• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Konflik Atasi Dampak Masyaraka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Manajemen Konflik Atasi Dampak Masyaraka"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Manajemen Konflik Atasi Dampak Masyarakat

Multikultural di Indonesia

Ketut Gunawan1 dan Yohanes Rante2

1 Universitas Panji Sakti Singaraja-Bali

Email: ketut_gunawan292@yahoo.com

2 Fakultas Ekonomi Universitas Cendrawasih, Papus

Email: elfimaikel@yahoo.co.id

Abstract: Indonesian society in demographic and olso sociologic is a form of multicultural society. This kind of society need to be well driven; otherwise it can arise many conflicts, wether it is vertical or horizontal conflict. The concrete example of this condition is an interethnic conflict which happened in west borneo, middle of Sulawesi, papua, ets. All of them were cused by the diversity in ethnics, religion, and races. The paper explains the conflict management to solve the impact of multi-culture in Indonesia. The purpose is to know about: a. conflict management; b. multicultural society; c. the impact of multicultural society; d. solving the problem which is caused by multicultural society in Indonesia. The result of this study shows that: a. To solve the conflicts, we need a conflict management aas a asignal to create a resolution needed; b. as a multicultural society, Indonesian people have diversity and differencies in races, religion, physical appearances, (skin color, hair, faces, posture, etc) and diversity in social group in society; c. the diversity in society, in fact, cause so many conflicts as a result of diversity in ethnics, religion, and races; d. to solve the problems caused by the multicultural society, we need a conflict management by managing the local wisdom, national wisdom, and avoiding all things that can arise the conflics, fir example: 1) primordialism; 2) etnosentrism; 3) injustice; 4) stereotype, and implement many kids of techniques to solve those problems.

Key words:Conflict management, Indonesian society, multicultural society.

PENDAHULUAN

Masyarakat Indonesia secara demografis maupun sosiologis merupakan wujud dari bangsa yang Multikultur. Ciri yang menandai sifat kemajemukan ini adalah adanya keragaman budaya yang terlihat dari perbedaan bahasa, suku bangsa (etnis) dan keyakinan agama serta kebiasaan-kebiasaan kultural lainnya. Keanekaragaman ini ditandai oleh berbagai fenomena di bawah ini.

Keanekaragaman Penduduk Indonesia

Jumlah penduduk Indonesia Mei 2010 sebanyak 237,6 juta orang (Hasil SP 2010) Jumlah penduduk Indonesia menurut hasil olah cepat Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 berjumlah 237,6 juta orang. Dibanding hasil SP 2000 terjadi pertambahan jumlah penduduk sebanyak 32,5 juta orang atau meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 persen per tahun. Bila dilihat pada tingkat provinsi, jumlah penduduk meningkat dengan laju pertumbuhan yang sangat bervariasi, tertinggi terjadi di Provinsi Papua (5,45 persen) dan terendah di Provinsi Jawa Tengah (0,37 persen). Kepadatan penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 124 orang per km2, meningkat dibandingkan tahun 2000 (107 orang per km2). Dilihat dari penyebaran penduduk, pulau paling padat penduduknya

(2)

Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Agustus 2010 mencapai 116,53 juta orang, bertambah 530 ribu orang dibanding keadaan Februari 2010 (116,00 juta orang) atau bertambah 2,7 juta orang dibanding keadaan Agustus 2009 (113,83 juta orang). Jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2010 mencapai 108,21 juta orang, bertambah 800 ribu orang dibandingkan keadaan Februari 2010 (107,41 juta orang) atau bertambah 3,3 juta orang jika dibandingkan keadaan Agustus 2009 (104,87 juta orang). Jumlah penganggur pada Agustus 2010 sebanyak 8,32 juta orang dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 7,14 persen. TPT Agustus 2010 lebih rendah dibanding TPT Februari 2010 (7,41 persen) dan TPT Agustus 2009 (7,87 persen) (Bank Indonesia, 2009).

Menurut data Kemenakertrans, jumlah TKA yang tercatat bekerja di Indonesia per akhir September 2009 mencapai 45.384 orang, sebagian besar (63%) berada di DKI Jakarta, sisanya tersebar di seluruh Indonesia utamanya yang terbesar berada di 7 (tujuh) propinsi yaitu berturut-turut Jawa Barat (9%), Riau/Kepri (6%), Banten (5,3%), Bali (3,6%), Jatim (3,2%), Sumut (2,1%), dan Jateng (1,4%).

Keanekaragaman Agama di Indonesia.

Menurut laporan sensus tahun 2000, 88 prosen penduduk menyatakan diri sebagai pemeluk Islam, 6 prosen Kristen Protestan, 3 prosen Katolik Roma, 2 prosen Hindu, dan kurang dari 1 prosen Budha, penganut agama pribumi, kelompok Kristen lain, dan Yahudi.

Sebagai Agama terbesar, Islam memiliki 215,6 juta orang. Sebagian besar Muslim di negara ini adalah Suni. Dua organisasi massa Islam terbesar, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, masing-masing mengklaim mempunyai 40 juta dan 30 juta pengikut Suni. Diperkirakan terdapat sekitar 1 juta hingga 3 juta pengikut Syiah.

