• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Sosial Media sebagai Pembelaj

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penggunaan Sosial Media sebagai Pembelaj"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Penggunaan Sosial Media sebagai Media Pembelajaran Islam

Imam Malik, MA Surya University

Imam.malik@suryauniversity.ac.id maliklentera@yahoo.com

Yuni Chairani, M.Pd Chairani.yuni@gmail.com

Perkembangan teknologi sekarang ini tidak menyisakan ruang untuk mereka yang tidak ingin mengikuti, salah satu perkembangan teknologi adalah inovasi dalam interaksi sosial yaitu media sosial. Indonesia menjadi salah satu Negara dengan tingkat pemakai media sosial terbesar. Penyebaran ajaran islam seharusnya mempertimbangkan perkembangan teknologi ini, adanya media sosial menjadi sarana bagi para pendakwah islam untuk memanfaatkan sebaik-baiknya. Penelitian ini akan mengkaji seberapa sering generasi muda kali ini memanfaatkan sosial media sebagai media pembelajaran islam, beberapa kajian akan diungkap melalui angket dan kuiseioner yang diberikan pada 46 subjek penelitian. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah mahasiswa di kota-kota besar di Indonesia dari berbagai fakultas.

Kata kunci : media pembelajaran islam, sosial media

A. Latar Belakang

Di era globalisasi sekarang ini hampir setiap sisi kehidupan bergerak ke arah digital. Baik itu bidang pendidikan, kesehatan, sosial termasuk bidang keagamaan. Keuntungan teknologi yang menjadikan hidup manusia menjadi lebih praktis menjadikan teknologi menjadi sarana yang dapat dipakai untuk mengembangkan setiap bidang keilmuan, tak terkecuali dalam bidang perkembangan dakwah islam.

(2)

www.portal-indutri.com, pengguna facebook di Indonesia mencapai 48,8 juta, sebuah angka yang besar.1

Dari fakta ini, jika kita mngamati lalu-lintas informasi melalui timeline, topik mengenai agama islam jelas tidak terlepas dari topik perbincangan di media sosial, muncul beberapa akun berbau islam yang mengatasnamakan pribadi, golongan ataupun institusi resmi. Setiap perkembangan zaman akan selalu mempunyai sisi positif dan dampak negatifnya. Begitu pula dengan perkembangan media sosial sebagai lahan dakwah islam.

Selain berimplikasi positif, pun implikasi negatifnya juga ada, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa akun terselubung yang disadari atau tidak justru kontra produktif dengan perjuangan Islam. Akun-akun ini menulis dan meneruskan berita-berita yang masih diragukan faliditasnya, bahka sebagian aku terkesan melakukan fitnah, menebar permusuhan terhadap yang lain, juga penyebaran kebencian terhadap golongan di luar dirinya, meskipun kadang-kadang justru masih sesama islam. Padahal, jika kita kembali merujuk pada tujuan awal penyebaran islam atau gerakan dakwah islam, efek negatif tersebut justru menjauhkan dakwah dari tujuan asalnya.

Pada mulanya, penyebaran atau dakwah islam ditujukan untuk mengubah attitude atau perilaku manusia, dari yang tidak beradab menjadi beradab, dari yang tidak manusiawi menjadi manusiawi, dari yang nista menjadi terpuji (akhlaq al karima). Hal ini merujuk pada salah satu hadist Nabi yang mengatakan bahwa beliau diutus ke muka bumi untuk menyempurnakan akhlak manusia. Intinya, tujuan utama dari penyebaran Islam sebetulnya untuk membentuk pribadi yang baik, yang menyenangkan dan bermanfaat bagi orang lain.

Namun, seriring dengan berjalannya waktu, penyebaran atau dakwah islam mulai bergeser dan memiliki tujuan-tujuan lain di luar tujuan pembentukan pribadi-pribadi yang berakhlak baik atau kesalehan personal, motif-motif lain seperti motif politik, motif ekonomi, dan bahkan menyuburkan kembali politik identitas. Bahkan, tidak sedikit dalam upaya penyebaran islam ini, semangat utamanya adalah eksklusivisme, yakni menganggap yang lain diluar kelompoknya adalah musuh dan harus diperangi. Fenomena ini semakin menunjukkan bahwa semangat awal penyebaran islam untuk membentuk dan memperbaiki perilaku manusia, sudah bergeser jauh

(3)

dan terjerembab dalam kubangan eksklusifisme dan berorientasi pada motif profan.

