• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kepuasan Kerja dan Etos Kerja terhadap Kinerja Guru SMA Kristen di Salatiga T2 832008006 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kepuasan Kerja dan Etos Kerja terhadap Kinerja Guru SMA Kristen di Salatiga T2 832008006 BAB II"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

19 BAB II

LANDASAN TEORI

Landasan teori merupakan tolak ukur bagi peneliti dalam melakukan suatu penelitian. Hal ini disebabkan karena landasan teori merupakan pijakan bagi peneliti dalam membangun konstruksi teori serta menyusun hipotesis penelitian. Oleh sebab itu dalam bab ini penulis akan membahas beberapa pokok penting yang menjadi landasan teoritis dari variabel penelitian yang diteliti.

2.1 Kinerja Guru

2.1.1 Definisi Kinerja Guru

Kinerja (Performance) berasal dari kata ”to perform”

yang mempunyai beberapa ”entries” berikut : 1.To do or carry

out execute berarti melakukan, menjalankan. 2.To discharge

berarti memenuhi kewajiban. 3.To portray as character in a play berarti menggambarkan karakter dalam permainan.

(2)

20

Dalam suatu kesempatan, King (1989, dalam Uno, 2001) mengatakan bahwa kinerja seorang guru dihubungkan dengan tugas-tugas rutin yang dikerjakannya. Sebagai seorang guru tugas rutinnya adalah melaksanakan proses belajar mengajar di sekolah. Sementara itu, Obilade (1999), yang dikutip oleh Adeyemi (2010), menyatakan bahwa kinerja guru adalah kewajiban-kewajiban yang dilakukan oleh seorang guru pada suatu periode tertentu di dalam sistem sekolah untuk mencapai tujuan organisasi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja guru adalah hasil kerja individu berupa kemampuan yang dimiliki dalam menjalankan kewajiban-kewajibannya guna mencapai tujuan organisasi.

2.1.2 Penilaian Kinerja

Pada suatu kesempatan, Siagian (2000) menyatakan bahwa penilaian prestasi kerja adalah suatu pendekatan dalam melakukan penilaian prestasi kerja para pegawai yang didalamnya terdapat berbagai faktor seperti : 1) Penilaian dilakukan pada manusia sehingga di samping memiliki kemampuan tertentu juga tidak luput dari berbagai kelemahan dan kekurangan; 2) Penilaian yang dilakukan pada serangkaian tolok ukur tertentu yang realistik, berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditetapkan danditerapkan secara obyektif.

(3)

21 Tingkat kemampuan kerja (kompetensi) dalam melaksanakan pekerjaan baik yang diperoleh dari hasil pendidikan dan pelatihan maupun yang bersumber dari pengalaman kerja. 2) Tingkat kemampuan eksekutif dalam memberikan motivasi kerja, agar pekerja sebagai individu bekerja dengan usaha maksimum, yang memungkinkan tercapainya hasil sesuai apa yang diharapkan. Sementara itu Mejia dkk. (2004) mengungkapkan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu proses yang terdiri dari:

1. Identifikasi, yaitu menentukan faktor-faktor kinerja yang berpengaruh terhadap kesuksesan suatu organisasi dan hal ini dapat dilakukan dengan mengacu pada hasil analisa jabatan.

2. Pengukuran, merupakan inti dari proses sistem penilaian kinerja. Pada proses ini, pihak manajemen menentukan kinerja pegawai yang bagaimana yang termasuk baik dan buruk. Manajemen dalam suatu organisasi harus melakukan perbandingan dengan nilai-nilai standar atau memperbandingkan kinerja antar pegawai yang memiliki kesamaan tugas.

3. Manajemen, proses ini merupakan tindak lanjut dari hasil penilaian kinerja. Pihak manajemen harus berorientasi ke masa depan untuk meningkatkan potensi pegawai di dalam organisasi.

(4)

22

standar yang telah ditentukan oleh lembaga atau organisasi tempat individu tersebut bekerja.

