BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori 1. Definisi Matematika
Istilah matematika yang mulanya diambil dari perkataan yunani, mathematike, yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar
perkataan kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathamein yang mengandung arti belajar (berpikir).1
Secara etimologis, perkataan matematika berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh
tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran). Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Berikut beberapa definisi matematika menurut beberapa ahli:
Johnson dan Rising, matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang terdefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.
1 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer ...., hal. 16.
14 Ibid, hal.17
Reys mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Kline juga mengatakan bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan sarana berpikir bentuk, susunan, simbol, serta pola hubungan untuk membantu manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dengan adanya matematika manusia mampu memahami permasalahan sosial, ekonomi, dll.
2. Proses Berpikir a. Definisi Berpikir
Berpikir bagi siswa pada hakikatnya merupakan kemampuan siswa untuk menyeleksi dan menganalisis bahkan mengkritik pengetahuan yang ia peroleh. Berpikir juga tidak lepas dari usaha mengadakan penyesuaian pemahaman atas informasi baru dengan informasi yang sudah dimilikinya sebagai sebuah pengetahuan. Berfikir dapat didefinisikan sebagai berikut :
Berpikir adalah merupakan aktivitas yang intensional dan terjadi apabila seseorang menjumpai problema (masalah) yang harus dipecahkan. 2 Berpikir adalah satu keaktipan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. 3
2 Imam Malik, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Kalimedia, 2016), hal. 55
Menurut Psikologi Gestalt memandang berpikir itu merupakan keaktifan psikis yang abstrak, yang prosesnya tidak dapat kita amati dengat indra kita.17 Berpikir adalah aktifitas jiwa yang bertujuan untuk memecahkan sesuatu masalah atau problem, sehingga menemukan hubungan-hubungan dan menentukan sangkut pautnya.4
Dari pendapat pengertian berpikir diatas dapat disimpulkan bahwa berpikir merupakan aktivitas dan proses psikis manusia yang terjadi ketika menemukan masalah serta bertujuan untuk memecahkan masalah tersebut, sehingga menemukan keputusan dari masalah yang dihadapi. Pada umunya, berpikir hanya dilakukan oleh orang-orang yang sedang mengalami sebuah permasalahan, baik dalam bentuk soal ujian, kehilangan sesuatu, pengambilan keputusan dan sebagainya.
b. Proses Berpikir
Proses berpikir merupakan urutan kejadian mental yang terjadi secara alamiah atau terencana dan sistematis pada konteks ruang, waktu, dan media yang digunakan, serta menghasilkan suatu perubahan terhadap objek yang mempengaruhinya.5 Proses berpikir adalah proses yang terdiri atas penerimaan informasi (dari luar atau dari dalam diri siswa), pengolahan, penyimpanan, dan pengambilan kembali informasi itu dari ingatan siswa.6 Dalam pikiran seseorang
17 Ibid., hal. 46
4 Noer Rohmah, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), hal. 156 5 Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir.., hal. 3
ada struktur pengetahuan awal (skema) yang berperan sebagai suatu filter dan fasilitator bagi pengalaman-pengalaman dan ide-ide baru.
Pengalaman-pengalaman dan ide-ide baru terbentuk setelah seseorang mendapatkan masalah, sehingga seseorang berpikir untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dalam dunia pendidikan masalah diperoleh ketika seorang siswa mendapatkan soal atau masalah dari seorang guru, salah satunya masalah matematika.
Masalah dalam matematika adalah segala sesuatu yang menghendaki untuk dikerjakan. Dalam hal ini segala sesuatu mengacu kepada pertanyaan, sehingga dengan kata lain masalah dalam matematika dapat diartikan sebagai suatu pertanyaan yang membutuhkan atau menghendaki adanya penyelesaian.7
Masalah matematika menghendaki adanya penyelesaian, maka dalam menyelesaikan masalah matematika diperlukan proses berpikir agar mampu menyelesaikan masalah objek dalam matematika. Hal ini didukung oleh pendapat Soedjadi yang menyatakan bahwa objek dasar matematika yang merupakan fakta, konsep, relasi/operasi dan prinsip merupakan hal-hal yang abstrak sehingga untuk memahaminya tidak cukup hanya dengan menghafal tetapi dibutuhkan adanya proses berpikir8. Maka pembelajaran matematika seharusnya memberikan penekanan pada proses berpikir siswa, sehingga siswa memiliki kemampuan berpikir yang baik.
