• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PSIKOLOGI DEWASA DAN LANSIA (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH PSIKOLOGI DEWASA DAN LANSIA (1)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PSIKOLOGI DEWASA DAN LANSIA

“POLA PERKEMBANGAN SOSIAL DAN KEPRIBADIAN LANSIA”

DISUSUN OLEH

MAYANG TAMARA

NIM 1316321187

DOSEN PENGAMPU

Mtv GUSMAN HELYANTO, M.Pd, CHC

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM (BKI)

JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah "Psikologi Dewasa dan Lansia". Kemudian shalawat beserta salam di sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas di Program studi Bimbingan Konseling Islam. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Gusman Helyanto selaku dosen pembimbing mata kuliah dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bengkulu, April 2016

` Penyusun

(3)

A. Perubahan Sosial

Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka, walaupun pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Aktivitas sosial yang banyak pada lansia juga mempengaruhi baik buruknya kondisi fisik dan sosial lansia.

a. Perubahan Kehidupan Keluarga

Sebagian besar hubungan lansia dengan anak jauh kurang memuaskan yang disebabkan oleh berbagai macam hal. Penyebabnya antara lain : kurangnya rasa memiliki kewajiban terhadap orang tua, jauhnya jarak tempat tinggal antara anak dan orang tua. Lansia tidak akan merasa terasing jika antara lansia dengan anak memiliki hubungan yang memuaskan sampai lansia tersebut berusia 50 sampai 55 tahun.

Orang tua usia lanjut yang perkawinannya bahagia dan tertarik pada dirinya sendiri maka secara emosional lansia tersebut kurang tergantung pada anaknya dan sebaliknya. Umumnya ketergantungan lansia pada anak dalam hal keuangan. Karena lansia sudah tidak memiliki kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Anak-anaknya pun tidak semua dapat menerima permintaan atau tanggung jawab yang harus mereka penuhi.

b. Hubungan Sosio-Emosional Lansia

Masa penuaan yang terjadi pada setiap orang memiliki berbagai macam penyambutan. Ada individu yang memang sudah mempersiapkan segalanya bagi hidupnya di masa tua, namun ada juga individu yang merasa terbebani atau merasa cemas ketika mereka beranjak tua. Takut ditinggalkan oleh keluarga, takut merasa tersisihkan dan takut akan rasa kesepian yang akan datang.

Keberadaan lingkungan keluarga dan sosial yang menerima lansia juga akan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan sosio-emosional lansia, namun begitu pula sebaliknya jika lingkungan keluarga dan sosial menolaknya atau tidak memberikan ruang hidup atau ruang interaksi bagi mereka maka tentunya memberikan dampak negatif bagi kelangsungan hidup lansia.

(4)

Seiring dengan peningkatan umur lansia maka ada sisi lain yang perlu pula untuk dipahami lebih dalam, adalah memahami tipe kepribadian lansia, yaitu sebagai berikut :

a. Tipe Kepribadian yang Konstruktif ( Construction Personality), dimana dalam tipe ini lansia biasanya tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua. b. Tipe Kepribaddian Mandiri (Independent Personality), pada tipe ini ada kecenderungan

mengalami Post Power Sindrome, apalgi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.

c. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent Personality), sedang untuk tipe ini biasanya sangat dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.

d. Tipe Kepribadian Bermusuhan ( Hostility Personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang idak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjdai morat-marit.

e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hae Personality), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat sudah dirinya.

Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hai tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya. Karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kesusukan, jabatan, peran, kegiatan, status, dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya sepertinya yang telah diuraikan pada poin tiga diatas.

(5)

seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif.

Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensuin lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensuin yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan unuk mempersipkan diri, bukan hanya diber waktu untuk masuk keerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.

Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisir dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensuin. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agra tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensuin dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing.

Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya. Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensuin mereka menjadi tidak berguna, mengganggur, penghasilan berkurang, dan sebagainya.

C. Perspektif dan Stereotif tentang Lansia (Tinjauan Psikologis)

(6)

Kemunduran fisik yang menyebabkan orang menjadi tua, sesungguhnya merupakan suatu fenomena biologis, tetapi pengaturan tentang sistem, kedudukan (status), peranan dan fungsi sosial kelompok orang lansia dalam keluarga dan komunitas adalah konstruksi budaya. Seperti yang dikemukakan oleh P. Gulliver, pelembagaan umur membuat jelas bahwa faktor-faktor kebudayaanlah, dan bukan faktor-faktor biologis, yang terutama penting untuk menentukan status sosial.

