• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Musikal, Tekstual dan Fungsi Nanga-Nanga Mehumasa Pada Masyarakat Simeulue di Desa Salur, Kecamatan Teupah Barat, Kabupaten Simeulue

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Musikal, Tekstual dan Fungsi Nanga-Nanga Mehumasa Pada Masyarakat Simeulue di Desa Salur, Kecamatan Teupah Barat, Kabupaten Simeulue"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada masyarakat pedesaan, yang umumnya dalam suasana peradaban masyarakat tradisional, terdapat berbagai media sosial dan budaya sebagai sarana efektif saling berinteraksi. Media ini telah sejak lama tumbuh dan berkembang bersama masyarakatnya dan menjadi media sosialisasi nilai-nilai antar warga masyarakat, bahkan dari generasi ke generasi. Media ini dikenal sebagai media rakyat.

Media sosial adalah wahana komunikasi atau pertukaran informasi yang telah terpola dalam kehidupan sosial suatu komunitas masyarakat. Media sosial menuntut keterlibatan secara fisik individu dalam proses komunikasi (Sigman, 1990:124). Media sosial menggunakan komunikasi tatap muka dalam bentuk komunikasi antarpersonal maupun komunikasi kelompok. Di sini proses keterlibatan anggota menjadi sangat penting. Media rakyat ini digambarkan sebagai media yang murah, mudah, bersifat sederajat, dialogis, sesuai, dan sah dari segi budaya, bersifat setempat, lentur menghibur dan sekaligus memasyarakat, juga sangat dipercaya oleh kalangan masyarakat pedesaan yang kebetulan menjadi kelompok sasaran utama (Oepen, 2007:88).

(2)

bentuk hiburan maka media ini juga menjadi sarana yang sangat tepat sebagai media tranformasi nilai-nilai, termasuk pesan-pesan pembangunan dari pemerintah. Pesan-pesan pembangunan disisipkan secara implisit dan kreatif sehingga terasa menyatu dengan media rakyat (Yuni Setyaningsih, 2000).

Ada banyak macam media rakyat yang selama ini tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat, namun banyak pula yang hilang karena ditinggalkan penggemarnya, dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Pemilihan media rakyat yang bisa digunakan untuk menyebarluaskan ide-ide pembangunan adalah sangat penting untuk mendukung efektivitas pesan. Pilihan hendaknya dijatuhkan pada media rakyat yang paling disukai oleh sebagian besar masayarakat setempat (Colleta dan Kayam, 2008:235). Media rakyat dalam bentuk seni rakyat (folk culture) diyakini dapat lebih mudah digunakan sebagai sarana menyebar luaskan informasi pembangunan karena media tersebut telah ada dan dekat dalam kehidupan masyarakat setempat. Dengan media rakyat, masyarakat akan ikut serta merasa memiliki atau terlibat dalam pembuatannya, sehingga memungkinkan tersampaikannya pesan-pesan kebudayaan secara lebih efektif. Induksi nilai-nilai yang sifatnya evolutif dan menyatu dengan masyarakat dapat membuat masyarakat merasa tidak dipaksa untuk mengadopsi nilai-nilai baru.

(3)

dimiliki oleh bagian terbesar anggota masyarakat, komunikasi melalui media massa modern akan lebih menguntungkan, namun bagi masyarakat yang mempunyai struktur dan sistem sosial yang majemuk, penyebaran informasi melalui media massa masih memerlukan upaya dengan media tradisional yang ada dalam masyarakatnya (Rogers, 1971:165).

Dalam komunikasi tradisional di pedesaan, penggunaan pertunjukan rakyat sebagai media komunikasi mempunyai potensi besar untuk mencapai rakyat banyak, terutama sekali karena media tersebut memiliki daya tarik yang sangat kuat dan berakar di tengah-tengah masyarakat. Media tradisional merupakan alat komunikasi yang sudah lama digunakan di suatu tempat (bersifat lokal) yaitu sebelum kebudayaannya tersentuh oleh teknologi modern dan sampai sekarang masih digunakan di daerah itu. Media ini akrab dengan massa khalayak, kaya akan variasi, dengan segera tersedia, dan berbiaya rendah. Media ini dengan segala kelebihannya memiliki potensi yang dimiliki oleh pertunjukan rakyat dan sangat efektif untuk menyampaikan pesan-pesan komunikasi, apalagi ketika dikhususkan pada saat otonomi daerah seperti yang terjadi di Indonesia ini diberlakukan. Demikian pula yang terjadi di Desa Salur, Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh.