Secara garis besar, sebaran demografi juga mempengaruhi corak dan pola beragama generasi muda islam, yang paling menonjol adalah dari kemampuan mengakses terhadap sumber informasi, karakter tokoh agama di masing-masing daerah, dan terakhir struktur sosial masyarakatnya. Pada bagian struktur sosial masyarakat ini, secara sederhana bermula dari perbedaan struktur pembagian kerja di daerah perkotaan atau urban dan struktur pembagian kerja di daerah rural atau pedesaan. Pada wilayah rural, pembagian kerja ditentukan oleh jenis kelamin, strata sosial atau faktor tradisional lain sedangkan di wilayah urban, pembagian kerja ditentukan oleh kemampuan atau akses yang dimiliki, tidak terbatas pada jenis kelamin atau faktor tradisional lain. Dari pembagian demografi seperti itu, ditambah lagi dengan perbedaan akses informasi, maka kita bisa membedakan arah, pola, corak,dan semangat keislamannya, diantaranya:

1. Wilayah rural dan semangat asketisisme

Pada wilayah ini, generasi muda Islam cenderung pada pembentukan sikap asketisisme, hal ini dipengaruhi oleh sumber informasi mengenai islam yang diperoleh dari guru-guru, dan tokoh agama disekitarnya yang berorientasi kepada pembentukan pribadi muslim yang baik. Titik tekan asketisisme ini lebih condong pada nilai-nilai jujur, sabar, dan bisa menerima setiap pemberian dari tuhan, dalam istilah yang lain, bersyukur atas setiap pemberian tuhan. Dengan kata lain, di wilayah rural, narasi kecil lebih mudah diterima ketimbang narasi besar.

Pada wilayah ini, ide-ide mengenai Negara islam, syariatisasi islam, khilafah dan kepemimpnan islam bukan merupakan isu-isu yang seksi dan mudah diterima. Selain karena keterbatasan informasi, berbagai macam narasi besar seperti negara islam merupakan ide yang kerapkali ditampik.

2. Wilayah urban dan semangat Politisasi Islam

(4)

islam, syariatisasi lebih banyak berkembang. Sedangkan pada sisi yang lain, isu-isu yang bersifat narasi kecil, tidak terlalu berkembang.

Indonesia, sebagai Negara dengan populasi penduduk penganut ajaran islam terbesar di dunia, tentu saja tidak terpisah dari pengaruh dan isu-isu internasional yang berkembang di dunia muslim, beberapa diantaranya bisa kita klasifikasi ke dalam 4 isu besar, diantaranya:

1. Isu Palestina

isu ini tidak hanya populer di Indonesia, di Negara berpenduduk muslim lainnya, isu ini juga menjadi isu abadi. Perbedaannya, di Indonesia, isu ini kemudian menjadi komoditas politik beberapa partai politik tertentu yang berafiliasi dengan gerakan ikhwanul muslimin di timur-tengah.

2. Politik Identitas

Isu mengenai politik identitas ini memang bukan isu yang baru, perbedaan suku, ras, dan agama ini, dalam beberapa momen tertentu kerapkali menjadi masalah serius, salah satu contohnya adalah kasus penolakan beberapa ormas islam terhadap Ahok atau Basuki Tjahaya Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta. Alasan beberapa ormas Islam ini karena Ahok beretnis tionghoa dan Kristen, dimana kedua identitas ini merupakan identitas minoritas di Jakarta.

3. Liberalisme

Isu liberalisme ini pertama kali dikemukakan ke ruang publik oleh sekelompok intelektual muda muslim yang progresif. Digawangi oleh Ulil Abshar-Abdalla, jaringan yang berawal dari grup diskusi di milis ini kemudian berkembang menjadi Jaringan Islam Liberal (JIL), beberapa isu sensitif dalam islam seperti soal teologi, dikritisi oleh kelompok ini. Hal ini menimbulkan reaksi yang cukup ekstrim dari kalangan yang bertolak belakang. Isu liberalisme ini hingga kini masih menjadi isu hangat di Indonesia.

