• Tidak ada hasil yang ditemukan

HORMAT KEPADA ORANG TUA DAN GURU.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HORMAT KEPADA ORANG TUA DAN GURU.docx"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

HORMAT KEPADA ORANG TUA DAN GURU 4.1 Menjelaskan isi Q.S Al-Isra / 17:23-24

Al-Qur’an Surat Al-Isra’ (17) ayat 23-24.

للققوو اموهقرلهونلتو الووو فففأق اموهقلو للققتو الوفو اموهقالوكك ولأو اموهقدقحوأو روبوككللا كودونلعك نفوغولقبليو امفوإك انناسوحلإك نكيلدولكاووللابكوو هقايفوإك الفوإك اودقبقعلتو الفوأو كوبفقرو ىضوقووو امنيرككو النولقو اموهقلو

“ Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”

(Qs. Al Israa’ [17]:23)

ارنيغكصو ينكايوبفورو اموكو اموهقملحورلا بفكرو للققوو ةكموحلرفولا نومك لفكذفقلا حوانوجو اموهقلو ضلفكخلاوو.

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku,kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil’.”

(Qs. Al Israa’ [17]:24)

Surat Al-Isra ayat 23-24 memiliki kandungan mengenai pendidikan berkarakter. Definisi dari karakter adalah satu kesatuan yang membedakan satu dengan yang lain atau dengan kata lain karakter adalah kekuatan moral yang memiliki sinonim berupa moral, budipekerti, adab, sopan santun dan akhlak. Akhlak dan adab sumbernya adalah wahyu yakni berupa Al-Qur’an dan Sunah. Sedangkan budi pekerti, moral, dan sopan santun sumbernya adalah filsafat. Kembali kepada pengertian dari Surah Al-Isra ayat 23 disebutkan bahwa yang pertama Allah

▸ Baca selengkapnya: pidato adab kepada orang tua untuk sd

(2)

4.2 Menjelaskan isi hadis-hadis yang terkait dengan hormat dan patuh kepad orang tua dan guru

1. Hadis Abdullah ibnu Umar tentang ridho Allah terletak pada ridho orang tua.

:

طقخوسو و نكيلدولكاوولا ىضورك ىف هقللا ىضورك ملسو هيلع هللا ىلص هللا لقوسر لاق لاق امهنع هللا يضر ورفملعو نب هللا دقبلعو نلعو

)

مكاحلاو نابح نبا هححصو يذمرتلا هجرخا نكيلدولكاوولا طقخوسو ىف هللا)

Artinya: dari Abdullah bin ‘Amrin bin Ash r.a. ia berkata, Nabi SAW telah bersabda: “ Keridhoaan Allah itu terletak pada keridhoan orang tua, dan murka Allah itu terletak pada murka orang tua”. ( H.R.A t-Tirmidzi. Hadis ini dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim) [1][1]

1. Hadis Abu Hurairah tentang siapakah yang berhak dipergauli dengan baik.

سكانفلا قفنحواو نلمو هللا لووسر ايو لاقف ملسو هيلع هللا ىلص هللا لكوسر ىلا للجقرو ءواجو لاق هنع هللا يضر ةورويروهق يبكاو نلعو

) : : : : : : :

هجرخا كوولبقاو مث لاق ؟نم مث لاق كمفقا مث لاق ؟نم مث لاق كمفقاق مفوثق لاق ؟نلمو مفوثق لاق كمفقاق لاق ؟يتكبواحوصو نكسلحقبك يراخبلا)

Artinya: dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: “ Suatu saat ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, lalu bertanya: “ Wahai Rasulullah, siapakah yang berhak aku pergauli dengan baik?” Rasulullah menjawab : “ Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah menjawab: “ Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah menjawab: “Ibumu!”. Sekali lagi orang itu bertanya: kemudian siapa? Rasulullah menjawab: “ Bapakmu!”(H.R.Bukhari).[1][2]

1. Hadis Abdullah bin Mas’ud tentang amal yang paling disukai Allah SWT.

: :

يا مث لاق اهوتكقلوو ىلع ةقالوصفولا لاق هللا ىلا بفقحواو لكموعوللا يفقا ملسو هيلع هللا ىلص يفوبكنفولا تقلل اوسو لاق دفوعقسلمو نب هللا دقبلعو

) : : :

ملسم و يراخبلا هجرخا هللا لكيلبكسو ىف دقاهوجكلا لاق يا مث لاق نكيلدوللاووللا رفقبك مفوثق لاق)

Artinya: “ dari Abdullah bin Mas’ud r.a. ia berkata: “ Saya bertanya kepada Nabi saw: amal apakah yang paling disukai oleh Allah Ta’ala?” beliau menjawab: “ shalat pada waktunya. “ saya bertanya lagi: “ kemudian apa?” beliau menjawab: “ berbuat baik kepada kedua orang tua. “ saya bertanya lagi: “ kemudian apa?” beliau menjawab: “ berjihad(berjuang) di jalan Allah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).[1][3]

(3)

:

هركو تاهو عنمو تانبلا دأوو تاهملا قوقع مكيلع مرح هللا نا ملسو هيلع هللا ىلص يبنلا لاق ةبعش نب ةريغملا نع )

يراخبلا هجرخا لاملا ةعاضاو لاؤسلا ةرثكو لاقو ليق مكل)

Artinya: dari Al-Mughirah bin Syu’ban r.a. ia berkata, Nabi Saw telah bersabda: “ Sungguh Allah ta’ala mengharamkan kalian durhaka kepada ibu, menolak kewajiban, meminta yang bukan haknya dan mengubur hidup-hidup anak perempuan. Allah juga membenci orang yang banyak bicara, banyak pertanyaan dan menyia-nyiakan harta.” (H.R.Bukhari).[1][4]

1. Hadis Abdullah ibnu Umar tentang dosa-dosa besar.

رلا نعلي نا رئ ابكلا ربكا نم نا ملسو هيلع هللا ىلص هللا لوسر لاق لاق امهنع هللا ىضرو رمع نب هللا دبع نع : و ه ابأ بسيف لجرل ابأ بسيف لجرل ابا لجرلا بسي ل اق ؟ هيدلاو لج رل نعلي فيك و هللا لوسر ليق هيدلاو لج : . .

)

يراخب ماما هج رخأ بسي)

Artinya: “ dari Abdullah bin ‘amr bin al-ash ia berkata, Rasulullah Saw telah bersabda: “ diantara dosa-dosa besar yaitu seseorang memaki kedua orang tuanya. “ para sahabat bertanya: “ Wahai Rasulullah, apakah ada seseorang yang memaki kedua orang tuanya?” Beliau menjawab: “ Ya, apabila seseorang memaki ayah orang lain, kemudian orang itu membalas memaki ayahnya kemudian ia memaki ibu orang lain, dan orang itu memaki ibunya. (H.R. Bukhari).[1][5]

4.3 Menunjukkan contoh perilaku yang mencerminkan hormat dan patuh kepada orang tua dan guru

PEMBAHASAN A. Birrul Walidain

1. Pengertian Birrul Walidain

Istilah Birrul Walidain terdiri dari kata Birru dan al-Walidain. Birru atau al-birru artinya kebajikan dan al-walidain artinya kedua orang tua atau ibu bapak. Jadi, Birrul Walidain adalah berbuat kebajikan terhadap kedua orang tua.

2. Kedudukan Birrul Walidain

Birrul Walidain mempunyai kedudukan yang istimewa dalam ajaran Islam. Allah dan Rasul-Nya menempatkan orang tua pada posisi yang sangat istimewa, sehingga berbuat baik pada keduanya juga menempati posisi yang sangat mulia, dan sebaliknya durhaka kepada keduanya menempati posisi yang sangat hina. Karena mengingat jasa ibu bapak yang sangat besar sekali dalam proses reproduksi dan regenerasi umat manusia.

(4)

membesarkan dan mendidik anaknya, sehingga mempu berdiri bahkan sampai waktu yang sangat tidak terbatas.

Berdasarkan semuanya itu, tentu sangat wajar dan logis saja, kalau si anak dituntut untuk berbuat kebaikan kepada orang tuanya dan dilarang untuk mendurhakainya.[1][6]

3. Bentuk-Bentuk Birrul Walidain

Adapun bentuk-bentuk Birrul Walidain di antaranya:

1. Taat dan patuh terhadap perintah kedua orang tua, taat dan patuh orang tua dalam nasihat, dan perintahnya selama tidak menyuruh berbuat maksiat atau berbuat musyrik, bila kita disuruhnya berbuat maksiat atau kemusyrikan, tolak dengan cara yang halus dan kita tetap menjalin hubungan dengan baik.