(4)

kearifan masyarakat Simeulue juga dapat dilihat melalui aktivitas petani dalam membangun daerahnya. Kelompok petani Simeulue khususnya di Desa Salur menjadikan kesenian Nanga-nanga mehumasa sebagai media komunikasi sekaligus media hiburan.

1

Nanga-nanga mehumasa merupakan suatu genre nyanyian rakyat dalam hal ini berupa nyanyian ajakan bekerja kepada masyarakat yang umumnya bekerja sebagai petani atau bercocok tanam. Nyanyian ini teridiri dari syair pantun menggunakan bahasa daerah yang dapat disajikan secara solo hingga 20 orang pemain dengan menggunakan instrument kedang (gendang) sebagai pengring, nyanyian ini juga dapat disajikan daam berbagai tema salah satu tema yang sering diangkat dalam nyanyian ini yaitu mehumasa. Mehumasa dalam Simeulue berarti ―bekerja‖, ini merupakan salah satu tema pembangunan dalam karya satra lisan nanga-nanga, yaitu ajakan bekerja serta nasehat kepada masyarakat Simeulue

yang umumnya bekerja sebagai petani atau bercocok tanam.

Menurut informan, dulunya nanga-nanga mehumasa ini sering dijumpai dikalangan para petani. biasanya pada saat waktu senggang sembari menjaga sawah, mereka saling bergantian bernanga-nanga untuk mengisi waktu santai, namun disisi lain nanga-nanga mehumasa ini juga disajikan pada suatu upacara kenduri padi atau yang dikenal oleh masyarakat Simeulue dengan sebutan upacara Mangan Ulun Tinafa, dipengehujung acara tersebut kemudian ditampilkan

beberapa kesenian daerah baik itu nyanyian rakyat,maupun tari tarian, salah satunya nanga-nanga mehumasa yang merupakan sebuah genre nyanyian rakyat

1

(5)

simeulue berupa syair pantun yang berfungsi dan mennggunakan instrumen tradisonal kedang (gendang) sebagai pengiring.

Sehubungan dengan nyanyian rakyat Jan Harold Brunvand (Danandjaja, 2007:141) menyatakan bahwa nyanyian rakyat adalah salah satu genre folklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu yang beredar secara lisan di antara kolektif tertentu dalam bentuk tradisional serta banyak mempunyai varian. Nyanyian berasal dari bermacam-macam sumber dan timbul dalam berbagai macam media. Sering kali juga nyanyian rakyat ini kemudian dipinjam oleh penggubah nyanyian profesional untuk diolah lebih lanjut menjadi nyanyian pop atau klasik (seriosa). Walaupun demikian, identitas folkloritasnya masih dapat kita kenali karena masih ada varian folklornya yang beredar dalam peredaran lisan (oral transmission).

Setiap nyanyian rakyat, kata-kata dan lagu merupakan dwitunggal yang tidak dapat terpisahkan. Teks nyanyian rakyat selalu dinyanyikan oleh informan dan jarang sekali yang hanya disajakkan (recite). Namun, teks yang sama tidak selalu dinyanyikan dengan lagu yang sama. Sebaliknya, lagu yang sama sering digunakan untuk menyanyikan beberapa teks nyanyian rakyat yang berbeda.

