BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
ILO (International Labor Organitation) mendefinisikan K3 sebagai promosi
dan pemeliharaan derajat, fisik, mental, dan kesejateraan sosial yang tinggi dan
semua pekerja pada semua pekerjaan; pencegahan diantara para pekerja dari
penurunan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan pekerja
terhadap risiko-resiko yang dihasilkan oleh faktor-faktor buruk terhadap risiko-resiko
yang dihasilkan oleh faktor-faktor buruk terhadap kesehatan; penempatan dan
pemeliharaan pekerja di dalam lingkungan pekerjaan yang diadaptasi untuk peralatan
fisiologi dan psikologi, dan untuk menyimpulkan adaptasi pekerja terhadap manusia
dan setiap manusia terhadap pekerjaan, sedangkan menurut OSHA (occupational
Health and Safety Administration) K3 diartikan sebagai aplikasi atau penerapan
prinsip-prinsip sains atau ilmiah di dalam memahami pola resiko terhadap
keselamatan orang dan benda baik dalam lingkungan industri maupun non-industri
(OSHA, 2004).
Secara fisiologi keselamatan dan kesehatan kerja menunjukkan
kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh
lingkungan kerja yang disediakan perusahaan. Kondisi fisiologis-fisikal meliputi
penyakit-penyakit dan kecelakaan kerja seperti cedera, kehilangan nyawa, atau
kehidupan kerja yang berkualitas rendah. Hal ini meliputi ketidakpuasan, sikap
menarik diri, kurang perhatian, mudah marah, selalu menunda pekerjaan dan
kecenderungan untuk mudah putus asa terhadap hal-hal remeh (Rivai, 2006).
Menurut Lalu (2005), bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
melindungi pekerja/buruh guna mewujudkan kinerja yang optimal. Upaya tersebut
dilakukan dengan tindakan pencegahan untuk memberantas penyakit dan kecelakaan
akibat kerja, bagaimana upaya pemeliharaan serta peningkatan gizi dan juga
bagaimana mempertinggi efisiensi dan produktivitas manusia sehingga tujuan
perusahaan dapat tercapai dengan baik dengan tidak meninggalkan masalah.
Kemudian perlindungan terhadap masyarakat di sekitar lingkungan perusahaan agar
terbebas dari polusi dan limbah produksi.
Yusra (2008) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), adalah suatu sistem
program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan
(preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam
lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dan tindakan antisipatif bila
terjadi hal yang demikian.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) harus diterapkan dan dilaksanakan di
setiap tempat kerja (perusahaan). Tempat kerja adalah setiap tempat yang didalamnya
terdapat 3 (tiga) unsur, yaitu :
1. Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomi maupun usaha sosial.
3. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik secara terus-menerus
maupun hanya sewaktu-waktu.
2.1.1 Keselamatan Kerja
Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata „safety’ dan biasanya
selalu dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka
(accident) atau nyaris celaka (near-miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan sebagai
suatu pendekatan keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari
faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya
mengembangkan berbagai cara dan pendekatan untuk memperkecil resiko terjadinya
kecelakaan (Syaaf, 2007).
Sedangkan pendapat Leon C Meggison yang dikutip oleh Prabu
Mangkunegara (2000) bahwa istilah keselamatan mencakup kedua istilah yaitu resiko
keselamatan dan resiko kesehatan. Keselamatan kerja menunjukan kondisi yang aman
atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian ditempat kerja. Resiko
keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan
kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang,
kerugian alat tubuh, penglihatan, dan pendengaran. Semua itu sering dihubungan
dengan perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik dan mencakup tugas-tugas
kerja yang membutuhkan pemeliharaan dan latihan.
Menurut Lalu (2005), keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja
yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan istilah kecelakaan
tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah
diatur dari suatu aktivitas. Ada 4 (empat) faktor penyebabnya yaitu:
1. Faktor manusianya.
2. Faktor material/bahan/peralatan.
3. Faktor bahaya/sumber bahaya.
4. Faktor yang dihadapi (pemeliharaan/perawatan mesin-mesin).
Menurut Lalu (2005) bahwa disamping ada sebabnya maka suatu kejadian
juga akan membawa akibat. Akibat dari kecelakaan industri ini dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu :
1. Kerugian yang bersifat ekonomis, antara lain :
a. Kerusakan/kehancuran mesin, peralatan, bahan dan bangunan
b. Biaya pengobatan dan perawatan korban
c. Tunjangan kecelakaan
d. Hilangnya waktu kerja
e. Menurunnya jumlah maupun mutu produksi
2. Kerugian yang bersifat non ekonomis pada umumnya berupa penderitaan
manusia yaitu tenaga kerja yang bersangkutan, baik itu merupakan kematian,
luka/cidera berat maupun luka ringan.
Menurut Glendon dan Literland (2001) indikator dari pengukuran keselamatan
1. Dukungan dan komunikasi
Dukungan dan komunikasi antara supervisiors dengan pekerja dapat dilakukan
dengan cara diskusi, pekerja bisa mengkomunikasikan masalah masalah yang
berhubungan dengan pekerjaan, dan komunikasi menganai faktor risiko
diinformasikan kepada pekerja pada saat pelatihan awal masuk bekerja.
