BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Propeller
Propeller merupakan sistem propulsi yang secara umum digunakan pada
pesawat. Sistem propulsi adalah mekanisme penggerak. Ada dua jenis sistem
propulsi yang telah dipakai saat ini, yaitu sistem penggerak propeller dan sistem
penggerak jet ekspansi. Sistem propulsi ini dihasilkan berdasarkan hukum Newton
ketiga. Udara sebagai fluida kerja diakselerasikan oleh sistem dan reaksi dari
akselerasi ini adalah menghasilkan gaya pada sistem yang disebut gaya dorong atau
thrust. Propeller berasal dari dua kata bahasa latin yaitu Pro dan Pellere. Pro memiliki arti di depan, sedangkan Pellere yang berarti untuk menggerakkan.
Menurut Shivell dalam bukunya fundamentals of flight, propeller adalah sekumpulan dari bilah atau sayap yang berputar, yang diorientasikan pada arah dari resultan gaya
angkat yang pada hakikatnya mengarah ke depan*.
Propeler berputar menciptakan tekanan rendah di depanya, seperti sayap yang
membuat tekanan rendah diatasnya. Hanya tidak seperti sayap yang melaju rata,
propeller ini bergerak lebih cepat diujung dibandingkan di pangkalnya. Untuk
mengatasinya, sudur bilah dibuat berbeda antara pangkal dan ujungnya, maka bilah
terlihat seperti terpilin. Bilah seperti ini membuat sudut serang yang cukup rata dan
gaya dorong yang terjadi seragam disetiap titik. Penjelasan secara detail tentang teori
bagaimana propeller bekerja sehingga menghasilkan gaya dorong sangatlah rumit
dan kompleks. Hal ini disebabkan propeller merupakan sayap yang berputar dengan
perubahan bentuk airfoil yang sulit untuk dianalisa. Teori mengenai propeller telah
lama dikenal dari beberapa ratus tahun yang lalu oleh ilmuwan-ilmuwan pada masa
itu. Beberapa teori yang telah dikenal diantaranya adalah teori momentum dan teori
elemen bilah. Axial Momentum Theory diperkenalkan oleh William J. M. Rankine pertama kali pada tahun 1865 dan mengalami beberapa perkembangan sampai
dengan General Momentum Theory. General Momentum Theory ini memplajari tentang gaya-gaya yang dihasilkan oleh propeller. Propeller dianggap sebagai sebuah
piringan dan udara yang melewati piringan-piringan tersebut. Gaya dorong
dihasilkan dari perubahan momentum dari aliran udara sebelum dan sesudah
melewati piringan. Sedangkan teori elemen bilah klasik diteliti pertama kali oleh
Lanchester pada tahun 1907 dan disempurnakan menjadi Vortex-Blade Element Theory)**.
Vortex-Blade Element Theory ini adalah gabungan dari teori elemen bilah
yang disempurnakan dengan teori vorteks. Teori elemen bilah mempelajari tentang
gaya-gaya di tiap bilah baling-baling dengan cara melakukan breakdown bilah
tersebut menjadi beberapa bagian. Tiap-tiap bagian dari bilah tersebut akan
membentuk cincin dalam dua dimensi sehingga pada keadaan tiga dimensi akan
membentuk tabung yang akan dihitung per bagian. Teori vorteks ini berdasarkan atas
keberadaan tip vortex yang dihasilkan oleh ujung bilah yang berputar.
Vorteks-vorteks tersebut mengalir ke belakang membentuk lintasan helikal.
Baling-baling propeller dapat diklasifikasikan dalam delapan jenis umum
sebagai berikut:
1. Fixed Pitch Propeller
Sebuah baling-baling dengan sudut serang tetap. Pada baling-baling ini diatur
oleh pabrikan dan tidak dapat diubah.
2. Controllable Pitch Propeller
Baling-baling yang diubah sesuai keinginan yang dioperasikan oleh hidrolik.
3. Ground Adjustable Pitch Propeller
Pengaturan pitch dapat dilakukan sebelum mesin dijalankan. Jenis
baling-baling ini memiliki hub yang terpisah. Sudut bilah ditentukan oleh spesifikasi diputar
ke sudut yang diinginkan dan klem dikencangkan.
