• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS HUKUM BISNIS INTERNASIONAL EKSPOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TUGAS HUKUM BISNIS INTERNASIONAL EKSPOR"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS HUKUM BISNIS INTERNASIONAL

EKSPOR TUNA ANTARA INDONESIA DAN UNI EROPA

Disusun Oleh:

ZULHADI AWIS

(131010282)

FAKULTAS HUKUM

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Ekspor Tuna antara Indonesia dan UE Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Ekspor Tuna antara Indonesia dan UE ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Pekanbaru, September 2016

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . . . 2

DAFTAR ISI. . . .3

BAB I . . . .4

PENDAHULUAN . . . .4

Latar Belakang . . . 4

Rumusan Masalah . . . .

. . . .5

BAB II. . . .

. . .

6

TINJAUAN PUSTAKA. . . .

. . . 6

Pengaruh Penerapan Kebijakan Tarif Uni Eropa Terhadap Ekspor Tuna Indonesia. 6 Kendala dan Permasalahan Industri Perikanan Tuna. . . 19

Studi Kasus atau Permasalahan Ekspor Tuna antara Indonesia dan Uni Eropa. . . . 24

BAB III PENUTUP. . . .. . . .. . . . . 28

Kesimpulan. . . .. . . .. . . 28

(4)
(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Export adalah suatu kegiatan pemindahan barang dari tempat asal ke tempat lain. Dalam dunia perdagangan, pengertian Export adalah proses pengiriman / penjualan barang dari dalam negeri dengan tujuan luar negeri. Dimana dalam kegiatan export tersebut tidak terlepas dari proses dan aturan yang berlaku di negara tersebut dan melibatkan berbagai pihak. Baik itu instansi swasta meupun negeri kelompok kami ingin mengexport ikan Tuna ke Negara Uni Eropa.

Tuna adalah komoditas perikanan dan kelautan andalan Indonesia kedua setelah udang di pasar dunia. Uni Eropa sendiri merupakan tujuan utama ekspor komoditas tuna Indonesia.

Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor tuna terbesar di dunia. Ikan tuna pada umumnya diekspor dalam bentuk segar utuh disiangi (fresh whole gilled and gutted); produk beku utuh disiangi (frozen whole gilled and gutted), loin (frozen loin) dan steak beku (frozen steak); serta produk dalam kaleng (canned tuna).

(6)

Negara yang menduduki peringkat atas sebagai tujuan ekspor tuna Indonesia adalah Jepang (36,84%), disusul Amerika Serikat (20,45%) dan Uni Eropa(12,69%).

Data ini menggambarkan bahwa tiga negaralkawasan tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja ekspor tuna Indonesia (Departemen Kelautan dan Penikanan, 2005). Sementara itu, ekspor ikan tuna ke Uni Eropa merosot dan 7.400 ton di tahun 2004 menjadi 2.416 ton pada tahun 2006. Penurunan volume ekspor ikan tuna segar khususnya ke Uni Eropa terhambat oleh beberapa masalah, antara lain tingginya kadar histamin dan logam berat (Putro, 2008). Di tahun 2004, dalam laporan RASFF (Rapid Alert System for Food and Feed) Uni Eropa terdapat 39 kasus histamin pada ikan, dengan 32 kasus terdapat pada tuna. Dan 32 kasus tersebut, tuna yang berasal dani Indonesia sebanyak 21 kasus. Selain kasus histamin, terdapat juga 20 kasus logam berat yaitu kadmium dan merkuni (European Communities, 2006). Sementara itu, laporan FDA (Food and Drug Administration) menj elaskan bahwa dan tahun 2001-2005 terdapat 350 penolakan pada produk tuna Indonesia karena kasus histamin dan logam berat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengaruh Penerapan atau Hambatan Kebijakan Tarif Uni Eropa terhadap ekspor tuna Indonesia?

2. Bagaimana Kendala dan Permasalahan Perdagangan Tuna?

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGARUH PENERAPAN KEBIJAKAN TARIF UNI EROPA TERHADAP EKSPOR TUNA INDONESIA

A. Tuna

Tuna adalah ikan laut yang terdiri dari beberapa spesies dari famili

Scombridae, terutama genus Thunnus. Dalam statistik perikanan tangkap

Indonesia, tuna merupakan nama grup dari beberapa jenis ikan yang terdiri dari :

(1) jenis tuna besar (Thunnus spp.) yakni bluefin tuna (Thunnus thynnus),

yellowfin tuna (Thunnus albacares), bigeye tuna (Thunnus obesus),

southern bluefin tuna (Thunnus maccoyii), dan albacore (Thunnus

alalunga) serta jenis ikan mirip tuna (tuna-like species) seperti marlin,

sailfish dan swordfish;

(2) jenis cakalang (skipjack tuna); dan

(3) jenis tongkol, meliputi eastern little tuna (Euthynus spp.), frigate and

bullet tuna (Auxus spp.) dan longtail tuna (Thunnus tonggol).

Ragam Spesies Tuna dan Daerah Penyebarannya

(8)

(Anonim 2008).

Dalam Burhanudin (1984) dikatakan suku Scombridae mencakup banyak

jenis di dunia dan tercatat sebanyak 46 jenis. Dari 46 jenis suku Scombridae, perairan Indonesia hanya memiliki sebanyak 20 jenis dan untuk jenis tuna yang terdapat di perairan Indonesia hanya sebanyak 9 jenis. Jenis tuna di perairan Indonesia diterangkan pada Tabel 3.

Pergerakan (migrasi) kelompok ikan tuna di wilayah perairan Indonesia mencakup wilayah perairan pantai, teritorial dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia. Keberadaan tuna di suatu perairan sangat bergantung pada beberapa hal yang terkait dengan spesies tuna, kondisi hidro-oseanografi perairan. Pada wilayah perairan ZEE Indonesia, migrasi jenis ikan tuna di perairan Indonesia merupakan bagian dari jalur migrasi tuna dunia karena wilayah Indonesia terletak pada lintasan perbatasan perairan antara samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

(DKP 2006b).

Jenis tuna yang banyak diekspor Indonesia antara lain albakora,

madidihang (yello fin), cakalang, dan abu-abu (southern bluefin). Penyebaran dan ciri-ciri dari jenis tuna tersebut, sebagai berikut:

a) Albakora (Thunnus alalunga)

(9)

Tengga, daerah Mediteranean dan sekitar teluk Meksiko di Samudera Atlantik. Ikan ini hidup pada kisaran suhu 10-31ºC dan lebih menyukai suhu sedang daripada suhu tinggi. Albakora memiliki badan relatif pendek dibandingkan dengan tuna besar lainnya. Permulaan sirip dada terletak di belakang lubang insang, panjang dan melengkung ke arah ekor hingga di belakang ujung sirip punggung kedua. Sirip dada yang panjangnya mencapai sepertiga dari seluruh panjang badannya, merupakan ciri khas dalam pengenalannya (Gambar 1) (Tampubolon 1983).

Siripnya berwarna hitam dan pada bagian punggung badannya berwarna biru tua dan berwarna perak yang senmakin memudar kearah perut. Albakora yang biasa ditangkap berukuran rata-rata 20 kg per ekor dengan kisaran antara 4-34 kg per ekor (Tampubolon 1983).

b) Tuna Abu-abu (Thunnus maccoyii dan Thunnus thynnus)

(10)

New Zealand di Samudera Pasifik dan pantai Barat Australia di Samudera Hindia. Tempat berpijahnya diperkirakan di pantai Selatan Jawa sekitar bulan September sampai dengan Maret. Tangkapan tertinggi tuna abu-abu yang pernah terjadi adalah 70.000 ton untuk abu-abu Utara dan 40.000 ton untuk tuna abu-abu selatan. Nama perdagangan ikan tuna abu-abu adalah southern bluefin tuna. Tuna abu-abu sering disebut ikan yang mempunyai kekuatan dan kecepatan melebihi banteng. Badanya berbentuk oval, tinggi, tebal dan padat berisi sekitar dada dan lonjong ke arah ekor yang kuat. Letak siripnya yang amat tepat sangat berguna dalam kesempurnaan peluncuran dan pergerakannya. Sirip punggung kedua, sirip dada dan sirip duburnya pendek (Gambar 2) (Tampubolon 1983).

c) Cakalang (Katsuwonus pelamis)

(11)

d) Madidihang (Thunnus albacares) atau Yellowfin Tuna

Lokasi penyebarannya hampir serupa dengan ikan cakalang. Di ketiga Samudera dan mendekati daerah tropis, Madidihang ditangkap sepanjang tahun pada perairan dengan suhu 10-31ºC. Madidihang memiliki badan yang besar gemuk dan kuat dengan sumber kekuatannya pada pertemuan ekor dan badan. Madidihang dianggap sebagai proyaktil laut yang terbaik dari semua jenis tuna. Sirip punggung kedua dan sirip duburnya melengkung panjang ke arah ekor yang ramping dan runcing berbentuk sabit. Hal inilah yang merupakan ciri khass dari madidihang (Gambar 3) (Tampubolon 1983).

Bentuk Produk Perdagangan Tuna

(12)

B. Gambaran Umum Pasar Tuna Indonesia

Perkembangan Produksi Tuna Indonesia

Selama periode 1999-2006, produksi tuna Indonesia mengalami stagnasi. Persentase rata –rata kenaikan produksi pada tahun 2005-2006 untuk masingmasing jenis sebesar -12,96 % untuk tuna, 9,97 % untuk cakalang, dan 6,25 % untuk tongkol. Berikut grafik perkembangan produksi tuna Indonesia tahun 1999-2006 disajikan dan Gambar 4.

(13)

Perkembangan Ekspor Tuna Indonesia

Pada tahun 1997-2006, ekspor hasil perikanan Indonesia mengalami fluktuasi dengan persentase kenaikan rata-rata sebesar 7,29 %. Pada periode tahun yang sama, komoditas tuna memberikan sumbangan yang tidak terlalu besar dalam kegiatan ekspor dan hanya mengalami rata-rata kenaikan volume sebesar 0,23 % dan rata-rata kenaikan nilai sebesar 5,58%. Persentase rata-rata kenaikan ekspor komoditi utama Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.

Pada tahun 2001, volume ekspor tuna Indonesia sebesar 84.206 ton dan mengalami peningkatan menjadi sebesar 92.797 ton pada tahun 2002. Kenaikan volume tuna tidak diikuti kenaikan nilainya di pasar dunia, hal ini dikarenakan nilai tukar rupiah sedang mengalami penurunan dari Rp 8.653 per US$ pada tahun 2001 menjadi hanya Rp 8.542 per US$ pada tahun 2002. Daftar nilai tukar rupiah terhadap US$ dapat dilihat pada Lampiran 1. Persentasi rata-rata kenaikan ekspor

(14)

Secara lebih jelas mengenai perkembangan volume dan nilai ekspor tuna Indonesia ke dunia dapat dilihat pada grafik yang disajikan Gambar 5.

C. Kebijakan Perdagangan

Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dan kegiatan aparatur pemerintah sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam upaya mencapai tujuan (Lembaga Administrasi Negara,1996).

(15)

tertentu. Kebijakan, menurut Titmuss, senantiasa berorientasi kepada masalah (problem-oriented) dan berorientasi kepada tindakan (action-oriented). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara-cara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu. Jones dalam Julianingsih, 2003 mengatakan bahwa kebijakan terdiri dari komponen-komponen 1) Goal atau tujuan yang diinginkan, 2) Plans atau proposal yaitu pengertian yang spesifik untuk mencapai tujuan, 3) Program yaitu usaha yang berwenang untuk mencapai tujuan, 4) Decision atau keputusan yaitu tindakan-tindakan untuk menentukan tujuan membuat rencana melaksanakan dan mengevaluasi program dan efek yaitu akibat-akibat dari program (baik disengaja atau tidak, primer atau sekunder).

Teori dan kebijakan perdagangan internasional merupakan aspek mikro ekonomi ilmu ekonomi sebab berhubungan dengan masing-masing negara sebagai individu yang diperlakukan sebagai unit tunggal, serta berhubungan dengan harga relatif suatu komoditi. Dalam arti luas kebijaksanaan ekonomi internasional adalah tindakan atau kebijaksanaan ekonomi pemerintah, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi konposisi, arah serta bentuk daripada perdagangan dan pembayaran internasional. Kebijakan ini tidak hanya berupa tarif, quota, dan sebagainya, tetapi juga meliputi kebijaksanaan pemerintah di dalam negeri yang secara tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap perdagangan serta pembayaran internasional seperti misalnya kebijaksanaan moneter dan fiskal. Sedangkan definisi yang lebih sempit kebijaksanaan ekonomi internasional adalah tindakan atau kebijaksanaan ekonomi pemerintah yang secara langsung mempengaruhi perdagangan dan pembayaran internasional (Nopirin,1999).

(16)

Kebijakan perdagangan yang dilakukan sebagai proses proteksi terhadap produk dianggap sebagai penghambat dalam proses perdagangan bebas. Hambatan perdagangan dinilai mengurangi efisiensi ekonomi, karena masyarakat tidak dapat mengambil keuntungan dari produktivitas negara lain. Pihak yang diuntungkan dari adanya hambatan perdagangan adalah produsen dan pemerintah. Produsen mendapatkan proteksi dari hambatan perdagangan, sementara pemerintah mendapatkan penghasilan dari

bea-bea.

Hambatan dalam arus perdagangan ada dua macam, yaitu hambatan yang bersifat tarif (tariff barrier) dan hambatan yang bersifat non tarif (non tariff barriers). Hambatan yang bersifat tarif (tariff barrier) merupakan hambatan terhadap terhadap arus barang ke dalam suatu negara yang disebabkan oleh diberlakukannya tarif bea masuk dan tarif lainnya, sedangkan yang dimaksud dengan hambatan yang bersifat non tarif (non tariff barriers) merupakan hambatan terhadap arus barang ke dalam suatu negara yang disebabkan oleh tindakan-tindakan selain penerapan pengenaan tarif atas suatu barang.

Kebijakan Tarif (Hambatan Tarif)

Hambatan perdagangan yang paling nyata secara historis adalah tarif. Tarif adalah pajak yang dikenakan atas barang yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Ditinjau dari aspek asal komoditi ada 2 macam tarif yakni tarif ekspor (export tariff) dan tarif impor (import tariff). Tarif impor adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk untuk dipakai atau dikonsumsi habis di dalam negeri. Tarif impor berdampak pada penurunan konsumsi domestik dan kenaikan produksi domestik. Berkurangnya volume impor akibat tarif impor tercipta pendapatan tambahan bagi pemerintah dalam bentuk

(17)

bertujuan untuk dapat meningkatkan harga domestik produksi impor yang membuat produk domestik bisa berkompetisi. Tarif impor akan dibebankan pada harga jual barang atau jasa yang akan dibeli konsumen, sehingga menyebabkan harga barang atau jasa bertambah tinggi. Di pasar domestik harga yang berada di pasar adalah harga ekspor ditambah tarif. Jadi tarif atau bea masuk adalah salah satu cara untuk memberi proteksi terhadap industri dalam negeri.

Sebelum adanya pembebanan tarif, OP1 merupakan harga konstan yang ditetapkan oleh produsen pengimpor, sehingga produsen di dalam negeri pun harus menjual pada harga yang sama sebagai akibat persaingan dengan produsen pengimpor. Produksi dalam negeri OQ1 dan konsumsi OQ4 sehingga Q1Q4 adalah impornya. Terhadap impornya ini kemudian negara A membebani tarif sebesar P1-P2, maka efeknya adalah:

 harga barang tersebut di dalam negeri naik dari OP1 menjadi OP2.

 jumlah barang yang diminta berkurang dari OQ4 menjadi OQ3

(consumption effect).

 produksi di dalam negeri naik dari OQ1 menjadi OQ2 (import

subsitution

 effect).

 adanya pendapatan yang diterima oleh pemerintah dari tarif tersebut

 sebesar BCEF (revenue effect).

 adanya ekstra pendapatna yang dibayarkan oleh konsumen di dalam

negeri kepada produsen di dalam negeri sebesar ABP1P2.

Jenis-jenis tarif ditinjau dari mekanisme perhitungannya ialah :

1. bea ad valorem (bea harga), pajak yang dikenakan berdasarkan angka

(18)

2. bea specific, pungutan bea masuk yang didasarkan pada ukuran atau satua tertentu dari barang impor.

3. bea compound (bea specific ad valorem), pajak yamh merupakan kombinasi antara sistem bea ad valorem dan bea specifik. Sistem tarif yang umum dilakukan oleh tiap negara dan sudah disepakati dalam pengenaan tarif adalah (Amir 2003):

 Tarif Tunggal (Singgle column tariff), yaitu suatu tarif untuk satu jenis

komoditi yang besarnya (prosentasenya) berlaku sama untuk impor komoditi tersebut dari negara mana saja, tanpa kecuali.

 Tarif Umum/Konvensional (General/Conventional Tariff), yaitu satu

tarif untuk satu komoditi yang besar persentase tarifnya berbeda antara satu negara dengan negara lain, lazim juga dekenal sebagai tarif berkolom-ganda (two-column tariff).

 Tarif Preferensi (Preferential Tariff), yaitu salahs atu tarif yang

merupakan pengecualian dari prinsip non-diskriminatif. Yang dimaksud dengan tarif preferensi adalah tarif GATT yang persentasinya diturunkan, bahkan untuk beberapa komoditi sampai menjadi nol persen (zero) yang idberlalukan olehh negara terhadap komoditi yang diimpor dari negara-negara lain tertentu karena adanya hubungan khusus antara negara pengimpor dengan negara pengekspor.

Kebijakan tariff barrier dalam bentuk bea masuk adalah sebagai berikut:

1. Tarif rendah antara 0%-5%. Tarif ini dikenakan untuk bahan kebutuhan

pokok dan vital, seperti beras, mesin-mesin vital, dan alat-alat militer;

2. Tarif sedang antara 5%-20%. Tarif ini dikenakan untuk barang setngah jadi dan barang-barang lain yang belum cukup produksi di dalam negeri; dan

(19)

mewah dan barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan barang kebutuhan pokok.

Tarif dan bea masuk pada hakekatnya merupakan tindakan diskriminatif yang digunakan untuk mencapai berbagai tujuan, antara lain melindungi produk dalam negeri dari persaingan dengan produk sejenis asal impor, meningkatkan penerimaan negara, mengendalikan konsumsi barang tertentu, dan lain-lain.

Penggunaan tarif bea masuk yang ditujukan untuk melindungi produk dalam negeri sangat besar pengaruhnya terhadap globalisasi ekonomi.

Kebijakan Non-Tariff (Hambatan Non-Tarif)

Kebijakan non- tariff barrier ( NTB) adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distori, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional (Hady, 2004). Secara garis besar NTB dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Pembatasan Spesifik (Specific Limitation)

Pembatasan spesifik terdiri dari larangan impor secara mutlak, pembatasan impor dan kuota sistem, peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu, peraturan kesehatan atau karantina, peraturan pertahanan dan keamanan negara, peraturan kebudayaan, perizinan impor atau impor licenses, serta embargo;

2. Pembatasan Bea cukai (Custom Administration Rules)

Peraturan bea cukai terdiri dari tatalaksana impor tertentu (procedure), penetapan harga pabean (custom value) penetapan forex rate (kurs valas) dan pengawasan devisa (forex control), consulat formalities, packaging/ labeling regulation, dokumentation needed, quality and testing standard, pungutan administrasi (fees), serta tariff classification; dan

3. Campur tangan Pemerintahan (Goverment Participation)

(20)

pemerintahan, subsidi dan insentif ekspor, conterravailing duties, domestic assistance, dan trade diverting. Amir (2003) mengatakan selain hambatan berbentuk tarif bea masuk, terdapat aneka ragam kendala yang sengaja diciptakan untuk mengahalangi masuknya barang ke dalam peredaran suatu negara. Kendala impor yang berciri

non-tarif adalah:

 Kontraksi Mata Uang dan Mempengaruhi Harga Impor.

 Approved Traders (Importer), yaitu pemerintah dengan sadar

membatasi importir untuk komoditi tertentu, sehingga kuantum, mutu, harga dan distribusi komoditi tersebut secara langsung

pengimpor atas jenis dan jumlah (quantity) dari sutau komoditi yang boleh diimpor dari suatu negara lain.

2.2 KENDALA DAN PERMASALAHAN INDUSTRI PERIKANAN TUNA

(21)

kualitas produk, adanya hambatan tarif dan non tarif serta kebijakan pemerintah tentang otonomi daerah. Beberapa permasalahan tersebut akan dibahas sebagai berikut : yang diperkirakan mencapai US $ 1,362 miliar per tahun dengan rincian (1) kerugian dari kehilangan devisa US $ 1 miliar, (2) Kerugian dari selisih iuran DPKK US $ 22 juta, dan (3) kerugian dari fee yang harus dibayar sekitar US $ 100 juta (Dahuri, 2001).

2. Hambatan-hambatan Non Tarif

(22)
(23)
(24)

operasional. Permasalahan ini akhirnya dengan merevisi kenaikan harga BBM dan pendirian SPBU khususnya untuk solar di pusat-pusat penangkapan oleh DKP bekerja sama dengan Pertamina. Keanggotaan tuna dunia, Pada saat ini hampir 75 % kapal tuna long line Indonesia beroperasi di luar ZEEI Saudera Hindia ke arah barat hingga Srilangka, Maldives, bahkan ada yang beroperasi di Samudera Atlantik untuk menangkap swordfish.Kendala dan masalah yang dihadapi untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan secara optimal dan lestari, mengingat tuna tergolong hewan yang high migration sehingga pengeloaannya melewati batas-batas negara sementara Indonesia belum menjadi anggota dalam pengelolaan tuna dunia seperti IOTC, CCSBT dan lainnya, ada kekhawatiran kita dianggap ilegal walaupun menangkap diperairan sendiri. Oleh karena itu pengelolaan ikan dimaksud di masa depan harus mengacu pada aturan-aturan internasional yang menjadi kesepakatan bersama. Sebagai contoh di forum-forum internasional nelayan Indonesia sering menjadi pembicaraan karena dicurigai mengembangkan ”deep long line” untuk menangkap bluefin tuna dalam kondisi matang telur. Namun demikian bila diperhatikan alat tangkap tuna long line yang dikembangkan di Indonesia umumnya tidak terlalu dalam untuk keuangan Perlu dilakukan revitalisasi BUMN perikanan (PT. Usaha Mina, PT. Tirta Raya Mina, PT. Samodra Besa, dan PT. Perikani) dengan dukungan dari Kantor Kementerian Negara BUMN.

(25)

3. Kebutuhan bahan bakar (BBM) untuk usaha perikanan tangkap belum mencukupi Perlu penyediaan sarana distribusi (SPBU/SPBB/Pool konsumen) di setiap pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan serta penambahan pasokan BBM untuk kapal-kapal perikanan sesuai kebutuhan yang sangat memerlukan dukungan dari Dep. ESM dan Pertamina.

4. Kualitas sumberdaya manusia perikanan masih lemah :

Kurangnya kesadaran masyarakat dan pemerintah daerah akan kebutuhan sumberdaya manusia yang berkualitas. Sumberdaya manusia kelautan dan perikanan belum memenuhi standar internasional yang ditetapkan IMO yaitu STCW-F (Standar Training Sertification and Watchkeeping for Fisheries).

1. Dukungan terhadap pembentukan sekolah-sekolah perikanan (saat ini sedang diproses : Akademi Perikanan di Nagroe Aceh Darussalam, Sekolah Usaha Perikanan Menengah di Sikka NTT, Kota Agung-Lampung, Pangkal Pinang – Bangka-Belitung, Tanjung Pinang Riau dan pengembangan beberapa program studi di Pesantren dll).

2. Secara bertahap sedang dilakukan penyesuaian kurikulum dan masih diperlukan peningkatan kualitas tenaga pengajar dan penyediaan kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan profesional perikanan.

2.3 Studi Kasus atau Permasalahan Ekspor Tuna antara Indonesia dan Uni Eropa

(26)

Ekspor ikan tuna Indonesia ke Uni Eropa dihadang tarif bea masuk yang tinggi. Tingginya bea masuk disebabkan tidak ada perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dan Uni Eropa.

"Tarif bea masuk ikan tuna ke Uni Eropa sangat tinggi yaitu 22% hingga 24%," ungkap Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Saut P Hutagalung saat ditemui detikFinance. Tingginya tarif bea masuk ikan tuna di Uni Eropa berdampak pada daya saing produk serupa dengan negara lain. Saut menjelaskan, daya saing produk ikan tuna Thailand dan Vietnam jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Hal ini disebabkan karena tarif bea masuk untuk ikan tuna yang dikenakan Uni Eropa ke Thailand dan Vietnam jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia.

(27)

Sedangkan khusus untuk produk ikan tuna dari Papua Nugini (PNG), Uni Eropa bahkan membebaskan bea masuk. "PNG bahkan 0% karena sudah menyelesaikan perjanjian dagang bebas dengan Uni Eropa. Selain itu mereka tangkap ikan tuna pakai kapal milik Spanyol," tuturnya.

Oleh sebab itu, ke depan ekspor ikan tuna ke Uni Eropa harus dalam bentuk olahan bukan lagi dalam bentuk mentah. Selain memangkas kerugian yang diderita pelaku usaha, ekspor ikan tuna olahan bisa mendapatkan nilai tambah di dalam negeri.

"Pertama yang harus kita lakukan, kita punya basis produksi ikan tuna yang cukup kuat. Kita kuatkan industri pengalengan kita," jelasnya.

(28)

2. Ekspor Tuna Ditolak Akibat Bakteri Salmonela

Produk ikan tuna Indonesia rentan mendapat penolakan dari negara tujuan ekspor lantaran mengandung kadar bakteri salmonela yang tinggi.

Anggota Komisi Tuna Indonesia Arif Satria menuturkan komoditas ikan tuna harus ditangani dengan baik, mulai dari aktivitas penangkapan, proses, hingga pengapalan.

Apabila tidak ditangani dengan baik, produk tuna Indonesia sulit untuk mendapat pasar ekspor yang menerapkan standar kualitas dan mutu yang tinggi.

"Praktik penangkapan yang berkelanjutan itu dengan handline. Tetapi nelayan yang menggunakan perahu kecil tidak mengangkut ikan secara gelondongan. Saat proses pemotongan, bakteri masuk," ujarnya dalam Seminar Nasional Penyakit Ikan Karantina, Selasa (26/11/2013).

(29)

Jumlah kasus penolakan tuna Indonesia lebih tinggi dibandingkan yang dialami negara-negara lain di Asia Tenggara. Pada 2011, penolakan ikan tuna asal Thailand mencapai 11 kasus, Vietnam 22 kasus, dan Filipina hanya 5 kasus.

"Dari 89 kasus, 66 kasus penolakan disebabkan oleh kadar bakteri salmonela yang di atas batas ambang minimum," tuturnya.

Arif mengatakan selain penanganan yang tidak higienis, tingginya kandungan bakteri salmonela pada ikan tuna juga disebabkan oleh buruknya kualitas sanitasi di pelabuhan perikanan.

"Thailand sekarang cari pemasok bahan baku tuna dari negara lain, karena kualitas tuna kita dianggap jelek. Ini harus kita benahi," ujarnya.

Dalam tiga tahun terakhir, ekspor tuna, tongkol, cakalang (TTC) tercatat naik lebih dari 30%. Pada 2010, nilai ekspor tuna mencapai US$383,23 juta, naik menjadi US$498,59 juta pada 2011 dan US$749,99 juta pada 2012.

(30)

BAB III

PENUTUP

3.1

Kesimpulan

Hambatan dalam arus perdagangan ada dua macam, yaitu :

1. Kebijakan Tarif (Hambatan Tarif), Hambatan perdagangan yang paling nyata secara historis adalah tarif. Tarif adalah pajak yang dikenakan atas barang yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Ditinjau dari aspek asal komoditi ada 2 macam tarif yakni tarif ekspor (export tariff) dan tarif impor (import tariff). Tarif impor adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk untuk dipakai atau dikonsumsi habis di dalam negeri.

2. Kebijakan Non-Tariff (Hambatan Non-Tarif), Kebijakan non- tariff barrier ( NTB) adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distori, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional (Hady, 2004).

Beberapa permasalahan tersebut akan dibahas sebagai berikut :

1. Pencurian oleh Kapal Asing 2. Hambatan-hambatan Non Tarif 3. Permasalahan Internal

Studi Kasus atau Permasalahan Ekspor Tuna antara Indonesia dan Uni Eropa

1. ekspor Tuna Indonesia ke Uni Eropa Kena Tarif Tinggi

(31)

3.1

Saran

1. Indonesia perlu mengajukan permohonan kepada pihak Uni Eropa untuk menurunkan besar tarif yang dikenakan pada produk tuna

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Amin Aziz, M., 1993. Agroindustri Ikan Tuna dan Udang,Prospek Pengembangan

Pada PJPT II. Bangkit, Jakarta

Apsari, Winanti., 2011. Analisis Permintaan Ekspor Ikan Tuna Segar Indonesia

di Pasar Internasional , Tesis, IPB

Barclay, Kate., and Sun-Hui Koh. 2005. Neoliberalism in Japan’s Tuna Fisheries,

Government Intervention and Reform in the Longline Induatry,

Australian National University.

Cahya, Indri Nilam., 2010. Analisis Daya Saing Ikan Tuna Indonesia di Pasar

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji reliabilitas untuk setiap item pernyataan dari kelima instrumen untuk variabel yang digunakan dalam penelitian ini diketahui bahwa semua variabel baik variabel

Aplikasi Lapisan Tipis Titanium Dioksida (TiO 2 ) sebagai Agen Pembersih Mandiri pada Panel Kaca Bangunan.. Teknik Metalurgi

Pada masa nifas terjadi perubahan-perubahan fisiologis yaitu perubahan fisik, involusi uterus dan pengeluaran lokhia, laktasi/pengeluaran air susu ibu, perubahan sistem

[r]

PLN (Persero) Area Manado, khususnya dalam mengontrol siklus pendapatan telah menggunakan sistem yang lebih memudahkan para pegawai untuk melaksanakan setiap

Berkaitan dengan aspek pengembangan ilmu, studi ini berguna untuk mengetahui perbedaan aktivitas antioksidan yang terdapat dalam teh kombucha rosella yang berasal

Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat untuk meraih gelar Sarjana strata satu (S1) Program Studi Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan

Menurut SCB di dalam kehidupan perpuisian Indonesia, semangat pembaharuan tercermin melalui upaya para penyair Angkatan Pujangga Baru yang melakukan perubahan terhadap