jambi bangkit kembali dan raja-raja Melayu masih menganut agama Budha atau Hindu sampai datangnya Ahmad Salim memegang kekuasaan Kerajaan Melayu pada abad XIV atau XV M. Sejak masa itu sampai Jambi dikuasai oleh Belanda, raja-raja Jambi merupakan penganut agama Islam yang tangguh sehingga Kerajaan Jambi berubah menjadi Kerajaan Islam dengan sebutan Kesultanan Jambi. Sejak saat itu agama Islam mengalami perkembangan yang pesat sampai sekarang.

Faktor Keadaan Pendidikan

Kesadaran agama secara fanatis di kalangan masyarakat Jambi tersebut dalam kenyataannya telah menimbulkan garis batas antara masyarakat Jambi yang muslim dengan orang-orang Belanda yang kafir. Pendidikan modern yang diperkenalkan Belanda pada masa ini tidak begitu saja diterima oleh masyarakat Jambi, karena di mata masyarakat Jambi pendidikan modern itu adalah pendidikan kafir yang akan menjadikan anak-anak mereka kaki tangan kafir.11

8

Tim Peneliti IAIN Sulthan Thaha Saifuddm Jambi, Laporan Hasil Penelitian Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Jambi, Jambi, 1979, hlm. 10.

9

Lihat, Tujuan Pendidikan dan Pemuka-Pemuka Agama, Tim Penelitian IAIN STS Jambi, Laporan Hasil Penelitian Sejarah Perkernbangan Pendidikan Islam di Jambi, Jambi 1979, hlm, 14 dan15.

10

Sejarah Adat Jambi, Lembaga Adat Jambi. 2007

11

(8)

8

Pada masa tersebut empat madrasah besar dan tertua di Seberang Kota Jambi tidak menerima pelajaran umum dan tidak memperbolehkan wanita untuk bersekolah. Mereka berpendapat pendidikan umum adalah produk Barat dan dinilai "kafir", oleh karenanya tidak perlu dipelajari. Disamping itu wanita dilarang untuk mengikuti pendidikan formal di sekolah. Wanita tidak wajib untuk menuntut ilmu dan hanya mengurus rumah tangga, bahkan ada fatwa ulama Seberang Kota Kota Jambi yang mengatakan bahwa wanita "haram" untuk keluar rumah kecuali dengan mahramnya walaupun untuk belajar di madrasah.

Kekhawatiran masuknya pemikiran modern barat yang diwakili oleh penjajah Belanda kepada masyarakat Jambi adalah Negara Belanda sebagai negara penjajah. Secara umum negara penjajah Barat, ketika menjajah negara lain dengan memakai prinsip imperialis dan kapitalis. Sehingga Belanda tidak hanya menginvasi negara kecil tetapi juga menjajah sistem pendidikan, hukum adat dan budaya. 12 Sekolah-sekolah yang ada pada masa kini memakai sistem pendidikan Belanda seperti, Holand Inlandsche School (HIS), Standars School, dan lain-lain.13

Bersamaan dengan masuk dan berkembangnya Sarikat Islam di daerah Jambi, maka beberapa ulama Jambi pulang dari Mekkah setelah menuntut ilmu di Madrasah Darul Ulum dan madrasah Shaulatiyah, diantara mereka yang terkenal adalah:

a. H. Ibrahim bin H.A. Majid, Kampung Tengah. b. H. Ahmad bin H. Abdul Syukur, Tahtul Yaman c. H. Usman bin H. Ali, Tanjung Johor

d. H. Kemas M. Saleh bin H. Kemas M. Yasin, Tanjung Pasir

Keempat orang ulama ini adalah murid Syekh.Abdul Majid yang menjadi guru pada madrasah Darul Ulum Mekkah, dimana ia sebelumnya adalah guru dan penasehat Sultan Thaha Saifuddin yang tidak diperkenankan lagi oleh Belanda untuk kembali ke Jambi. Ia pernah menetap di Batu Pahat Malaysia dalam rangka membangkitkan semangat jihad umat Islam untuk berperang melawan Belanda.14

Di tengah-tengah situasi politik seperti diatas itulah lahir lembaga-lembaga

Islam di Kodya Jambi. Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, Departemen Agarna, 1980, hlm. 11

12

R.Zainuddin, Sejarah Pendidikan Daerah Jambi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1980.

13

Usman Meng, Napak Tilas Liku-Liku Provinsi Jambi, (Jambi: Pemerintah Provinsi Jambi, 2006), hlm. . 27

14

(9)

9

pendidikan formal Islam yakni madrasah-madrasah tersebut ialah:

a. Madrasah Nurul Iman yang dipimpin oleh H. Ibrahim bin H.Abdul Majid dari Kampung Tengah.

b. Madrasah Nurul Islam yang dipimpin oleh H. Kemas Mohd. Saleh bin H. Kemas Mohd. Yasin dari Kampung Tanjung Pasir.

c. Madrasah Saadatud darain yang dipimpin oleh H. Ahmad bin H. Abd. Syakur dari Kampung Tahtul Yaman.

d. Madrasah al-Jauharain yang dipimpin oleh H. Usman bin H. Ali dari Kampung Tanjung Johor.