2.1.3. Manfaat Penilaian Kinerja

Mullins (1994) menjelaskan beberapa manfaat dari penilaian kinerja baik bagi individu maupun bagi organisasi, antara lain :

a) Dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan individu.

b) Dapat membantu merumuskan masalah-masalah yang membatasi kemajuan dan menyebabkan tidak efisiennya pekerjaan.

c) Dapat mengembangkan konsistensi tingkat tinggi melalui umpan balik dalam kinerja dan pembahasan mengenai potensi-potensi yang ada.

d) Dapat menyediakan informasi mengenai rencana kekuatan sumber daya yang ada, sehingga dapat membantu suksesnya perencanaan dalam menentukan kesesuaian promosidan fakta-fakta jabatan serta pelatihan.

e) Dapat memperbaiki komunikasi dengan memberikan kesempatan kepada karyawan menyampaikan ide dan harapan mereka serta bagaimana perkembangan dan kemajuan mereka.

(5)

23 potensinya yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan kariernya. Sementara itu, bagi organisasi, hasil penilaian kinerja sangat penting dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan tentang berbagai hal seperti identifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, seleksi, program pengenalan, penempatan, promosi, sistem balas jasa, serta berbagai aspek lain dalam proses manajemen sumber daya manusia.

Dengan demikian, penilaian kinerja memiliki manfaat yang sangat besar dalam peningkatan kinerja individu. Jadi dapat dikatakan bahwa dengan adanya penilaian kinerja, maka kinerja karyawan dapat ditingkatkan guna mencapai tujuan organisasi.

2.1.4 Aspek-Aspek Kinerja

Untuk pengukuran (assessment) kinerja, Seivers (2007), menyediakan panduan penilaian kerja yang dinamakan Teacher Performance Assessment Guide, dan ada 6 indikator yang diukur, yaitu: (1) Perencaaan; (2) Strategi mengajar; (3) Penilaian dan evaluasi; (4)Lingkungan mengajar; (5) Pertumbuhan/perkembangan profesional; (6) Komunikasi. Panduan ini dibangun oleh Tennessee State Department of Education, Division of Teaching and Learning.

(6)

24

indikator secara langsung berhubungan dengan tiga level kinerja, yaitu developing, proficient, dan advanced.

Dalam penelitian ini, kinerja guru diukur berdasarkan tiga aspek yang ditetapkan oleh Depdiknas yang mengacu pada standar kinerja guru melalui 12 kompetensi dasar (Depdiknas, 2003; Depdiknas, 2008, dalam Gintoe, 2012). Aspek-aspek yang dimaksud adalah sebagai berikut :

(7)

25 pengelolaan kelas, perencanaan penilaian hasil belajar siswa.

b) Prosedur/pelaksanaan pembelajaran (classroom procedure). Pelaksanaan pembelajaran berkaitan dengan kemampuan guru mengajar di kelas, yang merupakan implementasi dari rencana pembelajaran. Kegiatan terpenting dalam proses pembelajaran adalah menciptakan kondisi dan situasi dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian memungkinkan para siswa belajar secara berdaya guna. Selain itu kondisi dan situasi tersebut perlu diciptakan sedemikian rupa, sehingga proses komunikasi baik dua arah maupun multi arah antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran dapat berjalan secara demokratis. Prosedur pembelajaran ini meliputi pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas, mengelola interaksi kelas, mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran, mengorganisasikan atau mengelola waktu, ruang, fasilitas belajar, dan melaksanankan evaluasi hasil belajar.

(8)

26

mengembangkan sikap positif siswa, bersikap luwes dan terbuka pada siswa.

Adapun aspek yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada aspek yang sudah ditetapkan oleh Depdiknas, yang didasarkan pada standar kinerja guru melalui kompetensi-kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru. Aspek-aspek ini ditemukan dalam Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG) yang merupakan instrumen standar yang dikhususkan untuk mengukur kinerja guru (Depdiknas, 2003; Depdiknas, 2008, dalam Gintoe, 2012). Hasil pengukuran terhadap ketiga aspek tersebut menggambarkan jumlah dan mutu proses dan hasil kerja yang dicapai guru dalam mengajar selama periode waktu tertentu.