Ada banyak organisasi Islam dalam skala lebih kecil, termasuk sekitar 400.000 orang yang terdaftar sebagai anggota kelompok sempalan Islam Ahmadiyah Qadiyani. Terdapat juga kelompok yang lebih kecil lagi, yaitu Ahmadiyah Lahore. Kelompok minoritas Islam lain mencakup al-Qiyadah al-Islamiya, Darul Arqam, Jamaah Salamulah, dan pengikut Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia.

Departemen Agama memperkirakan ada sebanyak 19 juta penganut Protestan (yang disebut Kristen di negara ini) dan 8 juta penganut Katolik bermukim di Indonesia. Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki proporsi penganut Katolik tertinggi dengan 55 persen. Provinsi Papua memiliki proposri penganut Protestan terbesar dengan 58 persen. Daerah lain, seperti Kepulauan Maluku dan Sulawesi Utara memiliki penganut Kristen yang cukup besar.

Prediksi yang sama juga terhadap penganut agama Hindu di Indonesia sebanyak 10 Juta yang tersebar sebanyak 90% di pulau Bali sisanya sebanyak 10% di luar pulau Bali. Penganut minoritas Hindu (yang disebut "Keharingan") bermukim di Kalimantan Tengah dan Timur, kota Medan (Sumatera Utara), Sulawesi Selatan dan Tengah, dan Lombok (Nusa Tenggara Barat). Kelompok-kelompok Hindu seperti Hare Krishna dan pengikut pemimpin spiritual India Sai Baba juga ada, meskipun dalam jumlah kecil. Beberapa kelompok agama pribumi, termasuk "Naurus" di Pulau Seram di Provinsi Maluku, menggabungkan kepercayaan Hindu dan animisme kedalam kegiatan mereka. Banyak pula yang mengikuti prinsip-prinsip Kristen Protestan. Masyarakat Tamil di Medan juga mewakili konsentrasi penganut Hindu.

(3)

Di antara penganut agama Budha, sekitar 60 persen mengikuti aliran Mahayana, 30 persen menjadi pengikut Theravada, dan 10 persen sisanya penganut aliran Tantrayana, Tridharma, Kasogatan, Nichiren, dan Maitreya. Menurut Generasi Muda Budhis Indonesia, sebagian besar penganut agama Budha tinggal di Jawa, Bali, Lampung, Kalimantan Barat, dan Kepulauan Riau. Etnis Tionghoa merupakan 60 persen dari penganut agama Budha.

Jumlah penganut Konghucu masih tidak jelas karena pada saat sensus nasional tahun 2000, para responden tidak diizinkan untuk menunjukkan identitas mereka. Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN) memperkirakan bahwa 95 persen dari penganut Konghucu adalah etnis Tionghoa dan sisanya dari etnis Jawa pribumi. Banyak penganut Konghucu yang juga menjalankan ajaran agama Budha dan Kristen.

Sekitar 20 juta orang di pulau Jawa, Kalimantan, Papua, dan daerah lain diperkirakan mempraktikkan animisme dan jenis sistem kepercayaan tradisional lainnya yang disebut sebagai ”Aliran Kepercayaan”. Beberapa penganut animisme menggabungkan kepercayaan mereka dengan salah satu agama yang diakui Pemerintah dan selanjutnya terdaftar sebagai agama yang diakui.

Terdapat sejumlah kecil komunitas Yahudi yang ada di Jakarta dan Surabaya. Komunitas Baha’i mengakui memiliki ribuan anggota, tetapi tidak ada angka yang dapat diandalkan. Falun Dafa, yang menganggap keyakinan mereka sebagai organisasi spiritual ketimbang agama, mengklaim penganutnya mencapai jumlah antara 2.000 s/d 3.000, hampir separuhnya tinggal di Yogyakarta, Bali, dan Medan.

Keanekaragaman Suku di Indonesia.

Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki aneka Suku. Berikut ini adalah macam macam suku indonesia disertai dengan daerah asal:

Aceh dengan 11 suku antara lain: Aceh, Alas, Aneuk Jamee, Gayo, Gayo Lut, Gayo Luwes, Gayo Serbejadi, Kluet, Simeulu, Singkil san Tamiang.

Sumatera Utara, dengan 15 Suku antara lain: Angkola, Asahan, Dairi, Karo, Mandailing, Melayu, Nias, Pakpak, Simalungun, damn Toba.

Riau dan Sumatera Barat, dengan 11 Suku antara lain: Akit, Hutan, Kuala, Kubu, Laut, Lingga, Riau, Sakai, Talang Mamak, Mentawai, Minangkabau.

Sumatera Selatan dengan 29 suku antara lain: Ameng Sewang, Anak Dalam, Bangka, Belitung, Musi Banyuasin, Musi Sekayu, Ogan, Enim, Kayu Agung, Kikim, Komering, Lahat, Lematang, Lintang, Kisam, Palembang, Pasemah, Padamaran, Pegagan, Rambang Senuling, Lom, Mapur, Meranjat, Musi, Ranau, Rawas, Saling, Sekak, dan Semendo. Bengkulu, Jambi, dan Lampung, dengan 16 Suku antara lain: Bengkulu, Rejang, Enggano,

Kaur, Serawai, Lembak, Mulo–muko, Suban, Pekal, Anak Dalam, Batin, Jambi, Kerinci, Penghulu, Pindah dan Lampung.