4. Purifikasi

(5)

Dari paparan di atas, maka peneliti akan membuat sebuah kajian tentang “Penggunaan Sosial Media sebagai Media Pembelajaran Islam”

B. Pertanyaan Penelitian

Penelitian ini akan menjawab pertanyaan

1. Bagaimana frekuensi penggunan sosial media sebagai media pembelajaran islam di kalangan generasi muda?

2. Bagaimana persepsi generasi muda mengenai pemakaian sosial media sebagai media dakwah islam?

3. Bagaimana bentuk dakwah yang sebaiknya dilakukan melalui media sosial?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengkaji bagaimana frekuensi penggunan sosial media sebagai media pembelajaran islam di kalangan generasi muda?

2. Mengkaji bagaimana persepsi generasi muda mengenai pemakaian sosial media sebagai media dakwah islam?

3. Mengkaji bagaimana bentuk dakwah yang sebaiknya dilakukan melalui media sosial?

D. Manfaat Penelitian

Setelah data dari penelitian ini dikumpulkan dan dianalisis, hasilnya dapat digunakan sebagai rujukan bagi para praktisi teknologi maupun para penggiat dakwah islam atau aktifis dialog antar-agama untuk membuat inovasi dalam hal pembelajaran islam atau pembelajaran dialog antar agama bagi generasi muda.

E. Tinjauan Pustaka

Perkembangan Dakwah Islam

Informasi mengenai bagaimana pola dan penyebaran Islam di Nusantara (kini Indonesia), hingga kini masih menjadi topik perdebatan oleh sebagian besar kalangan akademisi. Hal ini disebabkan oleh langkanya sumber atau catatan sejarah yang cukup memadai dalam upaya menjelaskan bagaimana pola-pola penyebaran islam baik sejak awal masuknya ke Indonesia, maupun dalam konteks penyebaran islam yang paling mutakhir.

(6)

India. Kedua, penyebaran islam di Indonesia dilakukan oleh para utusan dari kekhalifahan islam di Jazirah Arab, dalam beberapa sumber disebutkan bahwa penyebaran atau ekspansi dakwah besar-besaran ke asia tenggara terjadi pada kekhalifahan ke 3 Islam, yakni kekhalifahan Utsman Ibn Affan (644-656), sekitar abad ke IX. Ketiga, penyebaran islam di Indonesia dilakukan oleh para pedagang dan utusan dari negeri China, yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho, pada abad ke X.2

Jika ditilik dari studi literatur atau sisi kajian pustaka, ada 3 sumber informasi dari buku-buku yang selalu menjadi rujukan utama dalam menjelaskan bagaimana penyebaran islam di Indonesia, diantaranya: Pertama, buku Hikayat Raja-Raja Pasai, naskah aslinya berbahasa melayu, kemudian disalin ke dalam bahasa jawa di Demak pada tahun 1814. Buku ini menceritakan bagaimana masuknya islam ke tanah Sumatera, selain berisi tentang cerita raja-raja di sumatera, buku ini juga berisi tentang ramalan nabi Muhammad bahwa akan ada sebuah kota besar di timur bernama samudera, yang akan menghasilkan banyak orang suci.

Kedua, buku Sejarah Melayu, buku ini Ditulis pada tahun 1021 Hijriah atau tahun 1612 Masehi, buku ini berisi sebuah kisah masuk islamnya Raja Malaka. Salah satu kisah dari sekian banyak kisahnya disini, disebutkan bahwa seorang ulama dari tanah Arab bernama Sayid Abdul Aziz tiba di Malaka dan melakukan sembahyang di tepi pantai, dari kejadian itulah, kemudian Raja Malaka memutuskan memeluk Islam.