2.1.5 Faktor-Faktor Pengaruh Kinerja

Robbins (2001) mengemukakan faktor-faktor yang dapat menentukan tingkat kinerja individu yaitu :

1. Motivasi, yaitu kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi beberapa kebutuhan individual. 2. Komitmen, yaitu suatu keadaan di mana seorang

(9)

27 3. Kompetensi, sebagai ability, yaitu kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan.

4. Produktivitas, suatu ukuran kinerja termasuk didalamnya efisiensi dan efektivitas, dan hal ini berkaitan dengan kerja individu maupun kelompok, di mana ada suatu dorongan untuk berusaha mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan kerja.

5. Kemangkiran atau ketidakhadiran di kantor tanpa izin.

6. Kepuasan kerja, yaitu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristiknya.

(10)

28

kepemimpinan, misi strategi, budaya perusahaan, etos kerja, praktik managemen, struktur, dan iklim kerja.

Berdasarkan faktor-faktor di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja individu dipengaruhi oleh berbagai faktor baik itu faktor eksternal maupun faktor internal. Dalam penelitian ini yang menjadi perhatian penulis yakni faktor internal, kepuasan kerja dan etos kerja.

2.2 Kepuasan Kerja Guru

2.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Istilah “kepuasan kerja” dikemukakan oleh Hoppock

(1935, dalam Tsai dkk, 2010) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja berarti sikap dan emosi karyawan terhadap pekerjaan mereka, dan reaksi subjektif mereka terhadap pekerjaan-pekerjaan mereka. Wijono (2012, hal. 119) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi individu dalam rangka menyelesaikan tugas atau memenuhi kebutuhannya untuk memperoleh nilai-nilai kerja yang penting bagi dirinya.

(11)

29 Ketidakpuasan kerja akan berdampak kepada pergantian pegawai (turnover), kemangkiran dan pencurian. Kepuasan kerja yang lebih tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai, yaitu pegawai yang meninggalkan organisasi. Para pegawai yang lebih puas kemungkinan besar lebih lama bertahan dengan majikan mereka. Para pegawai kurang puas biasanya menunjukan pergantian yang lebih tinggi, mereka cenderung mencari sesuatu yang lebih hijau di tempat lain dan meningglkan majikan mereka meskipun rekan kerja yang lebih puasan tetap tinggal di situ. Pegawai yang tidak puas tidak harus merencanakan untuk mangkir, tetapi mereka lebih mudah bereaksi untuk melakukan itu. Semua kemangkiran yang tidak sahih itu dapat dikurangi dengan menyediakan berbagai insentif yang mendorong pegawai masuk kerja (Davis & Newstrom, 2000).

Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu respon emosionil/perasaan seorang pekerja terhadap suatu situasi kerja atau pekerjaannya.

1.2.2 TeoriKepuasan Kerja

(12)

30

Herzberg et, al. (1957) (dalam Wijono, 2012) menggolongkan kebutuhan-kebutuhan dalam dua faktor, yaitu faktor motivator dan kesehatan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dibagi menjadi dua, yaitu:

1.Motivator

a) Pekerjaan itu sendiri b)Prestasi

c) Kemungkinan pertumbuhan d)Tanggung jawab

e) Kemajuan f) Pengakuan g) Status 2.Hygiene

a) Hubungan dengan penyelia b)Hubungan antar kolega c) Hubungan dengan bawahan d)Kualitas penyelia

e) Kebijakan perusahaan dan administrasi f) Keamanan kerja

g) Kondisi-kondisi kerja h)Gaji

(13)

31 jika kebutuhan-kebutuhan di dalam faktor kesehatan tidak dipenuhi akan membuat individu tersebut mengalami ketidakpuasan kerja. Selanjutnya, walaupun kebutuhan-kebutuhan dalam faktor kesehatan tersebut dipenuhi tidak memberikan individu mengalami kepuasan kerja tetapi hanya pada tingkat netral.

