• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah di Kawasan Deleng Macik Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo Sumatera Utara Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah di Kawasan Deleng Macik Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo Sumatera Utara Chapter III V"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2016 di Kawasan Deleng Macik Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo Sumatera Utara dan selanjutnya dilakukan identifikasi di Laboratorium Sistematika Tumbuhan Universitas Sumatera Utara.

3.2 Deskripsi Area 3.2.1 Letak dan Luas

Kawasan Tahura Bukit Barisan terletak di Propinsi Sumatera Utara. Tahura Bukit Barisan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 48 Tahun 1988 dengan luas ± 51.600 Ha. Tahura Bukit Barisan secara geografis terletak pada 0º1’16"-0º19’37" Lintang Utara dan 98º12’16"-98º41’00" Bujur Timur. Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan tersebar di 4 (empat) Kabupaten meliputi: Kabupaten Karo (19.805 Ha atau 38,38%), Kabupaten Deli Serdang (17.150 Ha atau 33,24%), Kabupaten Langkat (13.000 ha atau 25,19%) dan Kabupaten Simalungun (1.645 Ha atau 3,19) (Sinaga, S. 2008).

Deleng Macik secara geografis terletak pada 03° 14’ 28, 51” - 03° 14’ 30, 1” LU dan 098° 31’ 37, 2’’ - 098° 39’ 38, 0’’ BT. Deleng ini berbatasan dengan Deleng Sempulenangin di sebelah Utara, TWA sidebuk-debuk di sebelah Timur, Gunung Sibayak di sebelah Barat serta Deleng Singkut di sebelah Selatan. Secara administratif berada dalam wilayah Desa Doulu, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

3.2.2 Topografi

(2)

3.2.3 Iklim

Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson Taman Hutan Raya Bukit Barisan termasuk ke dalam klasifikasi tipe B dengan curah hujan rata-rata berkisar 2.000-2.500 mm per tahun. Suhu udara minimum 13°C dan maksimum 25°C dengan kelembaban rata -rata berkisar 90% (Sinaga, S. 2008).

3.2.4 Vegetasi

Berdasarkan pengamatan di sekitar areal penelitian, tumbuhan bawah yang umum ditemukan yaitu dari famili Araceae, Balsaminaceae, Begoniaceae, Commelinaceae, Melastomataceae, Rubiaceae, Piperaceae, Zingiberaceae dan berbagai jenis paku-pakuan.

3.3 Pelaksanaan Penelitian 3.3.1 Metode Penelitian

Penentuan areal lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Metode ini merupakan metode penentuan lokasi penelitian

secara sengaja yang dianggap representatif. Pengambilan data pada areal penelitian dilakukan dengan menggunakan Metode Kuadrat pada plot-plot ukuran 2 x 2 m.

3.3.2 Di Lapangan

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan Metode Kuadrat. Pada lokasi penelitian dibuat 1 buah transek dengan panjang 1.000 m dari kaki gunung sampai puncak gunung penelitian. Sepanjang transek tersebut dibuat plot-plot berukuran 2 x 2 m sebanyak 100 buah plot dengan susunan zig-zag terhadap transek. Jarak antar plot adalah 8 m. Total seluruh plot pada transek adalah 100 plot pengamatan (Lampiran 2).

(3)

kantong plastik, lalu diberi alkohol 70% dan kantong plastik tersebut ditutup dengan lakban, udara dalam kantong plastik dikeluarkan dan selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan dan diidentifikasi.

Dilakukan pengukuran faktor abiotik yang meliputi suhu udara dengan Termometer, kelembaban udara dengan Higrometer, kelembaban dan pH tanah

dengan Soiltester, suhu tanah dengan Soil termometer, intensitas cahaya dengan Luxmeter, titik koordinat dengan GPS (Global Positioning System) dan ketinggian

dengan Altimeter..

3.3.3 Di Laboratorium

Spesimen yang berasal dari lapangan dibuka kembali dan disusun sedemikian rupa untuk dikeringkan dalam oven sampai kering. Spesimen diidentifikasi di Herbarium MEDA USU Sistematika Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA dengan menggunakan buku-buku acuan antara lain:

a. Fern Of Malaya (R.E.Holttum, 1965). b. Flora (Dr. C. G. G. J. Van Steenis, 1987).

c. Flora Pegunungan Jawa (C.G.G.J. Van Steenis, 2010).

d. Panduan Lapangan Zingiberaceae di Hutan Sibayak Sumatera Utara (Siregar & Pasaribu, 2009).

e. PROSEA (Plant Resources of South-East Asia 12) : (1) Medicinal and Poisonous Plants 1 (Lemmens and Bunyapraphatsara, 1999).

f. PROSEA (Plant Resources of South-East Asia 12) : (2) Medicinal and Poisonous Plants 2 (Valkenburg and Bunyapraphatsara, 2002).

g. PROSEA (Plant Resources of South-East Asia 12) : (3) Medicinal and Poisonous Plants 3 (Lemmens and Bunyapraphatsara, 2003).

h. PROSEA (Plant Resources of South-East Asia 13) : Spices (Guzman and Siemonsma, 1999).

i. PROSEA (Plant Resources of South-East Asia 16) : Stimulants ( Van Der Vossen and Wessel, 2000).

j. Taksonomi Tumbuhan (A. G. Piggott, 1984).