Ketiga, buku Babad Tanah Jawi, dalam buku ini disebutkan berbagai informasi mengenai masuknya Islam di tanah jawa pada abad ke XVII. Naskah ini mengisahkan pengislaman pertama orang-orang jawa pada kegiatan Sembilan Wali atau lebih dikenal dengan sebutan

“Wali Songo” , dalam pengertian yang lain, wali songo berarti “Sembilan Orang Suci”. Kesembilan wali ini adalah: Sunan Ampel atau Raden Rahmat, Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim, Sunan Bonang atau Maulana Makhdum Ibrahim, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria atau Raden Umar Said, dan Sunan Gunug Djati atau Syarif Hidayatullah.3

Dari beberapa data dan informasi diatas, kita bisa simpulkan bahwa pola penyebaran islam awal di Indonesia memiliki 3 jenis pola umum, diantaranya: Pertama, relasi ekonomi. Dalam hal ini

2 RIcklefs.M.C, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta, Penerbit Serambi, 2008, hal 3-26.

(7)

dicontohkan dalam interaksi hubungan jual-beli dan perniagaan, kemudian terjadi kohesi sosial dan penyebaran agama islam. Kedua, relasi pernikahan. Dalam pola yang kedua ini, pada mulanya interaksi sosial hanya berlangsung dalam hubungan jual-beli dan faktor ekonomi saja, kemudian lambat laun berkembang ke hubungan pernikahan dan penyebaran agama islam. Ketiga, setelah melakukan perdagangan dan pernikahan, langkah selanjutnya biasanya melakukan okupasi atau pendudukan kerajaan-kerajaan lokal, yakni dengan mengislamkan rajanya, lalu menjadikan islam sebagai agama resmi kerajaan.

Pada perkembangan berikutnya, pola penyebaran islam di Indonesia mempunyai beberapa varian, diantaranya:

1. Pesantren

Setelah pola-pola masuknya islam di Indonesia kita ketahui, maka objek berikutnya yang penting diketahui adalah media pembelajaran islam. Salah satu badan atau institusi yang berperan besar dalam penyebaran islam adalah pondok pesantren. Institusi ini, menurut beberapa sumber, mulai dikenal sejak era maulana malik Ibrahim atau sunan ampel, di daerah kembang kuning, Surabaya.

Perkembangan berikutnya, institusi ini kemudian meluas hingga ke seluruh pelosok negeri, beberapa pondok pesantren pelopor pasca era penyebaran islam ini adalah pondok pesantren Darussalam Gontor Ponorogo, Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan, Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Pondok Pesantren APIK Kaliwungu Kendal, Pondok Peantren Babakan Ciwaringin Cirebon, Pondok Pesantren Buntet Pesantren Cirebon, Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya, dan Pondok Pesantren Manonjaya Tasikmalaya. Dari beberapa pesantren inilah kemudian berkembang pondok pesantren lainnya yang dirintis oleh murid-murid atau santri-santri alumni dari masing-masing pesantren induk tadi.

(8)

atau mendekatkan diri kepada Tuhan, para lulusannya biasanya dipersiapkan untuk kembali ke kampong halaman dan menjadi penjaga stabilitas struktur sosial keagamaan atau pengaman sosial di daerahnya masing-masing. Kedua, pesantren modern, pada pesantren modern, kurikulum yang digunakan biasanya merupakan kombinasi dari khazanah klasik peradaban islam dengan interpretasi penulisnya, disamping itu, pesantren modern juga mengajarkan disiplin ilmu lainnya di luar disiplin ilmu agama.

2. Tabligh Akbar

Media penyebaran islam yang lain, selain melalui institusi pondok pesantren yang mengajarkan agama dengan sistem asrama, juga melalui ceramah umum atau tabligh akbar. Metode ini sebenarnya sudah diterapkan sejak masa-masa awal islam masuk ke Indonesia, tapi metode ino menjadi sangat popular pada kurun waktu sekitar 1970an hingga tahun 1990an. Pada era ini, muncul mubalig-mubalig legendaris seperti K.H.Zaenuddin MZ, H.Rhoma Irama, dan K.H.Nur Iskandar SQ.

Konten atau isi dari ceramahnya berkisar seputar pentingnya bersabar, menerima apapun yang kita alami dan hadapi,serta diselingi humor dan kemampuan berorasi yang memukau. Belakangan, metode seperti ini juga kerapkali berisi ceramah-ceramah yang bermuatan kepentingan politis islam, baik dalam bentuk kampanye sebuah partai politik tertentu, hal ini berbarengan dengan tren menguatnya gerakan islam politik.