Dalam suatu kesempatan, Locke (1994, dalam Wutun, 2001), teori ketidaksesuaian mengungkapkan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan dari beberapa aspek pekerjaan menggunakan dasar pertimbangan dua nilai (values), yaitu: 1). Kesesuaian yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan individu dengan apa yang dia terima dalam kenyataannya dan (2). Apa pentingnya pekerjaan yang diinginkan oleh individu tersebut. Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi individu adalah jumlah dari kepuasan kerja dari setiap aspek pekerjaan dikalikan dengan derajat pentingnya aspek pekerjaan individu. Contohnya: seorang supervisor mempunyai keinginan lebih mengutamakan aspek kenaikan jabatan daripada kenaikan gaji, maka supervisor tersebut akan memberi rangking yang lebih tinggi pada aspek kenaikan jabatan dibanding dengan kenaikan gaji (dalam Wijono, 2012).

(14)

32

situasi. Pearson (1994, dalam Akustia, 2001) menyatakan bahwa kepuasan ada bila individu merasa adanya keadilan dalam pekerjaannya yaitu persepsi keadilan tercapai bila perbandingan antara input-outcome seorang individu sepadan dengan individu lainnya. Input adalah suatu nilai yang menyongkong suatu pekerjaan atau jabatan seperti pendidikan, pengalaman, ketrampilan, masa kerja, persediaan atau perlengkapan kerja. Outcome adalah suatu nilai yang didapat dari suatu pekerjaan atau jabatannya, seperti upah, keuntungan, status, penghargaan dan kesempatan untuk berprestasi dan ekspresi diri.

Hal serupa juga dikemukakan oleh Lawer (1986, dalam Wutun, 2001) tentang teori model aspek kepuasam (satisfaction facet model). Teori ini berkaitan erat dengan

(15)

33 Berdasarkan ketiga teori yang dikemukakan di atas, maka dalam penelitian ini, penulis memilih menggunakan teori dua faktor yang dikemukakan oleh Herzberg. Penggunaan teori kepuasan kerja tersebut disesuaikan dengan tujuan pemakaian penelitian ini yakni untuk menjelaskan kepuasan kerja guru dengan alasan melihat kepuasan kerja dari dua faktor utama yang merupakan kebutuhan. Pada prinsinya teori ini menjelaskan bahwa kepuasan bekerja itu selalu dihubungkan dengan isi jenis pekerjaan (job content) dan ketidak puasan bekerja selalu disebabkan karena hubungan pekerjaan tersebut dengan aspek-aspek di sekitar yang berhubungan dengan pekerjaan (job context).

2.2.3 Aspek-Aspek Kepuasan Kerja

Ruvendi (2005) mengemukakan indikator kepuasan atau ketidakpuasan kerja pegawai dapat diperlihatkan oleh beberapa aspek diantaranya:

a) Jumlah kehadiran pegawai atau jumlah kemangkiran.

b) Perasaan senang atau tidak senang dalam melaksanakan pekerjaan.

c) Perasaan adil atau tidak adil dalam menerima imbalan.

(16)

34

e) Sikap menolak pekerjaan atau menerima dengan penuh tanggung jawab.

f) Tingkat motivasi para pegawai yang tercermin dalam perilaku pekerjaan.

g) Reaksi positif atau negatif terhadap kebijakan organisasi.

h) Unjuk rasa atau perilaku deskruptif lainnya. Selanjutnya, Cellucci dan DeVries (1978) mengembangkan pengukuran kepuasan kerja yang di sebut Job Satisfaction Questionnaire (JSQ) dan telah di gunakan dalam berbagai studi untuk para peneliti terutama untuk organisasi publik dengan menggunakan lima aspek yang dikemukakan oleh Deshpande (1996), yakni kepuasan terhadap gaji, kepuasan terhadap promosi, kepuasan terhadap rekan kerja, kepuasan terhadap penyelia/atasan dan kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri. Berikut ini penjelasan dari kelima aspek sebagai berikut:

a.Kepuasan terhadap gaji (satisfaction with pay) merupakan hal yang berhubungan dengan gaji yang diberikan lembaga dibandingkan dengan lembaga yang lain, mempertimbangkan gaji dengan tanggung jawab dan tunjangan-tunjangan yang memuaskan di tempat kerja.