(4)

Setelah diidentifikasi spesimen tumbuhan bawah disimpan di Herbarium Medanense (MEDA) USU (Lampiran 6).

3.4 Analisis Data

Data vegetasi yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), Indeks Nilai Penting (INP), Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) dari lokasi penelitian (Contoh perhitungan analisis vegetasi pada Lampiran 5).

Menurut Indriyanto (2006), analisis data untuk menghitung komposisi vegetasi dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

a. Kerapatan

Kerapatan Mutlak (KM) =

Kerapatan Relatif (KR) = x 100%

b. Frekuensi

Frekuensi Mutlak (FM) =

Frekuensi Relatif (FR) = x 100 %

c. Indeks Nilai Penting

INP = KR + FR

Jumlah individu suatu jenis

Luas Plot contoh / Plot pengamatan

Kerapatan mutlak suatu jenis

Jumlah total kerapatan mutlak

Jumlah plot yang ditempati suatu jenis

Jumlah seluruh plot pengamatan

Frekuensi suatu jenis

(5)

d. Indeks Keanekaragaman Shannon

f. Indeks Kekayaan Jenis (Indeks Jackknife)

Untuk mengetahui Indeks Kekayaan Jenis (Indeks of Spesies Richness) maka dilakukan Jackknife estimate (Helsthe & Forrester, 1983) dilakukan analisis sebagai berikut:

(6)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kekayaan Jenis Tumbuhan Bawah di Kawasan Deleng Macik Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo Sumatera Utara

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Kawasan Deleng Macik Taman Hutan Raya Bukit Barisan diperoleh jenis tumbuhan bawah yaitu 60 jenis yang terdiri dari dua divisi yaitu Pteridophyta terdiri dari 8 suku dengan 17 jenis dan Spermatophyta terdiri dari 18 suku dengan 43 jenis. Adapun jenis-jenis tumbuhan

bawah yang diperoleh tercantum pada Tabel 4.1.1.

Tabel 4.1.1 Jenis Tumbuhan Bawah di Kawasan Deleng Macik Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo Sumatera Utara

No Divisi Suku Jenis

1 Pteridophyta Aspidiaceae Arachniodes haniffii

2. Cyclopeltis sp.

3. Aspleniaceae Asplenium nidus

4. Asplenium pellucidum

5. Athyriaceae Diplazium angustipinna

6. Diplazium cordifolium

7. Diplazium riparium

8. Diplazium subserratum

9. Cyatheaceae Cyathea sp.

10. Cyathea lurida

11. Dennstaedtiaceae Pteridium aquilinum

12. Pteridium sp.

13. Gleicheniaceae Gleichenia sp.

14. Polypodiaceae Belvisia revoluta

15. Goniophlebium persicifolium

16. Goniophlebium subauriculatum

17. Selaginellaceae Selaginella doederleinii

18. Spermatophyta Araceae Anadendrum latifolium

19. •Monokotil Anadendrum microstachyum

(7)

Lanjutan Tabel 4.1.1

Keterangan (*) : Jenis Unik (Indeks Jacknife ) yang terdapat 1 plot di lokasi penelitian

Berdasarkan Tabel 4.1.1. di atas diketahui jumlah kekayaan jenis tumbuhan bawah yang diperoleh pada lokasi penelitian sebanyak 60 jenis. Jumlah jenis tumbuhan bawah ini dapat dikatakan tergolong tinggi. Hal ini dikarenakan apabila banyaknya jenis pada suatu komunitas tumbuhan maka dikategorikan memiliki keragaman yang tinggi dan sebaliknya. Jumlah jenis tumbuhan bawah yang diperoleh terdiri dua divisi yaitu Pteridophyta dan Spermatophyta. Pada Pteridophyta (Tumbuhan Paku) terdiri dari 8 suku dengan 17 jenis dan jumlah jenis terbanyak terdapat pada suku Athyriaceae dengan 4 jenis dan Polypodiaceae

26. Commelinaceae Forrestia mollissima

27. Pollia haskarlii

28. Pandanaceae Freycinetia sp.

29. Poaceae Isachne pulchella

30. Smilacaceae Smilax sp.

31. Orchidaceae Anoectochilus sp.*

32. Vrydagzynea sp.

33. Phaius sp.

34. Zingiberaceae Alpinia sp.

35. Globba marantina

36. Globba sp.

37. Zingiber sp.

38. • Dikotil Balsaminaceae Impatiens auricoma

39. Impatiens balsamina

40. Impatiens platypetala

41. Impatiens sp.

42. Begoniaceae Begonia robusta

43. Cucurbitaceae Brynopsis laciniosa

44. Gynostemma pentaphyllum

45. Gesneriaceae Cyrtandra oblongifolia

46. Melastomataceae Astronia sp.

47. Moraceae Ficus villosa

48. Passifloraceae Passiflora incarnata

49. Pentaphragmataceae Pentaphragma sp.

50. Piperaceae Piper betle

51. Piper lolot

52. Piper sarmentosum

53. Piper sylvaticum

54. Piper ribisioides

55. Piper sp.

56. Rosaceae Physocarpus sp.

57. Rubus moluccanus

58. Rubiaceae Argostemma uniflorum

59. Ophiorrhiza mungos

60. Ophiorrhiza sp.

(8)

dengan 3 jenis sedangkan pada suku-suku lainnya hanya memiliki jumlah 2 atau 1 jenis. Jenis yang mendominasi pada suku Athyriaceae adalah pada genus Dilpazium sp. dan suku Polypodiaceae jenis yang dominan adalah pada genus Goniophlebium sp.