7 Agus Supriyanto dkk, Karakteristik Berpikir Matematis Siswa SMP Majelis Tafsir Al-Qur’an (Mta ) Gemolong Dalam Memecahkan Masalah Matematika P ada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (Spldv) Ditinjau Dari Kemampuan Penalaran Siswa Dan Gender, Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika, Vol.2, No.10, Hal 1056-1068, Desember 2014
Dengan memiliki kemampuan berpikir, maka siswa akan lebih baik dalam memahami dan menguasai konsep-konsep matematika yang dipelajarinya.9 Untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir seperti yang telah dijabarkan diatas, maka pembelajaran matematika dewasa ini seharusnya difokuskan pada upaya untuk melatih siswa menggunakan potensi berpikir yang dimiliki. Hal tersebut juga didukung oleh pendapat Hudojo yang menyatakan bahwa dalam proses belajar matematika terjadi proses berpikir, sebab seorang dikatakan berpikir bila orang itu melakukan kegiatan mental dan orang yang belajar matematika pasti melakukan kegiatan mental.10 Pada saat memecahkan masalah, siswa melakukan proses berpikir dalam pikiran sehingga siswa dapat menentukan jawaban.
Marpaung juga menyatakan bahwa tugas pendidikan matematika adalah memperjelas proses berpikir siswa dalam mempelajari matematika dan bagaimana pengetahuan matematika itu diinterpretasi dalam pikiran11. Dengan melakukan interpretasi terhadap informasi (data) yang dikumpulkan melalui pengamatan terhadap tingkah laku siswa ketika sedang mempelajari matematika (baik dalam hal pembentukan konsep maupun dalam suasana pemecahan masalah) akan dapat dikonstruksi proses berpikir siswa tersebut. Dengan mengetahui proses berpikir siswa, guru dapat melacak letak dan jenis kesalahan yang dilakukan oleh siswa.
9 Ibid.,
10Lela Nur Safrida, dkk, Analisis Proses Berpikir Siswa Dalam Pemecahan Masalah Terbuka Berbasis Polya Sub Pokok Bahasan Tabung Kelas IX Smp Negeri 7 Jember, ©Kadikma, Vol. 6, No. 1, Hal 25-38, April 2015
Marzano, dkk. Mengajukan delapan komponen utama dari proses berpikir yakni, pembentukan konsep, pembentukan prinsip, pemahaman, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, penelitian, penyusunan, dan berwacana secara oral.12 Kemudian Proses berpikir menurut Sumadi bahwa Proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada tiga langkah, yaitu: 1) pembentukan pengertian, 2) pembentukan pendapat, dan 3) penarikan kesimpulan.13
1) Pembentukan pengertian
Pengertian, atau lebih tepatnya disebut pengertian logis dibentuk melalui tiga tingkat, sebagai berikut:
a) Menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis. Objek tersebut kita perhatikan unsur-unsurnya satu demi satu.
b) Membanding-bandingkan ciri-ciri tersebut untuk diketemukan ciri-ciri mana yang sama, mana yang tidak sama, mana yang selalu ada dan mana yang tidak selalu ada, mana yang hakiki dan mana yang tidak hakiki.
c) Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri-cirinya yang tidak hakiki, menangkap ciri-ciri yang hakiki.
2) Pembentukan pendapat
12 Didi Suryadi dan Tatang Suherman, Eksplorasi Matematika Pembelajaran Pemecahan Masalah, (Jakarta: Karya Duta Wahana,2008), hal. 23
Membentuk pendapat adalah meletakkan hubungan antara dua buah pengertian atau lebih. Selanjutnya pendapat dapat dibedakan menjadi tiga macam:
a) Pendapat afirmatif atau positif, yaitu pendapat yang mengyakan, yang secara tegas menyatakan keadaan sesuatu.
b) Pendapat negatif, yaitu pendapat yang menidakkan, yang secara tegas menerangkan tentang tidak adanya sesuatu sifat pada sesuatu hal.
c) Pendapat modalitas atau kebarangkalian, yaitu pendapat yang menerangkan kebarangkalian, kemungkinan-kemungkinan sesuatu sifat pada sesuatu hal.