(17)

35 c.Kepuasan terhadap rekan kerja (satisfaction with

co-workers) merupakan hal yang berhubungan dengan dukungan rekan kerja dan kerja sama dari rekan kerja. d.Kepuasan terhadap supervisi/pengawasan (satisfaction

with supervisors) merupakan hal yang berhubungan

dengan dukungan dari atasan, atasan yang memiliki kompeten di bidangnya, sikap tidak mendengar pendapat dan perlakuan yang tidak adil oleh atasan. e.Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri (satisfaction

with work itself) merupakan hal yang berhubungan dengan perasaan pegawai yang tertarik dengan pekerjaan, rasa senang dengan jumlah beban pekerjaan dan kurang prestasi pegawai dalam mengerjakan tugas.

Berdasarkan aspek-aspek kepuasan kerja di atas, peneliti menggunakan aspek kepuasan kerja yang disebut Job Satisfaction Questionnaire (JSQ). Peneliti menggunakan aspek-aspek ini karena di dalam kelima aspek tersebut terkandung teori dua faktor yang dikemukakan oleh Herzberg et.al (1957, dalam Wijono, 2012).

2.3. Etos Kerja Guru

2.3.1 Pengertian Etos Kerja

(18)

36

adanya orientasi nilai yang memberi semangat pada diri seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik. Apabila seseorang bekerja sebagai sesuatu yang luhur untuk eksistensi manusia, maka etos kerjanya akan tinggi. Sebaliknya jika orang memandang kerja merupakan sesuatu yang tidak berarti maka etos kerjanya rendah. Lebih lanjut Cherrington (2007) menjelaskan bahwa etos kerja mencerminkan salah satu perangkat nilai yang ada pada manusia, dengan demikian etos kerja dapat diartikan pula sebagai akibat dari penghayatan norma-norma atau nilai nilai yang ada dalam masyarakat.

Etos kerja yang tinggi dimanisfestasikan dalam kerja keras dan hidup sederhana serta hemat. Dalam hubunganya dengan itu, Buchori (1994) mengemukakan bahwa etos kerja adalah sikap terhadap kerja, pandangan terhadap kerja, kebiasaan kerja, ciri-ciri atau sifat mengenai cara bekerja, yang dimiliki oleh seseorang atau suatu golongan atau bangsa. Sementara Koentjaraninggrat (1997) memberi pengertian etos kerja, sebagai watak yang tampak dari luar, dalam pengertian watak tersebut terlihat oleh orang lain. Dari beberapa definisi tersebut dapat dipahami bahwa etos terpusat pada sikap dasar manusia.

(19)

37 suatu kumpulan sikap dan kepercayaan mengenai perilaku kerja. Etos kerja dapat dikemukan ke dalam enam hal, yaitu a). Multidimensional; b). Berkaitan dengan kerja dan dihubungkan dengan aktivitas kerja secara umum, tidak spesifik kepada pekerjaan khusus (namun boleh menyamaratakan ke dalam wilayah pekerjaan lain, seperti sekolah dan hobi, dan lain-lain); c). Dipelajari; d). Menunjuk kepada sikap dan kepercayaan/keyakinan (tidak selalu/harus perilaku); e). Suatu konsep motivasional yang direfleksikan di dalam perilaku; f). Sekuler, tidak selalu/harus dihubungkan dengan suatu kepercayaan agama.

(20)

38

kepuasan kinerja dan persetujuan penuh yang melekat di dalam suatu tugas kerja.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa etos kerja adalah seperangkat kepercayaan dan sikap yang merefleksikan nilai pokok kerja, yang dapat diidentifikasikan melalui sentralitas kerja, kepercayaan diri, kerja keras, waktu senggang, moralitas/etika, penundaan kegembiraan/kepuasan, dan waktu yang disia-siakan.