2. Senantiasa berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap hormat, sopan santun, baik dalam tingkah laku maupun bertutur kata, memuliakan keduanya, terlebih di usia senja. [1][7]

3. Mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan, baik masalah pendidikan, pekerjaan, jodoh, maupun masalah lainnya. Selama keinginan dan saran-saran itu sesuai dengan ajaran Islam.

4. Membantu Ibu Bapak secara fisik dan materil. Misalnya, sebelum berkeluarga dan mampu berdiri sendiri anak-anak membantu orang tua terutama ibu. Dan mengerjakan pekerjaan rumah.

5. Mendoakan Ibu Bapak semoga diberi oleh Allah kemampuan, rahmat dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirta.

6. Menjaga kehormatan dan nama baik mereka.

7. Menjaga, merawat ketika mereka sakit, tua dan pikun.

8. Setelah orang tua meninggal dunia, Birrul Walidain masih bisa diteruskan dengan cara antara lain:

– Mengurus jenazahnya dengan sebaik-baiknya

– Melunasi semua hutang-hutangnya

– Melaksanakan wasiatnya

– Meneruskan sillaturrahmi yang dibinanya sewaktu hidup

(5)

– Mendoakannya.

4. Doa Anak untuk Orang Tua

Seorang anak yang ingin mendoakan kedua orang tuanya dapat mengambil contoh dari ayat suci Alquran yaitu, doa Nabi Ibrahim as ketika mengajukan permohonan kepada Allah Swt agar dapat lah kiranya Allah memberi ampunan pada kedua orang tuanya dari dosa-dosa yang telah mereka perbuat.

Doa Nabi Ibrahim as dalam Q.S.Ibrahim:41

41.Ya Tuhan Kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”.

Permohonan Nabi Ibrahim dalam Q.S. Al-Israa’: 24

24.dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.

1. ‘Uququl Walidain

‘Uququl Walidain artinya mendurhakai kedua orang tua. Durhaka kepada kedua orang tua adalah dosa besar yang dibenci oleh Allah Swt, sehingga adzabnya disegerakan oleh Allah di dunia ini. Hal ini mengingat betapa istimewanya kedudukan kedua orang tua dalam ajaran Islam dan juga mengingat betapa besarnya jasa kedua orang tua terhadap anaknya, jasa itu tidak bisa diganti dengan apapun.

Adapun bentuk pendurhakaan terhadap orang tua bermacam-macam dan bertingkat-tingkat, mulai dari mendurhaka di dalam hati, mengomel, mengatakan “ah” ( uffin, berkata kasar, menghardik, tidak menghiraukan panggilannya, tidak pamit, tidak patuh dan bermacam-macam tindakan lain yang mengecewakan atau bahkan menyakitkan hati orang tua.) di dalam Q.S. A-Israa:23 di ungkapkan oleh Allah dua contoh pendurhakaan kepada orang tua yaitu,

mengucapkan kata “uffin” dan menghardik ( lebih-lebih lagi bila kedua orang tua sudah berusia lanjut)

Akhlak Kepada Guru

 Guru adalah orang tua kedua, yaitu orang yang mendidik murid-muridnya untuk menjadi

lebih baik sebagaimana yang diridhoi Alloh ‘azza wa jalla. Sebagaimana wajib hukumnya mematuhi kedua orang tua, maka wajib pula mematuhi perintah para guru selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan syari’at agama.

 Di antara akhlaq kepada guru adalah memuliakan, tidak menghina atau mencaci-maki

(6)

 انورويغكصو ملحورليو وو انورويبككو رلقفكوويق مللو نلمو انفومك سويللو

“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua dan tidak menyayangi orang yang lebih muda.” ( HSR. Ahmad dan At-Tirmidzi )

 Di antara akhlaq kepada guru adalah mendatangi tempat belajar dengan ikhlas dan penuh

semangat, sebagaimana sabda Rosululloh saw :

 ةكنفوجوللا ىلوإك اقنيركطو هكبك هقلو هقلفولا لوهفوسو امنللعك هكيفك سقمكتولليو اقنيركطو كولوسو نلمو

“Barangsiapa menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu padanya, Alloh mudahkan baginya dengannya jalan menuju syurga.” ( HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah )

 Di antara akhlaq kepada guru adalah datang ke tempat belajar dengan penampilan yang

rapi, sebagaimana sabda Rosululloh saw :

 لواموجوللا بفقحكيق لليمكجو هولفولا نفوإك

“Sesungguhnya Alloh itu indah dan suka kepada keindahan.”( HR. Ahmad, Muslim dan Al-Hakim )

 Di antara akhlaq kepada guru yaitu diam memperhatikan ketika guru sedang

menjelaskan, sebagaimana hadits Abu Sa’id Al-Khudri ra :

 رويلطفولا ملهكسكوءقرق ىلوعو نفوأوكو سقانفولا توكوسو وو

“Orang-orang pun diam seakan-akan ada burung di atas kepala mereka.” ( HR. Al-Bukhori )

 Imam Sufyan Ats-Tsauri rohimahullohberkata : “Bila kamu melihat ada anak muda yang

bercakap-cakap padahal sang guru sedang menyampaikan ilmu, maka berputus-asalah dari kebaikannya, karena dia sedikit rasa malunya.”( AR. Al-Baihaqi dalam Al-Madkhol ilas-Sunan )

 Di antara akhlaq kepada guru adalah bertanya kepada guru bila ada sesuatu yang belum

dia mengerti dengan cara baik. Alloh berfirman :

 نوولمقلوعلتو لو ملتقنلكق نلإك رككلذفكلا لوهلأو اوللقأوسلافو

“Bertanyalah kepada ahli dzikr ( yakni para ulama ) bila kamu tidak tahu.”( Qs. An-Nahl : 43 dan Al-Anbiya’ : 7 )

 Rosululloh saw bersabda :

(7)

“Mengapa mereka tidak bertanya ketika tidak tahu ? Bukankah obat dari ketidaktahuan adalah bertanya ?” ( HSR. Abu Dawud )

 Dan menghindari pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada faedahnya, sekedar

mengolok-olok atau yang dilatarbelakangi oleh niat yang buruk, oleh karena itu Alloh berfirman :

 ملكقؤلسقتو ملكقلو دوبلتق نلإك ءوايوشلأو نلعو اوللقأوسلتو لو اولنقموآ نويلذكلفوا اهويفقأو ايو

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan sesuatu yang bila dijawab niscaya akan menyusahkan kalian.” ( Qs. Al-Maidah : 101 )

 Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :

 هكتكلوأوسلمو لكجلأو نلمك مورفكحقفو ملرفوحويق مللو ءفيلشو نلعو لوأوسو نلمو امنرلجق نويلمكلكسلمقللا موظوعلأو نفوإك

“Sesungguhnya orang muslim yang paling besar dosanya adalah orang yang bertanya tentang sesuatu yang tidak diharamkan, lantas menjadi diharamkan lantaran pertanyaannya itu.” ( HR. Ahmad, Al-Bukhori dan Muslim )

 Ketika bertanya mestinya dilakukan dengan cara dan bahasa yang bagus.

Berkata Imam Maimun bin Mihron : “Pertanyaan yang bagus menunjukkan separuh dari kefahaman.” ( AR. Al-Khothib Al-Baghdadi dalam Al-Jami’ )

 Di antara akhlaq kepada guru adalah menegur guru bila melakukan kesalahan dengan

cara yang penuh hormat, sebagaimana sabda Rosululloh :

 ملهكتكمفواعو وو نويمكلكسلمقللا ةكمفوئكلو وو هكلكوسقرولك وو هكبكاتوككلك وو هكلفولك لواقو ؟ نلمولك انوللقق ةقحويلصكنفولا نقيلدفكلا : ,

“Agama adalah nasihat.” Kami ( Shahabat ) bertanya : “Untuk siapa ?” Beliau menjawab : “Untuk menta’ati Alloh, melaksanakan Kitab-Nya, mengikuti Rosul-Nya untuk para pemimpin kaum muslimin dan untuk orang-orang umum.” ( HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi dll )

1. Akhlak terhadap orang tua menurut etika :

Orang tua adalah oran yang telah merawat kita, menjaga, memelihara, dan mendidik kita sejak kecil hingga kita menjadi dewasa. Mereka melakukannya secara sunguh-sungguh dan penuh kasih sayang demi mengharapkan kehidupan kita yang lebih baik. Bahkan orang tua dengan susah payah bekerja mencari nafkah untuk membahagiakan kita.