3) Penarikan kesimpulan atau pembentukan keputusan
Keputusan ialah hasil perbuatan akal untuk membentukan pendapat baru berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga macam keputusan, yaitu:
a) Keputusan induktif, aitu keputusan yang diambil dari pendapat-pendapat khusus menuju ke satu pendapat-pendapat umum.
b) Keputusan deduktif ditarik dari hal yang umum ke hal yang khusus, jadi berlawanan dengan keputusan induktif.
Menurut M Irham yang mengambil pendapat dari Wasty Soemanto, pada dasarnya aktivitas atau kegiatan berpikir merupakan sebuah proses yang kompleks dan dinamis. Proses dinamis dalam berpikir mencakup 3 tahapan, yaitu proses pembentukan pengertian, proses pembentukan pendapat, dan proses pembentukan keputusan.14 Atas dasar pendapat tersebut, proses berpikir merupakan aktivitas memahami sesuatu atau memecahkan suatu masalah melalui proses pemahaman terhadap sesuatu atau inti masalah yang sedang dihadapi dan faktor-faktor lainnya. Pada proses menentukan pendapat dalam bentuk menentukan hubungan antarsesuatu atau masalah tersebut menjadi sebuah konsep tentang bagaimana individu memandang sesuatu atau masalah yang dihadapi. Pada tahap membentuk atau mengambil keputusan dilakukan atas dasar pemahaman dan pendapatnya yang telah terbentuk selama proses dan tahapan-tahapan berpikir sebelumnya.
Proses berpikir pada siswa merupakan wujud keseriusannya dalam belajar. Berpikir membantu siswa untuk menghadapi persoalan atau masalah dalam proses pembelajaran, ujian, dan kegiatan pendidikan lain seperti eksperimen, observasi, dan praktik lapangan lainnya. Proses berpikir pada siswa dalam proses belajar mengajar bertujuan untuk membangun dan membentuk kebiasaan siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan baik, benar, efektif, dan efisien.15 Tujuan akhirnya adalah berharap siswa akan menggunakan keterampilan-keterampilan berpikirnya untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan nyata di masyarakat.
Berdasarkan pemahaman tentang pentingnya kedudukan proses berpikir dalam pengembangan pribadi dan potensi-potensi siswa, pendidikan dan proses pembelajaran seharusnya menyediakan ketrampilan berpikir siswa. Dalam proses berpikir, banyak metode atau model yang dapat digunakan untuk menemukan ide. Metode dan model-model pembelajaran modern, dapat diterapkan untuk mengembangkan proses berpikir siswa, sekaligus mengaktifkan proses berpikir pada belahan otak kanan dan otak kiri.
Dari pendapat ahli yang dikemukakan diatas maka peneliti menyimpulkan menggunakan tahapan proses berpikir dalam tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Indikator Proses Berpikir
No. Indikator Deskriptor
1. Pembentukan pengertian
1. Siswa memahami ciri-ciri yang dimiliki objek.
2. Siswa mampu menentukan
unsur-unsurnya satu demi satu dalam objek
2. Pembentukan pendapat
1. Siswa mampu menyadari adanya suatu tanggapan atau pengertian.
2. Siswa mampu menguraikan tanggapan atau pengertian yang sudah ada, menjadi beberapa tanggapan yang lebih bersifat lebih khusus.
3. Siswa mampu menentukan hubungan
antar bagian-bagian menjadi suatu pendapat yang bersifat kompleks.
3. Penarikan kesimpulan atau pembentukan keputusan
1. Siswa menerapkan solusi penyelesaian dari pendapat yang telah dia bentuk.
2. Siswa membentuk keputusan
berdasarkan pendapat-pendapat yang telah terbentuk.