Secara musikal, nanga-nanga mehumasa ini mengutamakan komunikasi tekstual dibandingkan musikalnya. Secara etnomusikologis, dapat dikategorikan sebagai musik yang logogenik,2 yakni lebih mengutamakan sajian teks

2Logogenik

(6)

dibandingkan melodi atau ritmenya. Tujuan utama adalah memberikan nasehat serta ajakan dalam bekerja pada masyarakat yang umumnya berprofesi sebagai petani. Berikut adalah penggalan syair nanga-nanga mehumasa.

sira-sira oi sikandong sira-sira oi sikadung anyungkulan merafara-rafa pagi hari berkicau-kicau

bekame ata sao hampong berkemas orang suatu kampung Sumani mahea mebak tinafa segera pergi menuju sawah

Angaya umela merafa-rafa jika kudengar berkicau-kicau umela tek detak bulung bano kudengar dari atas daun talas Summani mahea mehumasa segera kita pergi bekerja Aifak itanifuha lahal fano agar jangan datang sengsara

Mangengkek bajak alek cangkur membuat bajak dengan cangkul Supayo mananam satiok tahun untuk ditanam setiap tahun Aifak Malibu ita basukur jangan lupa kita bersyukur mangafen doa rajaki toron sertakan doa rezekipun turun

Syair di atas berbentuk syair pantun berupa nasehat serta ajakan bekerja kepada masyarakat yang berprofesi sebagai petani atau bercocok tanam . Bila melihat tujuan komunikasi dalam syair diatas, terdapat nilai-nilai yang membangun semangat para petani untuk mewujudkan perekonomian yang lebih baik di daerahnya Apabila dikaitkan dengan konteks kebudayaan di mana ia hidup, maka nanga-nanga mehumasa memiliki guna dan fungsi. Di antara guna nanga-nanga mehumasa adalah belajar dapat pembelajaran serta nasehat-nasehat

yang terkandung dalam syairnya. Lebih jauh, fungsi nanga-nanga mehumasa adalah sebagai ajakan dan semangat kepada masyarakat petani dalam bekerja dengan tujuan membangun perekonomi yang lebih baik di daerahnya, selain itu untuk menjaga kontinuitas generasi manusia, menjaga hubungan manusia dengan

(7)

manusia, juga dengan alam, dan termasuk manusia dengan Tuhan, yang di dalam konsep masyarakat Simeulue yang berpegang kepada ajaran Islam adalah menjaga hubungan horizontal yang disebut hablum minannas dan hubungan vertikal yang diistilahkan dengan hablum minallah. Fungsi lainnya dari nanga-nanga mehumasa adalah melestarikan kebudayaan Simeulue, memperkuat identitas

kebudayaan, sebagai sarana komunikasi, hiburan, dan lain-lainnya.

Selain itu tidak hanya sekedar terciptanya perubahan sikap, pendapat, atau perilaku individu atau kelompok, melainkan perubahan masyarakat atau perubahan sosial (A.S. Achmad, 1997). Untuk itu, diperlukan berbagai sarana yang bisa memerankan posisi yang sangat penting tersebut, termasuk penggunaan media rakyat tradisional seperti nanga-nanga mehumasa. Di sini, pemerintah diharapkan memiliki tanggapan yang positif untuk memelihara dan mempertahankan setiap media rakyat ini bukan sekadar digunakan untuk fungsi hiburan masyarakat saja, tetapi dapat dimanfaatkan secara lebih optimal dalam tujuan pembangunan nasional di negara kita.

(8)

berfungsi sebagai media rakyat dalam membangun perekonomian daerah yang lebih baik.

Berdasarkan pengalaman diatas penulis juga melihat pelaku kesenian nanga-nanga umumnya berumur 40 sampai 60 tahun. Hal ini menimbulkan

asumsi bahwa kesenian tradisional nanga-nanga tidak banyak diminati oleh kalangan generasi muda DiSimeulue bahkan bisa hilang dari keberadaannya dan akan berdampak buruk pula pada pelestarian seni tradisional yang di miliki oleh kabupaten Simeulue.

Pemahaman akan aspek-aspek diatas akan memberikan suatu pemahaman makna-makna yang terkandung dalam tradisi nanga-nanga mehumasa. makna-makna tersebut terpendam dalam masyarakat, seniman, adat-istiadatnya, dan kebudayaan musikalnya. Berdasarkan aspek-aspek yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang tradisi Nanga-nanga mehumasa pada masyarakat Desa Salur, Kecamatan Teupah Barat, Kabupaten

Simeulue, Provinsi Aceh.