Jawa dengan 11 Suku antara lain: Betawi, Baduy, Sunda, Bagelen, Banyumas, Jawa, Nagarigung, Samin, Bawea, Madura, Tengger, Using.

(4)

Merau, Mualang, Muara, Muduh, Muluk, Ngabang, Ngalampan, Ngamukit, Nganayat, Panu, Pengkedang, Pompang, Senangkan, Suruh, Tabuas, Taman dan Tingui.

Kalimantan Tengah dan Selatan, dengan 20 Suku antara lain: Abal, Bakumpai, Banjar, Beraki, Berangas, Bukit, Dusun Deyah, Pagatan, Pitap, Herakit, Bantian, Bawo, Lawang-an, TamuLawang-an, MaanyLawang-an, Ngaju, Ot Danum, Paku, Punan dan Siang.

Kalimantan Timur, dengan 29 Suku antara lain: Auheng, Baka, Bakung, Basap, Benuaq, Berau, Bem, Pasir, Penihing, Saq, Berusu, Bulungan, Busang, Dayak, Huang, Tering, Jalan, Kenyah, Seputan, Tidung, Timai, Tunjung, Kulit, Kutai, Long Gelat, Long Paka, Modang, Oheng, Touk dan Tukung.

Bali dan Nusa Tenggara Barat, dengan 13 Suku antara lain: Bali, Loloan, Nyama Selam, Trunyan, Bayan, Dompu, Donggo, Kore, Nata, Mbojo, Sasak dan Sumbawa.

Nusa Tenggara Timur, dengan 46 Suku antara lain: Abui, Alor, Anas, Atanfui, Babui, Bajawa, Bakifan, Blagar, Boti, Dawan, Deing, Ende, Faun, Flores, Hanifeto, Helong, Kabola, Karera, Kawel, Kedang, Kemak, Kemang, Kolana, Kramang, Krowe Muhang, Kui, Labala, Lamaholot, Lemma, Lio, Manggarai, Maung, Mela, Modo, Muhang, Nagekeo, Ngada, Noenleni, Riung, Rongga, Rote, Sabu, Sikka, Sumba, Tetun dan Marae.

Sulawesi Utara, dengan 20 Suku antara lain: Bantik, Bintauna, Bolaang Itang, Bolaang Mongondaw, Bolaang Uki, Borgo, Gorontalo, Kaidipang, Minahasa, Mongondow, Polahi, Ponosakan, Ratahan, Sangir, Talaurd, Tombulu, Tonsawang, Tonsea, Tonteboran dan Toulour.

Sulawesi Tengah, dengan 16 Suku antara lain: Bada, Bajau, Balaesang, Balantak, Banggai, Bungku, Buol, Dampelas, Dondo, Kahumamahon, Kailli, Muna, Tomia, Wakotobi, Wawonii dan Kulawi.

Sulawesi Selatan dan Tenggara, dengan 19 Suku antara lain: Abung Bunga Mayang, Bentong Duri, Luwu, Makasar, Mandar, Massenrempulu, Bugis, Daya Selayar, Toala, Toraja, Towala–wala, Duri, Wiwirano, Tolaki, Tomboki, Moronene, Labeau, Nuna dan Buton.

Kepulauan Maluku, dengan 43 Suku antara lain: Alune, Ambon, Aru, Babar, Bacan, Banda, Bulli, Buru, Galela, Gane, Gebe, Halmahera, Haruku, Jailolo, Kei, Kisar, Laloda, Leti, Lumoli, Maba, Makian, Mare, Memale, Moam, Modole, Morotai, Nuaulu, Pagu, Patani, Rana, Sahu, Sawai, Seram, Tanimbar, Ternate, Tidore, Tobaru, Tobelo, Togutul, Wai Apu, Wai Loa, Weda dan Pelauw.

Irian Jaya/Papua, dengan 115 Suku antara lain: Aero, Airo Sumaghaghe, Airoran, Ambai, Amberboken, Amungme, Dera, Edopi, Eipomek, Ekagi, Ekari, Emumu, Eritai, Fayu, Foua, Gebe, Gresi, Hattam, Humboltd, Hupla, Inanusatan, Irarutu, Isirawa, Iwur, Jaban, Jair, Kabari, Kaeti, Pisa, Sailolof, Samarokena, Sapran, Sawung, Wanggom, Wano, Waris, Watopen, Arfak, Asmat, Baudi, Berik, Bgu, Biak, Borto, Buruai, Kais, Kalabra, Kimberau, Komoro, Kapauku, Kiron, Kasuweri, Kaygir, Kembrano, Kemtuk, Ketengban, Kimaghama, Kimyal, Kokida, Kombai, Korowai, Kupul, Kurudu, Kwerba, Kwesten, Lani, Maden, Sawuy, Sentani, Silimo, Tabati, Tehid, Wodani, Ayfat, Yahrai, Yaly, Auyu, Citak, Damal, Dem, Dani, Demisa, Demtam, Mairasi, Mandobo, Maniwa, Mansim, Manyuke, Mariud Anim, Meiyakh, Meybrat, Mimika, Moire, Mombum, Moni, Mooi, Mosena, Murop, Muyu, Nduga, Ngalik, Ngalum, Nimboran, Palamui, Palata, Timorini, Uruway, Waipam, Waipu, Wamesa, Yapen, Yagay, Yey, Anu dan Baso,dan masih banyak lagi suku suku di indonesia ini.