Pemecahan atau penyelesaian masalah merupakan suatu proses penerimaan tantangan dan kerja keras untuk menyelesaikan masalah tersebut.16 Langkah-langkah yang perlu diperhatikan untuk pemecahan masalah sebagai berikut:17 a. Pemahaman terhadap maslah, maksudnya mengerti maslah dan melihat apa
yang dikehendaki;
Cara memahami suatu masalah antara lain sebagai berikut:
a Masalah harus dibaca berulang-ulang agar dapat dipahami kata demi kata, kalmat demi kalimat.
b Menentukan/mengidentifikasi apa yang diketahui dari maslah apa yang dikehendaki dari masalah.
b. Perencanaan pemecahan masalah
Perencanaan Masalah maksudnya melihat bagaimana macam soal dihubungkan dan bagaimana ketidakjelasan dihubungkan dengan data agar memperoleh ide membuat suatu rencana pemecahan masalah. Untuk itu dalam menyusun perencanaan pemecahan maslah, dibutuhkan suatu kreativitas dalam menyusun strategi pemecahan masalah.
c. Melaksanakan perencanaan pemecahan masalah d. Melihat kembali kelengkapan pemecahan masalah
Melihat kembali kelengkapan pemecahan masalah maksudnya sebelum menjawab permasalahan, perlu mereview apakah penyelesaian masalah sudah sesuai dengan melakukan kegiatan sebgai berikut: mengecek hasil,
menginterprestasikan jawaban yang diperoleh, meninjau kembali apakah ada cara lain yang dapat digunakan untuk mendapatkan penyelesaian yang sama, dan meninjau kembali apakah ada penyelesaia yang lain sehingga dalam memecahkan masalah dituntut tidak cepat puas dari satu hasil penyelesaian saja, tetapi perlu dikaji dengan beberapa cara penyelesaian.
4. Proses Berpikir Menurut Islam
Manusia lahir ke dunia dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Tapi manusia dibekali dengan perantara (wasilah) untuk mencari ilmu dan ma’rifah yaitu dengan akal (‘aql), pendengaran (sam’), dan penglihatan (bashar).18 Semua perantara tersebut diberikan kepada manusia dengan tujuan untuk mengetahui kebenaran (haqq) dan menjadikannya dalil atas argumennya dalam berpikir. Adapun kebenaran yang dipahami dapat berfungsi sebagai alat untuk mengontrol diri supaya tidak terjerumus dalam kesesatan (bathil). Dan untuk mengetahui kebenaran-kebenaran tersebut diperlukan cara berpikir yang benar pula (tafakkur). Apabila cara berpikirnya salah maka objek dan hasil yang dipahaminya pun akan menjadi salah. Maka berikut ini akan dibahas mengenai konsep berpikir dalam al-Qur’an sebagai aktifitas yang mampu mengantarkan manusia kepada keimanan dan kesesatan.
a. Surat Al-Baqarah ayat 21919
18 Mohammad Ismail, Konsep Berpikir Dalam Al-Qur’an Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Akhlak, Ta’dib: Vol. XIX, No. 02, Edisi November 2014, hal.291-312.
ْفَ ن ْنِم ََُْكَأ اَمُهُِْْإَو ِساّنلِل ُعِفاَنَمَو ٌرِبَك ٌِْْإ اَمِهيِف ْلُق ِرِسْيَمْلاَو ِرْمَْْا ِنَع َكَنوُلَأْسَي
َكَنوُلَأْسَيَو اَمِهِع
ِلُق َنوُقِفْنُ ي اَذاَم
َنوُرّكَفَ تَ ت ْمُكّلَعَل ِتََآا ُمُكَل ُّّا ُنَِِبُ ي َكِلَذَك َوْفَعْلا
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir,”. (QS. Al-Baqarah: 219)
b.