(9)

etnomusikologi ini mungkin saja berasal dari pelatihan musik, kajian pertunjukan, cerita rakyat (folklor), tari, ilmuwan antropologi budaya, studi budaya, studi etnik, studi gender, studi kawasan, atau bidang lainnya di bidang ilmu-ilmu humaniora atau sosial. Namun para etnomusikolog memiliki landasan yang koheren dalam pendekatan dan metodenya, seperti berikut: (1) melakukan penelitian lapangan etnografi dan penelitian sejarah musik; (2) mengambil pendekatan global untuk musik (terlepas dari daerah asal, gaya, atau genre musik); (3) memahami musik sebagai praktik sosial (melihat musik sebagai aktivitas manusia yang dibentuk oleh konteks budayanya).

Etnomusikolog juga berperan dalam budaya masyarakat. Bermitra dengan komunitas musik yang mereka pelajari, etnomusikolog dapat mempromosikan dan mendokumentasikan musik tradisi atau berpartisipasi dalam proyek-proyek yang melibatkan kebijakan budaya, penyeselaian konflik, pengobatan, pemrograman seni, atau komunitas musik. Etnomusikolog juga dapat bekerja di museum, festival budaya, rekaman lebel, dan lembaga lain yang mempromosikan apresiasi musik dunia. Dengan demikian, kerja keilmuwan yang penulis lakukan adalah sesuai dengan uraian mengenai apa itu etnomusikologi.

Melalui hal-hal yang telah penulis fokuskan dalam penelitian tradisi nanga-nanga, maka akan dapat menjelaskan kepada kita tentang struktur melodi

(10)

dan makna yang terkandung dalam syair nanga-nanga mehumasa pada masyarakat Simeulue Desa Salur.

Berdasarkan penelitian diatas maka penulisan memfokuskan dan menuliskannya dengan karya ilmiah etnomusikologis dengan 3 perhatian utama, yakni fungsi, tekstual dan musikal

Oleh karenanya, salah satu upaya untuk pelestarian kesenian, dalam hal ini penulis selaku putra daerah Simeulue dan mahasiswa etnomusikologi tingkat akhir membuat penelitian ini kedalam skripsi berjudul: Analisis Musikal, Tekstual Dan Fungsi Nanga-nanga Mehumasa pada Masyarakat Simeulue, di

Desa Salur, Kecamatan Teupah Barat, Kabupaten Simeulue Aceh.

1.2 Pokok Permasalahan

Banyak aspek keilmuan secara etnomusikologis yang dapat dikaji melalui keberadaan budaya nanga-nanga mehumasa ini. Untuk itu, perlu ditentukan pokok masalah agar lebih terfokusnya studi yang penulis lakukan. Adapun pokok permasalahan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana struktur musikal nanga-nanga mehumasa di Desa Salur Kabupaten Simeullue, Aceh?

2. Bagaimana bentuk dan makna tekstual nanga-nanga mehumasa di Desa Salur kabupaten Simeulue, Aceh?

(11)

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Berikut tujuan yang ingin dicapai penulis, yaitu:

1. Mengetahui dan menganalisis struktur musikal nanga-nanga mehumasa ? 2. Mengetahui dan menganalisis bentuk serta makna tekstual nanga-nanga

Mehumasa?

3. Mengetahui fungsi dan menganalisis fungsi nanga-nanga mehumasa?

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pembaca pada umunya, yaitu:

1. Sebagai bahan dokumentasi terhadap kesenian di Kabupaten Simeulue. 2. Sebagai data yang memperkaya khasanah keilmuan tentang budaya Simeulue. 3. Sebagai bahan perbandingan dan masukan untuk penelitian yang berkaitan

selanjutnya.

4. Sebagai sarana memperluas pengetahuan tentang nanga-nanga di Simeulue. 5. Sebagai syarat ujian untuk mendapatkan gelar sarjana di Departemen

Etnomusikologi, FIB, USU.

1.4 Konsep dan teori

1.4.1 Konsep

(12)

merupakan nyanyian vokal yang isinya berbentuk syair pantun berupa nasehat dan ajakan bekerja pada masyarakat yang bekerja sebagai petani atau bercocok tanam, nyanyian ini menggunakan bahasa daerah dan iringi intrumen gendang tradisional Simeulue.

Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (KBBI, Balai Pustaka, 1991). Dengan demikian, kata analisis dalam tulisan ini berarti hasil

penguraian objek penelitian. Melodi dan teks nanga-nanga mehumasa yang didapat

akan diuraikan agar memperoleh pengertian dan pemahaman makna tentang

nanga-nanga mehumasa.

Tekstual adalah sesuatu yang berkaitan dengan isi karangan, menurut Echols dan Shadily (1986:380). Kemudian Christine Ammer (1973:369) mengemukakan tentang musik vokal, yakni sebagai berikut. "Text : In vocal music, the word. A text need not consist of whole words, it may consist of nonsense or other syllables (solmization, vocalization) also called lyrics. " Artinya: Teks khususnya dalam musik vokal berarti kata-kata. Sebuah teks tidak hanya terdiri dari kata-kata dalam susunan keseluruhannya, ia dapat saja terdiri

dari suku kata yang tidak punya arti atau suku-suku kata lain (seperti solmisasi,

vokalisasi), teks juga disebut dengan lirik.

(13)

yang di dalamnya mempelajari tentang tata tingkah laku manusia yang berkaitan dengan musik.

Musikal merupakan segala hal yang mengandung unsur musik. Dan dalam penulisan ini pengertian musikal adalah segala hal di dalam nanga-nanga mehumasa yang mengandung unsur musik termasuk struktur musik nanga-nanga

mehumasa.

Struktur adalah unsur serapan dari bahasa Inggris yaitu structure. Kata ini memiliki arti sebagai: susunan, bangunan dan kerangka (Echols dan Shadily 1978:563). Dalam kaitannya dengan tulisan ini, struktur musikal yang dimaksud adalah merujuk kepada dua aspek yaitu struktur melodi dan struktur teks atau lirik. Struktur melodi lebih khusus merujuk kepada melodi lagu yang dinyanyikan, yang terdiri dari unsur-unsur: tangga nada, nada dasar, formula melodi, interval yang digunakan, nada yang digunakan, pola-pola kadensa, dan kontur melodi. Sementara untuk teks atau lirik mencakup genre sastranya. Kemudian kata-kata ini disusun oleh baris, bait, rima atau sajak, makna-makna (denotatif dan konotatif), interyeksi, struktur intrinsik, dan lain-lainnya.

1.4.2 Teori

(14)

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang sesuai dengan topik yang akan penulis angkat. Untuk melihat nanga-nanga tergolong ke dalam bagian nyanyian tradisional atau nyanyian rakyat yang bagaimana, penulis mengambil teori Brunvand. Ia membagi nyanyian rakyat menjadi tiga bagian, yakni:

1. Nyanyian rakyat yang berfungsi (functional folk song ) adalah nyanyian yang kata-kata dan lagunya memegang peranan yang sama penting dan cocok dengan irama di dalam aktivitas tertentu.

2. Nyanyian rakyat yang bersifat liris (lirycal folk song) adalah nyanyian rakyat yang teksnya bersifat liris, yang merupakan pencetusan rasa haru si penyanyi tanpa menceritakan kisah yang bersambung (koheren).

3. Nyanyian rakyat yang bersifat berkisah (narative folk song) adalah nyanyian rakyat yang menceritakan suatu kisah (Danandjaya, 1984:146-152).

Dari keterangan di atas, nanga-nanga Mehumasa dapat dikategorikan ke dalam nyanyian rakyat yang bersifat berfungsi. Secara khusus nyanyian ini dapat befungsi mewujudkan semangat mebangun perekonomian masyarakat Simeulue yang umumnya bekerja sebagai petani atau bercocok tanam.

(15)

Salah satu sistem yang terlihat jelas dalam suatu kebudayaan musik dunia adalah pengajarannya yang diwariskan dari mulut ke mulut (oral tradition) (Nettl 1973:3). Dengan demikian pewarisan kebudayaan melalui mulut ke mulut dapat menciptakan hasil kebudayaan musik yang berbeda dari setiap generasi. Hal ini tentu dapat dijadikan sebagai hal yang menarik untuk diteliti dan harus diketahui tentang materi-materi lisan dan variasi ragam musik yang menggunakan istilah-istilah ideal dari suatu kebudayaan musik itu sendiri.