2. Prosedur yang adekuat
Prosedur yang dikatakan adekuat adalah prosedur yang berisi berbagai informasi
yang lengkap, teknik yang akurat, menjelaskan hal-hal yang boleh dilakukan
maupun yang tidak boleh dilakukan beserta alasannya dan pekerja dapat dengan
mudah menerapkan prosedur pekerjaan mereka.
3. Beban kerja
Beban kerja yang tidak terlalu tinggi dapat diukur dengan masih adanya waktu
bekerja untuk beristirahat, target yang ditentukan masih realistis, dan pekerja
memiliki cukup waktu menyelesaikan tugasnya.
4. Alat Pelidung Diri
Alat pelindung diri digunakan pekerja untuk menghindari kecelakaan yang dapat
menggagngu pekerja saat bekerja, dan yang paling penting adalah APD yang
digunakan nyaman bagi pekerja.
5. Hubungan dengan perusahaaan
Hubungan dengan perusahaaan diukur dengan adanya hubungan yang baik antara
supervisiors dengan pekerja, pekerja dengan pekerja dan juga berhubungan
6. Peraturan keselamatan
Peraturan keselamatan harus selalu dilakukan dan peraturan keselamatan dapat
diikuti tanpa adanya konflik dengan praktek kerja.
2.1.2 Kesehatan Kerja
Selain faktor keselamatan, hal penting yang juga harus diperhatikan adalah
faktor kesehatan. Kesehatan berasal dari bahasa Inggris „health’, yang dewasa ini
tidak hanya berarti terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat
mempunyai makna sehat secara fisik, mental dan juga sehat secara sosial. Dengan
demikian pengertian sehat secara utuh menunjukkan pengertian sejahtera. Menurut
Lalu (2005), kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar
tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental,
maupun sosial sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal. Pada dasarnya
kesehatan itu meliputi empat aspek, antara lain :
1. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau
tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua
organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.
2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual.
a. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
b. Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk
mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan
c. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa
syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana
ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa. Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari
praktik keagamaan seseorang. Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah
keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan
agama yang dianutnya.
3. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang
lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau
kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran
dan menghargai.
4. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam
arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong
terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial.
Menurut Gary Dessler (1997), indikator kesehatan kerja terdiri dari :
1. Keadaan dan Kondisi Karyawan
Keadaan dan kondisi karyawan adalah keadaan yang dialami oleh
karyawan pada saat bekerja yang mendukung aktivitas dalam bekerja.
2. Lingkungan kerja adalah lingkungan yang lebih luas dari tempat kerja yang
mendukung aktivitas karyawan dalam bekerja.
3. Perlindungan karyawan merupakan fasilitas yang diberikan untuk menunjang
Tujuan kesehatan kerja menurut Lalu (2005) adalah:
1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang
setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun sosial.
2. Mencegah dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja.
3. Menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan dengan tenaga
kerja.
4. Meningkatkan produktivitas kerja.
2.1.3 Tujuan K3
Tujuan Pemerintah membuat aturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
dapat dilihat pada Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja,
yaitu:
1. Suhu dan lembab mencegah dan mengurangi kecelakaan;
2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelematkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya
5. Memberikan pertolongan pada kecelakaan
6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluaskan suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik
maupun psikhis, peracunan, infeksi dan penularan;
9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
10. Menyelenggarakan udara yang baik
11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya
14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau
batang
15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan
penyimpanan barang
17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
berbahaya
19. Angka kecelakaan turun
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada dasarnya mencari dan
mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu
Tujuan dari penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah (Direktorat
Pengawasan Norma K3, 2006):
1. Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
manusia
2. Meningkatkan komitmen pimpinan perusahaan dalam melindungi tenaga kerja
3. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja untuk menghadapi kompetisi
perdagangan global
4. Proteksi terhadap industri dalam negeri
5. Perlunya upaya pencegahan terhadap masalah sosial dan ekonomi yang terkait
dengan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.
Rivai (2006) menyatakan tujuan keselamatan kerja antara lain:
1. Manfaat lingkungan kerja yang aman dan sehat
Jika perusahaan dapat menurunkan tingkat dan beratnya kecelakaan-kecelakaan
kerja, penyakit, dan hal yang berkaitan dengan stres, serta mampu meningkatkan
kualitas kehidupan kerja para pekerjanya, perusahaan akan semakin efektif.
Peningkatan–peningkatan terhadap hal ini akan menghasilkan :
a. Meningkatnya produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang
b. Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih berkomitmen
c. Menurunnya biaya – biaya kesehatan dan asuransi
d. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah
e. Fleksibilitas dan adaptibilitas yang lebih besar sebagai akibat dari
meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikian
f. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra
perusahaan. Perusahaan kemudian bisa meningkatkan keuntungannya secara
substansial.
2. Kerugian lingkungan kerja yang tidak aman dan tidak sehat
Jumlah biaya yang besar sering muncul karena ada kerugian – kerugian akibat
kematian dan kecelakaan di tempat kerja dan kerugian menderita
penyakit-penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan. Selain itu ada juga yang berkaitan
dengan kondisi–kondisi psikologis. Perasaan pekerja yang menganggap dirinya
tidak berarti dan rendahnya keterlibatannya dalam pekerjaan, barangkali lebih
sulit dihitung secara kuantitatif, seperti gejala–gejala stress dan kehidupan kerja
yang bermutu rendah.