2.3.2 Dimensi-dimensi Etos Kerja Guru

Miller et.al., (2001,dalam Dami2011) menyatakan bahwa etos kerja guru dapat dibagi ke dalam tujuh dimensi, yang meliputi: 1). sentralitas kerja; 2). kepercayaan diri; 3). kerja keras; 4) pemanfaatan waktu senggang; 5) moralitas/etika; 6) penundaan kegembiraan/kepuasan; dan 7) pemanfaatan waktu. Berikut ini adalah penjelasan ketujuh dimensi tersebut:

(21)

39 guru berusaha untuk menyelesaikan setiap tugas dan tanggung jawab yang diemban, tidak hanya puas dengan kuantitas pekerjaan yang sedikit, akan tetapi melihat kepada kualitas kerja. Sentralitas kerja juga nampak, ketika guru mampu dan fokus di dalam pengembangan buku ajar, membuat karya ilmiah, ataupun menciptakan model pembelajaran yang efektif dengan malakukan penelitian tindakan kelas.

2. Kepercayaan diri. Orang yang percaya diri yakin atas kemampuan mereka sendiri serta memiliki pengharapan yang realistis, bahkan ketika harapan mereka tidak terwujud, mereka tetap berpikiran positif dan dapat menerimanya. Percaya diri juga dikaitkan dengan penetapan karir seseorang (Miller, 2002). Guru yang percaya diri sebagaimana mereka menunjukkan suatu kecenderungan yang kuat akan ekspresi diri dan suatu keinginan untuk memiliki tanggung jawab, untuk membuat suatu keputusan yang berpengaruh, dan untuk berfungsi secara otonom atau tidak bergantung pada orang lain.

(22)

40

mencapai tujuan-tujuan pribadi, dan menjadi pribadi yang lebih baik.

4. Pemanfaatan waktu senggang. Waktu senggang itu adalah bukan waktu kerja. Mengerti hubungan work-leisure memerlukan suatu perbedaan yang jelas antara potesial waktu senggang, aktivitas waktu senggang dan orientasi waktu senggang (Shamir & Ruskin, 1983, dalam Dami, 2011). Potensial waktu senggang adalah fleksibilitas melakukan apa yang seseorang ingin lakukan ketika ia ingin melakukan itu (Parker, 1981, dalam Dami, 2011). Aktivitas waktu senggang adalah partisipasi di dalam aktivitas-aktivitas yang bukan kerja, dan orientasi waktu kerja adalah keinginan untuk berpartisipasi di dalam aktivitas-aktivitas bukan kerja. Dalam konteks penelitian ini, referensi waktu senggang yang dimaksudkan menunjuk pada orientasi waktu kerja, atau dengan kata lain pentingnya individu-individu menempatkan aktivitas-aktivitas bukan kerja/waktu senggang.

(23)

41 digunakan secara bergantian sebagai suatu cara/jalan yang menunjuk kepada persoalan-persoalan yang mana orang bertindak atau yang diharapkan untuk bertindak. Di dalam studi ini etos kerja, “moralitas dan etika” dikombinasikan untuk menjelaskan kepercayaan pada suatu keadilan dan keberadaan moral (Miller, 2002). 6. Penundaan kegembiraan/kepuasan. Penundaan

kegembiraan/kepuasan merefleksikan kemampuan untuk melupakan rewards jangka pendek agar mendapat beberapa keuntungan di masa yang akan datang. Atau dengan kata lain penundaan kegembiraan/kepuasan adalah suatu kemampuan individu untuk mempertahankan suatu bagian tindakan yang dipilih untuk pencapaian tujuan jangka panjang walaupun ada alternatif-alternatif cobaan yang menawarkan kepuasan jangkan pendek.

(24)

42

yang rendah/jelek telah didentifikasi sebagai suatu halangan untuk produktivitas.

Etos kerja diukur dengan menggunakan The Multidimensional Work Ethic Profile (MWEP). Ketujuh

dimensi yang dimaksudkan ialah kepusatan kerja, kegembiraan/kepuasan yang tertunda, kerja keras, waktu senggang, moralitas/etika, kepercayaan diri, dan pemborosan waktu(Miller et,al., 2001, dalam Dami, 2011).

2.4 HASIL-HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA

(25)

43 pendidikan di masa yang akan datang. Dan sangat diharapkan bahwa suatu sekolah yang memiliki guru-guru dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi akan memberikan pendidikan yang berkualitas dan membawa murid-muridnya memperoleh keberhasilan.

Sementara itu, Syaiin (2008) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa ada pengaruh kepuasan kerja individu terhadap kinerjanya. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa individu akan merasa puas terhadap pekerjaannya jika berhasil melaksanakan tugas-tugas yang diberikan tepat waktu serta sesuai harapan pimpinan dan mendapat apresiasi dari pimpinan. Hal ini secara langsung akan memberikan kontribusi terhadap peningkatakan kinerja. Sementara itu, Al-Ahmadi (2009) melakukan studi terhadap 923 perawat pada rumah sakit di Riyadh dan kepuasan kerja karyawan ditemukan berpengaruh positif terhadap kinerja. Dalam penelitian ini kepuasan kerja diukur secara keseluruhan. Segi kepuasan meliputi kepuasan dengan pekerjaan itu sendiri, supervisi, hubungan dalam kerja, pembayaran, kesempatan promosi, dan kondisi kerja.

(26)

44

bawahan mendapatkesempatan, atau diberi kesempatan oleh Pimpinan untuk bisa menjadi pemimpin dalam komunitasnya/teamnya; Tidak semua bawahan memiliki kemampuan dalam pengambilankeputusan, karena adanya kekhawatiran akan adanya suatu kesalahan yang berdampak pada kinerjanya. Ada kebijaksanaan dari perusahaan yang tidak diterapkan dalam praktiknya yang dirasakan oleh sebagian bawahan, sehingga berdampak terhadap menurunnya kinerja. Menurunnya kinerja bawahan dapat dilihat dari tingkat absensi yaitu yang berskala sedang sampai yang berskala berat yaitu dari tingkat turn over karyawan.

Beberapa peneliti tidak menemukan hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Crossman & Zaki (2003) mengadakan penelitian dan menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Packard & Motowidlo (1987 dalam Al-Ahmadi, 2009) mempelajari hubungan stres subjektif, kepuasan kerja, dan kinerja karyawan di antara perawat rumah sakit, dan mendapatkan hasil bahwa kepuasan kerja tidak berhubungan dengan kinerja karyawan.

(27)

45 dan signifikan antara etos kerja guru dengan kinerja guru dalam pembelajaran yang ditunjukan koefisien korelasi sebesar rx1y = 0,612., serta penelitian Tjuana (2008), yang menemukan bahwa antara etos kerja dengan kinerja guru memiliki pengaruh positif dan signifikan.

2.5 HIPOTESIS

Berdasarkan fenomena dan hasil-hasil penelitian yang ada, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah kepuasan kerja dan etos kerja secara simultan sebagai prediktor terhadap kinerja guru.

2.6 MODEL PENELITIAN

Model dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

KEPUASAN KERJA

ETOS KERJA

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Penetapan Pemenang Nomor : 015/PK/IX/2016 Tanggal 20 September 2016, Pokja ULP Kegiatan Padat Karya Pekerjaan Pengadaan Bahan Bangunan, Peralatan Kerja, Papan

sebanyak 0,1ml kedalam cawan petri sesuai dengan media yang digunakan yaitu Mac Konkeyagar untuk mengetahui total koliform, dan PCA untuk mengetahui total bakteri

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan suatu pandangan atau persepi individu tentang dirinya sendiri yang terbentuk

Pokja ULP Kegiatan Pembangunan jalan Pekerjaan DED Sarana dan Prasarana Jalan Pesisir Pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Tegal akan melaksanakan Seleksi Sederhana

Dengan keterbatasan tersebut, diperlukan sistem informasi data yang lebih advance untuk memperoleh, menganalisis, dan menggambarkan (secara spasial) fenomena

Sebagai contoh arahkan pointer mouse pada ikon pada Color Mixer, klik menggunakan tombol mouse sebelah kiri maka perintah yang dilakukan adalah untuk memberikan

Kutai Kartanegara , maka kami Pokja 12 Unit Layanan Pengadaan 2 Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara mengundang perusahaan yang saudara wakili untuk Klarifikasi dan

Untuk memeriahkan acara, setiap siswa/siswi diwajibkan membawa 3 porsi makanan berat (nasi, lauk pauk dan sayur) dan makanan ringan (snack) sebanyak 2 porsi untuk berbagi