Pada Spermatophyta terbagi menjadi dua kelas yaitu Monokotil dan Dikotil. Kelas monokotil terdiri dari 7 suku dengan 21 jenis. Adapun suku yang diperoleh yaitu Araceae, Commelinaceae, Pandanaceae, Poaceae, Smilacaceae, Orchidaceae dan Zingiberaceae. Jumlah jenis terbanyak terdapat pada suku Araceae dengan 8 jenis dan Zingiberaceae 4 jenis. Jenis yang mendominasi pada suku Araceae adalah marga Homalomena sp., Anadendrum sp. dan Scindapsus sp. sedangkan suku Zingiberacea jenis yang dominan adalah marga Globba sp. Pada kelas Dikotil terdiri 11 suku dengan 23 jenis. Pada kelas Dikotil suku yang dominan diperoleh pada lokasi adalah Balsaminaceae, Begoniaceae, Cucurbitaceae, Gesneriaceae, Melastomataceae, Moraceae, Passifloraceae, Pentaphragmataceae, Piperaceae, Rosaceae dan Rubiaceae. Adapun suku yang memiliki jumlah jenis terbanyak adalah Piperaceae dengan 6 jenis, Balsaminacea dengan 4 jenis dan Rubiaceae 3 jenis. Jenis yang mendominasi pada suku Piperaceae adalah genus Piper sp. sedangkan suku Balsaminaceae jenis yang mendominasi adalah genus Balsamina sp. dan suku Rubiaceae yaitu genus Ophiorrhiza sp.

Berbeda halnya pada penelitian Masnun (2014) di Hutan Gunung Sinabung Jalur Pendakian Sigarang-garang sebanyak 58 jenis dan Hilwan (2015) Di Gunung Papandayan Bagian Timur, Garut Jawa Barat diperoleh 35 jenis. Perbedaan jumlah jenis tumbuhan bawah ini dilihat dengan pengaruh ekosistemnya. Ditinjau dari segi habitat pada lokasi penelitian, memiliki stratifikasi tajuk yang tidak terlalu rapat menutupi permukaan tanah, sehingga memungkinkan banyak tumbuhan bawah mendapatkan cahaya yang cukup untuk tumbuh dengan baik. Hal ini sesuai pernyataan dari Yuniawati (2013), salah satu kondisi lingkungan yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tumbuhan di bawah tegakan antara lain cahaya matahari atau naungan. Menurut Balakrishnan et al., (1994), distribusi tumbuhan pada suatu komunitas tertentu dibatasi oleh

(9)

kondisi di bawah kanopi, tengah dan di atas kanopi yang intensitas cahayanya berbeda-beda.

Jenis tumbuhan yang paling mendominasi pada lokasi penelitian ini adaah Jenis tumbuhan herba dari suku Araceae, Begoniacea, Gesneriaceae, Balsaminaceae, Commelinaceae, Rubiaceae Zingiberaceae, Athyriaceae dan Polypodiaceae. Hal ini dikarenakan bahwa jenis-jenis dari suku tumbuhan ini merupakan jenis tumbuhan herba, dimana mengandung lebih banyak air. Menurut Mataji et al., (2010), tumbuhan herba lebih banyak tersebar dibandingkan dengan tumbuhan semak karena tumbuhan herba memiliki daur hidup dan persebaran yang cepat. Menurut Kunarso dan Azwar (2013), jenis tumbuhan dengan penutupan tajuk yang berbeda akan membentuk iklim mikro yang berbeda pada lantai hutan. Hal ini akan mempengaruhi tingkat keragaman jenis tumbuhan pada hutan.

Kekayaan jenis adalah jumlah jenis (spesies) dalam suatu komunitas. Semakin banyak jumlah jenis yang ditemukan maka indeks kekayaannya juga semakin besar. Begitu juga dengan tingkat tumbuhan bawah, semakin bertambahnya ukuran petak pengamatan, maka semakin besar juga indeks kekayaan jenisnya (Ismaini et al., 2015). Kekayaan jenis menyatakan suatu ukuran yang menggambarkan variasi jenis tumbuhan dari suatu komunitas yang dipengaruhi oleh jumlah jenis dan kelimpahan relatif dari setiap jenis. Kelimpahan jenis tumbuhan sebagai salah satu indikator untuk menduga keanekaragaman jenis tumbuhan pada suatu komunitas yang dapat ditunjukkan secara kuantitatif dan kualitatif (Susantyo, 2011).

