• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DAN P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DAN P"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN MENGAJAR TERHADAP KEMAMPUAN MENGAJAR GURU PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI TINGKAT SMA/SMK DI WILAYAH KABUPATEN MOJOKERTO

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Peran Guru dalam proses kemajuan pendidikan sangatlah penting. Guru merupakan salah satu faktor utama bagi terciptanya generasi penerus bangsa yang berkualitas, tidak hanya dari sisi intelektulitas saja melainkan juga dari tata cara berperilaku dalam masyarakat. Oleh karena itu tugas yang diemban guru tidaklah mudah. Guru yang baik harus mengerti dan paham tentang hakekat sejati seorang guru.

Pengetian guru menurut Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 yaitu Guru adalah pendidik profesional yang memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Guru tidak pernahlepas dari yang namanya pendidikan, entah itu pendidikan formal, informal, maupun non-formal.

Menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan adanya pendidikan diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Peningkatan kualitas pendidikan akan berkaitan erat dengan peningkatan kompetensi profesional guru, dengan harapan semakin profesional seorang guru maka mutu pendidikan akan meningkat. Guru dituntut secara profesional untuk terus mengembangkan diri agar dapat mengikuti perkembangan yang cepat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru yang profesional adalah mereka yang secara konsisten memiliki kompetensi yang diperlukan untuk menyelesaikan tugasnya. Tugas seorang guru adalah sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas untuk menuangkan sejumlah bahan pelajaran kepada anak didik mereka, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas untuk membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia yang cakap, aktif, kreatif dan mandiri. Oleh karena itu tugas berat dari seorang guru pada dasarnya hanya dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi profesional tinggi.

Kompetensi profesional merupakan salah satu kompetensi yang menjadi landasan seorang guru dalam menjalankan profesi mengajarnya, karena mengajar memerlukan sebuah kemampuan dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran, serta pemahaman akan landasan-landasan kependidikan. Seperti halnya guru mampu melaksanakan pembelajaran apabila mampu merencanakan, begitu juga guru dapat mengevaluasi apabila mampu menggunakan teknik evaluasi yang tepat. Hal tersebut dapat menjadi gambaran bahwa tinggi rendahnya kompetensi profesional sangat berpengaruh terhadap kinerja guru dalam melaksanakan tugas mengajarnya.

(2)

bahwa setiap guru wajib memiliki kompetensi dan salah satunya adalah kompetensi profesional. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kompetensi profesional guru memang sudah dilaksanakan, seperti adanya penataran, pendidikan lanjutan melalui program beasiswa, dan uji sertifikasi guru. Akan tetapi beberapa upaya tersebut belum menjadikan jaminan terhadap peningkatan kompetensi profesional guru secara signifikan. Beberapa upaya tersebut perlu kiranya didukung oleh kesadaran dari diri guru itu sendiri untuk senantiasa berusaha meningkatkan kompetensi profesionalnya secara berkelanjutan.

Setiap guru sebenarnya mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kompetensinya, karena kompetensi profesional tersebut dipengaruhi oleh faktor dari pribadi individu masing-masing guru. Salah satunya adalah memiliki kualifikasi akademis. Hal itu sejalan dengan yang diungkapkan oleh Martinis (2006: 2), guru profesional di samping mereka berkualifikasi akademis juga dituntut memiliki kompetensi, artinya memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya.

Selain latar belakang pendidikan faktor pengalaman mengajar merupakan pengetahuan yang dibentuk oleh interaksi antara faktor-faktor persekitaran kerja. Tempoh dan kekerapan melalui tugas pengajaran sama ada berjaya atau sebaliknya, sedikit demi sedikit membina pengetahuan dan kemahiran profesion yang diperlukan. Guru-guru berpengalaman banyak bergantung kepada ingatan dan tafsiran terhadap pengalaman pengajaran terdahulu yang berkaitan (Gist & Mitchell1992).

Berdasarkan data tersebut jelas bahwa ternyata masih banyak guru yang belum mempunyai kualifikasi pendidikan minimal. Kenyataan inilah yang akan berpengaruh terhadap kompetensi profesional. Seorang guru yang mempunyai pendidikan tinggi, tentunya akan mudah menguasai banyak pengetahuan dalam mengajar. Karena semakin tinggi pendidikan yang di tempuh maka akan semakin banyak ilmu yang akan di dapat. Oleh karena itu dengan ilmu tersebut guru akan mudah menerapkannya dalam proses pembelajaran.