1.4.2.1 Teori weighted scale

Untuk menganalisis melodi di dalam Nanga-nanga mehumasa, penulis menggunakan teori weightedscale oleh William P Malm. Teori weighted scale adalah sebuah teori yang mengkaji keberadaan melodi berdasarkan kepada delapan unsurnya. Kedelapan unsur melodi itu menurut Malm (1977:15), adalah: (1) tangga nada; (2) nada pusat atau nada dasar; (3) wilayah nada); (4) jumlah

nada; (5) penggunaan interval; (6) pola cadensa; (7) formula melodi; dan (8) kontur.

(16)

membantu melihat reaksi musikal bagi sebuah kata yang dianggap penting dan pewarnaan kata-kata dalam puisi (Malm dalam terjemahan Takari 1993:15)

1.4.2.2 Teori Semiotik

Untuk mengetahui dan mendalami dari teks nanga-nanga mehumasa, penulis menggunakan teori semiotik. Istilah kata semiotik ini berasal dari bahasa Yunani, semeioni. Panuti Sudjiman dan van Zoest (bakar 2006:45-51) menyatakan bahwa semiotika berarti tanda atau isyarat dalam satu sistem lambang yang lebih besar. Teori semiotik adalah sebuah teori mengenai lambang yang dikomunikasikan.

Selain teori yang telah disebutkan di atas, penulis juga menggunakan pendekatan transkripsi yang mengacu pada Nettl yang mengatakan ada dua pendekatan utama untuk mendeskripsikan musik yaitu:

(1) Kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan apa yang kita dengar, dan (2) Kita dapat menuliskan apa yang kita dengar tersebut ke atas kertas lalu

mendeskripsikan apa yang kita lihat.

Dalam penelitian ini, untuk dapat mentranskripsikan atau menuliskan sebuah musik dalam bentuk simbol-simbol notasi membutuhkan pengetahuan tentang beberapa hal, diantaranya ritem (organisasi musik di dalam waktu) dan meter (skema waktu dalam musik). Cara-cara yang akan digunakan untuk mentranskripsikan musik adalah sebagai berikut:

(1) Belajar memainkan alat musik yang akan ditranskripsikan.

(17)

1.4.2.3 Teori Fungsional

Sebagai tambahan penelitian ini, peneliti ingin melihat fungsi apa yang terdapat pada nanga-nanga mehumasa. Untuk itu digunakan teori fungsi, baik dalam antropologi maupun etnomusikologi.

Dalam disiplin antropologi Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat dengan struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus, sedangkan individu-individu dapat berganti setiap masa. Dengan demikian, Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat, mengemukakan bahwa fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal, seperti yang diuraikannya berikut ini.

By the definition here offered ‗function‘ is the contribution which

(18)

Selaras dengan pandangan Radcliffe-Brown, nanga-nanga Mehumasa ini bisa dianggap sebagai bahagian dari struktur sosial masyarakat Simeulue. Pertunjukan nanga-nanga mehumasa adalah salah satu bahagian aktivitas yang bisa menyumbang kepada keseluruhan aktivitas, yang pada saatnya akan berfungsi bagi kelangsungan kehidupan budaya masyarakat pengamalnya, yaitu masyarakat Simeulue. Fungsinya lebih jauh adalah untuk mencapai tingkat harmoni dan konsistensi internal. Pencapaian kondisi itu, dilatarbelakangi oleh berbagai kondisi sosial dan budaya dalam masyarakat Simeulue, misalnya lingkungan kepulauan dan maritim, daerah penerapan syariat Islam, masyarakat yang merujuk pada adat, dan lain-lainnya.