2.1.4 Manfaat K3
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan satu upaya pelindungan yang
diajukan kepada semua potensi yang dapat menimbulkan bahaya. Hal tersebut
bertujuan agar tenaga kerja dan orang lain yang ada di tempat kerja selalu dalam
keadaan selamat dan sehat serta semua sumber produksi dapat digunakan secara aman
dan efisien (Suma‟mur, 2004). Perhatian pada kesehatan karyawan dapat mengurangi
terjadinya kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaannya, jadi antara kesehatan dan
keselamatan kerja bertalian dan dapat mencegah terjadinya kecelakaan di tempat
Menurut Sculler dan Jackson (Cantika, 2005), apabila perusahaan dapat
melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik maka
perusahaan akan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut :
1. Meningkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang.
2. Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih komitmen.
3. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.
4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena
menurunnya pengajuan klaim.
5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari partisipasi dan
rasa kepemilikan.
6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra perusahaan.
7. Perusahaan juga dapat meningkatkan keuntungannya secara substansial.
Menurut Siagian (2002) ada 5 hal yang perlu diperhatikan dalam
melaksanakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja, yaitu:
1. Apa pun bentuknya berbagai ketentuan formal itu harus ditaati oleh semua
organisasi.
2. Mutlak perlunya pengecekan oleh instansi pemerintah yang secara fungsional
bertanggung jawab untuk itu antara lain dengan inspeksi untuk menjamin
ditaatinya berbagai ketentuan lain dengan inspeksi untuk menjamin ditaatinya
berbagai ketentuan formal oleh semua organisasi.
3. Pengenaan sanksi yang keras kepada organisasi yang melalaikan kewajibannya
4. Memberikan kesempatan yang seluas mungkin kepada para karyawan untuk
berperan serta dalam menjamin keselamatan dalam semua proses penciptaan dan
pemeliharaan kesehatan dan keselamatan kerja dalam organisasi.
5. Melibatkan serikat pekerja dalam semua proses penciptaan dan pemeliharaan
kesehatan dan keselamatan kerja.
2.2 Produktivitas Kerja
Istilah produktivitas kerja berasal dari kata produktivitas dan kerja. Menurut
kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), produktivitas berarti kemampuan untuk
menghasilkan sesuatu daya untuk berproduksi. Kata kerja atau bekerja secara
sederhana dapat diartikan sebagai suatu aktivitas kehidupan manusia ditandai oleh
suatu aktivitas, yaitu bekerja untuk mempertahankan hidup.
Secara umum, produktivitas diartikan sebagai pengaruh antara hasil nyata
maupun fisik (barang-barang dan jasa) dengan masukan yang sebenarnya.
Produktivitas adalah ukuran efisiensi produktif. Suatu perbandingan antara hasil
keluaran dan masukan atau output : input. Masukan sering dibatasi dengan masukan
tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai.
Produktivitas di bidang industri mempunyai arti ukuran yang ditampilkan oleh daya
produksi yaitu campuran dari produksi dan aktivitas, sebagai ukuran yaitu seberapa
baik kita menggunakan sumber daya dalam mencapai hasil yang diinginkan
Dikemukakan oleh Yuniasih dan Suwatno dalam bukunya Manajemen
Sumber Daya Manusia bahwa produktivitas dapat diukur dengan dua standar utama,
yaitu produktivitas fisik dan produktivitas nilai. Produktivitas fisik dapat diukur dari
aspek kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan, sedangkan produktivitas nilai
dapat diukur atas dasar nilai-nilai kemampuan sikap, perilaku, disiplin, motivasi, dan
komitmen terhadappekerjaan (Yuniasih dan Suwatno, 2008).
Adapun alat ukur produktivitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mengaju pada teori Hameed & Amjad (2009). Menurutnya faktor-faktor yang
digunakan dalam produktivitas kerja meliputi:
1. Kuantitas kerja adalah merupakan suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam
jumlah tertentu dengan perbandingan standrt yang ada atau ditetapkan
perusahaan
2. Kualitas kerja adalah merupakan suatu stanar hasil yang berkaitan dengan mutu
dari suatu produk yang dihasilkan karyawan. Dalam hal ini merupakan suatu
kemampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaanya secara teknis dengan
perbandingan standart yang ditetapkan oleh perusahaan
3. Ketepatan waktu merupakan tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada wal waktu
yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain
Produktivitas merupakan perbandingan antara pemasukan dan pengeluaran
atau dapat pula dibuat rumusan sebagai berikut: Produktivitas = hasil yang
unsur yang secara relatif dapat menunjang proses produktivitas tenaga kerja yakni :
(Melayu, 2002)
1. Peranan tenaga kerja dalam perusahaan
Dalam hal ini diharapkan adanya kesungguhan hati untuk mematuhi dan
menjalankan peraturan yang berlaku di dalam perusahaan. Menghindari adanya
sifat kelalaian dan kecorobohan dalam menjalankan tugas yang merupakan
pangkal kesulitan.