3. Sekolah Formal

Setelah kita membahas mengenai penyebaran islam di sektor informal seperti pesantren dan tabligh akbar, media lain yang kemudian menjadi sarana bagi penyebaran islam adalah sekolah-sekolah umum seperti SLTP dan SLTA. Pada tingkatan ini, penyebaran islam melalui dua jalur, diantaranya: Pertama, melalui mata pelajaran Agama Islam. Dalam hal ini kurikulum pengajaran islam sudah disusun dan dirancang oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan. Kedua,

(9)

Perdamaian (LaKIP) pada tahun 2011, kegiatan Rohis yang tidak memiliki standar dan kurikulum tertentu justru menyumbang besar terhadap fenomena radikalisasi di kalangan sekolah.4

4. Media Cetak

Ketika arus dan tuntutan gerakan politik untuk reformasi di Indonesia pada tahun 1998 bergemuruh, implikasi berikutnya adalah menguatnya tuntutan kebebasan pers, salah satunya adalah media cetak. Dalam situasi seperti ini, kebangkitan islamisme juga beririsan dan berbarengan dengan semangat reformasi. Setelah reformasi 1998, media-media cetak islam mulai bermunculan, dari mulai yang berbau mistik seperti majalah Sabili dan Hidayah, juga majalah-majalah yang disponsori oleh kelompok politik tertentu seperti Hizbut Tahrir Indonesia seperti majalah Khilafah, atau majalah Syir’ah terbitan anak-anak muda NU.

Media ini lebih pada pertempuran gagasan di ranah publik, perebutan pembaca dan pasar masyarakat Islam ini juga tidak berhenti di situ saja. Lebih dari itu, dunia mode pun mulai melirik dan memanfaatkan gejala neo-islamisme setelah orde baru ini dengan tren

Hijab dan kerudung sekaligus busana muslim, baik untuk pasar laki-laki ataupun untuk pasar perempuan. Salah satu yang paling awal majalah Noor yang disertai dengan promosi produk baju muslim hasil desainer Itang Yunasz, dengan merek dagang Preview.

5. Media Elektronik

Metode penyebaran islam berikutnya adalah melalui media elektronik, metode ini baru populer di Indonesia sejak televisi swasta mulai memperoleh izin yang relatif mudah pasca-Reformasi 1998. Menggeliatnya industri televisi ini ditandai dari munculnya stasiun-stasiun televisi swasta seperti Metro TV, RCTI, Indosiar, SCTV, Indosiar,TV One dan stasiun televisi swasta yang lain dalam kurun satu dasawarsa terakhir ini.

Varian dari penyebaran islam melalui media elektronik ini cukup beragam, diantaranya: Pertama, kuliah subuh, metode yang digunakan adalah tausiah atau ceramah agama, beberapa tokoh yang menggunakan metode ini diantaranya; Prof.Dr.Quraish Shihab, Prof.Dr.Nasarudin Umar, dan akademisi lainnya. Kedua, dialog

(10)

interaktif, biasanya penceramah membuka segmen Tanya jawab dan membuka layanan curhat (baca:curahan hati), baik melalui sambungan telepon maupun langsung dengan pemirsa di studio, beberapa tokoh yang menggunakan metode ini diantaranya ; Mamah Dedeh, Alm.Ustadz Jeffry Al-Bukhari, Aa Gym, ustadz Solmed, dan beberapa tokoh yang lain. Ketiga, metode ensiklopedia, informasi mengenai islam disampaikan melalui narasi dan disertai dengan gambar visual, salah satu contohnya adalah acara Khazanah di Trans TV.

6. Sosial Media

Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan situs-situs jejaring sosial, maka penyebaran islampun berkembang pesat hingga ke ranah sosial media ini. Biasanya, ada dua situs jejaring sosial yang paling popular dan kemudian digunakan sebagai media penyebaran islam, diantaranya: Pertama, Facebook. Situs jejaring sosial yang didirikan oleh Mark Zuckerberg ini kerap dijadikan sebagai media dakwah, misalnya beberapa fitur pembuatan group, salah satu yang paling popular adalah grup diskusi “Belajar Islam” di grup ini, informasi mengenai islam cukup kaya dengan beberapa narasumber yang kompeten. Kedua, Twitter. Situs jejaring sosial yang satu ini juga menjadi salah satu situs yang kerap digunakan untuk penyebaran islam. Ada dua jenis akun yang biasanya menjadi rujukan: (a) akun pribadi, seperti misalnya akun @ShihabAlwi , @Haidar_Bagir dan akun personal lain, (b) akun kelompok, seperti misalnya @FaktaAgama @Nasehat_Islam atau @Belajar_Islam.