(8)

1. Selalu taat kepada keduanya dan menjalankan segala perintahnya, asalkan perintah itu tidak bertentangan dengan ajaran agama dan tidak melanggar hukum yang berlaku di suatu tempat. Meskipun orang tua kita berbuat aniaya kepada kita, tetaplah kita tidak boleh menyinggung perasaan mereka ataupun membalas perbuatan yang mereka terhadap kita. Baik bagaimanapun mereka tetaplah orang tua kita yang telah merawat kita

semenjak kita kecil.

Menurut ukuran umum, orang tua tidak akan berbuat aniaya kepada anaknya sendiri. Jikalau terjadi aniaya, biasanya disebabkan oleh perbuatan si anak yang berbuat keterlaluan kepada orang tua.

2. Jika hendak pergi hendaklah meminta izin kepada keduanya. Apabila tidak diizinkan kita harus menerimanya dengan lapang dada.

3. Berbicaralah dengan lemah lembut, bermuka manis, dan berseri-seri. Janganlah meninggikan suara ketika berbicara kepada orang tua dan jangan pula menggunakan kata-kata yang kasar kepada keduanya.

4. Perhatikan nasihat-nasihat orang tua dan janganlah memotong pembicaraannya.

5. Membantu pekerjaan orang tua dengan sekuat tenaga, terutama jika orang tua sudah berusaha lanjut.

6. Selalu bersikap baik dan sopan santun baik dalam perbuatan maupun perkataan.

7. Selalu menyambung silaturahim kepada keduanya meskipun kita dalam perantauan ataupun kita sudah memiliki keluarga sendiri, selalu menepati janji kita, dan

menghormati sahabat-sahabat orang tua dengan baik.

8. Selalu mendoakan orang tua agar diampuni dosa-dosanya oleh Allah swt.

Sementara itu menurut imam al-Ghazali, etika anak terhadap orang tuanya adalah sebagai berikut:

1. Mendengarkan pembicaraannya.

2. Melaksanakan perintahnya.

3. Tidak berjalan di depannya.

4. Tidak mengeraskan suara ketika berbicara kepadanya.

5. Menjawab panggilannya.

(9)

7. Menundukkan badannya.

8. Tidak mengungkit kebaikan kita terhadap mereka.

9. Tidak memandang dengan mata melotot dan tidak menatap matanya.

Itulah sebagian kecil bentuk akhlak anak terhadap orang tua menurut etika

1. Akhlak Kepada Guru Menurut Etika

Murid adalah orang yang sedang belajar dan menuntut ilmu kepada seorang guru. Demi untuk keberkahan dan kemudahan dalam meraih dan mengamalkan ilmu atau pengetahuan yang telah diperoleh dari seorang guru, maka seorang murid haruslah memiliki akhlak atau etika yang benar terhadap gurunya.

Beberapa contoh etika murid terhadap guru (Mu’allim), diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Seorang murid hendaklah hormat kepada guru, mengikuti pendapat dan petunjuknya.

2. Seorang murid hendaklah memberi salam terlebih dahulu kepada guru apabila menghadap atau berjumpa dengan beliau.

3. Seorang murid hendaklah memandang gurunya dengan keagungan dan meyakini bahwa gurunya itu memiliki derajat kesempurnaan, sebab hal itu lebih memudahkan untuk mengambil manfaat dari beliau.

4. Seorang murid hendaklah mengetahui dan memahami hak-hak yang harus diberikan gurunya dan tidak melupakan jasanya.

5. Seorang murid hendaklah bersikap sabar jika menghadapi seorang guru yang memiliki perangai kasar dan keras.

6. Seorang murid hendaklah duduk dengan sopan di hadapan gurunya, tenang, merendahkan diri, hormat sambil mendengarkan, memperhatikan, dan menerima apa yang disampaikan oleh gurunya.

Jangan duduk sambil menengok kanan kiri kecuali untuk suatu kepentingan.

7. Seorang murid hendaklah ketika mengadap gurunya dalam keadaan sempurna dengan badan dan pakaian yang bersih.

8. Seorang murid hendaklah jangan banyak bicara di depan guru ataupun membicarakan hal-hal yang tidak berguna.

(10)

10. Seorang murid hendaklah jangan bersenda gurau di hadapan guru

11. Seorang murid hendaklah jangan menanyakan masalah kepada orang lain ditengah majlis guru.

12. Seorang murid hendaknya tidak banyak bertanya, apalagi jika pertanyaan itu tidak berguna

13. Jika guru berdiri, Seorang murid hendaklah ikut berdiri sebagai penghormatan kepada beliau.

14. Seorang murid hendaklah tidak bertanya suatu persoalan kepada guru ketika sedang di tengah jalan.

15. Seorang murid hendaklah tidak menghentikan langkah guru di tengah jalan untuk hal-hal yang tidak berguna.

16. Seorang murid hendaklah tidak berburuk sangka terhadap apa yang dilakukan oleh guru ( guru lebih mengetahui tentang apa yang dikerjakannya).

17. Seorang murid hendaklah tidak mendahului jalannya ketika sedang berjalan bersama.

18. Ketika guru sedang memberi penjelasan/ berbicara hendaklah murid tidak memotong pembicaraannya. Kalaupun ingin menyanggah pendapat beliau maka sebaiknya

menunggu hingga beliau selesai berbicara dan hendaknya setiap memberikan sanggahan atau tanggapan disampaikan dengan sopan dan dalam bahasa yang baik.

19. Apabila ingin menghadap atau bertemu untuk sesuatu hal maka sebaiknya murid memberi konfirmasi terlebih dahulu kepada guru dengan menelphon atau mengirim pesan, untuk memastikan kesanggupannya dan agar guru tidak merasa terganggu.

20. Murid haruslah berkata jujur apabila guru menanyakan suatu hal kepadanya.

21. Seorang murid hendaklah menyempatkan diri untuk bersilaturahim ke rumah guru di waktu-waktu tertentu, sebagai bentuk rasa saying kita terhadap beliau.

22. Meskipun sudah tidak dibimbing lagi oleh beliau ( karena sudah lulus) murid hendaklah tetap selalu mengingat jasanya dan tetap terus mendoakan kebaikan –kebaikan atas mereka.

Bagaimanapun juga guru merupakan orang tua kedua kita setelah orang tua kita yang di rumah. Mereka adalah orang tua kita saat kita berada di luar rumah. Jadi sebagaiman kita menghormati orang tua kandung kita, maka kitapun juga harus menghormati guru kita.

(11)

“Tidak termasuk umatku orang yang tidak menghormati orang yang lebih tua dari kami, tidak mengasihi orang yang lebih kecil dari kami dan tidak mengetahui hak orang alim dari kami.” (HR.Ahmad, Thabrani, dan Hakim dari Ubadah bin Shamit Ra.)

“Pelajarilah oleh kalian ilmu, pelajarilah oleh kalian ilmu(yang dapat menumbuhkan)

ketenangan, kehormatan, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang yang kalian menuntut ilmu darinya.” (HR. Thabrani dari Abu Hurairah. Ra)

1. Kedudukan Guru

“ Bapak Guru lebih mulia dari bapak kandung “. Sebab, Ibu Bapak itu mendewasakan dari segi jasmani yang bersifat material, sedangkan Bapak/Ibu Guru mendewasakan dari segi rohani yang bersifat spiritual dan universal.

Para Guru, Ustadz, Ustadzah, atau Mua’lim, Mursyid, selain mengantarkan kita menjadi orang yang beramal sholih, mereka termasuk pewaris Nabi-Nabi, justru merekalah penyalur pusaka dalam menjalankansyari’at, akhlak, aqidah, dan mereka pula contoh yang terdekat dengan kita. Berkaitan dengan hal tersebut, Nabi bersabda :

Ulama adalah penerima pusaka Nabi-Nabi. (HR. al-Tirmizi dan Abu Daud).