(5)

kehidupan penduduk asli, sehingga ciri-ciri mereka hilang sama sekali dan mereka larut menyatu dengan kebudayaan penduduk asli (Eko Punto Hendro, 2011). Terbitnya Keppres No. 6 tahun 2000 dan Undang-undang RI Nomor 6 Tahun 2006 merupakan angin segar bagi orang Tionghoa untuk membuktikan diri sebagai pewaris sah Republik tercinta.

Gambaran di atas menunjukkan betapa Negara kesatuan Republik Indonesia ini didiami olek kelompok masyarakat Multikultural. Masyarakat dengan Multikultur ini apabila tidak terkendali dengan baik dapat memunculkan aneka konflik baik konflik vertikal maupun horizontal.

Belum lenyap dari ingatan kita berbagai tragedi yang dipicu oleh konflik yang terjadi di Indonesia sebagai akibat keanekaragaman etnis, agama, ras, dan adat, seperti konflik antar etnis yang terjadi di Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Papua, dan lain-lain.

Tulisan ini mengkaji manajemen konflik untuk mengatasi dampak Multikultur di Indonesia. Pembahasan dibatasi kepada: a. apa manajemen Konflik itu; b. Apa masyarakat Multikultur itu; c. Apa saja yang mungkin terjadi akibat masyarakat dengan multikultur itu; d. Bagaimana me-manage konflik yang muncul akibat masyarakat multikultur itu.

PEMBAHASAN

Manajemen Konflik

Istilah Manajemen Konflik berasal dari kata Manajemen dan Konflik. Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Dalam kamus bahasa Inggris Manajemen berasal dari kata to manage, yang berarti mengatur. Mary Parker Follet (dalam Handoko, 2000), mendefinisikan manajemen sebagai seni me-nyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Mananajemen berarti proses mengatur melalui orang lain.

Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentangan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan.

Robbins (1996) menyatakkan Konflik adalah Suatu proses yang mulai bila satu pihak merasakan bahwa suatu pihak merasakan pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, atau akan segera mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang diperhatikan pihak pertama. Wirawan (2010) mendefiniskan konflik adalah proses pertentangan yang diekspresikan di-antara dua pihak atau lebih yang saling tergantung mengenai objek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik. Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konflik terjadi dikarenakan adanya proses yang terjadi di kedua belah pihak yang masing-masing pihak terpengaruh secara negatif yang menimbulkan pertentangan di antara kedua belah pihak.

Manajemen Konflik adalah proses pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi yang diinginkan.

Masyarakat Multikultur

(6)

orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dalam kesederajatan. Pada hakikat-nya masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri atas berbagai macam suku yang masing-masing mempunyai struktur budaya (culture) yang berbeda-beda. Dalam hal ini masyarakat multikultural tidak bersifat homogen, namun memiliki karakteristik heterogen di mana pola hubungan sosial antarindividu di masyarakat bersifat toleran dan harus menerima kenyataan untuk hidup berdampingan secara damai (peace co-exixtence) satu sama lain dengan perbedaan yang melekat pada tiap entitas sosial dan politiknya.

Pada dasarnya suatu masyarakat dikatakan multikultural jika dalam masyarakat ter-sebut memiliki keanekaragaman dan perbedaan. Keragaman dan perbedaan yang dimaksud antara lain, keragaman struktur budaya yang berakar pada perbedaan standar nilai yang berbeda-beda, keragaman ras, suku, dan agama, keragaman ciri-ciri fisik seperti warna kulit, rambut, raut muka, postur tubuh, dan lain-lain, serta keragaman kelompok sosial dalam masyarakat. Selain itu, masyarakat Multikultural dapat diartikan sebagai berikut:

1. Pengakuan terhadap berbagai perbedaan dan kompleksitas kehidupan dalam masyarakat. 2. Perlakuan yang sama terhadap berbagai komunitas dan budaya, baik yang mayoritas

maupun minoritas.

3. Kesederajatan kedudukan dalam berbagai keanekaragaman dan perbedaan, baik secara individu ataupun kelompok serta budaya.

4. Penghargaan yang tinggi terhadap hak-hak asasi manusia dan saling menghormati dalam perbedaan.

5. Unsur kebersamaan, kerja sama, dan hidup berdampingan secara damai dalam perbedaan.

Indonesia merupakan masyarakat multikultural. Hal ini terbukti di Indonesia memiliki banyak suku bangsa yang masing-masing mempunyai struktur budaya yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat dilihat dari perbedaan bahasa, adat istiadat, religi, tipe kesenian, dan lain-lain. Pada dasarnya suatu masyarakat dikatakan multikultural jika dalam masyarakat tersebut memiliki keanekaragaman dan perbedaan. Keragaman dan perbedaan yang dimaksud antara lain, keragaman struktur budaya yang berakar pada perbedaan standar nilai yang berbeda-beda, keragaman ras, suku, dan agama, keragaman ciri-ciri fisik seperti warna kulit, rambut, raut muka, postur tubuh, dan lain-lain, serta keragaman kelompok sosial dalam masyarakat.