Surat Al-Baqarah ayat 26620ُك ْنِم اَهيِف ُهَل ُراَْْأا اَهِتََْ ْنِم يِرََْ ٍباَنْعَأَو ٍليََِ ْنِم ٌةّنَج ُهَل َنوُكَت ْنَأ ْمُكُدَحَأ ّدَوَ يَأ
نِل
ُهَلَو ََُِكْلا ُهَهاَاَأَو ِتاَرَمّّلا
ٌرََ ِهيِف ٌراَصْعِإ اَََاَاَأَف ُءاَفَعُض ٌةّينِرُذ
ُرّكَفَ تَ ت ْمُكّلَعَل ِتََآا ُمُكَل ُّّا ُنَِِبُ ي َكِلَذَك ْتَقَََْحاَف
َنو
Artinya: “Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya”. (QS. Al-Baqarah: 266)
c.
Surat Al-An’am ayat 502120 Ibid., hal. 67.
اِإ ُعِبّتَأ ْنِإ ٌكَلَم نِِِإ ْمُكَل ُلوُقَأ اَو َبْيَغْلا ُمَلْعَأ اَو ِّّا ُنِئاَزَخ يِدْنِع ْمُكَل ُلوُقَأ ا ْلُق
َم
ْلََ ْلُق ََِّإ َحوُي ا
اَفَأ ُرِصَبْلاَو َمْعأا يِوَتْسَي
َنوُرّكَفَ تَ ت
Artinya: “Katakanlah: "Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang gaib dan tidak (pula ) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan (nya)?”. (QS. Al-An’am: 50)
Dari ketiga ayat tersebut merupakan sebagian kecil dari sekian ayat yang memerintahkan untuk berpikir. Manusia yang diciptakan lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk yang lainnya, dimana kesempurnaan ini dapat dilihat dari adanya akal yang dapat dipergunakan. Allah SWT memerintahkan kepada kita melalui Surat Al-Baqarah dan Surat Al-An’am untuk mempergunakan akal dalam menilai, memilah dan memilih, serta memperhatikan perbedaan sebagai tanda kekuasaanNya. Menjadi sangat penting, terlebih kepada seorang guru untuk senantiasa mengajak siswa mempergunakan akal yang telah Allah SWT anugerahkan dengan melakukan pembelajaran yang menuntut keaktifan berpikir siswa berdasarkan pada tingkat perkembangan kognitif atau intelektual.
5. Pythagoras
Teorema Pythagoras secara umum menyatakan bahwa dalam sebuah segitiga siku-siku, luas persegi pada sisi miring (hipotenusa) sama dengan jumlah luas persegi pada kedua sisi siku-sikunya.22 Perhatikan dua segitiga siku-siku berikut ini.
l
q p m
k
r
Gambar 2.1 Segitiga siku-siku Gambar 2.2 Segitiga Siku-siku Segitiga siku-siku pada gambar (a) berlaku Teorema Pythagoras: 2 = 2+
2. Segitiga siku-siku pada gambar (b) berlaku Teorema Pythagoras: 2 = 2+ 2
Sehingga pada segitiga siku-siku berlaku suatu dalil atau aturan yang disebut Teorema phytagoras. Teorema Phytagoras berbunyi “ Kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat kedua sisi lainnya”.23 Misalkan diketahui segitiga siku-siku ABC berikut:
C
A B
Gambar 2.3 Segitiga ABC AC = sisi alas
BC = sisi miring AC = sisi tegak
Sudut A adalah sudut siku. Sisi miring selalu berada di depan sudut siku-siku. Dengan menerapkan dalil Pythagoras pada segitiga di atas diperoleh :
2 = 2+ 2
2 = 2− 2
2 = 2− 2
a. Menentukan panjang sisi segitiga siku-siku
Penggunaan Teorema Pythagoras hanya terbatas pada segitiga siku-siku saja. Diluar segitiga siku-siku, Teorema Pythagoras tidak dapat digunakan. Apabila kita menemukan sebuah segitiga siku-siku yang panjang kedua sisinya diketahui, maka sisi yang ketiga dapat ditentukan panjangnya. Untuk menentukan panjang salah satu sisi segitiga siku-siku yang belum diketahui tersebut. Dapat digunakan Teorema Pythagoras yang tentu tidak terlalu sulit diterapkan.