Secara etnomusikologis, kajian mengenai fungsi musik dalam masyarakat ini, selalu didekati dengan teori uses and functions dari Allan P. Merriam yang dalam bukunya The Anthropologhy of Music (1964:223-226) menguraiakan contoh sepuluh fungsi musik yaitu; (1) fungsi pengungkapan emosional, (2) fungsi pengungkapan estetika, (3) fungsi hiburan, (4) fungsi komunikasi, (5) fungsi perlambangan, (6) fungsi reaksi jasmani, (7) fungsi yang berkaitan dengan norma sosial, (8) fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan, (9) fungsi kesinambungan kebudayaan, dan (10) fungsi pengintegrasian masyarakat.

(19)

dipergunakan dalam masyarakat, sebagai praktik yang biasa dilakukan, atau sebagai bahagian daripada pelaksanaan adat istiadat, sama ada ditinjau dari aktivitas itu sendiri mahupun kaitannya dengan aktivitas-aktivitas lain (1964:210). Lebih jauh Merriam menjelaskan perbedaan pengertian antara penggunaan dan fungsi sebagai berikut.

Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper function. If the lover uses song to w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music to the approach his god, he is employing a particular mechanism in conjunction with other mechanism as such as dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is enseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a sense of security vis-á-vis the universe. ―Use‖ them, refers to the situation in which music is employed in human action; ―function‖

concerns the reason for its employment and perticularly the broader purpose which it serves. (1964:210).

(20)

nyanyian yang ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu bisa dianalisis sebagai perwujudan dari kontinuitas dan kesinambungan keturunan manusia yaitu untuk memenuhi kehendak biologis bercinta, kawin dan berumah tangga dan pada akhirnya menjaga kesinambungan keturunan manusia. Jika seseorang menggunakan musik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mekanisme tersebut behubungan dengan mekanisme lain, seperti menari, berdoa, mengorganisasikan ritual dan kegiatan-kegiatan upacara. ―Penggunaan‖ menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan ―fungsi‖ berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai melakukan, dan terutama

tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayaninya. Dengan demikian, selaras dengan Merriam, menurut penulis penggunaan lebih berkaitan dengan sisi praktis, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan konsistensi internal budaya.

1.4.2.4 Teori Etnosains

(21)

etnosains dan etnometodologi bukanlah barang baru bagi antropologi karena sudah sejak lama metode verstehen dikenal.

Etnosains muncul dan berangkat dari tradisi-tradisi antropologi yang mempunyai tujuan akhir ―to grasp the native‘s point of view, his relation to life to

realize his vision of his world‖ (Malinowsky). Kemudian diikuti oleh Murdock

(22)

bahasa). Analog dengan hal di atas kemudian dalam antropologi dikenal istilah emik dan etik yang akan memudahkan dalam pelukisan kebudayaan serta membuat kajian-kajian kebudayaan menjadi kompatible dengan studi komparasi. Dari hal-hal tersebutlah kemudian muncul studi-studi Etnosains. Etnosains sendiri oleh Sturtevant didefinisikan sebagai suatu ―system of knowledge and cognition

typical of given cultures.‖

1.5 Metode Penelitian

Metode adalah cara atau jalan yang berhubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja yang akan penulis lakukkan, yaitu: cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjaraningrat 1985:7). Dengan demikian dalam tulisan ini penulis menerapkan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Peneletian yang bersifat deskriptif akan menggambarkan secara tepat sifat suatu individu, keadaan, gejala atau frekwensi adanya hubungan tertentu antara satu gejala dengan gejala lainya dalam masyarakat. Sedangkan pendekatan yang bersifat kualitatif yaitu rangkaian kegiatan atau proses yang dilakukan peneliti dalam mendapatkan data dan informasi mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek kehidupan tertentu pada objeknya.

(23)

serta untuk mendapat hasil akhir yang diinginkan, penulis menggunakan kedua cara kerja tersebut.

1.5.1 Kerja Lapangan (Field Work)

Kerja lapangan yang akan dilakukan oleh penulis adalah dengan cara turun langsung pada objek yang akan diteliti dan dalam mendapatkan informasi serta data-data yang berkaitan penulis melakukan berbagai macam cara sebagai berikut:

1.5.1.1 Studi Pustaka

Pada tahap ini penulis dituntut untuk mendapatkan konsep dan teori serta informasi yang dapat digunakan sebagai pendukung penelitian pada saat melakukaan penelitian dan penulisan skripsi nantinya. Sehingga diperlukan membaca tulisan-tulisan ilmiah, situs internet, buku, dan informasi lain yang berkatitan dengan objek yang akan diteliti.