Sehubungan dengan hadist tersebut, maka kita diperintahkan untuk menghormati para Ulama, meski bukan Guru kita. Begitupula dengan para Da’I dan Muballigh selaku penyalur risalah kenabian, yang kini disebut Da’wah atau Kulyah Agama. Adapun Ulama yang sebenarnya adalah yang berilmu, dan beramal dengan ilmunya itu, serta ilmudan amalanya tersebut sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist.

ETIKA ORANG BERIMAN : UCAPAN YANG BAIK, MEMULIAKAN TETANGGA DAN MENGHORMATI TAMU

Oleh

Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas:

)) :

ارنيلخو للققيوللفو ركخكلال مكوليوللاوو هكللابك نقمكؤليق نواكو نلمو لواقو مولفوسووو هكيللوعو هقللا ىلفوصو هكللا لكولسقرو نلعو هقنلعو هقللا يوضكرو ةورويلروهق يلبكأو نلعو

.((

هقاوورو هقفويلضو ملرككليقللفو ركخكلال مكوليوللاوو هكللابك نقمكؤليق نواكو نلمووو ، هقرواجو ملرككليقللفو ركخكلال مكوليوللاوو هكللابك نقمكؤليق نواكو نلمووو ، تلمقصليولك ولأو مللكسلمقوو يفقركاخوبقللا.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia menghormati

(12)

TAKHRIJ HADITS

Hadits ini shahîh. Diriwayatkan oleh al-Bukhâri (no. 6018, 6136, 6475), Muslim (no. 47), Ahmad (II/267, 433, 463), Abu Dawud (no. 5154), at-Tirmidzi (no. 2500), Ibnu Hibban (no. 507, 517-at-Ta’lîqâtul-Hisân), al-Baihaqi (VIII/164).

SYARAH HADITS

1. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia mengerjakan ini dan itu”.

Menunjukkan bahwa perbuatan-perbuatan tersebut adalah perkara iman. Sebagaimana yang telah jelas bahwa amal perbuatan termasuk dari iman.

Perbuatan-perbuatan iman terkadang terkait dengan hak-hak Allah, seperti mengerjakan

kewajiban-kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan. Dan termasuk dalam cakupan perbuatan-perbuatan iman, ialah berkata yang baik atau diam dari selainnya.

Perbuatan-perbuatan iman juga terkadang terkait dengan hak-hak hamba Allah, misalnya memuliakan tamu, memuliakan tetangga, dan tidak menyakitinya. Ketiga hal itu diperintahkan kepada seorang mukmin, salah satunya dengan mengucapkan perkataan yang baik dan diam dari perkataan yang jelek.[1]

Dalam Shahîhain dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

بكركغلموـللاوو قكركشلموـللا نويلبو امو دوعوبلأو ركانفولا يفك اهوبك لفقزكيو اهويلفك امو نقيفوبوتويو امو ةكمولككوللابك مقلفوكوتويولو لوجقرفولا نفوإك.

Sesungguhnya seseorang mengucapkan kata-kata yang tidak ia teliti kebenarannya, ucapannya itu menyebabkannya tergelincir di neraka lebih jauh dari pada jauhnya antara timur dan barat.[2]

Dalam Shahîh al-Bukhâri disebutkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

الو هكللا طكخوسو نلمك ةكمولككوللابك مقلفوكوتويولو دوبلعوللا نفوإكوو ، تفاجورودو اهوبك هقللا عقفورليو النابو اهولو يقكلليق لو هكللا نكاووضلرك نلمك ةكمولككوللابك مقلفوكوتويولو دوبلعوللا نفوإك

مونفوهوجو يفك اهوبك يوكهليو النابو اهولو يقكلليق.

Sesungguhnya seseorang mengatakan satu kalimat yang diridhai Allah dan ia tidak menaruh perhatian terhadapnya, melainkan Allah akan mengangkatnya beberapa derajat. Sesungguhnya seorang hamba mengatakan kalimat yang dimurkai Allah dan ia tidak menaruh perhatian terhadapnya melainkan ia terjerumus dengan sebab kalimat itu ke Jahannam.[3]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

هكنكاسولك يلفك مودوآ نكبلا ايواطوخو روثوكلأو نفوإك.

(13)

2. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Hendaklah ia berkata baik atau diam”. Adalah perintah untuk berkata baik dan diam dari perkataan yang tidak baik atau sia-sia. Jadi, adakalanya perkataan itu baik sehingga diperintahkan diucapkan. Dan adakalanya perkataan itu tidak baik dan sia-sia, sehingga diperintahkan untuk diam darinya. Allah Ta’ala berfirman:

دليتكعو بليقكرو هكيلدولو الفوإك لفولقو نلمك ظقفكلليو امو

Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat). [Qaf/50:18].

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قلصقبليوللوو ، اكنلومو هكنكيلمكيو نلعو نفوإكفو هكنكيلمكيو نلعو الووو ، هقالفوصومق يفك موادو امو هوللا ىجكانويق امونفوإكفو هقمواموأو قلصقبليو لوفو ةكالوصفولا ىلوإك ملكقدقحوأو مواقو اذوإك

اهونقفكدليوفو ، هكمكدوقو توحلتو ولأو ، هكركاسويو نلعو.

Jika salah seorang dari kalian berdiri shalat, maka janganlah ia meludah di depannya karena sesungguhnya ia sedang bermunajat kepada Rabb-nya selama ia berada di tempat shalatnya; jangan pula ke sebelah kanannya karena di sebelah kanannya ada seorang malaikat; tetapi hendaklah ia meludah ke sebelah kiri atau ke bawah kakinya, dan hendaklah ia mengubur ludahnya itu.[5]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

ةلروسلحو ملهقلو نواكووو ، رفاموحك ةكفويلجك لكثلمك نلعو اولمقاقو الفوإك هكيلفك هوللا نوولرقكقذليو الو سفلكجلمو نلمك نوولمقولققيو مفولقو نلمك امو.

Tidaklah satu kaum berdiri dari satu majelis, mereka tidak mengingat (berdzikir) kepada Allah di dalamnya, melainkan mereka seperti berdiri dari bangkai keledai dan mereka mendapatkan kesedihan.[6]

Dari sini dapat diketahui bahwa perkataan yang tidak baik hendaknya tidak diucapkan, lebih baik diam, kecuali jika sangat dibutuhkan. Sebab, banyak berbicara yang tidak bermanfaat membuat hati menjadi keras.

‘Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Barang siapa banyak bicara, banyak pula kesalahannya; barang siapa banyak kesalahannya, banyak pula dosanya; dan barang siapa banyak dosanya, maka nerakalah yang lebih layak baginya”.[7]

Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu pernah memegang lidahnya lalu berkata: “Lidah inilah yang membuatku berada di tempat-tempat yang membinasakan”.[8]

Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Demi Allah yang tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Dia, tidak ada sesuatu pun yang lebih berhak di penjara dengan lama

daripada lisan.”[9]

(14)

seseorang berbicara di suatu majlis lalu perkataannya membuatnya takjub, maka hendaklah ia diam. Dan apabila ia diam lalu diam itu membuatnya takjub, hendaklah ia berbicara”.[10]

Kesimpulannya, selalu diam secara mutlak, atau menganggap diam sebagai bentuk taqarrub di sebagaian ibadah seperti haji, i’tikaf, dan puasa adalah dilarang.[11]

3. Di antara perkara yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan kepada kaum mukminin dalam hadits ini, ialah memuliakan tetangga.

Dalam sebagian riwayat terdapat larangan menyakiti tetangga karena menyakiti tetangga hukumnya haram. Sebab, menyakiti tanpa alasan yang benar itu diharamkan atas setiap orang. Tetapi dalam hak tetangga perbuatan menyakiti itu lebih berat keharamannya.

Dalam Shahîhain dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau ditanya: “Dosa apakah yang paling besar?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dia-lah yang menciptakanmu,” ditanyakan lagi: “Kemudian apa?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau membunuh anakmu karena takut ia makan bersamamu,” ditanyakan lagi, “Kemudian apa?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau berzina dengan istri tetanggamu”.[12]

Dalam Shahîh al-Bukhâri, dari Abu Syuraih Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

: : .