b. Teorema Pythagoras pada bangun datar
Pada bangun datar, Teorema Pythagoras dapat diterapkan untuk mencari panjang sisi atau panjang diagonal bangun datar yang bersangkutan. Adapun caranya sama dengan cara menentukan panjang salah satu sisi segitiga siku-siku. 6. Gender
a. Pengertian gender
perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.”24 Gender secara umum
digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial-budaya.25
Menurut istilah gender merujuk pada kepada perbedaan karakter laki-laki dan perempuan berdasarkan konstruksi sosial budaya, yang berkaitan dengan sifat, status, posisi, dan perannya dalam masyarakat.26 Dalam bukunya Siti Musdah Mulia, Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu
konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.27
Konsep gender mengacu kepada seperangkat sifat, peran, tanggungjawab, fungsi, hak dan perilaku yang melekat pada diri laki-laki dan perempuan akibat bentukan budaya atau lingkungan masyarakat tempat manusia itu tumbuh dan dibesarkan. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa gender merupakan suatu konsep untuk mengidentifikasi perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan berdasarkan konstruksi sosial budaya dalam masyarakat. b. Kesetaraan gender
Persoalan gender dalam kemajuan pendidikan telah disepakati ada dua basis legal yang ada di Indonesia yaitu: 1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 (1) yang berbunyi “Setiap warga negara baik perempuan maupun laki-laki, mendapatkan
24 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur’an, (Jakarta: Dian Rakyat, 2010), hal. 29
25 Ibid, hal. 31
kesempatan setara untuk mengecap pendidikan”, 2. Inpres No 9 Tahun 2000 tentang “Keputusan mengimplementasikan Pengarusutamaan Gender (Gender
Mainstreaming) dalam seluruh bidang pembangunan.28 Secara landasan konstitusional memang tidak ada perbedaan perlakuan.
Landasan kesetaraan gender dalam al-Qur’an.
1) Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba
Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam Q.s adz-dzariyat/51:56:
ِْلا ُتْقَلَخ اَمَو
ِنوُدُبْعَ يِل اِإ َ ْنْاَو ّن
Artinya : “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”
2) Laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi
Peluang untuk meraih prestasi maksimum tidak ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan, ditegaskan secara khusus yaitu, Q.s An- Nahl 16:97
ََُرْجَأ ْمُهّ نَ يِزْجَنَلَو ًةَبنِيَط ًةاَيَح ُهّنَ يِيْحُنَلَ ف ٌنِمْؤُم َوََُو َّْ نُأ ْوَأ ٍرَكَذ ْنِم اًِِاَا َلِمَع ْنَم
اوُناَك اَم ِنَسْحَِِ ْم
َنوُلَمْعَ ي
Artinya : “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.
c. Perbedaan gender
Perbedaan individual menunjukkan pada banyaknya variasi dan variabilitas dari perbedaan-perbedaan yang dimiliki individu. Perbedaan individu sangat kompleks tidak sepenuhnya diperhatikan dalam dunia pendidikan dan pembelajaran, bahkan oleh seorang ahli pembelajaran sekalipun. Sugihartono menjelaskan terdapat beberapa jenis perbedaan individu yang banyak dikaji dalam proses pendidikan dan pembelajaran yaitu kemampuan umum dan khusus atau intelegensia, bentuk kepribadian, gaya belajar serta jenis kelamin dan gender.29 Jenis kelamin menunjuk pada perbedaan individu dari sudut pandang biologis laki-laki dan perempuan, sedangkan gender lebih pada aspek psikososial atau peran jenis antara laki-laki dengan perempuan.