Dampak Masyarakat Multikultur

Keanekaragaman dalam masyarakat ternyata memunculkan berbagai persoalan bagi bangsa Indonesia. Konflik-konflik yang terjadi di Indonesia umumnya muncul sebagai akibat keanekaragaman etnis, agama, ras, dan adat, seperti konflik antar etnis yang terjadi di Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Papua, dan lain-lain.

Di Kalimantan Barat adanya kesenjangan perlakuan aparat birokrasi dan hukum ter-hadap suku asli Dayak dan suku Madura menimbulkan kekecewaan yang mendalam. Akhir-nya, perasaan ini meledak dalam bentuk konflik horizontal. Masyarakat Dayak yang ter-marginalisasi semakin terpinggirkan oleh kebijakan-kebijakan yang diskriminatif. Sementara penegakan hukum terhadap salah satu kelompok tidak berjalan sebagaimana mestinya.

(7)

Islam di terminal bus Kota Poso. Perkelahian ini menyebabkan terbakarnya permukiman orang Pamona di Kelurahan Lambogia. Selanjutnya, permukiman Kristen melakukan tindakan balasan.

Tragedi Mei 1998 di Jakarta adalah suatu bencana yang mungkin sulit dilupakan oleh warga Indonesia keturunan Cina. Peristiwa yang menyebabkan ratusan warga keturunan Cina meninggalkan Jakarta itu merupakan suatu bukti ketidak harmonisan hubungan antar etnik dibalik jargon-jargon keberhasilan proses pembauran dan keharmonisan hubungan antar etnik. Program program pemerintah Orde Baru yang menekankan pada stabilitas dan keamanan memang cukup efektif selama 32 tahun tetapi ternyata “semu”, sebab justeru akibatnya sekarang cukup luar biasa, memporak-porandakan tatanan yang sudah mapan. Tidak hanya masalah dengan etnik Cina, tetapi ternyata rentetan kejadian berikutnya mulai dari peristiwa Sambas, Ambon, dan Sampit merupakan akibat dari kebijakan yang salah itu.

Dari tiga contoh kasus tersebut terlihat betapa perbedaan mampu memicu munculnya konflik sosial. Perbedaan-perbedaan yang disikapi dengan antisipasi justru akan menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan banyak orang. Oleh karena itu, bagaimana kita bersikap dalam keanekaragaman benar-benar perlu diperhatikan.

Manajemen Konflik Mengatasi Dampak Negatif Masyarakat Multikultural itu?

Ada baiknya kita kembali mengenang seorang pujangga Mpu Tantular dalam kitab Sutasoma, yang di dalamnya tertulis Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Dalam buku ini dikatakan bahwa keanekaragaman bukanlah merupakan penghambat bagi tercapainya persatuan, kesatuan, dan kerukunan masyarakat. Fakta sejarah memang mem-buktikan bahwa kehidupan agama di Kerajaan Majapahit berjalan dengan sangat harmonis antara agama Hindu Siwa, Buddha, dan lainnya, bahkan hingga masuknya pengaruh agama Islam. Sebagai bukti adalah adanya kebijakan dari raja Majapahit saat membebaskan raja-raja bawahan di pesisir pantai utara Jawa untuk menganut agama Islam (Darmawan M. Rahman, et al, 2010).

Bagaimana cara mengatasi permasalahan yang muncul sebagai akibat dari keaneka-ragaman dan perubahan kebudayaan yang ada di masyarakat? Setidaknya ada tiga hal yang dapat dilakukan antara lain: pertama, Langkah pencegahan sebelum terjadinya konflik; kedua, Warga Negara dengan Multikultur perlu menghindari nilai-nilai yang dapat memecah belah persatuan dan kerukunan berbangsa dan bernegara; ketiga langkah penanganan konflik jika konflik telah terjadi.

Pencegahan Konflik dengan Mengelola Kearifan Lokal dan Kearifan Nasional

Menggunakan Kearifan Lokal

Walaupun memicu konflik, keaneka ragaman agama dan suku memberikan solusi untuk mengatasi dampak masyarakat dengan Multikultur. Berbagai agama menganut falsafah yang dapat disosialisasi guna memberikan pemahaman terhadap dampak perselisihan.

(8)

kewajiban antara lain: 1) Aspek Parahyangan mengisyaratkan umat manusia wajib bertakwa kepada Tuhan menjalankan Ajaran Agama secara utuh serta menjauhi larangannya; 2) Aspek Pawongan mengisyaratkan setiap manusia wajib menjalin hubungan yang harmonis antara sesama manusia atas asas Tat Twam Asi, saling asah, asih dan asuh; 3) Aspek Palemahan mengisyaratkan umat manusia harus menjaga kelestarian lingkungan. Dapat dikatakan Falsafah ini menunjukkan keyakinan masyarakat Hindu atas keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan, Manusia dengan sesama manusia dan manusia terhadap alam semesta akan mengantarkan umat manusia mencapai tujuan hidupnya yaitu kebahagian duniawi dan kebahagian sorgawi (moksartham jagaddhita) (Suja, 2003).