Situasi dan kondisi yang ada pada perempatan pertama abad kedua puluh bukananya melahirkan perukunan tsamaratul insan dan madrasah-madrasah diseberang kota Jambi, tetapi juga turut mengembangkan madrasah-madrasah itu sebagai madrasah pelopor dari madrasah induk di daerah ini, dan dari madrasah –madrasah inilah pada umumnya asal mula pendidikan formal Islam di daerah Jambi.

Walaupun Belanda telah memperkenalkan pendidikan modern pada masa ini di daerah Jambi. Dan melakukan rayuan dan paksaan terhadap murid–murid agar tidak meninggalkan sekolah, hendaklah pula diingat bahwa Belanda juga memberi batasan- batasan kesempatan untuk menuntut ilmu kepada pemuda-pemuda dan batasan-batasan untuk mendirikan sekolah-sekolah partikuler. Batasan-batasan ini merupakan faktor pendorong pula bagi dukungan masyarakat terhadap perkembangan pendidikan Islam khususnya lembaga-lembaga madrasah.

D. SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI DAERAH JAMBI

(10)

10

ummat Islam dalam berbagai aspek kehidupan terutama di bidang sosial dan pendidikan tumbuh pula di Indonesia.15

Kejadian di Indonesia antara tahun 1900 – 1942 disebut oleh Deliar Noer dengan “gerakan modern Islam di Indonesia“. Organisasi Sarekat Dagang Islam, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Jami’ah al-Khair, dan lain sebagainya pada awal abad ke 20 Masehi itu merupakan pelopor-pelopor pembaharuan tersebut, telah bermunculan hampir di seluruh Indonesia.16

Pada tahun 1905 gagasan pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia telah diawali oleh orang-orang Indonesia keturunan Arab melalaui organisasi al-Jami’ah al-Khair di Jakarta, yang bergerak dalam bidang pendidikan. Organisasi ini mendirikan sekolah dan madrasah sebagai langkah pertamanya dalam usaha mengadakan pembaharuan pendidikan Islam. Tujuannya adalah agar dapat menyelenggarakan pendidikan umum dan agama yang lebih baik dengan menggunakan metode modern, sebagai respon terhadap sekolah-sekolah pemerintah yang dinilai diskriminatif dan netral agama.17 Dengan adanya usaha tersebut, agaknya mereka mengaharapkan agar masyarakat pribumi dapat memperoleh kesempatan belajar di lembaga pendidikan Islam yang sama dengan sekolah-sekolah pemerintah (negeri), tanpa harus meninggalkan pendidikan agama yang mereka anut.

Langkah Jami’ah al-Khair ini diikuti pula oleh Muhammadiyah (1912 M), al-Irsyad (1913 M), Persyarikatan Ulama (1916 M) dan Persis (1920 M), dengan tujuan yang tak jauh berbeda. Dengan demikian al-Jami’ah al-Khair yang sering disebut Jami’at Khair, merupakan organisasi pertama yang didirikan oleh orang bukan Belanda, yang keseluruhan kegiatan pendidikannya diselenggarakan berdasarkan sistem Barat. Organisasi ini sejak berdirinya telah mempunyai anggaran dasar, anggaran rumah tangga, serta telah mempunyai pengurus serta ketua, sekretaris dan bendahara sesuai dengan sistem Barat.18 Selanjutnya, lembaga pendidikan Islam yang menggunakan sistem Barat yang bermula di Jakarta itu, secara berturut-turut diikuti oleh lahirnya beberapa lembaga pendidikan Islam lainnya di pulau Jawa seperti yang telah disebutkan di atas. Di Sumatera, gagasan serupa dimulai dengan dibukanya suatu sistem pendidikan klasikal oleh Zainuddin Labay El Yunusy dengan nama Diniyah School pada tahun 1915 di Padang Panjang, sedang di

15

Harun Nasution, Pembaharuan, … hal. 51-69. Lihat Juga, Harun Nasution, Muhammad Abduhdan Teologi Rasional Mu’tazilah, (Jakarta: UI Press, 1987). hlm. 1

16

Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam ; Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987). hlm. 13-14.

17

Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia, hal.68. Lihat Juga Zahara Idris, Dasar-dasarKependidikan, (Bandung: Jemmars: 1982), hlm. 11.

18

(11)

11

kota Padang berdiri pula Arabiyah School pada tahun 1918.