F. Prosedur penelitian

1. Jenis dan langkah Penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif dan akan paparkan secara deskriptif. Metode pengambilan data menggunakan survey online menggunakan perangkat google survey.

2. Subjek Penelitian

(11)

Tabel 1. Sebaran Subjek Penelitian Daerah

Asal Jumlah

Bandung 7

Jakarta 22

Pontianak 1

Serang 1

Salatiga 2

Boyolali 1

Malang 2

Jogjakarta 1

Palemban

g 1

Semarang 1

Tunisia 1

Daerah

Lain 6

Total 46

Rentang usia responden adalah 18 sampai 24 tahun, responden merupakan generasi muda yang masih terdaftar sebagai mahasiswa di universitas-universitas masing-masing kota. Rasio responden menurut fakultasnya dapat dilihat dalam tabel berikut:

(12)

26.83%

41.46%

26.83%

4.88%

MIPA, Teknik, Ilkom Pendidikan, Psikologi Sosial Politik, Ekonomi , Agama, Hukum

Kesehatan

3. Instrumen Penelitian

Data diambil dengan menggunakan angket yang berisi pertanyaan-pertanyaan terbuka. Pemilihan jenis pertanyaan tersebut karena peneliti ingin menggali pendapat subjek secara lebih mendalam. Penulisan instrument penelitian menggunakan fasilitas google survey. Validasi yang digunakan untuk instrument penelitian adalah validasi isi. Dalam penelitian ini dilakukan analisis secara kualitatif terhadap seluruh jawaban setiap responden.

G. Temuan Penelitian

Instrumen penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah angket. Angket berisi 11 pertanyaan dengan pilihan jawaban ya atau tidak, 3 pertanyaan terbuka dan 3 pertanyaan dengan 3 pilihan jawaban. Jenis pilihan pertanyaan disesuaikan dengan jawaban yang akan diungkap dari responden. Pertanyaan dan persentasi hasil jawaban responden adalah sebagai berikut:

Tabel. Pertanyaan dan hasil persentase jawaban responden N

o Pertanyaan Ya % Tidak %

1 Apakah kamu aktif bersosial media? 44 95.7 2 4.3

(13)

sesuatu dalam akun sosial media mu? 3 Dilihat dari interaksi yang kamu lakukan

apakah kamu termasuk pengguna aktif atau pengguna pasif?

34 73.9 12 26.1

4 Apakah kamu mengikuti akun-akun ustad / tokoh agama atau akun lain berbau islam?

27 58.7 19 41.3

5 Apakah kamu memfollow mereka karena

tau latar belakang mereka? 24 52.2 22 47.8

6 Apakah kamu mengikuti isu tentang islam yang terjadi di Indonesia melalui sosial media?

38 82.6 8 17.4

7 Saat kamu membaca berita tentang isu tersebut apakah kamu mengecek

9 Apakah kamu sering mem-posting status

yang berkaitan dengan islam? 13 28.3 33 71.7 1

0 Apakah kamu sering berdiskusi dengan teman-temanmu tentang islam di sosial media?

15 32.6 31 67.4

1

1 Menurutmu, apakah dakwah dapat dilakukan melalui sosial media? 45 97.8 1 2.2 Menurut hasil di atas 95.7 % responden aktif bersosial media, yang aktif melakukan posting di dalam akun media sosial dan berinteraksi dengan sesama pengguna (74%). Sebanyak 58.7% responden mengikuti isu tentang islam yang terjadi di Indonesia melalui sosial media. Akun sosial media islam yang responden follow sebanyak 52 akun. Contoh akun yang banyak diikuti oleh responden adalah: @islamicfreedom, @QURANdanSUNNAH, @felixsiauw, @gadisberjilbabb, @sabdarosul, @Yusuf_Mansur, @TeladanRasul, @quraishihab, @aagym.