Kekayaan jenis dapat diukur salah satunya menggunakan metode indeks Jackknife (Hidayat et al., 2012). Berdasarkan Indeks Jackknife (Indeks of Spesies Richness) (dapat dilihat pada Lampiran 5). diperoleh nilai indeks kekayaan jenis

yaitu 61. Indeks kekayaan jenis Jackknife dihitung berdasarkan dari jenis yang mempunyai daya tarik khas dan memiliki keunikan (jenis yang hanya ditemukan pada salah satu plot). Pada saat pengamatan yang dilakukan, terdapat jenis Vrydagzynea sp hanya menempati satu plot dari 100 plot pengamatan yang dibuat.

(10)

lainnya tetapi tidak mungkin seluruhnya sama. Menurut Hartini dan Wihermanto (2013), Vrydagzynea sp. memiliki tingkat penguasaan jenis yang rendah jika dibandingkan jenis lainnya yang memiliki tingkat penguasaan tinggi. Hal ini berdasarkan pola penyebarannya yang tidak merata dan kelimpahannya sedikit pada daerah tertentu. Menurut Comber (2001), persebaran Vrydagzynea sp. di Indonesia khususnya di Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Jawa.

4.2 Jumlah Jenis Tumbuhan Bawah Berdasarkan Suku

Berikut ini jumlah jenis tumbuhan bawah berdasarkan 26 suku tumbuhan bawah yang didapat di lokasi penelitian. Adapun jumlah jenis berdasarkan dari 26 sukunya tercantum pada Gambar 4.2.1.

Gambar 4.2.1 Jumlah Jenis Berdasarkan dari 26 Suku Tumbuhan Bawah

Dari Gambar 4.2.1 di atas diketahui jumlah jenis terbanyak ditemukan pada suku Araceae dengan jumlah 8 jenis, suku Piperaceae sebanyak 6 jenis, suku Zingiberaceae, Balsaminaceae dan Athyriaceae masing-masing 4 jenis, Polypodiaceae, Orchidaceae dan Rubiaceae masing-masing 3 jenis sedangkan

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Ju

m

lah

Je

ni

s

(11)

suku-suku lainnya hanya terdapat 2 atau 1 jenis. Keanekaragaman jenis dari setiap suku ditentukan keberhasilan jenis tersebut dapat berkembangbiak dan juga disebabkan oleh beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pada setiap jenis untuk pertumbuhannya. Keanekaragaman yang rendah menunjukkan bahwa jenis yang ditemukan tidak begitu banyak sedangkan keanekaragaman yang tinggi akan memiliki jumlah jenis yang banyak.

Pada Gambar 4.2.1 diketahui suku Araceae memiliki jumlah jenis tertinggi yaitu 8 jenis. Keragaman jenis ini, disebabkan karena suku Araceae dapat tumbuh baik secara vegetatif untuk mendukung pertumbuhan dan persebarannya. Selain itu, faktor lingkungan yang lembab dan teduh merupakan tipe habitat yang cocok untuk pertumbuhan suku Araceae. Menurut Kurniawan dan Asih, (2012), Suku Araceae juga merupakan tumbuhan herba yang memiliki kemampuan mengandung air lebih banyak dan tumbuh dengan kelembapan yang tinggi sedangkan menurut Ardhana (2012), suku Araceae memiliki kisaran toleransi yang luas, sehingga mampu beradaptasi dan penyesuaian yang baik terhadap lingkungannya dan pemanfaatan unsur hara dari lingkungannya. Pada setiap habitat terdapat sumber daya alam yang jumlahnya terbatas semua organisme yang hidup dan persaingan di antara mereka tidak dapat dihindarkan. Kehadiran suatu jenis tumbuhan dari jenis tumbuhan yang lainnya dalam memanfaatkan ruang, cahaya, air dan unsur hara yang ada. Kemampuan bersaing suatu jenis juga erat kaitannya dengan kemampuan adaptasinya pada banyak relung yang berbeda-beda. Menurut Khoirul et al., (2013), jenis-jenis suku Araceae mampu tumbuh pada lingkungan dengan kelembaban yang rendah hingga tinggi. Sebaran tumbuhan dari famili Araceae juga terkait dengan kemampuan beradaptasi terhadap kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan pH tanah.

(12)

ditemukan jumlahnya dibandingkan jenis dari suku pakua-pakuan yang lainnya. Suku Balsaminaceae dan Zingiberacae termasuk tumbuhan herba dan sangat cocok hidup pada kondisi lingkungan dengan kelembapan tinggi. Menurut Steenis (2010), iklim pegunungan tropik sangat cocok untuk tumbuhan dapat tumbuh subur. Hal ini dapat dilihat dalam komposisi floristik dan kelimpahan tumbuhannya salah satunya adalah suku Balsaminaceae. Menurut Utami, N. (2012), Impatiens umumnya menyukai tumbuh di tempat yang lembab, seperti lantai hutan dan pinggir sungai. Suku Zingiberaceae dapat ditemukan sampai batas 1000-2000 m. dasar lembah atau jurang merupakan tempat tumbuh yang cocok bagi Zingiberacaea.