Selain itu seorang guru juga harus mengajar sesuai dengan latar belakang bidang studinya masing-masing agar tujuan dari bidang studi yang diampu dapat tercapai dengan baik terhadap peserta didik. Akan tetapi dalam kenyataannya masih banyak guru yang mengajar suatu mata pelajaran yang tidak sesuai dengan latar belakang bidangnya (mismatch) seperti yang dikemukakan oleh Mugin Eddy Wibowo yaitu sebagai berikut:

Tabel 1. Guru mismatch pada jenjang pendidikan SMP, SMA,SMK No. Jenjang Pendidikan Jumlah Guru

1. SMP 31.821

2. SMA 17.663

3. SMK 10.543

Total 873.650

(Kompas, 19 Juli 2011)

(3)

lulusan pun tidak dapat diwujudkan karena yang mengajar juga tidak mumpunyai kompetensi.

Pengalaman mengajar sebagai bagian dari pengalaman kerja yang harus dimiliki oleh seorang guru untuk dapat mengatasi permasalahan dalam tugasnya, karena harus disadari bahwa untuk menjadi guru yang profesional bukanlah hal yang mudah sebab hal tersebut menuntut banyak tanggung jawab. Dengan adanya pengalaman mengajar diharapkan mampu terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, sebab guru senantiasa dituntut untuk menyesuaikan ilmu dan ketrampilannya dengan ilmu dan teknologi yang sedang berkembang.

Pengalaman mengajar yang dimiliki oleh seorang guru tidak hanya berupa kegiatan pembelajaran di kelas saja tetapi juga kegiatan-kegiatan di luar proses belajar mengajar, yaitu penataran-penataran, seminar/lokakarya dan pelatihan-pelatihan, serta karya tulis yang pernah diikutinya. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut guru dapat memperoleh pengetahuan baru, misalnya tentang pengembangan kurikulum, penggunaan metode dan media pembelajaran serta evaluasi hasil belajar.

Semakin banyak pengalaman bermanfaat yang dimiliki seorang guru maka akan berpengaruh terhadap kompetensi profesional guru tersebut. Guru yang kaya akan pengalaman mengajar seharusnya lebih tanggap dalam menghadapi masalah yang berhubungan dengan proses belajar mengajar, karena pengalaman-pengalaman bermanfaat yang dimilikinya dapat dijadikan sebagai bahan acuan selama ia menjalankan tugasnya sebagai guru. Akan tetapi dalam kenyataannya masih banyak guru yang kurang bersemangat dalam mengikuti penataran/pelatihan. Hal ini dikarenakan kurang sadarnya akan pentingnya penataran/pelatihan bagi pengembangan profesi sebagai seorang guru. Bahkan masih juga ada guru yang jarang bahkan tidak pernah mengikuti kegiatan MGMP.

Selain latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar guru, etos kerja seorang guru juga berpengaruh terhadap kompetensi profesional guru. Etos kerja guru mempengaruhi tingkat kompetensi yang dimiliki. Etos kerja seorang guru ini meliputi: memiliki visi dan misi jauh kedepan, rasa senang dan bangga terhadap pekerjaan, memiliki visi dan misi jauh kedepan, disiplin, tanggung jawab, konsisten, konsekuen, inovatif dan kerja keras. Seorang guru yang memiliki etos kerja tinggi akan memiliki semangat dan tanggung jawab besar terhadap pekerjaanya. Semangat dan tanggung jawab ini hanya dimiliki oleh seorang guru yang berkompeten di bidangnya.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan batasan masalah diatas maka masalah yang iteliti dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

1. Seberapa besar pengaruh latar belakang pendidikan terhadap kemampuan mengajar guru pada mata pelajaran akuntansi di SMA/SMK Wilayah Kabupaten Mojokerto? 2. Seberapa besar pengaruh pengalaman mengajar terhadap kemampuan mengajar guru

pada mata pelajaran akuntansi di SMA/SMK Wilayah Kabupaten Mojokerto?

(4)

C. TUJUAN PENELITIAN

Mengacu pada masalah diatas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut

1. Untuk mengetahui pengaruh latar belakang pendidikan terhadap kemampuan mengajar guru pada mata pelajaran akuntansi di SMA/SMK Wilayah Kabupaten Mojokerto?

2. Untuk mengetahui pengaruh pengalaman mengajar terhadap kemampuan mengajar guru pada mata pelajaran akuntansi di SMA/SMK Wilayah Kabupaten Mojokerto? 3. Untuk mengetahui latar belakang pendidikan dan kemampuan mengajar secara

bersama-sama terhadap kemampuan mengajar guru pada mata pelajaran akuntansi di SMA/SMK Wilayah Kabupaten Mojokerto?

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat untuk peneliti sendiri maupun bagi guru.

1. Manfaan bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan teori-teori atau konsep-konsep khususnya terkait dengan kompetensi profesional guru. 2. Manfaat bagi guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi nyata untuk guru mata pelajaran Akuntansi khususnya dan guru bidang studi lain pada umumnya sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam meningkatkan kompetensi profesionalnya dalam mengajar.