4. Constant Speed Pitch Propeller
Kecepatan konstan baling-baling ini memanfaatkan hidrolik yang
dioperasikan dengan mengubah sudut bilah untuk mempertahankan kecepetan mesin.
Jika tenaga mesin meningkat, sudut bilah pun meningkat namun mesin memiliki rpm
5. Full Feathering Pitch Propeller
Sebuah baling-baling yang memiliki kemampuan untuk mengubah tepi bilah
untuk menghilangkan gaya hambat. Istilah feathering mengacu pada pengoperasian
memutar bilah untuk tujuan menghentikan rotasi baling-baling.
6. Reversing Pitch Propeller
Sebuah baling-baling yang memiliki kemampuan untuk membalikkan gaya
dorong. Ketika bilah dibalik, bilah tersebut diputar di bawah sudut positif hingga
sudut negatif bilah diperoleh untuk menghasilkan gaya dorong yang berlawanan.
Selanjutnya gaya dorong tersebut berubah menjadi gaya hambat bertujuan dalam
proses pendaratan pesawat dan dalam mengurangi panjang pendaratan.
7. Beta Conrol Pitch Propeller
Sebuah baling-baling yang memungkinkan penggunaan reposisi sudut bilah
dengan menggunakan tuas listrik manual sehingga gaya dorong yang dihasilkan
dapat disesuaikan.
2.2 Airfoil
Airfoil merupakan suatu bentuk geometri yang dibuat untuk menghasilkan
gaya angkat yang lebih besar daripada gaya hambat pada saat ditempatkan pada
sudut tertentu pada suatu aliran udara. Airfoil mempunyai bentuk ujung lancip untuk
menjamin aliran udara sedapat mungkin sealiran***.
Airfoil dapat menghasilkan gaya angkat yang dibutuhkan untuk
mempertahankan pesawat terbang tetap di udara. Untuk menghasilkan gaya angkat
ini maka airfoil tersebut perlu terus bergerak di udara. Harus diingat pula bahwa
tidak mungkin hanya mendapatkan gaya angkat saja tanpa menghasilkan gaya
hambat.
Gaya hambat ini harus diperkceil agar tenaga pendorong airfoil tidak
mengalami hambatan yang besar, gaya angkat dan gaya hambat dipengaruhi oleh:
1. Bentuk airfoil
2. Luas permukaan airfoil
3. Pangkat dua dari kecepatan aliran udara
2.3 Bagian – Bagian Propeler
Untuk menjelaskan teori propeller, perlu terlebih dahulu mengetahui bagian –
bagian dari geometri propeller. Pada gambar 2.6 di bawah ini, terdapat sebuah
propeller berjenis dua bilah yang telah banyak digunakan dibandingkan 3 bilah.
Gambar 2.1 Bagian – Bagian Propeler
Berikut adalah bagian – bagian yang terdapat pada sebuah propeler:
1. Leading Edge (Bagian depan)
Merupakan bagian depan sebuah airfoil yang berfungsi untuk memotong udara.
Ketika udara terbelah, maka aliran udara akan melewati permukaan yang
melengkung (cambered face) dan bagian bawah yang rata (flat face)
2. Trailing Edge (Bagian belakang)
Merupakan bagian belakang sebuah airfoil yang berfungsi untuk menyearahkan
aliran udara yang terlebih dahulu terbelah ketika melewati leading edge.
3. Tip
Merupakan bagian terluar propeller dari Hub.
4. Root
Adalah bagian dari baling yang terdekat dengan hub.
5. Hub
Luas permukaan dari sebuah baling propeller dapar dilihat dari gambar 2.2 di
bawah ini. Melalui gambar ini terlihat bahwa pada sebuah baling (blade) terdapat
leading edge sebagai bagian terluar dari propeller, trailing edge sebagai bagian
dalam, cambered side sebagai daerah melengkung dan flat side atau face sebagai
bagian yang rata. Baling–baling propeller memiliki bentuk airfoil yang serupa
dengan sayap pesawat sebagaimana terlihat di gambar 2.2.