2. Peranan para pemimpin perusahaan
Penanganan manajemen dalam pola yang lebih menguatamakan pendekatan
manusiawi merupakan inti dari diperolehnya dorongan semangat dan kegairan
kerja untuk berproduksi tinggi. Untuk kepentingan ini ada dua macam cara yang
dapat ditempuh yaitu: pendekatan spiritual dan pendekatan behavioristik.
3. Pendekatan spiritual
Pendekatan spiritual merupakan suatu usaha untuk meningkatkan semangat yang
lahir dari hati nurani secara manusiawi yang sangat diperlukan untuk berproduksi
tinggi.
4. Pendekatan behavioristik
Pendekatan behavioristik merupakan suatu usaha untuk meningkatkan semangat
dan kegairahan kerja serta menggerakkan hati sangat diperlukan sebagai modal
5. Peranan masyarakat pemakai barang atau jasa.
Proses produktivitas tenaga kerja secara tidak langsung juga perlu
memperhatikan sikap para pelanggan, seperti adanya kritik, saran-saran.
Pujian-pujian yang didasarkan atas pengalaman mereka memakai produk selama ini.
Dengan demikian masyarakat pemakai barang dan jasa tetap berperan secara
tidak langsung, serta ikut memperbaiki proses produksi dari perusahaan
penghasil produk tersebut.
6. Peranan pemerintah
Peranan pemerintah sangat penting, terutama program pendayagunaan sumber
daya manusia dalam pembangunan nasional secara terpadu. Pemerintah
berkewajiban memberi ijin, pengawasan, pembinaan serta perlindungan bagi
masyarakat pemakai barang dan jasa. Dengan kata lain pemerintah perlu secara
langsung menggerakkan aktifitas kerja secara maksimal dan penuh tanggung
jawab.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa produktivitas merupakan
perbandingan anatara keluaran dan masukan serta mengutarakan cara pemanfatan
baik terhadap sumber-sumber dalam memproduksi suatu barang atau jasa.
2.2.1 Jenis Produktivitas
Bila dikelompokkan akan dijumpai tiga-tipe dasar produktivitas (Gasperz,
2000). Tiga dasar ini merupakan model pengukuran produktivitas yang paling
sederhana berdasarkan pendekatan rasio output/input, yaitu :
Perbandingan dari keluaran terhadap salah satu faktor masukan. Sebagai contoh,
produktivitas tenaga kerja (perbandingan dari keluaran dan masukan tenaga
kerja) merupakan salah satu ukuran produktivitas parsial. Pada pengukuran
produktivitas parsial produktivitas unit proses secara spesifik dapat diukur.
2. Produktivitas faktor-total
Perbandingan dari keluaran dengan jumlah tenaga kerja dan modal. Keluaran
bersih adalah keluaran total dikurangi jumlah barang dan jasa yang dibeli.
Berdasarkan faktor di atas jenis inputyang digunakan dalam pengukuran
produktivitas faktor total hanya tenaga kerja dan modal.
3. Produktivitas total
Perbandingan dari keluaran dengan jumlah keseluruhan faktor-faktor masukan,
pengukuran total produktivitas faktor mencerminkan pengaruh bersama seluruh
masukan dalam menghasilkan keluaran.
2.2.2 Metode Pengukuran Produktivitas Kerja
Pengukuran produktivitas merupakan suatu alat manajemen yang penting
disemua tingkat ekonomi. Di beberapa negara maupun perusahaan pada akhir-akhir
ini telah terjadi kenaikan minat pada pengukuran produktivitas. Karena itu sudah
saatnya kita membicarakan alasan mengapa kita harus mengukur produktivitas
tersebut. Indeks produktivitas juga bermanfaat dalam menentukan perbandingan
antara negara seperti tingkat pertumbuhan dan tingkat produktivitas.
Secara umum pengukuran produktivitas berarti perbandingan yang dapat
1. Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan
secara historis yang tidak menunjukkan apakah pelaksanaan sekarang ini
memuaskan.
2. Perbandingan perlawanan antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses)
dengan lainnya. Pengukuran seperti ini menunjukkan pencapaian relatif.
3. Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan target yang akan dicapai, dan inilah
yang terbaik untuk memusatkan perhatian pada sasaran/tujuan.
Dari pengertian sebelumnya dapat diambil suatu cara di dalam penyusunan
perbandingan-perbandingan ini dengan mempertimbangkan tingkatan daftar susunan
dan perbandingan pengukuran dari produktivitas. Tujuan dari pengukuran
produktivitas antara lain untuk membandingkan hasil-hasil:
1. Pertambahan produksi dari waktu ke waktu.
2. Pertambahan pendapatan dari waktu ke waktu.
3. Pertambahan kesempatan kerja dari waktu ke waktu.
4. Jumlah hasil sendiri dengan hasil orang lain.
5. Komponen prestasi utama sendiri dan komponen prestasi utama orang lain.
2.2.3 Manfaat Produktivitas
Setiap manajer perusahaan sangat penting mengetahui tingkat produktivitas
organisasi yang sedang dikelola agar dapat menyusun rencana perbaikan
produktivitas setiap sumber daya yang akan dimanfaatkan pada periode berikutnya.