E. BATASAN MASALAH

(5)

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Latar Belakang Pendidikan

Pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan SDM. Pendidikan yang bermutu akan menghasilkan SDM yang berkualitas dan SDM yang berkualitas merupakan penentu tinggi rendahnya peradaban suatu bangsa. Tujuan pendidikan salah satunya adalah mengembangkan potensi peserta didik agar cakap dan terampil dalam suatu bidang pekerjaan. Pengembangan peserta didik ini tidak lepas dari peran pendidik, dalam hal ini adalah guru. Guru yang memiliki kompetensi yang memadai tentunya akan berpengaruh positif terhadap potensi peserta didik. Kompetensi seorang guru tidak lepas dari latar belakang pendidikanya. Latar belakang pendidikan ini diartikan sebagai tingkat pendidikan yang telah ditempuh seseorang. Pendidikan dapat ditempuh melalui 2 jalur, yaitu pendidikan formal dan pendidikan non formal. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa “Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi”. Sedangkan pendidikan non formal dijelaskan pada pasal 1 ayat 12, yaitu “Jalur pendidikan di luar pendidikan terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis”.

Latar belakang pendidikan seseorang sedikit banyak akan menentukan keberhasilannya dalam menjalankan tugas atau pekerjaan. Sesuai dengan pendapat Manullang (1994: 59), bahwa “Dalam menyeleksi dan menempatkan karyawan dalam suatu organisasi harus mempertimbangkan pendidikan calon karyawan bersangkutan, sehingga the right man on the right place akan lebih mendekati sasaran. Dalam bekerja sering kali dianggap sebagai syarat yang penting untuk memegang jabatan tertentu karena tingkat pendidikan mencerminkan kecerdasan dan keterampilan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka besar kemungkinan semakin tinggi pula jabatan yang dipegang. Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula tingkat kompetensinya.

(6)

Sudarwan Darwin (2002: 34), mengutip pendapat Semiawan yang mengemukakan hierarki profesi tenaga kependidikan, yaitu: “1) Tenaga profesional, berkualifikasi sekurang- kurangnya S1 atau yang setara, 2) Tenaga semi profesional, berkualifikasi D3 atau yang setara, 3) Tenaga paraprofessional, berkualifikasi D2 ke bawah”.

Dahulunya pendidikan guru mayoritas lulusan SPG, KPG dan sebagainya. Mereka berwenang mengajar tingkat SD, sedangkan untuk SLTP adalah lulusan pendidikan guru SLTP (PGSLTP). Demikian pula untuk tingkat SLTA adalah guru yang memiliki ijasah setingkat Bachelor of Art/BA” (Isjoni, 2006: 97). Sejak tahun 1980-an mulai dikenal pendidikan D1, D2, D3 dan S1. Bagi lulusan D1 dan D2 berwenang mengajar di tingkat SLTP, sedangkan D3 dan S1 diberi kewenangan mengajar di SLTA.

Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi yang menuntut profesionalisme guru, maka semua guru diharapkan berpendidikan minimal S1. Semua guru yang belum S1 diharapkan untuk melanjutkan studi sampai S1. Hal ini dilakukan agar semakin tinggi tingkat kompetensinya. Seperti diungkapkan Oemar Hamalik (1991: 31), bahwa guru profesional adalah yang telah menempuh pendidikan sampai tingkat master dan berijasah. Guru dengan tingkat pendidikan tinggi tentu akan berbeda dengan guru yang berpendidikan rendah, baik dalam hal kompeensi maupun bersikap yang manakala dihadapkan pada suatu obyek. Jadi dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula tingkat kompetensisnya. Dalam hal latar belakang pendidikan, maksudnya guru harus memiliki latar belakang ilmu keguruan dan ilmu kependidikan. Ini artinya guru dengan latar belakang non kependidikan atau non keguruan tidak dapat disebut memiliki standar kompetensi guru.

2. Pengalaman Mengajar

Pengalaman dalam semua kegiatan sangat diperlukan, karena Experience is the best teacher, pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pengalaman adalah guru bisa yang tidak pernah marah. Pengalaman adalah guru tanpa jiwa, namun selalu dicari oleh siapapun juga. Guru sebagai pelaksana proses belajar mengajar tentu pernah mengalami suatu masalah dalam mengajar. Selama mengajar guru akan menemukan hal-hal baru, dan jika hal tersebut dipahami dan dimanfaatkan sebagaimana mestinyaia akan member pelajaran yang berarti bagi guru itu sendiri.

(7)

menyatakan bahwa guru dapat memperbaiki ketrampilan mereka yang berkumpul selama bertahun-tahun.