Suku Polypodiaceae, Rubiaceae dan Orchidaceae memiliki jumlah 3 jenis yang ditemukan di lokasi penelitian. Pada suku Polypodiaceae perkembangbiakan tumbuhan paku yang menggunakan spora. Menurut Holttum (1968), suku Polypodiaceae mempunyai jumlah jenis terbesar juga dan sebagaian besar terdapat di kepulauan Indonesia. Menurut Steenis (2010), suku Rubiaceae dan Orchidaceae merupakan salah satu gambaran kelimpahan dari iklim pegunungan tropik.

Suku Aspidiaceae dan Aspleniaceae memiliki jumlah 2 jenis. Pada suku Aspleniaceae habitatnya bisa teresterial dan epifit. Menurut Holttum (1968), suku Aspleniaceae memiliki akar yang besar (termasuk humus yang terperangkap di dalamnya) yang dapat menyerap air hujan dalam jumlah yang banyak, sehingga tumbuhan lain sering kali mengambil keuntungan dari kondisi ini. Menurut Suhartono (2013), tumbuhan paku umumnya dapat tumbuh dengan baik pada habitat yang lembab.

(13)

perubahan faktor-faktor lingkungan misalnya topografi, tanah, kelembapan, suhu dan iklim.

Ditinjau dari berbagai faktor lingkungan (dapat dilihat pada Lampiran 4) pada lokasi penelitian memiliki kelembapan yang rendah dan suhu yang tinggi. Diketahui kelembapan dan suhu merupakan komponen iklim mikro yang sangat mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan dan masing-masing berkaitan mewujudkan keadaan lingkungan optimal bagi tanaman. Menurut Wijayanto & Nurunnajah (2012), pertumbuhan suatu tumbuhan meningkat jika suhu meningkat dan kelembapan menurun, demikian pula sebaliknya. Faktor yang mempengaruhi suhu dan kelembapan yaitu tinggi tempat dan penutupan tajuk. Semakin tinggi tempat maka suhunya semakin rendah dan kelembapan akan tinggi.

Intensitas cahaya yang tinggi pada suatu tempat akan berpengaruh terhadap suhu udara. Hal ini dikarenakan jika semakin tingginya suatu tempat maka intensitas cahaya akan semakin kecil dan suhu udara akan rendah. Keadaan ini disebabkan karena berkurangnya penyerapan dari udara (oksigen). Faktor lain adalah persaingan terhadap cahaya sinar matahari di mana cahaya sinar matahari terhalang oleh adanya beberapa pohon yang memiliki diameter di atas 30 cm. Menurut Mirmanto (2010), hutan alami umumnya dalam kondisi cukup baik, dengan kerapatan relatif tinggi dan dengan pohon berukuran besar yang cukup banyak tajuk yang lebar dan besar (penutupan lahan yang luas) dapat menghalang tumbuhan yang ada di bawah pertumbuhannya untuk mendapatkan sinar matahari, dimana hal ini dapat menghambat pertumbuhan suatu tanaman.

(14)

4.3 Komposisi Jenis dan Jumlah Individu Tumbuhan Bawah

Berikut ini data mengenai komposisi jenis dan jumlah Individu dari setiap jenis tumbuhan bawah yang diperoleh pada lokasi penelitian di Kawasan Deleng Macik Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo Sumatera Utara.

Tabel 4.3.1 Komposisi Jenis Tumbuhan Bawah dan Jumlah Individu pada setiap Jenis

No Jenis Jumlah Individu

1. Homalomena griffithii 671

2. Argostemma uniflorum 432

3. Cyrtandra oblongifolia 270

4. Selaginella doederleinii 253

5. Isachne pulchella 216

6. Begonia robusta 167

7. Anadendrum microstachyum 140

8. Pteridium sp. 134

9. Homalomena sagittifolia 133

10. Impatiens balsamina 132

11. Asplenium nidus 126

12. Cyathea lurida 118

13. Cyathea sp. 117

14. Homalomena occulata 114

15. Pentaphragma sp. 108

16. Forrestia mollissima 102

17. Pollia haskarlii 101

18. Gynostemma pentaphyllum 96

19. Piper betle 94

20. Ophiorrhiza sp. 93

21. Diplazium cordifolium 88

22. Astronia sp. 87

23. Ophiorrhiza mungos 82

24. Impatiens auricoma 78

25. Anadendrum latifolium 75

26. Diplazium angustipinna 75

27. Scindapsus sp. 72

28. Zingiber sp. 72

29. Belvisia revoluta 69

30. Scindapsus aureus 66

31. Arachniodes haniffii 65

32. Impatiens sp. 64

33. Cyclopeltis sp. 62

34. Piper sp. 61

(15)

Lanjutan Tabel 4.3.1.