هققوئكاووبو هقرقاجو نقموأليو الو يلذكلفوا لواقو ؟هكللا لوولسقرو ايو نلمو وو لويلقك نقمكؤليق الو هكللاوو ، نقمكؤليق الو هكللاوو ، نقمكؤليق الو هكللاوو. “Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman,”

ditanyakan, “Wahai Rasulullah, siapa dia?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya”[13].

Adapun memuliakan tetangga dan berbuat baik kepadanya adalah diperintahkan. Allah Ta’ala berfirman:

بكنقجقللا ركاجوللاوو ىىبورلققللا يذك ركاجوللاوو نكيككاسوموللاوو ىىمواتويوللاوو ىىبورلققللا يذكبكوو انناسوحلإك نكيلدولكاووللابكوو ائنيلشو هكبك اوكقركشلتق الووو هولفولا اودقبقعلاوو

ارنوخقفو الناتوخلمق نواكو نلمو بفقحكيق الو هولفولا نفوإك ملكقنقامويلأو تلكولومو امووو لكيبكسفولا نكبلاوو بكنلجوللابك بكحكاصفولاوو

Beribadahlah kepada Allah dan janganlah mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri. [an-Nisâ`/4:36].

Dalam ayat ini, Allah Ta’ala menggabungkan hak-Nya atas manusia dan hak-hak manusia terhadap manusia. Dan Allah menyebutkan orang-orang yang harus disikapi dengan baik. Mereka ada lima kelompok.

Pertama. Orang yang masih dalam hubungan kekerabatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala

(15)

atas seluruh sanak kerabat, dan tidak ada satu pun dari mereka yang mempunyai keistimewaan tersebut bersama keduanya, karena keduanya menjadi sebab keberadaan anak, mempunyai hak mendidik, mengasuhnya, dan lain-lain.

Kedua. Orang lemah yang membutuhkan kebaikan. Ini terbagi dua, yaitu: orang yang membutuhkan karena kelemahan badannya, seperti anak-anak yatim; dan orang yang membutuhkan karena sedikitnya harta, yaitu orang-orang miskin.

Ketiga. Orang yang memiliki hak kedekatan dan pergaulan. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya menjadi tiga kelompok, yaitu tetangga dekat, tetangga jauh, dan teman sejawat.

Dalam Shahîh al-Bukhâri, dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma , ia berkata: “Aku berkata, ‘Wahai, Rasulullah! Sesungguhnya aku memiliki dua orang tetangga. Kepada siapakah aku memberikan hadiah?’ Beliau menjawab, ‘Kepada tetangga yang paling dekat pintunya denganmu’.”[13]

Adapun teman sejawat, maka sebagian ulama menafsirkannnya dengan istri. Sebagian lagi -di antaranya Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma – menafsirkannya dengan teman dalam safar. Mereka tidak ingin mengeluarkan teman sejawat di tempat mukim dari makna

berkawan/persahabatan, namun persahabatan dalam safar itu sudah cukup sebagai persahabatan. Jika demikian, tentu persahabatan terus-menerus di tempat mukim itu lebih utama.

Oleh karena itulah, Sa’id bin Jubair berkata: “Ia adalah teman yang shâlih”. Zaid bin Aslam berkata: “Ia adalah teman dudukmu ketika mukim dan temanmu ketika safar”.

Dalam Musnad Imam Ahmad dan Sunan at-Tirmidzi, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

هكركاجوـلك ملهقرقيلخو هكللا دونلعك نكارويلجكـللا رقيلخووو، هكبكحكاصولك ملهقرقيلخو هكللا دونلعك بكاحوصللوال رقيلخو.

Sebaik-baik teman di sisi Allah ialah yang paling baik kepada temannya, dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah ialah tetangga yang paling baik kepada tetangganya.[15]

Keempat. Orang yang datang kepada seseorang dan tidak menetap bersamanya, yaitu ibnu sabil. Ia adalah musafir apabila singgah di suatu negeri.

Ada ulama yang menafsirkannya dengan tamu. Maksudnya, jika musafir singgah sebagai tamu pada seseorang.

Kelima. Hamba sahaya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamsering kali mewasiatkan kaum muslimin agar berbuat baik kepada mereka. Diriwayatkan bahwa wasiat terakhir beliau ketika kematian menjemput ialah, “Shalat dan berbuat baik kepada hamba sahaya yang kalian miliki.”[16]

(16)

Kemudian dalam ash-Shahîhain, dari ‘Aisyah dan Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

هقثقرفكوويقسو هقنفوأو تقنلنوظو ىتفوحو ركاجوـللابك يلنكيلصكوليق لقيلركبلجك لوازوامو.

Malaikat Jibril senantiasa berwasiat kepadaku tentang tetangga, sehingga aku mengira bahwa tetangga akan mewarisi.[17]

Di antara bentuk berbuat baik kepada tetangga, ialah memberikan keluasan dan kemudahan ketika ia butuh. Dari Abu Dzarr Radhiyallahu ‘anhu , ia berkata: Kekasihku (yakni Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) berwasiat kepadaku:

ففولرقعلموبك اهونلمك ملهقبلصكأوفو كونكارويلجك نلمك تفيلبو لوهلأو رلظقنلا مفوثق ، هقءوامو رلثككلأوفو اقنرومو توخلبوطو اذوإك.

“Jika engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya, kemudian lihatlah keluarga tetanggamu, berikanlah sebagiannya kepada mereka dengan baik”.

Dalam riwayat lain disebutkan:

! كونوارويلجك دلهواعوتووو اهوءوامو رلثككلأوفو ةنقورومو توخلبوطو اذوإك رففذو ابوأو ايو.

“Wahai, Abu Dzarr! Jika engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya dan berikan sebagiannya kepada tetangga-tetanggamu”.[18]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

هكركادوجك يلفك ةنبوشوخو زوركغليو نلأو هقرواجو رلاجو علنومليو الو.

Janganlah salah seorang dari kalian melarang tetangganya menancapkan kayu di temboknya.

Setelah itu, Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Mengapa kalian, aku lihat kalian berpaling dari nasihat tersebut? Demi Allah, aku pasti melemparkan kayu-kayu tersebut ke pundak-pundak kalian”.[19]

Pendapat Imam Ahmad rahimahullah ialah, hendaklah seseorang mengizinkan tetangganya meletakkan kayu di temboknya jika dibutuhkannya, dan itu tidak merugikan orang berdasarkan hadits yang shahîh ini.

Zhahir perkataan Imam Ahmad rahimahullah ialah, seseorang wajib membantu tetangganya dengan kelebihan yang dimilikinya yang tidak merugikannya jika tetangganya membutuhkannya. [20]

Dijelaskan oleh para ulama bahwa tetangga itu ada tiga.

(17)

• Tetangga muslim, maka ia memiliki dua hak, yaitu: hak tetangga, dan hak Islam. • Tetangga kafir, ia hanya memiliki satu hak, yaitu hak tetangga.[21]

Dan kita diperintahkan untuk berbuat baik kepada tetangga. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:

هكبكنلجو ىلوإ علئكاجو هقرقاجووو عقبوشليو يلذلفوا نقمكؤلمقـللا سويللو.

Tidak dikatakan seorang mukmin, seorang yang kenyang, sedangkan tetangga di sampingnya kelaparan.[22]

Al-Hasan berkata: “Bertetangga yang baik bukanlah menahan diri dari mengganggunya, tetapi bertetangga yang baik ialah bersabar terhadap gangguannya”.[23]

Pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ada seorang wanita yang rajin shalat malam, puasa dan shadaqah, akan tetapi dia selalu mengganggu tetangganya dengan lisannya, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk penghuni neraka”. Kemudian disebutkan lagi, ada wanita yang melakukan shalat wajib lima waktu dan dia suka bershadaqah dengan keju dan tidak mengganggu seorang pun juga, maka Nabi bersabda: “Dia termasuk ahli surga”.[24]

4. Di antara perkara yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamperintahkan kepada kaum mukminin dalam hadits ini, ialah memuliakan tamu, yaitu menjamunya dengan baik.

Dari Abu Syuraih Radhiyallahu ‘anhu , ia berkata: Kedua mataku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan kedua telingaku mendengar ketika beliau bersabda:

: : .

ةقثوالوثو ةقفوايوضفكلاوو ، ةللويللووو ملوليو لواقو ؟ هكللا لوولسقرو ايو ، هقتقزوئكاجو امووو لواقو هقتوزوئكاجو هقفويلضو ملرككليقللفو ركخكلال مكوليوللاوو هكللابك نقمكؤليق نواكو نلمو

هكيللوعو ةلقودوصو ووهقفو كولكذو ءوارووو نواكو امووو ، مفايفوأو.