Menurut Sumitro (2002: 70) hal yang perlu diperhatikan oleh guru adalah bahwa mereka harus senantiasa meningkatkan pengalamannya sehingga mempunyai pengalaman yang banyak dan berkualitas, yang dapat menunjang keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Pengalaman adalah guru yang baik karena ketrampilan memecahkan persoalan dalam proses belajar mengajar kurang didapatkan guru melalui pendidikan formal yang ia tempuh tapi lebih banyak didasarkan pada pengalaman yang telah ia dapatkan selama ia mengajar. Pengalaman-pengalaman bermanfaat yang diperoleh selama mengajar tersebut akan dapat mempengaruhi kualitas guru dalam mengajar.

Suharsimi Arikunto (1998: 17) menyatakan bahwa pengalaman mengajar maksudnya bukan hanya terbatas pada banyaknya tahun mengajar tetapi juga materi bidang studi yang diajarkan. Seorang guru dituntut mempunyai kompetensi profesional yang mencakup penguasaan terhadap pembelajaran dan penguasaan materi pelajaran. Guru harus mampu menyesuaikan materi pelajaran dengan lingkungan siswa, sehingga materi pelajaran benar-benar aktual dan di hadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari siswa.

Guru yang mempunyai pengalaman yang baik akan lebih mudah melaksanakan proses belajar mengajar di kelas. Menurut Christina (1991: 15-16) keuntungan yang banyak diperoleh guru dari pengalaman mengajarnya adalah:

1) Mampu menyusun persiapan mengajar dengan tepat dan cepat. 2) Mudah beradptasi dengan siswa.

3) Responsive terhadap masalah-masalah pengajaran terutama yang berkaitan dengan proses belajar-mengajar.

4) Fleksibel dalam menggunakan media pembelajaran. 5) Mudah memacu siswa untuk berprestasi.

Banyak hal yang diperoleh guru melalui pengalaman-pengalamannya, baik yang berhubungan dengan kemampuan mengajarnya maupun yang berhubungan dengan penguasaan guru terhadap materi pelajaran. Pengalaman seorang guru tidak hanya diperoleh ketika ia berada di dalam kelas saja, namun pengalaman itu diperoleh melalui kegiatan-kegiatan di luar kelas yang dapat mendukung kemampuannya. Pengalaman-pengalaman tersebut dapat diperoleh melalui seminar-seminar, pelatihan-pelatihan, melalui kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran, dan kegiatan karya ilmiah.

3. Kemampuan Mengajar Guru

Perlu diketahui bahwa proses belajar dan hasil belajar para siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola, struktur dan isi kurikulimnya, namun sebagian besarditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan membimbing mereka. Guru yangkompeten dapat lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan menyenangkan. Hal ini dikemukakan oleh Oemar Hamalik (1991: 40) bahwa “Guru yang kompeten dapat lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif, menyenangkan dan dapat lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar para siswa berada pada tingkat optimal”.

(8)

dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Kalau belajar dikatakan milik siswa maka mengajar sebagai kegiatan guru.

Sistem belajar itu sendiri dipengaruhi oleh komponen-komponen yang akan saling mempengaruhi, misalnya; tujuan pembelajaran yang akan dicapai, materi yang ingin diajarkan guru dan siswa yang memainkan peran serta dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan serta sarana dan prasarana dalam belajar. Dalam membimbing dan menyediakan kondisi yang kondusif itu sudah barang tentu guru tidakdapat mengabaikan faktor atau komponen-komponen yang lain dalam lingkungan proses belajar mengajar.

Mengajar bukan semata-mata menyampaikan kebudayaan kepada generasi baru dalam bentuk berbagai macam mata pelajaran atau agar para siswa menyerap bahwa pelajaran saja melainkan mereka harus pula memahaminya dan sedapatnya sanggup menggunakan dalam situasi-situasi lain yang senantiasa berubah. Selain itu berbagai akibat pengajaran hendaknya siswa terangsang untuk mengadakan penyelidikan dan memperluas pengetahuannya serta usaha-usaha sendiri tanpa paksaan. Seorang guru harus menguasai bahan pelajaran dan senantiasa memperlihatkan serta memperluasnya untuk mengikuti perkembangan-perkembangan baru. Guru hendaknya mengenal berbagai macam metode mengajar, mengetahui asas-asas didaktis mengajar dan sebagainya. Guru yang tidak mengenal masyarakat serta perkembangan pribadi anak, tidak akan dapat mendidik anak menjadi warga negara yang baik. Di samping semua yang telah disebutkan di atas seorang guru pun hendaknya mengenal lingkungan serta menyesuaikan berbagai macam metode mengajar dengan bahan yang dipelajari, dapat menciptakan berbagai alat peraga, kreatif memikirkan macam-macam kegiatan untuk mempertinggi efisiensi belajar.