1.5.1.2 Observasi

Nurkancana (1986:142) mengatakan, ―observasi adalah suatu cara untuk

mengadakan penilaian dengan jalan mengadakan pengamatan secara langsung dan sistematis. Data-data yang dieperoleh dalam obsevasi itu dicatat dalam suatu catatan observasi. Kegiatan pencatatan hal ini adalah merupakan bagian dari pada kegiatan pengamatan‖.

(24)

makna dari prilaku tersebut. Sebagaimana diungkapkan oleh Marshall (1995) ―through observation, the researcher learn about behavior and the meaning

attached to those behavior.” Artinya melalui observasi atau pengamatan, seorang peneliti melihat langsung dan belajar mengenai prilaku dan makna-makna dari apa yang diamatinya tersebut.

1.5.1.3 Wawancara

Terdapat tiga jenis wawancara yaitu wawancara berfokus (focused interview), wawancara bebas (free interview), wawancara sambil lalu (casual interview) (koentjaraningrat, 1986:139). Sebelum melakukan ketiga cara dalam

wawancara tersebut, tentu saja penulis harus menyiapkan daftar pertanyaan yang perlu ditanyakan pada saat mewawancarai informan sesuai dengan topik penelitian. Selain daftar pertanyaan keahlian dalam melakukan teknik wawancara agar informan menjawab dengan leluasa juga sangat diperlukan bagi seorang peneliti.

1.5.1.4 Dokumentasi

(25)

1.5.2 Kerja Laboratorium (Desk Work)

Data-data yang telah terkumpul baik dalam bentuk rekaman, gambar dan catatan selanjutnya akan diolah kembali dalam tahap kerja laboratorium. Sehingga hasil kerja ini memperlihatkan apakah penulis mencari data tambahan atau justru sebaliknya membuang data yang tidak diperlukan.

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Salur, yang merupakan ibukota dari Kecamatan Teupah Barat Kabupaten Simeulue, Aceh. Pemilihan lokasi ini karena menimbang penyajian budaya Nanga-nanga mehumasa masih banyak diketahui dan dapat di sajikan oleh masyarakat didesa Salur, Kecamatan Teupah Barat, Simeulue, Aceh sehingga lebih memudahkan penulis untuk mendapatkan informasi dan data-data tekait kesenian Nanga-nanga.

Gambar

Gambar 2.1 Peta Kabupaten Simeulue

Referensi

Dokumen terkait

bid’ah dari mereka, maka orang-orang yang mengikuti ahli bid’ah. apabila tidak mendapatkan yang meluruskan niscaya

Understanding the functional meaning of the text short and simple form of report essay, narrative and analytical Exposition in the context of everyday life and to access

No Aktivitas Pengujian Realisasi yang diharapkan Hasil Pengujian 1 Klik ikon Aplikasi Pengenalan Aksara Korea (Hangul) Aplikasi terbuka dan menampilkan halaman awal

Nama Pengujian Bentuk Pengujian Hasil Yang Diharapkan Hasil Ujian 1 Pengujian instalasi aplikasi pada smartphone android Memasukkan dan menginstal Alchemist.apk

Sedangkan untuk pengaruh tidak langsung BI Rate terhadap Volatilitas Harga Saham melalui Kurs Mata Uang sebagai variabel intervening dinyatakan bahwa Kurs Mata

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis dapatkan, disimpulkan bahwa implementasi PP No 43 tahun 2004 tentang pelaksanaan upaya peningkatan kesejahteraan sosial

a) Dividen tunai merupakan dividen yang dibayarkan secara tunai oleh perusahaan kepada setiap pemegang saham. Dividen tunai dapat diukur dengan membandingkan antara

Sumber-sumber pendapatan Kota Bandung yang terkait dengan sektor transportasi darat adalah: pajak parkir; retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum; retribusi