Semangat pendidikan yang terjadi di Nusantara waktu itu juga terjadi di Jambi. Organisasi sosial Tsamaratul Insan yang didirikan oleh para ulama alumni Mekkah dan berpusat di Seberang Kota Jambi mendirikan empat madrasah pertama, yaitu madrasah Nurul Iman (1915) madrasah Sa‟adatuddarain (1920), madrasah Jauharain (1922), dan madrasah Nurul Islam (1922). Dengan berdirinya empat madrasah tersebut maka seberang Kota Jambi menjadi pusat pendidikan Islam pertama di seluruh Propinsi Jambi.19

Provinsi Jambi terkenal sebagai masyarakat Melayu yang dalam hal ini dapat diidentikkan dengan Islam karena dasar budayanya Islam sebagaimana terungkap dalam falsafahnya “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”, namun dalam realitasnya pendidikan umum formal yang dilaksanakan belum mampu meujudkan anak didik yang religius. Dalam pendidikan terhadap murid-murid di sekolah rendah di kota Jambi kerap ditemukan persoalan keagamaan dan moralitas. Hal tersebut terlihat dari menjalankan ibadah, kemampuan membaca Alquran, batasan baik dan buruk dalam perbuatan. Hal tersebut diperparah dengan pemikiran dikotomis dari anak didik yang membedakan antara pengetahuan umum dan agama yang dalam pendidikan lanjutan mempengaruhi sikap keagamaan dan moralitasnya. Agama diletakkan sebagai sesuatu yang berseberangan dengan pengetahuan umum, sehingga kita sering mendengar ini persoalan politik atau ekonomi bukan bagian dari persoalan agama. padahal sesungguhnya agama mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.

Pemikiran dikotomis ini rata-rata dimiliki oleh anak didik di sekolah umum, sehingga cara berfikir mereka cenderung sekuler. Agama yang dipahami mereka adalah ajaran dogmatis sehingga agama tidak berkembang sejalan dengan perkembangan pemikiran mereka. Hal ini tentu menjadi krisis dalam meujudkan tujuan pendididkan nasional yang tidak memisahkan antara pendidikan agama dengan pendidikan umum. Hal tersebut mengindikasikan pendidikan agama di sekolah umum belum optimal terutama dalam menghantarkan pemahaman agama yang benar dan kesadaran terhadap keberagamaan

19

(12)

12 (melaksanakan aktifitas keagamaan).

BIBLIOGRAFI

Deliar Noer. Gerakan Modern Islam di Indonesia. Lihat Juga Zahara Idris, Dasar-dasarKependidikan. Bandung: Jemmars: 1982

Harun Nasution. Muhammad Abduhdan Teologi Rasional Mu’tazilah. Jakarta: UI Press, 1987

Harun Nasution. Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah Pemikiran Dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1987

Karel A. Steenbrink. Pesantren Madrasah dan Sekolah. Jakarta: LP3ES, 1986 M. Nazir. Mengenal candi-candi Muara Jambi. Jambi, t,t

R. Abdullah. Kenang-kenangan Jambi Nan Bertuah. Jambi. 1970

R. Zainuddin. Sejarah Pendidikan di Daerah Jambi, Jambi, Pusat Peneliten Sejarah dan Budaya. Jambi, 1980

Syamsir, Salam. Laporan Perukunan Tsmaratul Insan Sebagai Lembaga Kearah Pendidikan Formal Islam di Kodya Jambi. Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, Departemen Agarna. 1980

Tim Peneliti IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Laporan Hasil Penelitian Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Jambi. 1979

Tujuan Pendidikan dan Pemuka-Pemuka Agama. Tim Penelitian IAIN STS Jambi,

Laporan Hasil Penelitian Sejarah Perkernbangan Pendidikan Islam di Jambi. Jambi 1979

Referensi

Dokumen terkait

STRATEGI KOMUNIKASI ISLAM DALAM PEMBINAAN AGAMA PADA SUKU ANAK DALAM BUKIT DUO BELAS. DESA AEK HITAM KECAMATAN PAUH KABUPATEN SAROLANGUN

Ditemukan norma sosiokultural interprestasi pada masyarakat Melayu Batanghari Jambi dalam berbahasa, yang meliputi berbagai hal, antara lain: (1) sikap dan gerak gerik

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Jambi Tahun 2011 Nomor 6) sebagaimana telah

Hasil: penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan nilai-nilai adat melayu Jambi dalam mewujudkan good governance di lingkungan pemerintah kota Jambi sudah dilakukan dengan

Padaha l lebih jauh, seloko adat merupakan falsafah hidup masyarakat Melayu Jambi yang dimanifestasikan dalam tingkah kehidupan sehari-hari sekaligus sebagai alat kontrol

65 Berdasarkan dengan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa telah terjadi penetrasi Islam selain dengan sosial budaya masyarakat Melayu Rokan Hulu juga terjadi dalam

GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN GURU YANG DIANGKAT DALAM JABATAN PENGAWAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DIREKTORAT PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH KUOTA 2009. PROVINSI

Bahasa Melayu di provinsi Jambi merupakan turunan dari cabang Austronesia dalam rumpun Malayik yakni bahasa Melayu yang bersejajar dengan Bahasa (isolek) Kerinci dan