Secara lebih rinci, Sumanth menjelaskan sejumlah manfaat bagi menajemen
1. Perusahaan dapat menilai efisiensi dari proses konversi sumber daya yang
dioperasikan sehingga dapat diperkirakan banyaknya output yang akan
dihasilkan pada setiap penambahan sumber daya.
2. Perusahaan akan dapat menyusun secara lebih akurat rencana pengembangan
sumber daya baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek apabila
pengukuran produktivitas dilakukan dengan berkesinambungan.
3. Sasaran perusahaan, baik yang bersifat ekonomis maupun nonekonomis dapat
ditentukan prioritasnya dengan memperhatikan upaya pengukuran produktivitas.
4. Target perbaikan produktivitas pada masa yang akan datang dapat
direvisi/dimodifikasi secara realistis.
5. Strategi perbaikan produktivitas di masa yang akan datang dapat dirumuskan
lebih baik berdasarkan gap antara target pencapaian dan aktual produktivitas
yang diperoleh.
6. Pengukuran produktivitas dapat membantu dalam membandingkan suatu
perusahaan dengan perusahaan lain yang sejenis.
7. Nilai-nilai produktivitas yang diperoleh dari hasil pengukuran merupakan
masukan yang berharga dalam perencanaan profit perusahaan.
8. Manajemen perusahaan dapat memanfaatkan hasil pengukuran produktivitas
sebagai dasar tindakan dalam memotivasi persaingan.
9. Collective bargaining dapat dilaksanakan secara lebih rasional apabila data
2.2.4 Upaya Peningkatan Produktivitas Kerja
Edy Sutrisno (2009) mengemukakan berbagai upaya yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan produktivitas kerja :
1. Perbaikan terus menerus
Dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja, salah satu implikasinya ialah
bahwa seluruh komponen organisasi harus melakukan perbaikan secara terus
menerus. Upaya meningkatkan produktivitas kinerja, salah satu implikasinya
ialah bahwa seluruh komponen organisasi harus melakukan perbaikan secara
terus-menerus. Pandangan ini bukan hanya merupakan salah satu etos kerja yang
penting sebagai bagian dari filsafat manajemen mutakhir. Pentingnya etos kerja
ini terlihat dengan lebih jelas apalagi diingat bahwa suatu organisasi selalu
dihadapkan kepada tuntutan yang terus-menerus berubah, baik secara internal
maupun eksternal. Tambahan pula ada ungkapan yang mengatakan bahwa
satu-satunya hal yang konstan di dunia ini adalah perubahan. Secara internal,
perubahan yang terjadi adalah perubahan strategi organisasi, perubahan
pemanfaatan teknologi, perubahan kebijaksanaan, dan perubahan dalam
praktik-praktik SDM sebagai akibat diterbitkan perundang-undangan baru oleh
pemerintah dan berbagai faktor lain yang tertuang dalam keputusan manajemen.
Sedangkan perubahan tindakan suatu organisasi yang dominan peranannya di
2. Peningkatan mutu hasil pekerjaan
Berkaitan dengan upaya perbaikan secara terus-menerus adalah peningkatan
mutu hasil kerja oleh semua orang dan segala komponen organisasi, dan dalam
hal ini peningkatan mutu sumber daya manusia adalah hal yang sangat penting.
Padahal, mutu tidak hanya berkaitan dengan produk yang dihasilkan dan
dipasarkan, baik berupa barang maupun jasa, akan tetapi menyangkut segala
jenis kegiatan dimana organisasi terlibat. Berarti mutu menyangkut semua jenis
kegiatan yang diselenggarakan oleh semua satuan kerja, baik pelaksana tugas
pokok maupun pelaksana tugas penunjang, dalam organisasi. Peningkatan mutu
tersebut tidak hanya penting secara internal, akan tetapi juga secara eksternal
karena akan tercermin dalam interaksi organisasi dengan lingkungannya yang
pada gilirannya turut membentuk citra organisasi dimata berbagai pihak disemua
organisasi.
3. Pemberdayaan sumber daya manusia
Memberdayakan sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi dapat
dilakukan dengan memberikan hak-haknya sebagai manusia, seperti kebebasan
untuk memperoleh pekerjaan yang layak, memperoleh imbalan yang wajar,
memperoleh rasa aman, melibatkan dalam pengambilan keputusan, dll. SDM
merupakan unsur yang paling strategik dalam organisasi. Karena itu
memberdayakan SDM merupakan etos kerja yang sangat mendasar yang harus
dipegang teguh oleh semua eselon organisasi dalam hierarki organisasi.
martabat manusia, perkayaan mutu kekaryaan dan penerapan gaya manajemen
yang partisipatif melalui proses demokratisasi dalam kehidupan organisasi
4. Filsafat organisasi
Cakupan dalam hal ini seperti memberikan perhatian kepada budaya organisasi,
karena budaya organisasi merupakan persepsi yang sama tentang hakiki
kehidupan dalam organisasi. Selain itu, perlunya ketentuan formal dan prosedur,
seperti standar pekerjaaan yang harus dipenuhi, disiplin organisasi, system
imbalan, serta prosedur penyelesaian pekerjaan
Berdasarkan definisi teoritik di atas, dapat diartikan bahwa upaya-upaya yang
dapat meningkatkan produktivitas kinerja diantaranya adalah pertama, perbaikan
terus-menerus dimana hal tersebut implikasinya secara menyeluruh di dalam
komponen organisasi dapat memicu sebuah perubahan. Kedua, peningkatan mutu
hasil pekerjaan. Ketiga, pemberdayaan SDM. Ketiga upaya tersebut penting untuk
dilakukan dalam meningkatkan etos kerja yang akan meningkatkan mutu dari hasil
pekerjaan serta pemberdayaan SDM salah satu upaya yang penting dalam
peningkatan produktivitas kerja yang tinggi.