Gambar 2.2 Luas Permukaan Sebuah Baling Propeller
Sumber Kroes, 1994
Dikarenakan baling – baling dan sayap dari sebuah pesawat memiliki bentuk
yang sama, maka tiap baling – baling dari propeller dapat dianggap sebagai sayap
pesawat yang berotasi dalam ukuran yang lebih kecil, pendek dan tipis. Ketika baling
– baling mulai berputar, udara akan mengalir di sekitar baling – baling sama halnya
ketika udara mengalir di sayap pesawat. Perbedaannya adalah pada sayap pesawat,
aliran udara ini mengakibatkan terangkatnya sayap ke atas, namun pada propeller,
aliran udara ini mengakibatkan propeller maju ke depan****.
2.4 Dasar Elemen Propeller
Terdapat beberapa elemen penting pada sebuah propeller seperti Vo, n, d, β,
w, dan L.Pada gambar 2.3 terdapat sketsa elemen propeller khususnya mengenai sudut serang (angle of attack) dari propeller. Untuk menghitung angle of attack α
-eyangefektif, perlu diketahui elemen Vo, n,d dan sudut airfoil β dimana angle of
attack yang diperoleh akan digunakan untuk menghitung nilai rasio lift/drag (L/D).
Karena nilai d berbeda pada setiap bagian airfoil dimulai dari awal sampai ujung baling – baling, Vo / πnd juga akan berbeda dan sudut baling yang berbeda juga akan diperoleh untuk bagian – bagian lainnya. Untuk alasan inilah maka baling propeller
Gambar 2.3 Elemen Pada Baling – Baling Propeller
Elemen n merupakan revolusi propeller per satuan detik. Elemen dadalah
diameter pada stasiun airfoil. Sudut β merupakan sudut blade di stasiun airfoil.
Elemen w adalah kecepatan induksi ( induced velocity). VR merupakan kecepatan
resultan udara tanpa kecepatan induksi dan VRe adalah kecepatan resultan efektif
udara yang termasuk kecepatan induksi.
Sudut baling (blade angle) dibentuk dari arah permukaan elemen dan bidang
rotasi. Sudut baling di sepanjang propeler memiliki nilai yang berbeda - beda. Hal ini
dikarenakan bahwa kecepatan pada tiap bagian baling – baling berbeda – beda.
Setiap elemen harus didesain sedemikian rupa untuk mendapatkan sudut serang
(angle of attack) yang terbaik untuk menghasilkan thrust ketika berputar pada
kecepatan desain terbaiknya.
Berikut adalah istilah – istilah lain yang terdapat dalam elemen propeler:
• Relative Wind (Udara Relatif)
Merupakan udara yang bergerak menuju dan melewati airfoil ketika airfoil
bergerak melewati udara.
Gambar 2.5 Udara Relatif
• Angle of Attack (Sudut Serang)
Atau sering disebut sudut serang, merupakan sudut yang terjadi antara chord
dari elemen dengan arah udara relatif.
• Propeler Path (Jalur Pergerakan Propeler)
Adalah arah dari pergerakan elemen baling propeler
Gambar 2.6 Jalur Pergerakan Propeler
• Pitch
Pitch merupakan jarak pergerakan sekali revolusi dari propeler yang
• Geometric Pitch
Merupakan jarak teoritis yang mungkin terjadi dari pergerakan propeler
dalam sekali revolusi.
• Effective Pitch
Adalah jarak sebenarnya dari perjalanan propeler dalam sekali revolusi di
udara. Effective pitch biasanya lebih pendek dibandingkan geometric pitch,
dimana hal ini disebabkan udara adalah fluida dan selalu terjadi slip
Gambar 2.7 Geometric dan Effective Pitch
2.5 Teori Momentum Sederhana
Sebuah metode sederhana untuk menghitung propeller yang sedang
beroperasi bergantung terhadap energi momentum dan kinetik dari sistem. Propeller
diasumsikan terdiri dari sejumlah besar baling – baling (blade), sehingga terbentuk
plat penggerak (actuator disk) dengan thrustterdistribusi secara merata di sekitar plat. Kecepatan aksian dari fluida berlangsung secara kontinu melewati plat propeller
untuk mencapai kontinuitas aliran. Tekanan fluida, Δp, meningkat secara tiba – tiba ketika berada di plat propeller. Δp bernilai sama dengan thrust pada setiap unit daerah dari plat dan peningkatan kecepatan aksial akan menciptakan daerah
slipstream di belakang propeller.