Berdasarkan Tabel 4.3.1 menyatakan keragaman komposisi jenis beserta jumlah individu masing-masing dari setiap jenis tumbuhan bawah yang diperoleh di lokasi penelitian. Diketahui jumlah total individu keseluruhannya yaitu 5513. Jumlah individu tertinggi terdapat pada jenis Homalomena griffithii dengan jumlah individu 671, kemudian Argostemma uniflorum 432, Cyrtandra oblongifolia 270, Selaginella doederleinii 253 dan Isachne pulchella 216,

sedangkan pada jenis lainnya hanya kisaran sedikit pada jumlah individunya. Perbedaan jumlah individu dari setiap jenis ditentukan keberhasilan jenis tersebut dalam beradaptasi pada kondisi lingkungannya. Apabila suatu jenis berhasil beradapatasi dengan baik, maka mengakibatkan jenis tersebut cocok untuk tumbuh subur dalam penyebarannya dan mampu bertahan dalam setiap kondisi lingkungannya. Meskipun tumbuhan bawah merupakan jenis yang mempunyai sebaran luas dan mempunyai kisaran toleransi tinggi terhadap faktor

36. Gleichenia sp. 55

37. Goniophlebium persicifolium 54

38. Impatiens platypetala 54

39. Piper lolot 49

40. Globba marantina 47

41. Epipremnum pinnatum 47

42. Anoectochilus sp. 47

43. Physocarpus sp. 45

44. Diplazium riparium 45

45. Freycinetia sp. 44

46. Piper sarmentosum 41

47. Alpinia sp. 36

48. Diplazium subserratum 34

49. Phaius sp. 33

50. Piper sylvaticum 30

51. Asplenium pellucidum 25

52. Rubus molucanus 24

53. Passiflora incarnata 22

54. Brynopsis laciniosa 21

55. Goniophlebium subauriculatum 18

56. Smilax sp. 16

57. Globba sp. 15

58. Pteridium aquilinum 13

59. Ficus villosa 5

60. Vrydagzynea sp. 4

(16)

lingkungan. Dalam hal ini dapat dikatakan, kemampuan beradaptasi suatu jenis dapat diketahui mampu atau tidaknya menguasai suatu area di sekitarnya dalam penyebarannya sehingga akan memiliki jumlah individu yang banyak. Hal ini sesuai dikemukakan oleh Ismaini et al., (2015), biasanya pada suatu komunitas atau ekosistem yang memiliki banyak jenis akan memiliki sedikit jumlah individunya sedangkan sedikit jenis akan memiliki banyak individu.

Pada Tabel 4.3.1 Homalomena grifiithii memiliki jumlah individu tertinggi. Jenis yang memiliki jumlah individu yang banyak dikarenakan frekuensi kehadirannya sangat rapat pada setiap plot pengamatan. Hal ini tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti dengan kelembapan dan suhu yang tinggi, sehingga jenis tersebut dapat beradaptasi dengan baik dan memiliki penyebarannya yang luas. Menurut Lemmens dan Bunyapraphatsara (2003), Homalomena griffithii sebagian besar terdapat di hutan dataran rendah sampai

hutan dataran tinggi. Umumnya habitatnya memerlukan kelembapan yang tinggi dan akarnya terdapat semua di bawah lantai hutan. Sering ditemukan di lahan yang curam dan kadang-kadang juga terdapat di hutan rawa. Menurut Djufri (2012), setiap jenis tumbuhan memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai untuk hidup sehingga persyaratan hidup setiap jenis berbeda-beda, dimana mereka hanya menempati bagian yang cocok bagi kehidupannya sedangkan pernyataan Saharjo dan Cornelio (2011), penguasaan spesies tertentu dalam suatu komunitas apabila spesies yang bersangkutan berhasil menempatkan sebagian besar sumberdaya yang ada dibandingkan dengan spesies yang lainnya.

Pada Tabel 4.3.1. diketahui memiliki jumlah jenis yang beragam namun

jumlah individu dari setiap jenis berbeda-beda. Hal ini dikarenakan frekuensi

kehadirannya pada setiap plot pengamatan tidak rapat dan hanya beberapa jenis

yang memiliki frekuensi kehadirannya yang luas. Menurut Fajri dan Saridan (2012), cara individu itu menyesuaikan diri terhadap faktor lingkungan sangat penting, sehingga menghasilkan informasi yang berguna untuk membuat

(17)

4.4. Jenis Tumbuhan Bawah dengan Nilai KR, FR dan INP Tertinggi

Berdasarkan hasil analisis data berikut ini Sepuluh jenis tumbuhan bawah yang memiliki jumlah nilai KR, FR dan INP tertinggi. Dapat dilihat pada tabel 4.4.1

4.4.1 Sepuluh Jenis Tumbuhan Bawah dengan Nilai KR, FR dan INP Tertinggi

Dari Tabel 4.4.1 diketahui Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi terdapat pada jenis Homalomena griffithii sebesar 19,256% (dapat dilihat pada Lampiran 4). Hal ini

disebabkan bahwa jenis tumbuhan bawah tersebut berperan penting dalam komunitas dan telah berhasil berdapatsi dengan lingkungan di sekitar sehingga mampu menguasai area tersebut. Jenis tumbuhan bawah ini berasal dari suku Araceae. Dimana diketahui suku Araceae merupakan tumbuhan herba yang mampu tumbuh pada lingkungan dengan kelembaban yang rendah hingga tinggi. Sebaran tumbuhan dari famili Araceae juga terkait dengan kemampuan beradaptasi terhadap kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan pH tanah. Menurut Syarifuddin (2011), tingginya nilai INP suatu vegetasi pada daerah tertentu menunjukkan bahwa vegetasi tersebut dominan dan mampu beradaptasi dengan daerah setempat sedangkan menurut pendapat Ernawati (2013), secara umum tumbuhan dengan Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi mempunyai daya adaptasi, daya kompetisi dan kemampuan reproduksi yang lebih baik dibandingkan dengan tumbuhan yang lain pada satu lahan tertentu.