2.2.5 Faktor-faktor yang Memengaruhi Produktivitas Kerja
Meningkatkan produktivitas kerja yang tinggi, pimpinan perusahaan harus
memiliki sikap mental yang berorientasi produktif dan selalu menggunakan potensi
yang maksimal, optimis, tekun, dan berusaha sungguh-sungguh dalam menghadapi
Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang
berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun faktor lain seperti pendidikan,
keterampilan, displi, sikap dan etika kerja, motivasi, gizi dan kesehatan, tingkat
penghasilan, jaminan sosial, lingkungan dan iklim kerja, teknologi, sarana
produktivitas, manejemen dan kesempatan berprestasi.
Faktor- faktor yang harus dipertimbangkan dalam peningkatan produktivitas
kerja karyawan, antara lain :
1. Faktor usia
Dalam rangka menempatkan karyawan, faktor usia pada diri karyawan yang lulus
dalam seleksi perlu mendapatkan pertimbangan. Hal tersebut dimaksudkan untuk
menghindari rendahnya produktivitas yang dihasilkan oleh karyawan yang
bersangkutan. Petani (dalam penelitian ini disebut karyawan panen) berusia
lanjut berumur 65 tahun keatas, biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk
diberikan pengertian yang dapat mengubah cara berpikir, cara kerja, dan cara
hidupnya. Karyawan panen bersikap apatis terhadap adanya teknologi baru.
Karyawan panen dan pemupuk yang berusia lanjut tidak mempunyai kekuatan
tenaga dalam mengusahakan usahataninya sehingga hanya mampu
mengusahakan dalamskala kecil. Usia tenaga kerja yang produktif berumur
16-64 tahun, sedangkan pada usia 65 keatas sudah dikatakan usia lanjut (Van den
2. Faktor prestasi akademis
Prestasi akademis yang telah dicapai oleh karyawan yang bersangkutan selama
mengikuti jenjang pendidikan harus mendapatkan pertimbangan. Dengan
mempertimbangkan faktor prestasi akademis, maka dapat ditetapkan dimana
karyawan yang bersangkutan akan ditempatkan sesuai dengan prestasi
akademisnya. Pendidikan yang minim mengakibatkan kurangnya pengetahuan
dalam memanfaatkan sumber sumber alam yang tersedia. Hal ini berakibatkan
pada setiap usaha usaha penduduk yang hanya mampu menghasilkan pendapatan
yang rendah. Rendahnya mutu SDM (pengetahuan dan keterampilan karyawan
pemanen dan pemupuk) karena kurangnya pendidikan dan pelatihan yang mereka
peroleh. Lemahnya pendidikan karyawan pemanen dan pemupuk dapat
mengakibatkan kemiskinan (Van den ban dan Hakwiks, 1999).
3. Faktor status perkawinan (jumlah tanggungan)
Mengenai status perkawinan karyawan adalah merupakan hal yang sangat
penting. Selain untuk kepentingan ketenagakerjaan juga sebagai bahan
pertimbangan dalam penempatan karyawan. Jumlah tanggungan semakin banyak
menekankan akan adanya lahan tanaman yang luas untuk membiayai kebutuhan
keluarganya. Jumlah tanggungan semakin tinggi dan rendahnya pendidikan
disektor pertanian dapat mengakibatkan tingkat pendapatan yang rendah dan
pengembangan pertanian akan terlambat, hal ini mengakibatkan tabungan
rendah, investasi pengembangan rendah, sulit memperoleh modal pinjaman (Van
4. Faktor pengalaman
Pengalaman bekerja pada pekerjaan yang sejenis yang telah dialami sebelumnya
perlu mendapatkan pertimbangan dalam rangka penempatan karyawan tersebut.
Hal tersebut berdasarkan pada kenyataan yang menunjukkan bahwa makin lama
bekerja maka makin banyak pengalaman yang dimiliki oleh karyawan yang
bersangkutan. Banyaknya pengalaman bekerja memberikan kecenderungan
bahwa karyawan yang bersangkutan memiliki keahlian dan pengalaman yang
relatif tinggi. Pengalaman seseorang dalam berusaha tani berpengaruh pula
dalam menerima inovasi dari luar. Lamanya pengalamaan diukur mulai sejak
kapan karyawan panen dan pemupuk itu aktif secara mandiri mengusahakan
usaha taninya tersebut sampai diadakan penelitian. Petani yang sudah
mempunyai pengalaman dalam mengelolah usaha taninya merasa sudah
mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang tinggi, sehingga sebagian petani
tidak percaya terhadap penyuluhan. Seseorang yang mempunyai pengalaman
yang tinggi tidak dapat dikatagorikan mempunyai tingkat produksi yang tinggi.
Tingginya produksi tergantung pada pemeliharaan tanaman yang dibudidayakan
(Van den ban dan Hakwiks,1999).