Pada luas permukaan A dari sebuah plat penggerak di sebuah aliran dengan
kecepatan Vo, kecepatan aksial meningkat ketika mendekati plat menjadi Vo + aVodan
tekanan menurun dari pomenjadi p1. Selama melewati plat, kecepatan udara konstan tetapi setelah mencapai daerah slipstream akhir, kecepatan meningkat menjadi Vo+
bVo. Tekanan juga meningkat secara cepat menjadi (p1+Δp) = p2 ketika berada di belakang plat dan setelah itu kembali lagi menjadi po .
Tekanan total asli ��1 = �0+�2��2 =�1+�2(��+���)2 (2.1)
(Tepat di belakang propeller)
Dengan menggunakan persamaan freestream dari ��
1dan persamaan daerah
jauh untuk �� Thrust adalah nilai dari perubahan momentum dari daerah yang jauh di
belakang plat.
�= ∆��=�(��+���)���� (2.4) jadi
∆�= �(��+���)���=��02(1 +�)� (2.5) Dengan membandingkan 2.3 dan 2.5, maka diperoleh
� =�
2 (2.6)
Kemudian dengan memasukkan nilai 2.6 ke dalam persamaan 2.4 maka
didapat
�= 2���02(1 +�)� (2.7)
Peningkatan energi kinetik fluida tiap satuan waktu di daerah slipstream
∆�.�. =�[��(1+�)]2 Dengan menukar b = 2a, diperoleh
∆�.�. =�����(�+��) �(��) (2.9)
= 2���03(1 +�) 2�
Dengan memasukkan persamaan 2.7 ke dalam persamaan 2.9 , diperoleh
∆�.�. =���(1 +�) (2.10) Efisiensi ideal dari sebuah propeller, η, dapat dihitung melalui
� =������
Maka semakin besar percepatan fluida melewati propeller, maka semakin
rendah efisiensi yang diperoleh propeller. Sebuah propeller besar yang menggerakan sejumlah udara yang banyak tetapi memberikan percepatan udara yang rendah, lebih
efisien dibandingkan propeller kecil yang menggerakkan sedikit udara dengan
kecepatan tinggi.
2.6 Gaya Yang Terjadi Pada Propeler
Pada umumnya terdapat tiga jenis gaya yang terjadi pada saat sebuah propeler
beroperasi. Berikut adalah gaya – gaya tersebut:
1. Gaya Dorong atau Thrust
Merupakan gaya udara terhadap propeler yang bersifat paralel terhdap arah
pergerakan dan tegangan putar induksi pada propeler.
2. Gaya Sentrifugal atau Centrifugal Force
Disebabkan oleh gaya rotasi dari propeler dan cenderung untuk melempar
3. Gaya Torsi atau Twist
Disebabkan oleh gaya resultan dari udara yang cenderung memutar baling –
baling menuju sudut blade yang lebih rendah.
Gaya dorong atau sering disebut Thrust adalah gaya yang terjadi untuk mendorong pesawat bergerak ke depan melalui udara. Thrust dihasilkan oleh sistem
propulsi dari pesawat. Terdapat beberapa jenis sistem propulsi berbeda yang dapat
menghasilkan gaya thrust yang berbeda pula. Propeler adalah salah satu dari sistem
propulsi. Kegunaan dari sebuah propeler adalah untuk menggerakan pesawat melalui
dorongan udara. Propeler terdiri dari dua baling (blade) atau lebih yang dihubungkan
oleh sebuah “hub”. Hub berfungsi untuk menghubungkan bilah menuju poros mesin.
Baling – baling propeler dibuat dari bentuk sebuah airfoil seperti sayap pada
pesawat. Ketika mesin memutar baling propeler, gaya dorong akan tercipta dan udara
yang melewati sayap pesawat akan menghasilkan gaya angkat.