Jadi guru dapat melaksanakan tugasnya, maka harus memiliki kemampuan dasar yang dipersyaratkan bagi guru. Kemampuan tersebut tercermin dalam kompetensi guruyang dikutip oleh seorang tokoh pendidikan, A. Samana (1994: 61) yang mengemukakan 10 (sepuluh) kompetensi guru yaitu meliputi:

1) Menguasai bahan

7) Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran

8) Mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan 9) Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah

10) Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.

Standar kompetensi guru mata pelajaran berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru dapat penulis jabarkan sebagai berikut:

1) Kompetensi Pedagogik 2) Kompetensi Kepribadian 3) Kompetensi Sosial 4) Kompetensi Profesional

(9)

menguasai bahan pengayaan atau penunjang bidang studi yang disampaikan. Agar menyampaikan materi pelajaran secara dinamis. Hal ini sesuai dengan tuntutan bahwa guru harus kaya dengan gagasan. Penguasaan bahan pelajaran sangat berpengaruhterhadap hasil belajar siswa. Makin tinggi penguasaan bahan pelajaran oleh guru makin tinggi pula hasil belajar yang dicapai siswa. Demikian pula seorang guru harus mampu mengelola program belajar mengajar. Program belajar merupakan perencanaan menyeluruh dari suatu kegiatan pengajaran. Menurut A. Samana (1994: 62-63)

perencanaan tersebut meliputi:

a) Merumuskan tujuan instruksional/pembelajaran.

Tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional merupakan pedoman atau petunjuk praktis tentang sejauh mana kegiatan belajar mengajar itu harusdibawa.

b) Mengenal dan dapat menggunakan proses instruksional yang tepat.

Perlu dipersiapkan segala sesuatunya secara tertulis dalam suatu persiapan mengajar, yang sering disebut dengan istilah PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional). Misalnya: setelah merumuskan tujuan kemudian mengembangkan alat evaluasi, merumuskan kegiatan belajar mengajar sampai tahap pelaksanaan.

Setiap anak didik memiliki perbedaan-perbedaan karakteristik tersendiri termasuk kemampuannya, oleh karena itu perlu adanya penanganan secara spesifik. Mengenal seberapa jauh siswa dapat dilibatkan dalam pengajaran serta mengenal kondisi sekolah dan lingkungannya.

e) Merencanakan dan melaksanakan program remedial.

(10)

bagaimana mengatur meja dan tempat duduk, menempatkan papan tulis, tempat meja guru, juga mengatur hiasan di dalam ruang kelas. Dengan demikian tata ruang kelas dapat diatur sedemikan rupa sehingga guru dan siswa dapat nyaman dan betah/kerasan belajar diruang tersebut. Sehingga akan tercipta suasana kelas yang nyaman untuk belajar.

B. Hubungan Antar Varibel

Latar belakang pendidikan seseorang sedikit banyak akan menentukan keberhasilannya dalam menjalankan tugas atau pekerjaan. Sesuai dengan pendapat Manullang (1994: 59), bahwa “Dalam menyeleksi dan menempatkan karyawan dalam suatu organisasi harus mempertimbangkan pendidikan calon karyawan bersangkutan, sehingga the right man on the right place akan lebih mendekati sasaran. Dalam bekerja sering kali dianggap sebagai syarat yang penting untuk memegang jabatan tertentu karena tingkat pendidikan mencerminkan kecerdasan dan keterampilan seseorang Pengalaman dalam semua kegiatan sangat diperlukan, karena Experience is the best teacher, pengalaman merupakan guru yang terbaikSelama mengajar guru akan menemukan hal-hal baru, dan jika hal tersebut dipahami dan dimanfaatkan sebagaimana mestinyaia akan member pelajaran yang berarti bagi guru itu sendiri. Guru yang kompeten dapat lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif, menyenangkan dan dapat lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar para siswa berada pada tingkat optimal.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar guru memiliki pengaruh terhadap kemampuan mengajar guru pada setiap mata pelajaran yng diajarnya. Guru yang memiliki latar belakang yang relevan dan pengalaman mengajar akan lebih berkompeten dalam kegiatan belajar mengajar yang akan dilakukan.

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan

(11)

diperhitungkan dalam penelitian ini. Besarnya sumbangan efektif masing-masing variabel bebasnya sebagai berikut : variabel latar belakang pendidikan sebesar 18.42%, variabel pengalaman mengajar sebesar 21.19%, dan etos kerja sebesar 21.31%.