Berbagai faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja diantaranya adalah :
1. Sikap kerja, berupa motivasi kerja, disiplin kerja, dan etika kerja. Sikap kerja
erat kaitannya dengan ergonomis kerja. Ergonomis yang merupakan pendekatan
multi dan interdisiplin yang berupaya menyerasikan alat, cara dan lingkungan
tercipta kondisi kerja yang sehat, selamat, aman, dan efisien. Dalam hal ini
ergonomik juga berupaya menciptakan kesehatan dan keselamatan kerja bagi
tenaga kerja sehingga mampu meningkatkan produktivitas kerjanya. Tujuan
ergonomik dan K3 hampir sama yaitu untuk menciptakan kesehatan dan
keselamatan kerja. Oleh karena itu ergonomik dan K3 perlu diterapkan di
semua tempat kerja untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja
tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas kerja tenaga kerja.
2. Pendidikan, pada umumnya orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi
akan mempunyai wawasan yang lebih luas yang berpengaruh terhadap
produktivitas kerja.
3. Keterampilan, apabila pegawai semakin terampil maka akan lebih mampu
bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Pendidikan merupakan
salah satu hal yang sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan
produktivitas. Semakin tinggi pendidikan karyawan, semakin besar ia dapat
bekerja dengan efektif dan efesien sehingga mampu meningkatkan prestasinya
ke jenjang yang lebih baik dan lebih tinggi.
4. Manajemen, berkaitan dengan sistem yang diterapkan oleh pimpinan untuk
memimpin serta mengendalikan staf. manajemen yang tepat menimbulkan
semangat yang lebih tinggi baik pegawai untuk bekerja. Perilaku pemimipin
sering disebut gaya kepemimpinan (style of leadership) yaitu pola tingkah laku
yang efektif ádalah pimpinan yang dapat memotivisir dan bergairah dalam
melaksanakan tugasnya.
5. Tingkat penghasilan, dapat menimbulkan konsentrasi kerja, kemampuan yang
dimiliki dapat dimanfaatkan untuk menigkatkan produktivitas.
6. Gizi dan kesehatan, apabila hal ini telah dipenuhi maka pegawai akan bekerja
lebih kuat dan berpengaruh pada semangat kerja. Salah satu tugas pimpinan
perusahaan adalah berusaha untuk mempertahankan kesehatan para
karyawannya. Kesehatan fisik maupun mental karyawan yang buruk akan
menyebabkan kecenderungan adanya tingkat absensi yang tinggi dan rendah
tingkat produktivitasnya, dan sebaliknya karyawan yang memiliki kondisi yang
prima dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan sangat baik. Untuk itu gizi
setiap karyawan perlu diperhatikan karena hal ini besar pengaruhnya terhadap
peningkatan produktivitas.
7. Jaminan sosial, untuk menigkatkan pengabdian dan semangat kerja pegawai.
8. Lingkungan dan iklim kerja, akan mendorong pegawai senang bekerja dan
menigkatakan rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dengan baik
menuju kearah peningkatan produktivitas.
9. Sarana produksi, apabila sarana produksi yang digunakan baik berpengaruh
terhadap peningkatan produktivitas.
10. Teknologi, apabila teknologi yang dipakai tepat dan lebih maju tingkatannya
yang dihasilkan lebih banyak dan bermutu, dan memperkecil terjadinya
pemborosan bahan sisa.
11. Kesempatan berpretasi, akan menimbulkan dorongan psikologis untuk
meningkatkan dedikasi serta pemanfaatan potensi yang dimiliki untuk
menigkatkan produktivitas.
Berbagai faktor yang diuraikan diatas dapat saling berpengaruh, dan dapat
mempengaruhi penigkatan produktivitas baik secara langsung maupun tidak
langsung.
2.3 Hubungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Produktivitas
Keselamatan dan Kesehatan kerja baik sekarang maupun di masa datang
merupakan sarana menciptakan situasi kerja yang aman nyaman, dan seha, ramah
lingkungan sehingga dapat mendorong efisiensi dan produktivitas yang pada akhirnya
dapat meningkatkan kesejahteraan semua pihak baik bagi perusahaan maupun
pekerja. Dengan demikian pemantauan dan pelaksanaan norma-norma kesehatan dan
keselamatan kerja di tempat kerja merupakan usaha meningkatkan kesejahteraan
pekerja, keamanan aset produksi dan menjaga kelangsungan bekerja dan berusaha
dalam kerangka pembangunan berkelanjutan (Chandra, 2002).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja berkaitan dengan melindungi sumber daya
manusia dan fasilitas di tempat kerja. K3 sangat di perlukan dalam berbagai bidang
industri dan merupakan suatu bentuk kepeduliaan kepada pekerja untuk terhindar dari
diperlukan untuk mencegah kerugiaan bencana seperti ledakan, kebaran, dan
sebagainya. Fungsi manajemen K3 dalam suatu industri berkaitan dengan
peningkatan produktivitas dan efisiensi.