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya dengan memberikannya hadiah”. Sahabat bertanya, “Apa hadiahnya itu, wahai Rasulullah?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “(Menjamunya) sehari semalam. Jamuan untuk tamu ialah tiga hari, dan selebihnya adalah sedekah”.[25]

Muslim juga meriwayatkan hadits Abu Syuraih Radhiyallahu ‘anhu , dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

َو،هكللا لوولسقرو ايو اوللقاقو هقموثكؤليق ىتفوحو هكيلخكأو دونلعك مويلقكيق نلأو مفلكسلمق لفجقرولك لفقحكيو الو وو ، ةللويللووو ملوليو هقتقزوئكاجووو ، مفايفوأو ةقثوالوثو ةقفوايوضفكلا : .

:

هكبك هكيلركقليو هقلو ءويلشو الو وو هقدونلعك مقيلقكيق لواقو ؟ هقمقثكؤليق فويلكووو.

“Jamuan untuk tamu adalah tiga hari dan hadiah (untuk bekal perjalanan) untuk sehari semalam. Tidak halal bagi seorang muslim menetap di rumah saudaranya kemudian membuatnya berdosa”. Para sahabat bertanya: “Wahai, Rasulullah! Bagaimana ia membuatnya berdosa?” Nabi

(18)

Dalam hadits-hadits di atas dijelaskan, bahwa jamuan bagi tamu ialah untuk bekal perjalanan sehari semalam dan jamuan ialah tiga hari. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membedakan antara hadiah untuk tamu dan jamuan, bahkan terdapat riwayat yang menegaskan hadiah untuk tamu.

Dalam ash-Shahîhain, dari ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiyallahu ‘anhu , ia berkata: “Wahai,

Rasulullah! Sesungguhnya engkau mengirim kami, kemudian kami singgah di kaum yang tidak menjamu kami, bagaimana pendapatmu?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kami:

ملهقلو يغكبونليو يلذكلفوا فكيلضفولا قفوحو ملهقنلمك اولذقخقفو ؛ اوللقعوفليو مللو نلإكفو ، اوللقبوقلافو ؛ فكيلضفوللك يغكبونليو اموبك ملكقلو اولرقموأوفو ، مفولقوبك ملتقللزونو نلإك. “Jika kalian singgah di salah satu kaum, lalu mereka memberikan untuk kalian apa yang layak diterima tamu, maka terimalah. Jika mereka tidak melakukannya, ambillah dari mereka hak tamu yang harus mereka berikan”.[27]

Nash-nash ini menunjukkan wajibnya menjamu tamu selama sehari semalam, ini adalah pendapat al-Laits dan Ahmad.

Imam Ahmad t berkata: “Tamu berhak menuntut jamuan, jika tuan rumah tidak memberikannya, karena jamuan adalah hak wajib baginya.”

Adapun dua hari lainnya bagi tamu, yaitu hari kedua dan ketiga, itu adalah puncak menjamu tamu. Setelah tiga hari, tuan rumah juga berhak menyuruh tamu pindah dari rumahnya, karena ia telah menunaikan kewajibannya. Hal tersebut dikerjakan Imam Ahmad.

Diriwayatkan dari Imam Ahmad, bahwa menjamu tamu itu wajib bagi orang muslim dan orang kafir. Banyak sekali sahabat-sahabat Imam Ahmad yang mengkhususkan kewajiban tersebut bagi orang muslim sebagaimana nafkah kerabat yang berbeda agama itu tidak diwajibkan menurut satu riwayat dari Imam Ahmad.

Dalam sebagian riwayat ada perkataan, “Tamu tidak halal tinggal di rumah tuan rumah, kemudian menyulitkannya”.

Sesungguhnya menjamu tamu tidak wajib, kecuali atas orang yang memiliki sesuatu untuk menjamu –ini pendapat sejumlah ulama hadits, di antaranya Humaid bin Zanjawaih- maka tamu tidak boleh meminta dijamu oleh orang yang tidak bisa menjamu.

Diriwayatkan dari hadits Salman Radhiyallahu ‘anhu , ia berkata:

انودونلعك سويللو امو فكيلضفوللك فولفوكوتونو نلأو مولفوسووو هكيللوعو هقللا ىلفوصو هكللا لقولسقرو انواهونو.

(19)

Jika tuan rumah dilarang membebani diri untuk tamu dengan sesuatu yang tidak dimilikinya, maka ini menunjukkan bahwa tuan rumah tidak wajib membantu tamunya kecuali dengan sesuatu yang dimilikinya. Jika tuan rumah tidak memiliki sesuatu pun, ia tidak wajib memberi tamunya. Namun, jika tuan rumah mengutamakan tamunya daripada dirinya sendiri seperti yang dilakukan orang-orang Anshar, dimana ayat berikut diturunkan tentang mereka,

ةلصواصوخو ملهكبك نواكو وللووو ملهكسكفقنلأو ىىلوعو نوورقثكؤليقوو

“…Dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan….” – Hasyr/59 ayat 9-[29] maka itu hal yang baik dan mulia, tetapi tidak wajib.

Jika tamu mengetahui tuan rumah tidak menjamunya kecuali dengan makanannya dan makanan anak-anaknya, serta anak-anak menderita karenanya, maka tamu tidak boleh meminta dijamu tuan rumah tersebut sebagai bentuk pengamalan dari sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

هقجوركحليق ىتفوحو هقدونلعك يووكثليو نلأو هقلو لفقحكيو الو وو .

… Tidak halal seorang bertamu hingga menyulitkan tuan rumah.[30]

Selain itu, menjamu tamu adalah bentuk infaq yang wajib. Jadi, infak tersebut hanya diwajibkan kepada orang-orang yang makanan dirinya dan makanan orang-orang yang ditanggungnya lebih, seperti infak kepada sanak kerabat dan zakat fithri.

FAWÂ`ID HADITS

1. Iman adalah keyakinan dengan hati, ikrar dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota tubuh, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan sebab perbuatan maksiat.

2. Amal masuk bagian dari iman.

3. Iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hari Akhir adalah rukun iman yang penting, karena mengingatkan kita kepada Allah yang pertama menciptakan, dan mengingatkan kita bahwa kita akan kembali kepada Allah dan akan dihisab.

4. Anjuran untuk menjaga lisan.

5. Kesalahan anak Adam yang terbanyak pada lisannya.

6. Wajib diam kecuali untuk perkataan yang baik, sesuai dengan sabda Rasulullah: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam”.

7. Islam mengajak kepada setiap perbuatan yang mengandung cinta kasih dan kerukunan di tengah masyarakat.

8. Anjuran untuk berakhlak mulia dan menjauhi akhlak yang jelek.

9. Wajibnya menghormati tetangga, dan penghormatan tersebut kembali kepada kebiasaan masyarakat di sekitarnya.

10. Wajibnya memuliakan tamu, baik tamunya sedikit maupun banyak. 11. Anjuran untuk bergaul dengan baik terhadap sesama kaum muslimin. 12. Memuliakan tamu yang wajib itu selama sehari semalam.

(20)

Marâji`:

1. Al-Qur`ân dan terjemahnya.

2. Al-Wâfi fî Syarhil Arba’în an-Nawawiyyah, karya Dr. Musthafa al-Bugha dan Muhyidin Mustha.

3. As-Sunanul Kubra lin-Nasâ`i. 4. Az-Zuhd, karya Imam Ahmad.

5. Az-Zuhd, karya Imam Ibnul Mubarak.

6. Irwâ`ul Ghalîl fî Takhrîji Ahâdîtsi Manâris-Sabîl.

7. Jâmi’ul ‘Ulûm wal-Hikam, karya Ibnu Rajab al-Hanbali. Tahqîq: Syu’aib al-Arnauth dan Ibrâhîm Bâjis.

8. Kitâbush-Shamt, karya Ibnu Abid Dunya. 9. Kutubus-Sab’ah.

10. Mustadrak ‘alash-Shahîhain. 11. Mushannaf Ibni Abi Syaibah.

12. Qawâ’id wa Fawâ`id minal-‘Arba’în an-Nawawiyyah, karya Nazhim Muhammad Sulthan. 13. Raudhatul-‘Uqalâ wa Nuzhatul-Fudhalâ, karya Ibnu Hibban al-Busti.