Penelitian hampir sejenis juga dilakukan Hana Yuliani (2010) dengan judul ” Hubungan Antara Pengalaman Mengajar Dan Motivasi Mengajar Dengan Kompetensi Guru Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Di Sekolah Menengah Pertama Di Kabupaten Karanganyar”. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman mengajar dan motivasi mengajar dengan kompetensi profesional pada guru PKn di SMP Negeri Kabupaten Karanganyar dengan Rу(i,2) = 0,3989, Fhitung = 4,446 > F tabel = 3,19 pada taraf signifikan 5%. Adapun persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang pengalaman mengajar terhadap kompetensi guru. Perbedaan dalam penelitian ini yaitu indikator variabel, lokasi dan objek yang diteliti

D. Kerangka Koseptual

Guru yang memiliki latar belakang pendidikan yang relevan dengan apa yang akan diajarnya akan membuat kegiatan belajar mengajarnya menjadi lebih efektif karena kemampuan yang dimilikinya. Tak dipungkiri lagi penglaman juga membaea pengaruh positif untuk kemampuan mengajar bagi seorang guru, karena pengalaman adalah guru tarbaik sepanjang masa.

Oleh karena itu diduga ada hubungan atau korelasi positif antara latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar dengan kemampuan mengajar guru. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam skema dibawah ini.

Kerangka pemikiran tersebut dapat penulis gambarkan sebagai berikut:

Gambar 1: Skema Kerangka Berfikir

Keterangan: Garis hubungan

E. Hipotesis

1. Diduga variabel latar belakang pendidikan mempunyai pengaruh terhadap kemampuan mengajar guru pada mata pelajaran akuntansi di SMK Negeri 1 Kemlagi.

2. Diduga variabel pengalaman mengajar mempnyai pengaruh terhadap kemampuan mengajar guru pada mata pelajaran akuntansi di SMK Negeri 1 Kemlagi.

3. Diduga latar belakang pendidikan dan kemampuan mengajar secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap kemampuan mengajar guru pada mata pelajaran akuntansi di SMK Negeri 1 Kemlagi.

Pengalaman Mengajar (X2)

Latar Belakang Pendidikan (X1)

Kemampuan Mengajar (Y)

(12)

Latar Belakang pendidikan (X1)

Kemampuan Mengajar (Y)

Pengalaman Mengajar (X2)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang akan dipakai peneliti adalah jenis penelitian deskriptif kuantitatif, yakni penelitian yang didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisa, dan menginterprestasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Dengan kata lain bertujuan memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini, dan melihat kaitan antara variabel-variabel yang ada.

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu menekan pada data-data numerical (angka) yang di olah dengan metode statistika, sehingga akan diperoleh signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti hubungan sebab akibat (kausal) antara variabel bebas yaitu latar belakang pendidikan dan pengalama mengajar terhadap variabel terikat yaitu kemampuan mengajar guru pada mata pelajaran akuntasi tingkat SMA/SMK di Wilayah Kabupaten Mojokerto

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana peneliti melakukan kegiatan penelitian, dilakukan untuk memperoleh data atau informasi guna menjawab dan membahas masalah yang telah dirumuskan. Lokasi yang diambil untuk penelitian ini adalah Sekolah tingkat SMA/SMK di Wilayah Kabupaten Mojokerto

2. Waktu Penelitian

Lamanya waktu yang direncanakan untuk melakukan penelitian diperkirakan akan berlangsung selama kurang lebih 3 bulan.

C. Populasi Dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007:115).

(13)

digunakan sebagai populasi adalah seluruh Guru Mengajar Akuntansi di SMA/SMK wilayah mojokerto yang jumlahnya belum diketahui.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2007:80). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan tektik pengambilan sampe nonprobability sampling, dengan menggunakan metode sampling jenuh. Metode sampling jenuh adalah teknik penetuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono,2009:85. Apabila subyek penelitian kurag dari 100 maka sebaiknya diambil semua, sehingga penelitian merupakan penelitian populasi (Arikunto, 1998:112) sampel dalam penelitian ini adalah seluruh Guru Mengajar Akuntansi tingkat SMA/SMK di dearah Kabupaten Mojokerto yang terdiri dari 13 sekolah tingkat SMA/SMK.

D. Difinisi Operasional Variabel

a. Latar Belakang Pendidikan Guru (X1)

Dalam hal latar belakang pendidikan, maksudnya guru harus memiliki latar belakang ilmu keguruan dan ilmu kependidikan. Ini artinya guru dengan latar belakang non kependidikan atau non keguruan tidak dapat disebut memiliki standar kompetensi guru.

b. Pengalaman Mengajar Guru (X2)

Pengalaman Mengajar guru merupakan masa kerja guru yang dapat dilihat dari banyaknya tahun mengajar, dan penghayatan pada suatu objek tersebut.

c. Kemampuan Mengajar Guru (Y)

Kemampuan Mengajar merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Kalau belajar dikatakan milik siswa maka mengajar sebagai kegiatan guru.

E. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data skunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan yaitu dari tempat penelitian. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari menyebaar kuesioner pada semua guru sekolah tingkat SMA/SMK di wilayah kabupaten mojokerto.

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menyebar kuesioner kepada responden sesuai karakteristik yang telah ditentukan, angket tersebut berupa daftar pertanyaan tentang indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian ini. Skala pengukuran yang digunakan dalam menyusun kuesioner adalah skala Likert yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2007:93). Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan.

(14)

Tabel 3.2 Skor Kuesioner No

.

Pernyataan Skor

1 Sangat Tidak Setuju (STS) 1

2 Tidak Setuju (TS) 2

3 Netral (N) 3

4 Setuju (S) 4

5 Sangat Setuju (SS) 5

F. Teknik Pengujian Data 1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kusioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur tersebut (Ghozali, 2005: 43).

Dasar pengambilan keputusan:

Jika rhitung positif dan rhitung > rtabel maka pertanyaan tersebut valid.

Untuk menentukan nilai r tabel dengan nilai signifikansi 5% (0.05) dengan nilai df=n-2.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjuk pada pengertian bahwa suatu alat ukur cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data, karena alat ukur tersebut sudah baik (Ghozali, 2005: 41).

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk mengukur konsistensi internal adalah koefisien alfa atau crobanch’s alpha. Suatu alat ukur dianggap reliabel apabila nilai Cronbach Alpha > 0,60, maka butir atau item pertanyaan tersebut reliabel.

3. Uji Asumsi Klasik a. Uji Linieritas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear. Pengujian pada SPSS dengan menggunakan Test for Linearity dengan pada taraf signifikansi 0,05. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (Linearity) kurang dari 0,05

b. Uji Normalitas

(15)

grafik normal P-P plot of regression standardized residual, jika titik residual berada di sekitar garis normal maka dapat disimpulkan regresi telah memenuhi persyaratan normalitas.

c. Uji Multikolinieritas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model dengan menggunakan regresi ditemukan adanya korelasi variabel bebas. Multikolinieritas dapat terjadi jika korelasi antar variabel bebas di atas 0,90. selain itu multikolinieritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya VIF (Variance inflation factor), jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (VIF=1/Tolerance). Terjadi multikolinieritas apabila variabel bebas memiliki nilai tolerance lebih kecil dari 0,10 dan lebih besar dari 10.

d. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokesdastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap maka disebut homokesdastisitas dan jika berbeda disebut heterokesdastisitas. Jika model regresi dikatakan baik adalah model yang yang homokesdastisitas. Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokesdastisitas adalah melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat ZPRED dengan residual SRESID, sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residual yang telah di studentized. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu y maka tidak terjadi heterokesdas.

G. Teknik Analisis Data

1. Analisis Regresi Linear Berganda

Setelah penulis mengumpulkan data primer yang dihasilkan dari membagikan angket (kuesioner) kepada responden dan merekap atau mentabulasi hasil penilaian, kemudian penulis melakukan analisis dengan model persamaan regresi linier berganda (multiple linier regression analysis) untuk meregresikan secara simultan antara variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable).

Menurut Algifari (2002: 61), model regresi linier berganda dikembangkan untuk mengestimasi nilai variabel dependen (Y) dengan menggunakan lebih dari satu variabel independen (X) sehingga persamaan regresi berganda dapat ditulis sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + e Keterangan:

Y = Kemampuan Mengajar

a = koefisien regresi / Nilai Konstanta X1 = Latar Belakang Pendidikan

X2 = Pengalaman Mengajar

b1, b2, = Koefisien Regresi Variabel X1 dan X2

E = Error

2. Koefisien Determinasi Berganda (R²)

(16)

determinasi (R²) adalah satu dikurangi rasio antara besarnya nilai Y observasi dari garis regresi dengan besarnya deviasi nilai Y observasi dari rata-ratanya. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

R² = 1 –

Bila nilai R² semakin mendekati 1 atau 100 %, berarti semakin baik model regresinya dalam menjelaskan variabilitas variabel terikat.

3. Pengujian Hepotesis a. Uji t

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam pengujian ini t-hitung masing-masing variabel bebas dibandingkan dengan t-tabel pada taraf nyata atau tingkat kepercayaan (level of significance) yang digunakan sebesar 5% atau α = 0,05 dengan derajat kebebasan df = (n – k – 1).