Aspek kedua dari falsafah ini menuntun agar setiap manusia menjadikan sesamanya sebagai dirinya sendiri. Pemahaman terhadap aspek kedua ini akan memberikan tuntunan kepada setiap manusia untuk selalu menjaga dirinya serta orang lain.

Dengan demikian maka dengan mengelola nilai Falsafah ini dalam bentuk sosialisasi dan implementasi maka konflik diantara sesama manusia akan dapat dihindari sekecil mungkin.

Contoh lain Kearifan lokal dari kehidupan masyarakat Lembah Baliem di Papua. Masyarakat ini memiliki Budaya berperang yang telah dianut sejak lama. Budaya itu berawal dari mitologi, bahwa manusia pertama adalah moity Waya dan moity Wita. Mereka menjadi pasangan dan berkembang secara rukun dan damai.

Keributan mulai terjadi setelah masyarakatnya bertambah banyak. Keributan biasanya dipicu oleh adanya rebutan seseorang yang berwarna kulit lebih terang yang menjadi dambaan mereka yang sering mengarah persengketaan hingga peperangan antar klan. Ternyata, budaya perang itu tidak hanya terjadi di dalam mitos saja. Masyarakat Lembah Baliem memang biasa berperang karena beberapa alasan misalnya karena pencurian babi, penculikan wanita, tuduhan melakukan sihir, dan pertikaian hak atas tanah. Pasukan perang biasanya bersenjatakan lembing, busur dengan anak panahnya, kapak batu, dan beliung. Pasukan itu dipimpin oleh wim matek dan mengawali peperangan dengan gegap gempita serta saling meneriakkan cemohan atau perkelahian satu lawan satu.

Ada beberapa pelajaran yang dapat dipetik sebagai kearifan lokal Masyarakat Baliem dalam menangani konflik antar Clant.

1) Masyarakat Baliem selalu mengaitkan roh nenek moyang dengan tradisi perang, sehingga berperang bagi mereka adalah kegiatan ritual yang diikat oleh aturan-aturan adat yang ketat.

2) Meskipun berperang dengan semangat tinggi, namun mereka sangat taat pada peraturan-peraturan, seperti berperang untuk tidak memusnahkan musuh.

3) Perang merupakan media pengembangan diri bagi laki-laki. Karena perang merupakan arena untuk melangsungkan terjadinya regenerasi kepemimpinan. Dalam sebuah pepe-rangan biasanya muncul seorang tokoh yang kuat, berani, cakap, dan dipercaya bisa melindungi serta mengatur kehidupan mereka.

4) Apabila seorang anggota klan atau konfederasi takut berperang, ia dianggap pawi yaitu sama dengan orang yang melakukan insest (hubungan seks sedarah). Ia akan mendapat hukuman berat secara adat seperti diasingkan.

(9)

Pinsip-prinsip hidup Masyarakat Lembah Baliem di pedalaman Papua ini adalah kearifan Lokal dapat dijadikan mekanisme memecahkan masalah konflik antar clant hingga tuntas.

Menggunakan Kearifan Nasional

Indonesia adalah sebuah negara bekas jajahan Belanda dan Jepang. Selama 3,5 Abad lebih bangsa Indonesia terpecah belah jauh dari bingkai persatuan. Sebagai dampaknya bangsa Indonesia sangat rentan dengan potensi konflik. Sejak 83 tahun lamanya tepatnya 28 Oktober 1928 para pemuda Indonesia sebagai bangsa multi etnik, multi agama, multi ras dan multi budaya telah melebur menjadi bentuk nasionalisme dan bersumpah bertanah air satu, tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia dan berbahasa satu bahasa Indonesia. Tujuh belas tahun kemudian tepatnya 17 Agustus 1945 Sumpah para pemuda itu telah meng-antarkan bangsa Indonesia menuju gerbang kemerdekaan Indonesia. Semangat Sumpah Pemuda harus dijadikan bingkai Persatuan guna mengisi kemerdekaan menuju kepada cita-cita bangsa Indonesia yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Lebih lebih dengan disepakatinya Pancasila sebagai dasar negara dan petuntun hidup bangsa Indonesia telah terbukti mampu mempersatukan bangsa Indonesia sebagai bangsa multi etnik, multi agama, multi ras dan multi budaya menjadi bangsa nasional dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Contoh konkrit adalah bersatunya antara etnik Arab dan etnik Jawa di kampung Embong Malang yang telah mencapai keteraturan sosial. Karakteristik kehidupan sosial Kampung Embong Arab ditandai dengan adanya proses-proses sosial yang cukup baik terutama proses interaksi sosial dan proses asimilasi sosial. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hubungan sosial yang harmonis antara warga etnis Arab dan Jawa di Kampung Embong Arab adalah:

1) Adanya kedekatan antara tokoh masyarakat, baik tokoh dari etnis Arab maupun tokoh dari etnis Jawa.