14. Shahîh Ibni Hibban dengan at-Ta’liqâtul-Hisân ‘ala Shahîh Ibni Hibban. 15. Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah.

16. Sunan ad-Darimi. 17. Sunan al-Baihaqi.

18. Syarhul Arba’în an-Nawawiyyah, karya Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimin.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XII/Sya’ban 1429/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

_______ Footnote

[1]. Jâmi’ul ‘Ulûm wal-Hikam (I/333 )

[2]. Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 6477), Muslim (no. 2988), Ibnu Hibban (no. 5677-at-Ta’lîqâtul-Hisân), dan al-Baihaqi (VIII/164).

[3]. Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 6478) dan al-Baihaqi (VIII/165).

[4]. Hasan. HR Ibnu Abid Dunya dalam Kitâbush-Shamt (no. 18) dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul- Kabîr (no. 10446).

[5]. Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 416), ‘Abdurrazzaq (no. 1686), al-Baghawi (no. 490), dan Ibnu Hibban (no. 2266- at-Ta’lîqâtul Hisân) dari Sahabat Abu Hurairah

[6]. Shahîh. HR Ahmad (II/494, 527), Abu Dawud (no. 4855), an-Nasâ`i dalam ‘Amalul-Yaum wal-Lailah (no. 411), al-Hakim (I/492), dan Ibnu Hibban (no. 589- at-Ta’lîqâtul Hisân) dari Sahabat Abu Hurairah.

[7]. Raudhatul ‘Uqalâ` wa Nuzhatul-Fudhalâ` (hlm. 43) karya Ibnu Hibban al-Busti.

[8]. Shahîh. Diriwayatkan oleh Abu Ya’ala (no. 5), Ibnu Abid Dunya dalam Kitâbush-Shamt (no. 13), Ibnus Sunni (no. 7), Ibnul Mubarak dalam az-Zuhd (no. 353), Ahmad dalam az-Zuhd (no. 561), dan selainnya.

[9]. Shahîh. Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Raudhatul-‘Uqalâ` (hlm. 46), Ibnu Abid Dunya dalam Kitâbush-Shamt (no. 16, 613), dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr (no. 8744-8747).

(21)

[11]. Lihat Jâmi’ul ‘Ulûm wal-Hikam (I/343).

[12]. Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 4477, 6001, 6811, 7520, 7532) dan Muslim (no. 86). [13]. Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 6016) dan Ahmad (II/288, 336).

[14]. Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 2259, 2595, 6020).

[15]. Shahîh. HR al-Bukhâri dalam al-Adabul-Mufrad (no. 115), at-Tirmidzi (no. 1944), dan Ahmad (II/167-168).

[16]. Diriwayatkan oleh Ahmad (III/117), Ibnu Majah (no. 2697), dan Ibnu Hibban (no. 6571-at-Ta’lîqâtul Hisân) dari Sahabat Anas bin Mâlik .

[17]. Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 6014, 6015), Muslim (no. 2624, 2625), Ahmad (VI/52), Abu Dawud (no. 5151), at-Tirmidzi (no. 1942), Ibnu Majah (no. 3673), dan Ibnu Hibban (no. 512-at-Ta’lîqâtul Hisân) dari Sahabat ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma.

[18]. Shahîh. HR. Muslim (no. 2625 (142, 143)), Ahmad (V/149), al-Bukhâri dalam al-Adabul Mufrad (no. 113, 114), dan Ibnu Hibban (no. 514, 515-at-Ta’lîqâtul Hisân).

[19]. Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 2463, 5627), Muslim (no. 1609), Ahmad (II/396), Abu Dawud (no. 3634), at-Tirmidzi (no. 1353), Ibnu Majah (no. 2335), dan Ibnu Hibban (no.

516-at-Ta’lîqâtul-Hisân).

[20]. Jâmi’ul ‘Ulûm wal-Hikam (I/352) [21]. Lihat Qawâ`id wa Fawâ`id (hal. 141).

[22]. Shahîh. HR al-Bukhâri dalam al-Adabul-Mufrad (no. 112), al-Hakim (IV/167),

ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul-Kabîr (no. 12741), dan al-Baihaqi (X/3) dari Sahabat Ibnu ‘Abbâs. Dishahîhkan oleh al-Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi, dan Dishahîhkan juga oleh Syaikh al-Albâni dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 149).

[23]. Jâmi’ul ‘Ulûm wal-Hikam (I/353).

[24]. Shahîh. HR al-Bukhâri dalam al-Adabul-Mufrad (no. 119), Ahmad (II/440), al-Hakim (IV/166), dan Ibnu Hibban (no. 2054- Mawâriduzh-Zham`ân) dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 190).

[25]. Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 6019) dan Muslim (no. 48). [26]. Shahîh. HR Muslim (no. 48, Bab: adh-Dhiyâfah wa Nahwiha).

[27]. Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 2461, 6137), Muslim (no. 1727), Ibnu Hibban (no. 5264-at-Ta’lîqâtul Hisân), dan al-Baihaqi (IX/197).

[28]. Shahîh. HR al-Bukhâri dalam at-Târikhul-Kabîr (II/386), Ahmad (V/441), ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul-Kabîr (no. 6083, 6084, 6187), dan al-Hakim (IV/123).

[29]. Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 4889) dan Muslim (no. 2054) dari Sahabat Abu Hurairah. [30]. Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 6135), Muslim (no. 48), Ahmad (IV/31), Abu Dawud (no. 3748), at-Tirmidzi (no. 1968), dan Ibnu Majah (no. 3675) dari Sahabat Abu Syuraih al-Ka’bi.

Sumber:

(22)

Menghormat orang tua dan menyayangi anak muda

Indeks

>

Artikel

>

Cabang Iman

> 21

Cabang iman 75-76 disebutkan dalam bait syair: *

مقروكلتقفو نويلمكلكسلمقللا ركجلهولك حللكصلأو انورويلغكصو نفوموحورلاوو ارنيلبككو رلقفكوو

Hormatilah orang tua dan sayangilah anak muda; damaikan perselisihan di antara orang-orang muslim, niscaya Anda dimuliakan.

Indeks

1. Menghormat orang tua dan menyayangi anak muda

2. Mendamaikan pertikaian di antara orang muslim bila dijumpai caranya

Menghormat orang tua dan menyayangi anak muda Rasulullah saw bersabda:

هققفوحو انومكلكاعولك فلركعليو مللووو انورويلغكصو ملحورليو مللووو انورويلبككو رلقفكوويق مللو نلمو انفومك سويللو

Bukanlah golongan kami orang muda yang tidak menghormati orang tua, orang tua yang tidak menyayangi anak muda, dan orang yang tidak mengetahui hak orang alim.

Rasulullah saw bersabda:

مكلكسلمقللا ةكبويلشفولا ىذك مقاروكلاك هكللا لكلوجلاك نلمك

Termasuk mengagungkan Allah adalah memuliakan orang yang sudah beruban yang beragama Islam.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah saw bersabda:

:

كولقجواو بوروتوقلاوو كومقظلعو قفودووو كودقللجك قفورووو كونفقسك روبقكو دلقو ىدكبلعو ايو لقولققيووو ءنآسومووو احنابوصو خكيلشفولا هكجلووىلواك رقظقنليو ىلواعوتو هوللا نفواك

ركانفولا ىفك كوبوذفكعواق نلاو كوتكبويلشو نلمك ىيكحلتوسلاو انواوفو ىنفكمك حكتوسلافو يفولواك كومقولدققق نواحووو

Sesungguhnya Allah Ta'ala memandang ke wajah orang yang sudah tua pada waktu pagi dan petang seraya berfirman: "Wahai hamba-Ku, umurmu sudah tua, kulitmu sudah berkeriput, tulangmu sudah rapuh, ajalmu sudah dekat, dan sudah tiba saatnya engkau menghadap kepada-Ku. Oleh karena itu malulah engkau kepada-Ku, niscaya Aku malu menyiksa engkau dalam neraka karena ubanmu".

(23)

tidak berani mendahului karena memuliakan dan menghormati orang tua tersebut sebab ubannya, sampai waktu terbit matahari tiba. Ketika orang tua tersebut dekat pintu masjid, ia tidak masuk ke dalam masjid, maka tahulah Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra bahwa orang tua tersebut adalah orang Nasrani.