Rumus uji t adalah sebagai berikut:

Keterangan:

bi = koefisien regresi masing-masing variabel bebas Sbi = standart error dengan masing-masing koefisien

regresi

Bila thitung < ttabel, maka Ho diterima dan H1 ditolak, sebaliknya

Bila thitung > ttabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima

Atau dapat dicari berdasarkan profitabilitas. Jika probabilitas < 0,05 maka berpengaruh secara signifikan. Jika probabilitas > 0,05 maka tidak berpengaruh secara signifikan.

b. Uji F

Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh secara bersama-sama variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam pengujian ini f-hitung masing-masing variabel bebas dibandingkan dengan f-tabel pada taraf nyata atau tingkat kepercayaan (level of significance) yang digunakan sebesar 5% atau α = 0,05 dengan derajat kebebasan df = (n – k – 1).

Rumus uji F adalah sebagai berikut:

Keterangan:

R² = koefisien determinasi N = Jumlah sampel

K = Jumlah variabel bebas

Bila fhitung < ftabel, maka Ho diterima dan H1 ditolak, sebaliknya

Bila fhitung > ftabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima

Σ(Y-Ŷ) Σ(Y-Ŷ)²

bi Sbi t =

(17)
(18)

DAFTAR PUSTAKA

A. Samana . 1994. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius.

Akhmad Sudrajat. 2007. Kompetensi Guru dan Peran Kepala Sekolah. http//:www.akhmadsudrajat.wordpress.com.

Ary Donald, Lucy Cheser Jacobs, Chris Sorensen. 2010. Introduction to Research in Education. USA : Wadsworth 10 Davis Drive

Christina. 1991. Pengalaman Sebagai suatu Proses. Bandung. Rosda Karya Elen. 2011. “873.650 Guru Tak Cocok”.Kompas, 19 Juli 2011.

Erlinayanti, Edinta. 2012. “Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Pengalaman mengajar Dan Etos Kerja Guru Terhadap Kompetensi Profesional Guru Pkn Di Sma Negeri Di KabupatenMagelang”. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.

Kothari CR. 2004. Research Methodology Methods and Techniquei, New age international (p) limited, New Delhi.

Manullang. 1994. Pedoman Praktis Pengambilan Keputusan. Yogyakarta: BPFE.

Martinis Yamin. 2006. Profesionalisasi Guru dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press.

Oemar Hamalik. 1991. Perencanaan dan Manajemen Pendidikan. Bandung: CV. Mandar Maju.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Piet. A Sahertian. 1994. Profit Pendidik Profesional. Yogyakarta : Andi Offset.

Purwanto. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif Untuk Psikologi dan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Saiful Adi. 2007. Kompetensi yang Harus dimiliki Seorang Guru. http://saifuladi.wordpress.com/2007/01/06/kompetensi-yang-harus-dimiliki-seorang-guru/.

Sudarwan Darwin. 2002. Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia.

Suharsimi Arikunto. 1993. Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sumitro dkk. 2002. Penghantar Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta : Fakultas

Ilmu Pendidikan.

Suparlan. 2006. Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta: Hikayat Publishing.

(19)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.

Vendien, C.Lynn. 2005. Phycical Education Teacher Education. New York: Chichester Brisbone Toronto Singapore.

Gambar

Gambar 1: Skema Kerangka Berfikir
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian
Tabel 3.2 Skor Kuesioner

Referensi

Dokumen terkait

Nilai geseran total (Tf) diperoleh dengan menjumlahkan nilai perlawanan geser lokal (fs) yang dikalikan dengan interval pembacaan, dan dihitung menggunakan persamaan:.. Tf

Tentukan selisih antara bilangan 6 angka terbesar terhadap bilangan 6 angka terkecil yang dapat dibentuk dari angka : 6, 7, 3, 1, 8, dan 5... Tentukan jumlah semua angka dari

utama bagi masyarakat Indonesia. Peneliti merasa tertarik untuk menulis tentang bagaimana Kinerja Keuangan Perusahaan Selluler di Indonesia Tahun 2017 dilihat dari

Hasil analisis keanekaragaman menggunakan indeks Shannon Wiener (H’) dan indeks kemerataan jenis Evennes (E), tingkat keanekaragaman burung di tiga lokasi Ruang Terbuka

Pada hasil pengujian daya lekat cat (cross cut test), kayu Jati pada kondisi basah yang dilapisi kedua jenis bahan finishing tersebut memiliki nilai kekuatan daya lekat

pada individu normal, walaupun pengenalan antigen sendiri oleh klon limfosit tidak terjadi, suatu respon autoimun yang merugikan tetap diawasi oleh mekanisme kontrol yang aktif

Kelebihan dari aplikasi ini adalah aplikasi ini dibuat dengan menggunakan elemen multimedia baik teks, gambar, suara animasi maupun video, sehingga lebih mudah dalam pemahaman

[r]