Kebudayaan dipahami sebagai sistem pengetahuan yang dimiliki masyarakat yang dijadikan sebagai pedoman dalam bertingkah laku. Kebudayaan terdiri atas, sistem aturan-aturan, norma, nilai yang dimiliki oleh masyarakat. Semua masyarakat mengakui adanya sejumlah tingkatan hidup, dimana setiap manusia akan menjadi tua. Tetapi bagaimana pembatasannya akan berbeda-beda menurut kebudayaan. Masyarakat dan kebudayaannya akan menentukan pola kegiatan, sikap, larangan, dan kewajiban mereka. Kedudukan dan peranan orang lansia dalam keluarga dan masyarakat sangat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh keluarga dan masyarakat.

Telah disebutkan di atas bahwa peran dan kedudukan lansia dalam keluarga dan masyarakat sangat dipengaruhi oleh pandangan kebudayaan mengenai orang lanjut usia. Perbedaan pandangan terhadap usia lanjut akan membuat sikap dan penghargaan terhadap orang lansia akan berbeda dalam keluarga dan masyarakat.

Menurut Swasono (1989) berbagai kehidupan kebudayaan menetapkan usia tua dan peranan serta fungsi sosialnya menuntut nilai-nilai, anggapan dan ukuran yang berbeda-beda, namun demikian secara universal terdapat pandangan bahwa seorang lansia dianggap sebagai sumber terkumpulnya kebijaksanaan dan kearifan. Dengan demikian penduduk lansia dianggap memiliki kelebihan, keahlian tertentu dan dengan pengalaman yang demikian luas sehingga mereka harus dihormati.

(7)

lanjut usia merupakan sebuah tantangan dan menjadi PR bersama, namun dalam melihat golongan lanjut usia pada umumnya masyarakat cenderung mendiskreditkan bahkan mendiskriminasikannya.

Apakah kelompok lanjut usia merupakan beban kelurga, masyarakat, dan Negara? Berkembangnya asumsi yang mendiskreditkan lansia merupakan bagian dari kesalahan yang terus direproduksi oleh masyarakat. Model berpikir tersebut merupakan salah satu paradigma pikir yang cenderung memposisikan lansia sebagai bagian kelompok masyarakat lemah dan menjadi sub-golongan rentan terhadap pemenuhan haknya. Lebih fatalnya lagi, alokasi anggaran dalam bentuk jaminan dan perlindungan sosial terhadap lansia hanya diartikan suatu program yang sia-sia dan pemborosan anggaran belanja negara.. Banyaknya stereotipe terhadap lansia merupakan fakta adanya peminggiran secara langsung terhadap mereka.

Adanya stereotipe yang berkembang di masyarakat yang menempatkan lanjut usia sebagai beban sosial keluarga, masyarakat dan negara merupakan sebuah cara pikir yang diskriminatif. Beberapa asumsi yag berkembang adalah lanjut usia diidentifikasikan sebagai golongan yang tidak produktif, tergantung, lemah dan kurang mandiri, kesemua itu merupakan bagian dari kekeliruan yang terus direproduksi dan akhirnya menjadi paradigma ukur masyarakat terhadap lansia. Ketimpangan dalam pemahaman terhadap lanjut usia berujung terhadap sikap dan tindakan masyarakat dalam menempatkan lanjut usia dalam aspek sosial, ekonomi dan politik. Secara umum, pola berpikir tersebut merupakan sebuah kesalahan dalam memahami golongan lanjut usia.

Dalam perspektif sosio-kultur Indonesia, lanjut usia merupakan golongan yang memiliki peran sosio-politik sangat signifikan. Salah kaprah dalam memandang golongan lanjut usia cenderung akan menjadi sebuah mata rantai yang terus akan direproduksi dan sulit diputus. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman yang mendalam hal ini untuk memutus mata rantai ketimpangan penilaian terhadap lanjut usia. Asumsi masyarakat yang menganggap bahwa lanjut usia merupakan golongan yang tidak produktif dan tergantung secara ekonomi merupakan sebuah bentuk kekeliruan dan bahkan menjadi alat diskriminasi yang berujung terhadap peminggiran hak sosio-ekonominya.

(8)

samping secara ekonomi masih produktif mereka masih memiliki kewajiban sosial di masyarakat. Dalam aspek sosial, bahwa lanjut usia merupakan beban sosial masarakat hal ini juga merupakan bagian dari diskriminasi yang diberikan masyarkat. Seoarang pemimpn pondok pesantren umumnya di Indonesia khususunya di Jawa lebih didominasi oleh para ulama yang memilki usia relatif tua/lansia dan bahakan ada mitos yang berkembang semakin tua seseorang maka akan semakin kharismatik.

DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku :

Efendi, F., Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Maryam, R. S., Ekasari, M. F., Rosidawati, Jubaedi, A., Batubara, I. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

Sumber Internet :

Referensi

Dokumen terkait