2) Adanya kesamaan agama (relatif beragama Islam).

3) Adanya proses perkawinan campuran antara warga etnis Arab dan Jawa. 4) Adanya kekompakan dan kegotongroyongan.

5) Kesadaran etnis Arab untuk mengikuti aturan setempat (proses pembauran).

6) Adanya unsur perasaan persaudaraan antar sesama warga, baik etnis Arab maupun Jawa. 7) Rasa saling menghormati dan menghargai.

Sedangkan model atau bentuk interaksi sosial antara warga etnis Arab dan Jawa di Kampung Embong, Arab adalah merupakan model atau bentuk kerja sama (cooperation) dengan proses-proses sosial yang akomodatif dan asimilatif. Sedangkan pola hubungan antar kelompok etnis Arab dan Jawa lebih mengarah pada pola hubungan antarkelompok yang bersifat akulturasi dan integrasi.

(10)

Menghindari Nilai-Nilai yang dapat Memecah Belah Persatuan dan Kerukunan Ber-bangsa dan Bernegara

Untuk membangun masyarakat multikultural yang rukun dan bersatu, ada beberapa nilai yang harus dihindari, yaitu:

Primordialisme

Primordialisme artinya perasaan kesukuan yang berlebihan.Sikap ini tercermin dari anggapan suku bangsanya adalah yang terbaik. Perasaan Superior, menganggap lebih rendah suku yang lain adalah sikap yang kurang terpuji bagi Masyarakat multi kultur yang sangat rentan mengundang konflik.

Etnosentrisme

Etnosentrisme artinya sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan kebudayaannya sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan kebudayaan yang lain.Indonesia bisa maju dengan bekal kebersamaan, sebab tanpa itu yang muncul adalah disintegrasi sosial. Apabila sikap dan pandangan ini dibiarkan maka akan memunculkan provinsialisme yaitu paham atau gerakan yang bersifat kedaerahan dan eksklusivisme yaitu paham yang mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dari masyarakat.

Diskriminatif

Diskriminatif adalah sikap yang membeda-bedakan perlakuan terhadap sesama warga negara berdasarkan warna kulit, golongan, suku bangsa, ekonomi, agama, dan lain-lain.Sikap ini sangat berbahaya untuk dikembangkan karena bisa memicu munculnya antipati terhadap sesama warga negara.

Stereotip

Stereotip adalah konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat.Indonesia memang memiliki keragaman suku bangsa dan masing-masing suku bangsa memiliki ciri khas.Tidak tepat apabila perbedaan itu kita besar-besarkan hingga membentuk sebuah kebencian.

Langkah Penanganan Konflik Jika Konflik telah Terjadi

Gibson, et al (1996) menyumbangkan konsep bagi langkah penyelesaian konflik yang efektif antara lain:

Menjabarkan Kepentingan

(11)

kepentingan setiap kelompok kepada yang lain tanpa menyorot secara tidak pantas kelompok yang lain untuk memaksakan kepentingan dengan dasar kepentingan tertentu.

Membangun hubungan kerja yang baik

Teknik penyelesaian konflik ini ditempuh melalui: 1) memberi kesempatan kepada kelompok untuk mengatasi perbedaan-perbedaannya dalam perdebatan yang hangat; 2) memelihara jenis hubungan yang diinginkan oleh kelompok tapi sesuai; 3) mempermudah kelompok untuk mengatasi bersama-sama bila konflik timbul lagi.

Memberikan pilihan yang baik

Teknik penyelesaian konflik ini ditempuh melalui: 1) memacu kelompok untuk sumbang saran beberapa pilihan sebelum mengevaluasi mereka dan memilih di antara mereka; 2) mendorong/memberi semangat kepada kelompok untuk mencari jalan keluar untuk mencipta-kan nilai-nilai untuk perolehan bersama.

Dilihat sebagai keabsahan

Teknik penyelesaian konflik ini ditempuh melalui: 1) dengan tidak dipandang oleh kelompok sebagai pengganggu; 2) dengan menanamkan pada kelompok rasa bahwa penyelesai-an ypenyelesai-ang dibuat akpenyelesai-an adil dpenyelesai-an memadai.

Pengenalan alternatif prosedural suatu pihak

Teknik penyelesaian konflik ini ditempuh dengan membolehkan kedua pihak untuk mengembangkan penilaian mereka sendiri yang realistis dan alternatif pokok pihak lain.

Memperbaiki komunikasi

Teknik penyelesaian konflik ini ditempuh melalui: 1) memperbanyak pertanyaan dan pengujian dari yang menjadi dasar perkiraan; 2) mempermudah pengertian dan diskusi dari pandangan pengikut; 3) membentuk komunikasi antar kelompok dua arah yang efektif.

Mengarahkan kekomitmen yang bijaksana

Teknik penyelesaian konflik ini ditempuh melalui: 1) memberi kesempatan kelompok untuk merancang kebijaksanaan yang realistis, operasional dan cendrung terlaksana; 2) menempatkan pihak-pihak dengan sumber yang efektif untuk acara di kejadian yang mereka gagal untuk mencapai persetujuan akhir atau kejadian yang tidak terlaksana.