Gender lebih banyak dilihat pada proses dan kegiatan yang dilakukan atau aktivitas yang berhubungan dengan peran sosial, tingkah laku, kecenderungan sifat dan atribut lainnya yang menjelaskan arti apakah seorang individu menjadi seorang laki-laki atau perempuan. Gender muncul disebabkan faktor pengajaran atau karena diajarkan, baik sadar ataupun tidak disadari masyarakat mulai dari lingkungan keluarga sampai masyarakat luas. Perbedaan terbesar antara laki-laki dan perempuan adalah dalam bentuk bagaimana memperlakukan mereka. Hal ini disebabkan pola perlakukan yang diajarkan dan diturunkan secara sosio-kultural dari generasi ke generasi secara estafet atau disebut juga pewarisan budaya. Perbedaan gender dalam hubungannya dengan pendidikan ditunjukkan Elliot seperti yang terangkum dalam tabel 2.2 berikut.30
29 Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan : Teori dan Aplikasi dalam Proses Pembelajaran..., hal.78
Tabel 2.2 Perbedaan Gender Laki-Laki Dan Perempuan
Karakteristik Perbedaan gender
Perbedaan fisik Meskipun perempuan matang lebih cepat, laki-laki lebih kuat.
Kemampuan verbal
Perempuan lebih bagus dalam mengerjakan tugas-tugas verbal di tahun- tahun awal dan dapat dipertahankan. Lakilaki mengalami masalah-masalah bahasa yang lebih banyak dibandingkan perempuan.
Kemampuan spasial
Laki-laki lebih superior dalam kemampuan spasial, yang berlanjut semasa sekolah.
Kemampuan matematika
Pada tahun-tahun awal hanya ada sedikit perbedaan, lakilaki menunjukkan superiotas selama sekolah menengah.
Sains Perbedaan gender terlihat meningkat, perempuan mengalami kemunduran, sementara prestasi laki-laki meningkat.
Agresi Laki-laki memiliki pembawaan lebih agresif dibandingkan perempuan.
Motivasi berprestasi
Perbedaan tampaknya berhubungan dengan tugas dan situasi. Laki-laki lebih baik dalam melakukan tugas-tugas stereotype maskulin (sains, matematika) dan perempuan dalam tugas stereotype feminism (seni, music). Dalam kompetisi langsung antara laki-laki dan perempuan ketika remaja, perempuan tampak turun.
Kemampuan kognitif
Anak laki-laki dan perempuan pada dasarnya memiliki kemampuan kognitif yang hampir sama. Namun demikian, anak perempuan lebih baik dalam keterampilan atau tugastugas verbal, sedangkan anak laki-laki lebih baik dalam hal visual-spasial.
Self-Esteem
Anak laki-laki lebih memiliki rasa percaya diri dalam mengatasi masalah dan menilai kinerjanya secara lebih positif, sedangkan anak perempuan merasa lebih percaya diri dalam hal melakukan hubungan interpersonal.
Aspirasi Karier
Anak laki-laki akan memilih ekspetasi jangka panjang yang lebih tinggi dan menggambarkan serta mengembangkan stereotype
“maskulinnya”, sedangkan anak perempuan cenderung memilih
karier yang tidak akan mengganggu peran mereka di masa depan sebagai pasangan atau orang tua.
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa terdapat perbedaaan kemampuan antara laki-laki dan perempuan, dan memiliki keunggulan masing-masing.
mathematics education,...”. Berdasarkan pendapat Keitel bahwa gender, sosial dan budaya berpengaruh pada pembelajaran Matematika.31
Oleh karena itu aspek gender perlu menjadi perhatian khusus dalam
pembelajaran matematika. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh TIMSS32
menyebutkan bahwa untuk menyelesaikan soal-soal spatial yang diberikan kapada
kelompok male dan kelompok female mempunyai perbedaan dalam proses
menjawab soal. Untuk kelompok male mengandalkan strategi spatial ketika
menyelesaikan tugas rotasi mental, sedangkan kelompok female cenderung
menggunakan strategi verbal untuk menyelesaikan tugas ini. Pada tes berikutnya
kelompok female menggunakanketrampilanverbalnyauntuktes visualisasi spatial
yaitu dengan menggunakan petunjuk verbal untuk menyelesaikan soal matematika,
sedangkan kelompok male dengan kemampuan sebaliknya pada tes visualisasi
spatial yang sama mengandalkan petunjuk gambar visual. Hasil akhirnya adalah
kelompok female memiliki skor matematika terendah yang artinya bahwa
kelompok ini mempunyai kemampuan verbal tinggi dan kemampuan spatial
rendah. Kelompok ini merasa kesulitan mengubah informasi verbal menjadi bentuk
gambar. Dengan demikian mendukung teori sebelumnya bahwa siswa perempuan
unggul dalam bidang verbal, namun lemah dalam bidang spatial.