Kemudian Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra masuk ke dalam masjid dan mendapatkan Rasulullah saw dalam keadaan ruku'. Setelah Rasulullah saw selesai melakukan salat, para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, mengapa Rasulullah memanjangkan ruku' dalam salat ini? Rasulullah belum pernah melakukan seperti ini!"

Rasulullah saw bersabda: "Pada waktu saya ruku' dan membaca:

مكيلظكعوللا يوبفكرو نواحوبلسق

Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung.

Sebagaimana wiridanku, dan aku ingin mengangkat kepalaku, datanglah Malaikat Jibril dan meletakkan sayapnya di atas punggungku dan memegang saya dalam waktu yang lama. Tatkala Jibril mengangkat sayapnya, maka aku mengangkat kepalaku." Para sahabat berkata: "Mengapa Malaikat Jibril melakukan ini?" Rasulullah saw bersabda: "Aku tidak bertanya tentang hal tersebut!"

Kemudian Jibril datang dan berkata: "Wahai Muhammad, sesungguhnya Ali bin Abi Thalib ra bergegas untuk melakukan salat berjamaah; kemudian di jalan bertemu dengan seorang Nasrani, sedangkan ia tidak tahu bahwa orang tersebut adalah orang Nasrani. Ia menghormatinya karena ubannya dan tidak berani mendahuluinya. Kemudian Allah swt memerintahkan kepadaku untuk memegangi engkau dalam keadaan ruku', agar Ali dapat mengikuti jamaah salat subuh

besertamu." Allah memerintahkan kepada Malaikat Mikail untuk memegangi matahari dengan sayapnya, sehingga matahari tidak terbit karena penghormatan Ali ra kepada orang tua.

Rasulullah saw bersabda:

نويلمكلكسلمقللا مقحورليو ىذكلفوا مويلحكرفولا نفوككلوو ةنصفوآخو هقلوهلاووو هقسوفلنو مقحورليو ىذكلفوا مقيلحكرفولا سويللو

Penyayang bukanlah orang yang menyayangi dirinya dan keluarganya secara khusus, tetapi penyayang adalah orang yang menyayangi orang-orang muslim.

Rasulullah saw bersabda:

ةكموايوقكللا مووليو رلولنق هقدقيو اهويللوعو دفقمقتو ةفروعلشو لفككقبك هقلو نواكو مفيلتكيو سكألروىلوعو حوسومو نلمو

Barangsiapa yang mengusap kepala anak yatim, maka setiap rambut yang dijangkau oleh tangannya akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat.

(24)

Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra menceriterakan bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad saw seraya bermohon: "Wahai Rasulullah, saya telah berbuat maksiat. Oleh karena itu sucikanlah diriku!"

Rasulullah saw bersabda: "Apa dosamu?"

Ia berkata: "Aku malu mengucapkannya!"

Rasulullah saw bersabda: "Mengapa engkau malu kepadaku untuk memberitahukan kepadaku tentang dosamu dan tidak malu kepada Allah, sedangkan Allah melihatmu? Berdirilah dan pergilah engkau dariku, agar api tidak turun kepada kita!"

Laki-laki tersebut pergi dari sisi Rasulullah dalam keadaan menyesal, putus asa, dan menangis.

Kemudian Malaikat Jibril datang dan berkata: "Wahai Muhammad, mengapa engkau membuat putus asa orang berbuat maksiat, sedangkan ia mempunyai tebusan bagi dosanya meskipun dosanya banyak?"

Rasulullah bersabda: "Apakah tebusannya?"

Jibril menjawab: "Ia mempunyai anak laki-laki yang masih kecil. Setiap ia masuk ke dalam rumahnya dan anaknya menjumpainya, ia memberinya sesuatu makanan atau memberikan sesuatu yang dapat menggembirakannya. Jika anak tersebut bergembira, niscaya kegembiraannya menjadi tebusan baginya."

Mendamaikan pertikaian di antara orang muslim bila dijumpai caranya Dalam surat al-Hujurat ayat 10 Allah swt berfirman:

نوولمقحورلتق ملكقلفوعولو هولفلا اولققتفواوو ملكقيلووخواو نويلبو اولحقلكصلاوفو ةلووخلاك نوولنقمكؤلمقللا امونفواك

Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kamu sekalian kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. Dalam surat an-Nisa ayat 85 Allah swt berfirman:

...

ةيلا اهونلمك بليلصكنو هقلفو نلكقيو ةننوسوحو ةنعوافوشو علفوشليو نلمو

Barangsiapa yang memberikan syafaat yang baik, niscaya dia akan memperoleh bagian (pahala) dari padanya ..."

Rasulullah saw bersabda:

: . :

(25)

Perhatian, aku akan mengkhabarkan kepada kamu sekalian tentang amal yang lebih utama dari pada derajat salat, puasa, dan sedekah!" Para sahabat berkata: "Baik!" Beliau bersabda: "Mendamaikan dua orang yang berselisih!"

Rasulullah saw bersabda:

نكيلبوللا تكاذو حقلوصلاك ةكقودوصفولا لقضوفلاو

Sedekah yang paling utama adalah mendamaikan dua orang yang berseteru. Rasulullah saw bersabda:

ارنيلخو لواقوفو نكيلنوثلا نويلبو حولوصلاو نلمو بفاذفوكوبك سويللو

Orang yang mendamaikan di antara dua orang dan dia berkata baik bukanlah pendusta. Rasulullah saw bersabda:

هقلو هواجو لو نلمو كوهكاجوبك نويلعكتق نلاو ةكقودوصفولا لقضوفلاو

Sedekah yang paling utama ialah apabila Anda membantu dengan pangkat Anda kepada orang yang sama sekali tidak mempunyai pangkat.

Ketahuilah bahwa orang muslim yang mendiamkan (tidak mengajak bicara) orang muslim lainnya melebihi tiga hari, meskipun ia sedang marah kepadanya adalah haram. Jika keduanya sedang berhadap-hadapan dan tidak mau berbicara kepadanya, meskipun dengan memberi salam, kecuali karena udzur syara', seperti keadaan orang yang didiamkan adalah orang yang fasik atau ahli bid'ah, maka hukumnya tidak haram; meskipun mendiamkannya tidak memberi faedah kepada orang yang didiamkan, seperti meninggalkan perbuatan fasiknya.

Benar, andaikata seseorang mengetahui bahwa mendiamkannya akan membawa orang yang didiamkan bertambah fasik, maka dilarang mendiamkannya. Andai tidak berhadapan, maka hukumnya tidak haram meskipun bertahun-tahun, sebagaimana keterangan Imam al-Mudabighi.

Rasulullah saw bersabda:

روانفولا لوخودو تواموفو ثفلوثو قوولفو هقروجوهو نلموفو ؛ مفايفواو ةكثولوثو قوولفو هقاخواو روجقهليو نلاو مفلكسلمقلك لفقحكيو لو

Tidak halal bagi seseorang muslim untuk mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari.

Referensi

Dokumen terkait

3. Sebutkan wujud baktimu kepada kedua orangtua saat ini? (minimal 3) 4. Jelaskan sikap terbaik saat bertemu dengan bapak dan ibu guru baik di sekolah maupun di luar sekolah

A Mari Renungkan Sumber : Dokumen Kemdikbud Gambar 9.4: Seorang Peserta didik sedang mengerjakan tugas (PR) di ruang belajar dengan

Apabila teman-teman bertanya kepada saya : “Mengapa kita harus berbakti kepada orang tua ?”.. Kata pak ustadz, kita harus berbakti kepada orang tua karena Allah

Disajikan narasi/ kasus/dalil Al- Quran/hadis, peserta didik dapat menunjukkan dalil Al-Quran tentang contoh perilaku berbakti kepada orang tua sesuai dengan dalil Al-Quran

Dalam berbakti kepada orang tua, kita mengenal istilah “Birrul Walidaini” yang artinya yaitu berbuat baik dan bakti kepada orang tua melalui pemenuhan hak-hak kedua

Peserta didik diberi motivasi atau rangsangan dalam mengembangkan pemikirannya untuk melakukan kegiatan belajar yang bermakna, berkesan, baik dengan cara meminta

Dalam tafsir ibnu katsir menjelaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar tetap bertakwa kepada-Nya dan

Dalam surat Al isra ayat 23, Allah berfirman: "Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu." Berbakti kepada