(12)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada pembahasan maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut:

a. Manajemen Konflik memberikan rambu-rambau bagi penyelesaian sebuah konflik antar Individu, kelompok maupun organisasi

b. Indonesia sebagai Masyarakat Multikultur memiliki keragaman dan perbedaan antara lain, keragaman struktur budaya yang berakar pada perbedaan standar nilai yang berbeda-beda, keragaman ras, suku, dan agama, keragaman ciri-ciri fisik seperti warna kulit, rambut, raut muka, postur tubuh, dan lain-lain, serta keragaman kelompok sosial dalam masyarakat. c. Keanekaragaman dalam masyarakat ternyata memunculkan berbagai persoalan bagi

bangsa Indonesia. Konflik-konflik yang terjadi di Indonesia umumnya muncul sebagai akibat keanekaragaman etnis, agama, ras, dan adat, seperti konflik antar etnis yang terjadi di Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Papua, dan lain-lain.

d. Untuk mengatasi konflik yang muncul akibat masyarakat Multikultur itu perlu manajemen konflik melalui pencegahan terjadinya konflik dengan me-manage Kearifan lokal dan kearifan nasional, menghindari hal-hal yang sering memicu konflik serta menerapkan berbagai teknik penyelesaian konflik yang ada.

Saran

Melihat posisi bangsa Indonesia sebagai Masyarakat Multikultural maka disarankan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam kemajemukan serta meng-hindari hal-hal yang memicu terjadinya konflik.

DAFTAR PUSTAKA

Algifari, 1997, Analisis Regresi, Teori, Kasus, dan Solusi, Edisi Pertama, STIE YKPN Yogya-karta.

Anoraga, Pandji. 1995. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi, 1992. Manajemen Penelitian, Cetakan ke-5, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

As’ad, Moh, 1987, Seri Ilmu Sumber Daya Manusia Psikologi Industri, Cetakan kedua, Liberty,

Jogjakarta.

As'ad, Moh., 1991, Psikologi Kerja, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Atmosoeprapto, Kisdarto, 2000, Produktivitas Aktualisasi Budaya Perusahaan, Cetakan Kedua, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Azwar, Saifudin, 1997, Validitas dan Reliabilitas, Cetakan pertama. Liberty, Yogyakarta. Bambang Sriaji, 2002. Pengaruh Pendidikan, Pelatihan dan Gaji Terhadap Prestasi Kerja

Pegawai Pada Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga di Kabupaten Mojokerto. Tesis

Program Studi Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.

Byars, L, and Lesli W., R., 1984, Human Resources and Personnel Management, Richard D. Irwin Inc, Homewood Illinois.

(13)

Dessler, Gary 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia Jilid I (Alih bahasa: Benyamin Molan). Penerbit Prenhallindo, Jakarta.

Dharma, Agus 1986. Manajemen Prestasi Kerja. Rajawali: Jakarta.

Flippo, Edwin B. 1996. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Alih Bahasa Moh. Masud. Erlangga: Jakarta.

Gibson, Ivancevich, Donnelly. 1994. Organisasi dan Manajemen. Edisi Keempat. Terjemahan. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.

Glueck, William F., 1982. Personnel A Diagnostic Approach, Third Edition. Business Publication, Inc. Plano: Texas.

Gomes, Faustino Cardoso. 1995. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Edisi Kedua. Yogyakarta: Andi Offset.

Santoso, Singgih. 2000. SPSS Statistik Parametrik, Edisi Pertama. Penerbit Elek Media Komputindo, Jakarta.

Schuler S. Randall, dan Jackson E. Susan, 1999, Human Resources Management: Positioning for The 21st Century, 7th Edition, West Publishing Company, New York.

Sekaran, Uma, 1992, Research Methods for Business; A Skill Building Approach, 2nd Edition,

Referensi

Dokumen terkait

Analisis spektrum respons harus dilakukan dengan menggunakan suatu nilai redaman ragam untuk ragam fundamental di arah yang ditinjau tidak lebih besar dari nilai yang terkecil

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka implikasi yang dapat diberikan peneliti adalah diharapkan Pada Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan Kelas A (Basarnas)

Fakultas Tarbiyah dan Kependidikan merupakan lembaga akademis yang dikembangkan dari Jurusan Tarbiyah dengan beberapa program studi yang lebih dimantapkan. Arti penting

Gambar berikutnya, memperlihatkan pola distribusi intensitas gelap-terang yang lebih Distribusi gelap-terang pada membran blending 1:1 (Gambar 4.9) sudah cukup

Barack Obama.. mempelajari retorika berguna untuk membangun kesadaran diri untuk menjadi pendengar yang lebih efektif, lebih terbuka dan kritis, serta pandai

Nilai R 2 dalam penelitian ini adalah 0.397, yang berarti bahwa variabel dukungan sosial suami mempengaruhi resiliensi istri yang mengalami Involuntary childless di

Penyakit busuk buah menjadi salah satu kendala utama yang dapat menurunkan produksi kakao, termasuk produksi kakao di Lampung Pengendalian secara mekanis dan penanaman varietas

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa sosial ekonomi dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain