• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simulasi Aerodinamis Dan Tegangan Propeler Pesawat Tipe Airfoil Naca M6 Melalui Analisa Komputasi Dinamika Menggunakan Material Paduan (94% Al-6% Mg)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Simulasi Aerodinamis Dan Tegangan Propeler Pesawat Tipe Airfoil Naca M6 Melalui Analisa Komputasi Dinamika Menggunakan Material Paduan (94% Al-6% Mg)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Propeller

Propeller merupakan sistem propulsi yang secara umum digunakan pada

pesawat. Sistem propulsi adalah mekanisme penggerak. Ada dua jenis sistem

propulsi yang telah dipakai saat ini, yaitu sistem penggerak propeller dan sistem

penggerak jet ekspansi. Sistem propulsi ini dihasilkan berdasarkan hukum Newton

ketiga. Udara sebagai fluida kerja diakselerasikan oleh sistem dan reaksi dari

akselerasi ini adalah menghasilkan gaya pada sistem yang disebut gaya dorong atau

thrust. Propeller berasal dari dua kata bahasa latin yaitu Pro dan Pellere. Pro memiliki arti di depan, sedangkan Pellere yang berarti untuk menggerakkan.

Menurut Shivell dalam bukunya fundamentals of flight, propeller adalah sekumpulan dari bilah atau sayap yang berputar, yang diorientasikan pada arah dari resultan gaya

angkat yang pada hakikatnya mengarah ke depan*.

Propeler berputar menciptakan tekanan rendah di depanya, seperti sayap yang

membuat tekanan rendah diatasnya. Hanya tidak seperti sayap yang melaju rata,

propeller ini bergerak lebih cepat diujung dibandingkan di pangkalnya. Untuk

mengatasinya, sudur bilah dibuat berbeda antara pangkal dan ujungnya, maka bilah

terlihat seperti terpilin. Bilah seperti ini membuat sudut serang yang cukup rata dan

gaya dorong yang terjadi seragam disetiap titik. Penjelasan secara detail tentang teori

bagaimana propeller bekerja sehingga menghasilkan gaya dorong sangatlah rumit

dan kompleks. Hal ini disebabkan propeller merupakan sayap yang berputar dengan

perubahan bentuk airfoil yang sulit untuk dianalisa. Teori mengenai propeller telah

lama dikenal dari beberapa ratus tahun yang lalu oleh ilmuwan-ilmuwan pada masa

itu. Beberapa teori yang telah dikenal diantaranya adalah teori momentum dan teori

elemen bilah. Axial Momentum Theory diperkenalkan oleh William J. M. Rankine pertama kali pada tahun 1865 dan mengalami beberapa perkembangan sampai

(2)

dengan General Momentum Theory. General Momentum Theory ini memplajari tentang gaya-gaya yang dihasilkan oleh propeller. Propeller dianggap sebagai sebuah

piringan dan udara yang melewati piringan-piringan tersebut. Gaya dorong

dihasilkan dari perubahan momentum dari aliran udara sebelum dan sesudah

melewati piringan. Sedangkan teori elemen bilah klasik diteliti pertama kali oleh

Lanchester pada tahun 1907 dan disempurnakan menjadi Vortex-Blade Element Theory)**.

Vortex-Blade Element Theory ini adalah gabungan dari teori elemen bilah

yang disempurnakan dengan teori vorteks. Teori elemen bilah mempelajari tentang

gaya-gaya di tiap bilah baling-baling dengan cara melakukan breakdown bilah

tersebut menjadi beberapa bagian. Tiap-tiap bagian dari bilah tersebut akan

membentuk cincin dalam dua dimensi sehingga pada keadaan tiga dimensi akan

membentuk tabung yang akan dihitung per bagian. Teori vorteks ini berdasarkan atas

keberadaan tip vortex yang dihasilkan oleh ujung bilah yang berputar.

Vorteks-vorteks tersebut mengalir ke belakang membentuk lintasan helikal.

Baling-baling propeller dapat diklasifikasikan dalam delapan jenis umum

sebagai berikut:

1. Fixed Pitch Propeller

Sebuah baling-baling dengan sudut serang tetap. Pada baling-baling ini diatur

oleh pabrikan dan tidak dapat diubah.

2. Controllable Pitch Propeller

Baling-baling yang diubah sesuai keinginan yang dioperasikan oleh hidrolik.

3. Ground Adjustable Pitch Propeller

Pengaturan pitch dapat dilakukan sebelum mesin dijalankan. Jenis

baling-baling ini memiliki hub yang terpisah. Sudut bilah ditentukan oleh spesifikasi diputar

ke sudut yang diinginkan dan klem dikencangkan.

4. Constant Speed Pitch Propeller

Kecepatan konstan baling-baling ini memanfaatkan hidrolik yang

dioperasikan dengan mengubah sudut bilah untuk mempertahankan kecepetan mesin.

Jika tenaga mesin meningkat, sudut bilah pun meningkat namun mesin memiliki rpm

(3)

5. Full Feathering Pitch Propeller

Sebuah baling-baling yang memiliki kemampuan untuk mengubah tepi bilah

untuk menghilangkan gaya hambat. Istilah feathering mengacu pada pengoperasian

memutar bilah untuk tujuan menghentikan rotasi baling-baling.

6. Reversing Pitch Propeller

Sebuah baling-baling yang memiliki kemampuan untuk membalikkan gaya

dorong. Ketika bilah dibalik, bilah tersebut diputar di bawah sudut positif hingga

sudut negatif bilah diperoleh untuk menghasilkan gaya dorong yang berlawanan.

Selanjutnya gaya dorong tersebut berubah menjadi gaya hambat bertujuan dalam

proses pendaratan pesawat dan dalam mengurangi panjang pendaratan.

7. Beta Conrol Pitch Propeller

Sebuah baling-baling yang memungkinkan penggunaan reposisi sudut bilah

dengan menggunakan tuas listrik manual sehingga gaya dorong yang dihasilkan

dapat disesuaikan.

2.2 Airfoil

Airfoil merupakan suatu bentuk geometri yang dibuat untuk menghasilkan

gaya angkat yang lebih besar daripada gaya hambat pada saat ditempatkan pada

sudut tertentu pada suatu aliran udara. Airfoil mempunyai bentuk ujung lancip untuk

menjamin aliran udara sedapat mungkin sealiran***.

Airfoil dapat menghasilkan gaya angkat yang dibutuhkan untuk

mempertahankan pesawat terbang tetap di udara. Untuk menghasilkan gaya angkat

ini maka airfoil tersebut perlu terus bergerak di udara. Harus diingat pula bahwa

tidak mungkin hanya mendapatkan gaya angkat saja tanpa menghasilkan gaya

hambat.

Gaya hambat ini harus diperkceil agar tenaga pendorong airfoil tidak

mengalami hambatan yang besar, gaya angkat dan gaya hambat dipengaruhi oleh:

1. Bentuk airfoil

2. Luas permukaan airfoil

3. Pangkat dua dari kecepatan aliran udara

(4)

2.3 Bagian – Bagian Propeler

Untuk menjelaskan teori propeller, perlu terlebih dahulu mengetahui bagian –

bagian dari geometri propeller. Pada gambar 2.6 di bawah ini, terdapat sebuah

propeller berjenis dua bilah yang telah banyak digunakan dibandingkan 3 bilah.

Gambar 2.1 Bagian – Bagian Propeler

Berikut adalah bagian – bagian yang terdapat pada sebuah propeler:

1. Leading Edge (Bagian depan)

Merupakan bagian depan sebuah airfoil yang berfungsi untuk memotong udara.

Ketika udara terbelah, maka aliran udara akan melewati permukaan yang

melengkung (cambered face) dan bagian bawah yang rata (flat face)

2. Trailing Edge (Bagian belakang)

Merupakan bagian belakang sebuah airfoil yang berfungsi untuk menyearahkan

aliran udara yang terlebih dahulu terbelah ketika melewati leading edge.

3. Tip

Merupakan bagian terluar propeller dari Hub.

4. Root

Adalah bagian dari baling yang terdekat dengan hub.

5. Hub

(5)

Luas permukaan dari sebuah baling propeller dapar dilihat dari gambar 2.2 di

bawah ini. Melalui gambar ini terlihat bahwa pada sebuah baling (blade) terdapat

leading edge sebagai bagian terluar dari propeller, trailing edge sebagai bagian

dalam, cambered side sebagai daerah melengkung dan flat side atau face sebagai

bagian yang rata. Baling–baling propeller memiliki bentuk airfoil yang serupa

dengan sayap pesawat sebagaimana terlihat di gambar 2.2.

Gambar 2.2 Luas Permukaan Sebuah Baling Propeller

Sumber Kroes, 1994

Dikarenakan baling – baling dan sayap dari sebuah pesawat memiliki bentuk

yang sama, maka tiap baling – baling dari propeller dapat dianggap sebagai sayap

pesawat yang berotasi dalam ukuran yang lebih kecil, pendek dan tipis. Ketika baling

– baling mulai berputar, udara akan mengalir di sekitar baling – baling sama halnya

ketika udara mengalir di sayap pesawat. Perbedaannya adalah pada sayap pesawat,

aliran udara ini mengakibatkan terangkatnya sayap ke atas, namun pada propeller,

aliran udara ini mengakibatkan propeller maju ke depan****.

2.4 Dasar Elemen Propeller

Terdapat beberapa elemen penting pada sebuah propeller seperti Vo, n, d, β,

w, dan L.Pada gambar 2.3 terdapat sketsa elemen propeller khususnya mengenai sudut serang (angle of attack) dari propeller. Untuk menghitung angle of attack α

-eyangefektif, perlu diketahui elemen Vo, n,d dan sudut airfoil β dimana angle of

attack yang diperoleh akan digunakan untuk menghitung nilai rasio lift/drag (L/D).

Karena nilai d berbeda pada setiap bagian airfoil dimulai dari awal sampai ujung baling – baling, Vo / πnd juga akan berbeda dan sudut baling yang berbeda juga akan diperoleh untuk bagian – bagian lainnya. Untuk alasan inilah maka baling propeller

(6)

Gambar 2.3 Elemen Pada Baling – Baling Propeller

Elemen n merupakan revolusi propeller per satuan detik. Elemen dadalah

diameter pada stasiun airfoil. Sudut β merupakan sudut blade di stasiun airfoil.

Elemen w adalah kecepatan induksi ( induced velocity). VR merupakan kecepatan

resultan udara tanpa kecepatan induksi dan VRe adalah kecepatan resultan efektif

udara yang termasuk kecepatan induksi.

(7)

Sudut baling (blade angle) dibentuk dari arah permukaan elemen dan bidang

rotasi. Sudut baling di sepanjang propeler memiliki nilai yang berbeda - beda. Hal ini

dikarenakan bahwa kecepatan pada tiap bagian baling – baling berbeda – beda.

Setiap elemen harus didesain sedemikian rupa untuk mendapatkan sudut serang

(angle of attack) yang terbaik untuk menghasilkan thrust ketika berputar pada

kecepatan desain terbaiknya.

Berikut adalah istilah – istilah lain yang terdapat dalam elemen propeler:

• Relative Wind (Udara Relatif)

Merupakan udara yang bergerak menuju dan melewati airfoil ketika airfoil

bergerak melewati udara.

Gambar 2.5 Udara Relatif

• Angle of Attack (Sudut Serang)

Atau sering disebut sudut serang, merupakan sudut yang terjadi antara chord

dari elemen dengan arah udara relatif.

• Propeler Path (Jalur Pergerakan Propeler)

Adalah arah dari pergerakan elemen baling propeler

Gambar 2.6 Jalur Pergerakan Propeler

• Pitch

Pitch merupakan jarak pergerakan sekali revolusi dari propeler yang

(8)

• Geometric Pitch

Merupakan jarak teoritis yang mungkin terjadi dari pergerakan propeler

dalam sekali revolusi.

• Effective Pitch

Adalah jarak sebenarnya dari perjalanan propeler dalam sekali revolusi di

udara. Effective pitch biasanya lebih pendek dibandingkan geometric pitch,

dimana hal ini disebabkan udara adalah fluida dan selalu terjadi slip

Gambar 2.7 Geometric dan Effective Pitch

2.5 Teori Momentum Sederhana

Sebuah metode sederhana untuk menghitung propeller yang sedang

beroperasi bergantung terhadap energi momentum dan kinetik dari sistem. Propeller

diasumsikan terdiri dari sejumlah besar baling – baling (blade), sehingga terbentuk

plat penggerak (actuator disk) dengan thrustterdistribusi secara merata di sekitar plat. Kecepatan aksian dari fluida berlangsung secara kontinu melewati plat propeller

untuk mencapai kontinuitas aliran. Tekanan fluida, Δp, meningkat secara tiba – tiba ketika berada di plat propeller. Δp bernilai sama dengan thrust pada setiap unit daerah dari plat dan peningkatan kecepatan aksial akan menciptakan daerah

slipstream di belakang propeller.

(9)

Pada luas permukaan A dari sebuah plat penggerak di sebuah aliran dengan

kecepatan Vo, kecepatan aksial meningkat ketika mendekati plat menjadi Vo + aVodan

tekanan menurun dari pomenjadi p1. Selama melewati plat, kecepatan udara konstan tetapi setelah mencapai daerah slipstream akhir, kecepatan meningkat menjadi Vo+

bVo. Tekanan juga meningkat secara cepat menjadi (p1+Δp) = p2 ketika berada di belakang plat dan setelah itu kembali lagi menjadi po .

Tekanan total asli �1 = �0+�2��2 =�1+�2(��+���)2 (2.1)

(Tepat di belakang propeller)

Dengan menggunakan persamaan freestream dari �

1dan persamaan daerah

jauh untuk � Thrust adalah nilai dari perubahan momentum dari daerah yang jauh di

belakang plat.

�= ∆��=�(��+���)���� (2.4) jadi

∆�= �(��+���)���=��02(1 +�)� (2.5) Dengan membandingkan 2.3 dan 2.5, maka diperoleh

� =�

2 (2.6)

Kemudian dengan memasukkan nilai 2.6 ke dalam persamaan 2.4 maka

didapat

�= 2���02(1 +�)� (2.7)

Peningkatan energi kinetik fluida tiap satuan waktu di daerah slipstream

(10)

∆�.�. =�[��(1+�)]2 Dengan menukar b = 2a, diperoleh

∆�.�. =�����(�+�) �(��) (2.9)

= 2���03(1 +�) 2�

Dengan memasukkan persamaan 2.7 ke dalam persamaan 2.9 , diperoleh

∆�.�. =���(1 +�) (2.10) Efisiensi ideal dari sebuah propeller, η, dapat dihitung melalui

� =������

Maka semakin besar percepatan fluida melewati propeller, maka semakin

rendah efisiensi yang diperoleh propeller. Sebuah propeller besar yang menggerakan sejumlah udara yang banyak tetapi memberikan percepatan udara yang rendah, lebih

efisien dibandingkan propeller kecil yang menggerakkan sedikit udara dengan

kecepatan tinggi.

2.6 Gaya Yang Terjadi Pada Propeler

Pada umumnya terdapat tiga jenis gaya yang terjadi pada saat sebuah propeler

beroperasi. Berikut adalah gaya – gaya tersebut:

1. Gaya Dorong atau Thrust

Merupakan gaya udara terhadap propeler yang bersifat paralel terhdap arah

pergerakan dan tegangan putar induksi pada propeler.

2. Gaya Sentrifugal atau Centrifugal Force

Disebabkan oleh gaya rotasi dari propeler dan cenderung untuk melempar

(11)

3. Gaya Torsi atau Twist

Disebabkan oleh gaya resultan dari udara yang cenderung memutar baling –

baling menuju sudut blade yang lebih rendah.

Gaya dorong atau sering disebut Thrust adalah gaya yang terjadi untuk mendorong pesawat bergerak ke depan melalui udara. Thrust dihasilkan oleh sistem

propulsi dari pesawat. Terdapat beberapa jenis sistem propulsi berbeda yang dapat

menghasilkan gaya thrust yang berbeda pula. Propeler adalah salah satu dari sistem

propulsi. Kegunaan dari sebuah propeler adalah untuk menggerakan pesawat melalui

dorongan udara. Propeler terdiri dari dua baling (blade) atau lebih yang dihubungkan

oleh sebuah “hub”. Hub berfungsi untuk menghubungkan bilah menuju poros mesin.

Baling – baling propeler dibuat dari bentuk sebuah airfoil seperti sayap pada

pesawat. Ketika mesin memutar baling propeler, gaya dorong akan tercipta dan udara

yang melewati sayap pesawat akan menghasilkan gaya angkat.

2.7 Tegangan yang terjadi pada propeller yang berputar

Akibat gaya-gaya yang terjadi diatas, maka timbul tegangan-tegangan ketika

propeller berputar, yaitu :

(12)

1. Tegangan Bending (Bengkok)

Merupakan tegangan akibat induksi gaya thrust. Tegangan ini cenderung untuk

membengkokkan baling – baling ke depan ketika pesawat digerakkan melewati

udara oleh propeler.

2. Tegangan tensil (Tensile stresses)

Disebabkan oleh gaya sentrifugal pada propeler.

3. Tegangan Torsi (Torsion Stress)

Tegangan ini dihasilkan pada blade propeler yang berotasi pada dua keadaan

twist. Salah satu tegangan ini dihasilkan dari reaksi udara terhadap blade yang

dikenal sebagai aerodynamic twisting moment. Tegangan lain yang disebabkan

oleh gaya sentrifugal disebut centrifugal twisting moment.

2.8 Sumber Noise Aerodinamis

Sumber noise pada komponen aerodinamis diketahui sebagai bunyi akibat pergerakan antara udara terhadap medium lingkungannya.Sumber noise secara

umum dikenal dengan istilah sebagai Noise Generation Mechanism, adalah mekanisme sumber kebisingan yang disebabkan oleh adanya operasi atau kegiatan

serta peralatan yang menimbulkan kebisingan seperti kegiatan crushing, pengetokan, pengeboman, punch-press, penempaan, drilling, dan juga pada pemutaran suatu propeler. Secara umum, Noise Generation Mechanism terbagi menjadi tiga jenis yaitu:

• Turbulensi : Disebabkan oleh pergerakan aliran udara yang acak karena

melewati perubahan bentuk suatu daerah

• Pulsasi : Merupakan tekanan bidang yang disebabkan adanya perubahan

kecepatan yang signifikan sehingga mengakibatkan perubahan tekanan yang

drastis, pada umumnya disebut sebagai pressure field

• Shock : Disebabkan adanya benturan secara cepat oleh aliran udara

(13)

Gambar 2.10 Sumber-sumber noise pada komponen aerodinamis

Menurut Harris,Cyrill M didalam bukunya Handbook of Noise Control,

menyebutkan bahwa noise dari propeler yang menggerakkan pesawat terbagi menjadi dua jenis sumber bising yang utama. Yaitu kebisingan yang bersumber dari

motor penggerak dan kebisingan yang bersumber dari propeler itu sendiri.

Noise generation mechanism pada propeller yang berputar dihasilkan dari tiga jenis faktor yang berbeda. Yang pertama dihasilkan melalui bending vibration

dari bilah propeler. Yang kedua adalah noise dari rotasi propeler yang dihasilkan

oleh tekanan bidang (pulsasi) yang mengelilingi setiap blade sebagai konsekuensi

dari setiap pergerakannya, dimanakeadaan ini sangat dipengaruhi oleh sudut dari

(14)

Secara skematik, penjabaran tentang mekanisme pembentukan kebisingan

dapat dilihat pada gambar 2.11.

Gambar 2.11 Noise GenerationMechanisme pada propeller

2.9 Tingkat Kebisingan

Untuk mempermudah penentuan nilai kebisingan, maka ada metode yang

digunakan dengan menggunakan skala level atau tingkat kebisingan suara dalam

satuan desibel (db) yang dibagi menjadi dua kategori yakni sound pressure level dan

sound power level.

a. Sound Power level

Sound power level dapat di definisikan dalam persamaan Lw = 10 log10

��� (db) (2.12)

Dimana W = Sound Power

Wreff = sound power referensi dengan standar 10-12 wattt

b. Sound Pressure Level (SPL)

Hampir setiap pemikiran umum mendefenisikan kata desibel (db) dengan

mengaitkan terhadap sound pressure level. Hal seperti ini telah menjadi suatu kesimpulan tersendiri bahwa apabila berbicara tentang skala desibel

berbarti merupakan suatu hasil perhitungan dari sound pressure level.

Contoh contoh bentuk tingkat daya suara yang dihasilkan oleh sumber

(15)

Tabel 2.1. Contoh SPL Berdasarkan Sumbernya

Sound Souces (Noise) Sound Pressure Level Examples with distance (dB)

Jet Aircraft,50 m Away

Threshold of pain

Disco, 1 m from speaker

Diesel truck, 10 m away

100

90

kerbside of busy road, 5 m

vacuum cleaner,1 m distance

80

70

conversational speech 1 m

avarage home

60

50

quiet library

quiet bedroom at night

40

30

background in tv studio

rustling leaves

20

10

threshold of hearing 0

(Sumbe

Perhitungan level kebisingan pada mekanisme pulsasi (Presure field) merupakan perhitungan berdasarkan laju aliran volumetrik dan tekanan fluida yang

terjadi pada permukaan bilah propeler. Sound power level untuk setiap oktav band

dapat di estimasikan dengan mengikuti korelasi Graham (Barron,Randall F. 2001). Lw = Lw(B) + 10 log10�

0�

+ 20 log10�� 0�

+ BT (2.13)

Dimana Lw(B) = basic sound level (diperoleh dari tabel

Q = laju aliran volumetric

Q0 = laju aliran volumetric referensi = 0,47195 dm3/s

P = tekanan melalui Propeler

P0 = tekanan referensi = 248,8 Pa

(16)

Setiap baling baling menghasilkan bunyi (tone) berdasarkan Blade pass frequency (BPF) yang di peroleh dari persamaan

BPF = Nb x

RPM

60 (2.14)

Diman Nb adalah jumlah bilah propeler.

Tabel 2.2 Basic Sound Power Level Spectrum Lw (B)

(Sumber: Baron, 2001)

2.10 Computational Fluent Dynamics (CFD)

2.8.1 Definisi CFD

CFD adalah singkatan dari Computational Fluid Dynamics yang jika

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah Perhitungan Dinamika Fluida. Bagi

seorang engineer perhitungan dinamika fluida dilakukan untuk mendapatkan medan

kecepatan dan distribusi tekanan. Karena dengan mengetahui kedua hal ini maka

perhitungan lanjutan seperti perhitungan gaya, perpindahan panas, dan lain-lain dapat

dilakukan. Parameter-parameter ini dibutuhkan untuk keperluan analisa, evaluasi,

atau disain suatu struktur yang melibatkan fluida.

2.8.2 Teori Fluent dan Static Structural

Ansys-Fluent merupakan software penganalisaan beban lokal pada

karakteristik fluida yang bergerak pada struktur yang dimana dalam bahasan ini

adalah propeller, dengan metode elemen hingga. Software ini pun dapat menganalisa

(17)

perubahan bentuk (deformation), bahkan kegagalan struktur akibat proses

pembebanan maupun korosi. Dalam propeller ini, karena berhubungan dengan fluida

maka Ansys-Fluent sangat cocok untuk mengetahui karakteristik aliran fluidanya,

baik ketika mengenai propeller hingga melewati propeller. Visual yang ditampilkan

software ini sangat membantu menunjukkan proses aliran fluida yang mengenai

propeller. Simulasi numerik Fluent dilakukan secara eksperimental untuk mengetahui

karakteristik aliran fluida setelah mengenai propelleryan kemudian akan dapat pola

aliran turbulen dan tekanannya. Tekanan yang timbul selama propeller berputar,

dapat diasumsikan akan menimbulkan tegangan yang terjadi pada propeller.

Sehingga tekanan tersebut dapat dimasukkan dalam simulasi selanjutnya.

Static structural adalah metode simulasi sama seperti Fluent pada

software Ansys. Pada simulasi ini, diperlukan parameter tekanan. Tekanan tersebut

bisa ditentukan sendiri sesaui keinginan atau bisa didapatkan dari simulasi Fluent.

Parameter tekanan yang dimaksud adalah tekanan yang terjadi pada geometri yang

akan disimulasikan. Selanjutnya perhitungan numerik dilakukan untuk menghasilkan

tegangan. Tegangan tersebut dapat berupa perubahan bentuk geometri, regangan,

tegangan bengkok, tegangan puntir dan lain-lain. Tampilan visual dari simulasi ini

didukung dengan pilihan animasi sehingga dapat terlihat proses terjadinya tegangan

Gambar

Gambar 2.1 Bagian – Bagian Propeler
Gambar 2.2 Luas Permukaan Sebuah Baling Propeller
Gambar 2.3 Elemen Pada Baling – Baling Propeller
Gambar 2.5 Udara Relatif
+7

Referensi

Dokumen terkait