2.7 Tegangan yang terjadi pada propeller yang berputar
Akibat gaya-gaya yang terjadi diatas, maka timbul tegangan-tegangan ketika
propeller berputar, yaitu :
1. Tegangan Bending (Bengkok)
Merupakan tegangan akibat induksi gaya thrust. Tegangan ini cenderung untuk
membengkokkan baling – baling ke depan ketika pesawat digerakkan melewati
udara oleh propeler.
2. Tegangan tensil (Tensile stresses)
Disebabkan oleh gaya sentrifugal pada propeler.
3. Tegangan Torsi (Torsion Stress)
Tegangan ini dihasilkan pada blade propeler yang berotasi pada dua keadaan
twist. Salah satu tegangan ini dihasilkan dari reaksi udara terhadap blade yang
dikenal sebagai aerodynamic twisting moment. Tegangan lain yang disebabkan
oleh gaya sentrifugal disebut centrifugal twisting moment.
2.8 Sumber Noise Aerodinamis
Sumber noise pada komponen aerodinamis diketahui sebagai bunyi akibat pergerakan antara udara terhadap medium lingkungannya.Sumber noise secara
umum dikenal dengan istilah sebagai Noise Generation Mechanism, adalah mekanisme sumber kebisingan yang disebabkan oleh adanya operasi atau kegiatan
serta peralatan yang menimbulkan kebisingan seperti kegiatan crushing, pengetokan, pengeboman, punch-press, penempaan, drilling, dan juga pada pemutaran suatu propeler. Secara umum, Noise Generation Mechanism terbagi menjadi tiga jenis yaitu:
• Turbulensi : Disebabkan oleh pergerakan aliran udara yang acak karena
melewati perubahan bentuk suatu daerah
• Pulsasi : Merupakan tekanan bidang yang disebabkan adanya perubahan
kecepatan yang signifikan sehingga mengakibatkan perubahan tekanan yang
drastis, pada umumnya disebut sebagai pressure field
• Shock : Disebabkan adanya benturan secara cepat oleh aliran udara
Gambar 2.10 Sumber-sumber noise pada komponen aerodinamis
Menurut Harris,Cyrill M didalam bukunya Handbook of Noise Control,
menyebutkan bahwa noise dari propeler yang menggerakkan pesawat terbagi menjadi dua jenis sumber bising yang utama. Yaitu kebisingan yang bersumber dari
motor penggerak dan kebisingan yang bersumber dari propeler itu sendiri.
Noise generation mechanism pada propeller yang berputar dihasilkan dari tiga jenis faktor yang berbeda. Yang pertama dihasilkan melalui bending vibration
dari bilah propeler. Yang kedua adalah noise dari rotasi propeler yang dihasilkan
oleh tekanan bidang (pulsasi) yang mengelilingi setiap blade sebagai konsekuensi
dari setiap pergerakannya, dimanakeadaan ini sangat dipengaruhi oleh sudut dari
Secara skematik, penjabaran tentang mekanisme pembentukan kebisingan
dapat dilihat pada gambar 2.11.
Gambar 2.11 Noise GenerationMechanisme pada propeller
2.9 Tingkat Kebisingan
Untuk mempermudah penentuan nilai kebisingan, maka ada metode yang
digunakan dengan menggunakan skala level atau tingkat kebisingan suara dalam
satuan desibel (db) yang dibagi menjadi dua kategori yakni sound pressure level dan
sound power level.
a. Sound Power level
Sound power level dapat di definisikan dalam persamaan Lw = 10 log10 ��
��� (db) (2.12)
Dimana W = Sound Power
Wreff = sound power referensi dengan standar 10-12 wattt
b. Sound Pressure Level (SPL)
Hampir setiap pemikiran umum mendefenisikan kata desibel (db) dengan
mengaitkan terhadap sound pressure level. Hal seperti ini telah menjadi suatu kesimpulan tersendiri bahwa apabila berbicara tentang skala desibel
berbarti merupakan suatu hasil perhitungan dari sound pressure level.