Pada Tabel 4.4.1 diketahui nilai INP tertinggi kedua adalah pada jenis Argostemma uniflorum sebesar 11, 996%. Argostemma uniflorum merupakan

suku Rubiaceae. Nilai penting menunjukkan pola distribusi dan kemampuan

No Suku Jenis Jumlah 1. Araceae Homalomena griffithii 671 12,467 7,407 19,875 2. Rubiaceae Argostemma uniflorum 432 8,072 4,348 12,375 3. Gesneriaceae Cyrtandra oblongifolia 270 5,017 4,992 10,009 4. Selaginellaceae Selaginella doederleinii 253 4,701 3,221 7,921 5. Cyatheaceae Cyathea glabra 117 2,174 4,348 6,522 6. Cyatheaceae Cyathea lurida 118 2,192 4,187 6,379 7. Dennsteadtiaceae Pteridium aquilinum 134 2,490 3,704 6,193 8. Begoniaceae Begonia robusta 167 3,103 3,060 6,163 9. Poaceae Isachne pulchella 216 4,013 1,610 5,624 10. Araceae Anadendrum

microstachyum

(18)

adaptasi yang tinggi suatu spesies terhadap kondisi lingkungannya. sehingga mempunyai pengaruh yang besar terhadap komunitas vegetasi tumbuhan bawah. Hal ini sesuai pernyataan Susantyo (2011), INP merupakan besaran yang menunjukkan kedudukan (dominansi) suatu jenis terhadap jenis lain dalam suatu komunitas. Jenis tumbuhan yang mendominasi suatu areal tertentu menunjukkan bahwa jenis tumbuhan tersebut memiliki tingkat adaptasi dan kesesuaian yang lebih tinggi dari pada jenis lainnya. Makin besar INP suatu jenis, maka peranannya dalam komunitas tersebut semakin penting. INP tertinggi suatu jenis tumbuhan pada suatu ekosistem menunjukkan bahwa jenis tumbuhan tersebut paling dominan pada ekosistem tersebut.

Pada jenis Isachne pulchella dan Anadendrum microstachyum memiliki jumlah total individu 216 dan 140 termasuk jenis yang memiliki nilai Indeks Nilai Penting tinggi yaitu 5,624% dan 5,178 % akan tetapi jumlah kehadirannya pada setiap plot sangat sedikit namun jumlah individunya sangat tinggi yang diperoleh pada plot pengamatan tersebut. Berbeda halnya dengan jenis Cyathea glabra, Cyathea lurida, Pteridium aquilinum dan Begonia robusta masing-masing

memiliki jumlah individu total 117, 118, 134 dan 167 walaupun jumlah individunya lebih kecil dari Isachne pulchella dan Anadendrum microstachyum namun frekuensi kehadirannya sangat luas dan rapat sehingga memiliki nilai INP tinggi 6,522%, 6,379%, 6,193% dan 6,163%. Menurut Kurniawan dan Parikesit (2008), keberadaan tajuk pohon dapat dikaitkan kelembapan sedangkan jenis-jenis yang ada pada tegakan dapat dilihat dari besarnya indeks nilai penting (INP) digunakan untuk mengetahui tingkat kesesuaian terhadap tempat tumbuh. Secara umum tumbuhan dengan indeks nilai penting (INP) tertinggi mempunyai daya adaptasi, daya kompetisi dan kemampuan reproduksi yang lebih baik dibandingkan dengan tumbuhan yang lain dalam satu lahan tertentu.

(19)

mendukung maka spesies tersebut akan lebih unggul dan lebih banyak ditemukan (Syafei, 1990).

4.4.2. Sepuluh Suku Tumbuhan Bawah dengan Nilai KR, FR dan INP Tertinggi di Deleng Macik

No. Famili Jumlah Total

Ind.