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Sartini menunjukkan bahwa secara umum prestasi akademik perempuan lebih baik dibandingkan dengan laki-laki33. Indikasi temuan ini sebenarnya sudah ada sejak dasawarsa tujuh
31Zubaidah Amir MZ, Perspektif Gender Dalam Pembelajaran Matematika, Marwah Vol. XII No. 1 Juni Th. 2013, hal 14-31.
32Ibid.,
puluhan. Dengan demikian, perempuan mempunyai comparative advanta ge pada bidang pendidikan (Dijk, 1975). Mereka ini lebih tekun, lebih teliti (terutama untuk bidang ajar matematika), dan bersedia mendengarkan dengan baik. Sikap emosionalnya yang lebih dominan di banding pada kemampuan fisiknya telah menempatkan perempuan pada posisi yang sangat baik. Akibatnya, banyak sekali dijumpai kenyataan bahwa perempuan menempati sebagian besar dari urutan 10 terbesar di setiap sekolah.
Praktik pendidikan memunculkan perlakuan-perlakuan yang berbeda antara laki-laki dan perempiuan dengan beberapa asumsi yang tidak dapat lepas dari perbedaan gender. Perbedan-perbedaaan perlakuan guru dan orang tua dilandasi oleh kecerdasan dan pola interaksi yang dibangun. Perbedaan-perbadaan pemberian perlakuan atau perilaku terhadap laki-laki dan perempuan dengan berbagai karakteristiknya lebih banyak disebabkan oleh perlakuan lingkungan yaitu orang tua dan guru disekolah. Guru perlu memberikan kesempatan yang sama pada siswa laki-laki dan perempuan dalam berbagai aktivitas pembelajaran dan memberikan dukungan pada siswanya untuk aktif dalam setiap proses pembelajaran. Dengan demikian tidak akan ada lagi perbedaan perilaku dalam proses pembelajaran disebabkan perbedaan jenis kelamin sehingga siswa akan belajar dan berprestasi sesuai dengan kemampuan masing-masing tanpa bayang-bayang gender.
B. Penelitian Terdahulu
1. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hilda Rusida dalam skripsinya yang berjudul “Analisis proses berpikir siswa dalam memecahkan masala h matematika materi lingkaran di MTsN Sumberjo Sanankulon Blitar Tahun Ajaran 2014/2015”, bahwa dalam penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa: (1) siswa berkemampuan akademik tinggi memenuhi ketiga tahap proses berpikir, yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan. (2) siswa berkemampuan akademik sedang memenuhi dua tahap proses berpikir, yaitu pembentukan pengertian, dan pembentukan pendapat. (3) siswa berkemampuan akademik rentah tidak memenuhi semua tahap proses berpikir.
2. Dikutip dari jurnal yang ditulis oleh Avissa Purnama Yanti dan Muhamad Syazali yang berjudul “Analisis Proses Berpikir Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika Berdasarkan Langkah-Langkah Bransford dan Stein Ditinjau dari Adversity Quotient di X MIA 4 MAN I Bandar Lampung.” Bahwa dalam penelitian yang telah diuji keabsahannya menggunakan triangulasi teknik dan pembahasan, maka pada penelitian ini diperoleh simpulan :
b Kelompok subjek dengan Adversity Quotient (AQ) tipe campers cenderung memiliki tipe proses berpikir semikonseptual. Subjek MD dalam menyelesaikan masalah memiliki proses berpikir semikonseptual dan subjek QT memiliki proses berpikir semikonseptual.
c Kelompok subjek dengan Adversity Quotient (AQ) tipe quitters cenderung memiliki tipe proses berpikir komputasional. Subjek LA dalam menyelesaikan masalah memiliki proses berpikir komputasional dan subjek SD memiliki proses berpikir komputasional.
C. Paradigma Penelitian
Tes
Wawancara
Proses Berpikir
Putra
Masalah
Putri