Keuntungan dari tempat kerja yang aman dan sehat dapat mengurangi tingkat
dan parahnya kecelakaan kerja, penyakit, kekerasan di tempat kerja serta dengan
meningkatkan kualitas kehidupan kerja bagi pekerjanya, perusahaan bisa lebih
efektif. Beberapa manfaat positif dari tempat kerja yang aman dan sehat adalah:
1. Produktivitas lebih tinggi karena berkurangnya hari kerja yang hilang
2. Meningkatnya efisiensi dan kualitas tenaga kerja yang lebih sehat
3. Berkurangnya pengeluaran medis dan asuransi
4. Menurunnya tingkat pembayaran pegawai dan pembayaran langsung karena
sedikitnya tuntutan yang diajukan
5. Serta meningkatnya reputasi sebagai perusahaa terbaik
Hasil penelitian yang dilakukan Hesapro Tahun 2013 menunjukkan bahwa
kecelakaan kerja dan sakit yang berhubungan dengan pekerjaan memiliki dampak
negatif baik pada tingkat perusahaan maupun di tingkat makro. Dampak negatif dari
yang berhubungan dengan pekerjaan dan hubungan antara daya saing nasional dan
tingkat insiden nasional kecelakaan kerja. Temuan penelitian mendukung bahwa
langkah-langkah kesehatan dan keselamatan memiliki dampak positif tidak hanya
pada keselamatan dan kinerja kesehatan tetapi juga pada produktivitas perusahaan.
Hasil penelitian juga mendukung keberadaan hubungan pentingnya antara
lingkungan kerja memiliki pengaruh yang kuat pada produktivitas dan profitabilitas.
Hubungan antara program keselamatan dan kesehatan kerja dan efek positif dan hasil
kinerja perusahaan telah ditunjukkan dengan jelas. Survei literatur juga menunjukkan
bahwa K3 tidak harus dilihat sebagai murni biaya, tetapi juga sebagai investasi untuk
meningkatkan kinerja keseluruhan perusahaan, yang berarti bahwa K3 harus menjadi
komponen integral dari manajemen (Hesapro, 2013).
Mengintegrasikan kesehatan dan keselamatan dalam strategi perusahaan dan
kebijakan merupakan bagian dari strategi bisnis dan juga lingkaran perbaikan
terus-menerus yang mendorong perusahaan untuk mencapai yang terbaik. Hasil yang
terlihat pada tingkat organisasi sejak kerja langkah-langkah keselamatan dan
kesehatan menyebabkan perubahan dengan menciptakan kondisi kerja yang lebih
baik, meningkatkan iklim sosial dan proses organisasi. Studi kasus, survei dan
penelitian lain yang terkait dengan beberapa intervensi kesehatan mendukung
gagasan bahwa intervensi hasilnya akan berkontribusi terhadap produktivitas
perusahaan. Pengembangan program K3 dan tindakan saja tidak cukup, program K3
hanya dapat berkontribusi secara berkelanjutan jika tujuan perusahaan
mengembangkan program yang dirancang dengan baik dan berdasarkan pendekatan
partisipatif (Hesapro, 2013).
2.4 Landasan Teori
Strategi Community Uni Eropa 2007-2012 menyatakan kesehatan dan
Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kurangnya perlindungan yang efektif untuk
menjamin kesehatan dan keselamatan di tempat kerja dapat menyebabkan
ketidakhadiran, setelah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, dan dapat
menyebabkan kecacatan kerja permanen. Hal ini tidak hanya menjadi masalah pada
SDM, tetapi juga memiliki dampak negatif yang besar pada perekonomian, biaya
ekonomi yang sangat besar terkait dengan kesehatan dan keselamatan di tempat kerja
menghambat pertumbuhan ekonomi dan mempengaruhi daya saing bisnis, sebagian
besar biaya ini juga jatuh pada sistem jaminan sosial dan keuangan publik.
Strategi Uni Eropa pada kesehatan dan keselamatan di tempat kerja
menegaskan interaksi antara kesehatan dan keselamatan kerja di satu sisi dan
produktivitas di sisi lain. Investasi di bidang kesehatan dan keselamatan di tempat
kerja harus dipandang sebagai investasi, bukan biaya. Asosiasi Eropa untuk Pusat
Produktivitas Nasional mengeluarkan memorandum pada tahun 2005, The High Road
to Wealth, melihat pada produktivitas dari perspektif penciptaan nilai. Beberapa
faktor yang berkontribusi terhadap penciptaan nilai ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah salah satu dari faktor-faktor ini. Modal
manusia merupakan prasyarat untuk pengembangan berorientasi masa depan. Inilah
sebabnya mengapa perusahaan semakin membutuhkan pekerja berkualitas,
termotivasi dan pekerja yang efisien yang mampu dan bersedia untuk berkontribusi
secara aktif untuk inovasi teknis dan organisasi. Pekerja sehat bekerja dalam kondisi
kerja yang sehat dengan demikian merupakan prasyarat penting bagi perusahaan
Gambar 2.1 The Finnish Work Environment Fund (EANPC, 2005)
2.5 Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini sebagai berikut:
Gambar. 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Keselamatan
1. Peraturan keselamatan 2. Komunikasi dan
dukungan
3. Alat pelindung diri 4. Pelatihan K3
Kesehatan
1. Kondisi fisik pemanen 2. Pemeriksaan kesehatan 3. Sarana pelayanan kesehatan
Produktivitas 1.Kuantitas 2. Kualitas