KR % FR% INP%

1. Araceae 1318 23,907 % 16,296 % 40,20 %

2. Rubiaceae 607 11,010 % 6,074 % 17,08 %

3. Cyatheaceae 235 4,263 % 7,852 % 12,11 %

4. Piperaceae 331 6,004 % 6,074 % 12,08 %

5. Balsaminaceae 328 5,950 % 5,481 % 11,43 %

6. Gesneriaceae 270 4,898 % 4,593 % 9,49 %

7. Athyriaceae 242 4,390 % 4,741 % 9,13 %

8. Zingiberaceae 170 3,084 % 5,630 % 8,71 %

9. Polypodiaceae 141 2,558 % 5,481 % 8,04 %

10. Selaginellaceae 253 4,589 % 2,963 % 7,55 %

Berdasarkan Tabel 4.4.2 diketahui suku Araceae memiliki nilai INP tertinggi dari seluruh suku yang didapat. Hal ini berdasarkan dari jumlah total seluruh individu dari setiap jenis dan jumlah kehadirannya yang cukup tinggi pada setiap plot pengamatan. Menurut Susanto (2012), peranan suatu jenis dalam komunitas dapat dilihat dari besarnya Indeks Nilai Penting (INP), dimana jenis yang mempunyai nilai INP tertinggi merupakan jenis yang dominan. Hal ini menunjukan bahwa jenis tersebut mempunyai tingkat kesesuaian terhadap lingkungan yang lebih tinggi dari jenis yang lain. Nilai frekuensi menggambarkan penyebaran suatu jenis dalam suatu habitat. Apabila suatu jenis mempunyai nilai frekuensi yang tinggi, maka jenis tersebut akan tumbuh menyebar dan sebaliknya suatu jenis akan tumbuh secara mengelompok dan sedikit bila nilai frekuensi rendah.

(20)

terhadap komunitas atau untuk mengetahui keadaan suksesi dan stabilitas komunitas.

Nilai indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman pada lokasi penelitian adalah Indeks Keanekaragaman (H’) sebesar 3,74 dan Indeks Keseragaman (E) sebesar 0,912. Nilai indeks Keanekargaman dan Indeks Keseragaman pada lokasi penelitian menunjukan bahwa tumbuhan bawah di lingkungan tersebut memiliki indeks nilai keanekaragaman dan keseragaman yang cukup tinggi. Menurut Wirakusumah (2003), nilai ini menunjukkan keanekaragaman jenis di kawasan ini tinggi. Semakin tinggi nilai keanekaragaman suatu kawasan menunjukkan semakin stabil komunitas di kawasan tersebut. Menurut Nurdia (2012), nilai indeks kemerataan yang mendekati satu menunjukkan bahwa suatu komunitas tumbuhan semakin merata, sedangkan jika mendekati nol maka semakin tidak merata.

Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak jenis dan sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang rendah jika komunitas tersebut disusun oleh sedikit jenis (Indriyanto, 2006). Menurut Barbour et al.,(1987), penyebaran individu setiap jenis disebut dengan kemerataan jenis atau ekuibilitas jenis. Kemerataan atau keseragaman menjadi maksimum bila suatu jenis mempunyai jumlah individu sama. Kemerataan dan kekayaan jenis merupakan hal yang berbeda meskipun keduanya sering berkorelasi

(21)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari Penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Diperoleh 60 jenis tumbuhan bawah dengan dua divisi yaitu Pteridophyta

terdiri dari 8 suku dengan 17 jenis dan Spermatophyta terdiri dari 18 suku dengan 43 jenis. Suku Araceae memiliki jumlah jenis terbanyak yaitu 8 jenis. b. Jenis Homalomena griffithii, Argostemma uniflorum dan Cyrtandra

oblongifolia memiliki Indeks Nilai Penting tertinggi secara berurutan yaitu 19,259%, 11,996% dan 9,674 %.

c. Suku Araceae, Rubiaceae dan Cyatheaceae memiliki Indeks Nilai Penting tertinggi secara berurutan yaitu 40,20 %, 17,08 % dan 12,11%.

d. Indeks keanekaragaman dan Indeks keseragaman yaitu 3,734% dan 0,912%. e. Vrydagzynea sp. memiliki Nilai Indeks Kekayaan Jenis (Indeks Jacknife)

yaitu 61.

5.2 Saran

Gambar

Tabel 4.1.1 Jenis Tumbuhan Bawah di Kawasan Deleng Macik Taman  Hutan Raya             Bukit Barisan Kabupaten Karo Sumatera Utara
Gambar 4.2.1 Jumlah Jenis Berdasarkan dari 26 Suku Tumbuhan Bawah
Tabel 4.3.1 Komposisi Jenis Tumbuhan Bawah dan Jumlah Individu pada setiap                    Jenis

Referensi

Dokumen terkait

termoplastik dengan injection moulding akan menghasilkan gigi tiruan dan nilon sisa (spru) yang akan mengakibatkan penumpukan yang akan berdampak pada.. pencemaran

Pribadi dan Bisnis dengan HTML .Yogyakarta : Gava Media.. Sugiri, AMd, SPd, Budi

Namun, pada proses daur ulang akan terjadi perubahan pada sifat-sifat seperti sifat mekanis,fisis dan biologis pada nilon sisa setelah prosedur daur ulang maka dibutuhkan

Database sudah digunakan pada sistem ini untuk. penyimpanan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat beberapa penyimpangan terhadap standar desain keamanan suatu jalan, seperti jarak antarlampu pada zona 5 yang menghasilkan

Dengan adanya peer teaching, siswa yang kurang aktif menjadi aktif karena tidak malu lagi untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat secara bebas, dengan pergaulan antara

Rataan Biomassa Akar (g/tanaman) Legum Stylosanthes guianensis dan Pueraria javanica pada Taraf Cekaman Kekeringan Yang Berbeda Selama Penelitian ....

Pengendali PID yang telah disimulasikan di Simulink Matlab dengan plant pemodelan sistem Pressure Process Rig di awal digunakan pada blok diagram yang langsung