Contoh contoh bentuk tingkat daya suara yang dihasilkan oleh sumber
Tabel 2.1. Contoh SPL Berdasarkan Sumbernya
Sound Souces (Noise) Sound Pressure Level Examples with distance (dB)
Jet Aircraft,50 m Away
Threshold of pain
Disco, 1 m from speaker
Diesel truck, 10 m away
100
90
kerbside of busy road, 5 m
vacuum cleaner,1 m distance
80
70
conversational speech 1 m
avarage home
60
50
quiet library
quiet bedroom at night
40
30
background in tv studio
rustling leaves
20
10
threshold of hearing 0
(Sumbe
Perhitungan level kebisingan pada mekanisme pulsasi (Presure field) merupakan perhitungan berdasarkan laju aliran volumetrik dan tekanan fluida yang
terjadi pada permukaan bilah propeler. Sound power level untuk setiap oktav band
dapat di estimasikan dengan mengikuti korelasi Graham (Barron,Randall F. 2001). Lw = Lw(B) + 10 log10���
0�
+ 20 log10��� 0�
+ BT (2.13)
Dimana Lw(B) = basic sound level (diperoleh dari tabel
Q = laju aliran volumetric
Q0 = laju aliran volumetric referensi = 0,47195 dm3/s
P = tekanan melalui Propeler
P0 = tekanan referensi = 248,8 Pa
Setiap baling baling menghasilkan bunyi (tone) berdasarkan Blade pass frequency (BPF) yang di peroleh dari persamaan
BPF = Nb x
RPM
60 (2.14)
Diman Nb adalah jumlah bilah propeler.
Tabel 2.2 Basic Sound Power Level Spectrum Lw (B)
(Sumber: Baron, 2001)
2.10 Computational Fluent Dynamics (CFD)
2.8.1 Definisi CFD
CFD adalah singkatan dari Computational Fluid Dynamics yang jika
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah Perhitungan Dinamika Fluida. Bagi
seorang engineer perhitungan dinamika fluida dilakukan untuk mendapatkan medan
kecepatan dan distribusi tekanan. Karena dengan mengetahui kedua hal ini maka
perhitungan lanjutan seperti perhitungan gaya, perpindahan panas, dan lain-lain dapat
dilakukan. Parameter-parameter ini dibutuhkan untuk keperluan analisa, evaluasi,
atau disain suatu struktur yang melibatkan fluida.
2.8.2 Teori Fluent dan Static Structural
Ansys-Fluent merupakan software penganalisaan beban lokal pada
karakteristik fluida yang bergerak pada struktur yang dimana dalam bahasan ini
adalah propeller, dengan metode elemen hingga. Software ini pun dapat menganalisa
perubahan bentuk (deformation), bahkan kegagalan struktur akibat proses
pembebanan maupun korosi. Dalam propeller ini, karena berhubungan dengan fluida
maka Ansys-Fluent sangat cocok untuk mengetahui karakteristik aliran fluidanya,
baik ketika mengenai propeller hingga melewati propeller. Visual yang ditampilkan
software ini sangat membantu menunjukkan proses aliran fluida yang mengenai
propeller. Simulasi numerik Fluent dilakukan secara eksperimental untuk mengetahui
karakteristik aliran fluida setelah mengenai propelleryan kemudian akan dapat pola
aliran turbulen dan tekanannya. Tekanan yang timbul selama propeller berputar,
dapat diasumsikan akan menimbulkan tegangan yang terjadi pada propeller.
Sehingga tekanan tersebut dapat dimasukkan dalam simulasi selanjutnya.
Static structural adalah metode simulasi sama seperti Fluent pada
software Ansys. Pada simulasi ini, diperlukan parameter tekanan. Tekanan tersebut
bisa ditentukan sendiri sesaui keinginan atau bisa didapatkan dari simulasi Fluent.
Parameter tekanan yang dimaksud adalah tekanan yang terjadi pada geometri yang
akan disimulasikan. Selanjutnya perhitungan numerik dilakukan untuk menghasilkan
tegangan. Tegangan tersebut dapat berupa perubahan bentuk geometri, regangan,
tegangan bengkok, tegangan puntir dan lain-lain. Tampilan visual dari simulasi ini
didukung dengan pilihan animasi sehingga dapat terlihat proses terjadinya tegangan