52.2% responden mengatakan bahwa alasan mereka mengikuti aku tersebut di atas karena mereka memang mengenal tokoh. Sebanyak 82,6% responden mengatakan bahwa mereka selalu mengikuti isu tentang islam yang sedang diperbincangkan dan jumlah yang sama menunjukan bahwa saat mereka mendengar isu islam mereka selalu mencari kebenaran isu tersebut.

(14)

memposting status yang berkaitan dengan islam dan hanya 32.6% saja responden yang sering berdiskusi mengenai islam di sosial media. Seluruh responden memiliki akun sosial media yang membedakan adalah banyak akun media sosial yang mereka miliki. Frekuensi akun sosial media dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel. Frekuensi Jumlah Akun Media Sosial

1 – 3 4 – 6 > 6

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Dari keseluruhan responden, peneliti menanyakan tentang akun islam di media sosial yang mereka ikuti, lebih dari 50% mengikuti paling tidak satu akun islam. Secara lebih rinci dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel. Jumlah akun islam yang diikuti di media sosial

0 1 – 3 4 – 6 >6 0

(15)

Berikut ini adalah salah satu jawaban terbuka dari salah satu responden mengenai hal di atas: “tidak mengikuti secara sengaja, namun karena ada di Home/timeline saja”. Hal ini menunjukkan bahwa metode penyebaran islam di dunia maya sudah sangat popular dan teknologi di dunia maya memungkinkan sesama muslim berbagi informasi dengan cara yang mudah dan penyebaran informasi dari satu akun media sosial dapat tersebar secara lebih cepat.

Pertanyaan selanjutnya adalah: “Menurutmu, apakah generasi muda mempunyai ketertarikan untuk mengikuti akun dakwah?” Hasil dari responden tampak dari diagram berikut:

Diagram. Ketertarikan responden mengikuti akun dakwah

78.26%

4.35%

17.39%

setuju

kurang setuju tidak setuju

(16)

Diagram. Dampak dakwah terhadap sikap generasi muda

58.70

%

26.09

%

15.22

%

setuju

kurang setuju tidak setuju

Dari diagram di atas 59% setuju bahwa generasi muda sebenarnya mempunyai ketertarikan untuk mengikuti akun dakwah. Pertanyaan selanjutnya adalah: “Apakah menurutmu akun tersebut efektif untuk menyebarkan dakwah?” Hasil dari responden tampak dari diagram berikut:

Diagram. Sosial media efektif untuk dakwah islam

6.52%

84.78% 4.35% 4.35%

sangat setuju setuju

kurang setuju tidak setuju

Dari diagram di atas 85% setuju bahwa generasi muda percaya bahwa sosial media kan efektif untuk menjadi media dakwah. Setelah melakukan pengambilan data, peneliti menemukan beberapa jawaban menari yang akan diulas secara lebih dalam.

(17)

majlis-majlis dakwah.”. Hal ini menunjukkan bahwa metode penyebaran islam di dunia maya, khususnya di situs jejaring sosial lebih memungkinkan untuk diakses oleh umat muslim, terutama bagi mereka yang berusia muda dan memiliki aktifitas yang padat,tetapi hal ini tidak berarti bahwa metode dakwah konvensional yang dilakukan di tempat-tempat ibadah seperti masjida dan mushola tidak lagi menarik.

Saat dilontarkan mengenai pertanyaan ketertarikan generasi muda mengikuti pembelajaran islam melalui media sosial, salah satu jawaban responden adalah sebagai berikut:v”Iya, karena dakwah disampaikan secara tidak langsung dan tanpa paksaan sehingga mudah diterima masyarakat”. Salah satu kelebihan dari metode pembelajaran islam di situs jejaring sosial mempunyai kelebihan tidak ada unsur memaksa. hal ini menunjukkan bahwa stigma pemaksaan nilai, indoktrinasi, dan penanaman dogmatism yang bersifat memaksa tidak terjadi di metode pembelajaran islam melalui situs jejaring sosial.

Selanjutnya, kesadaran mengenai literasi muncul dari jawaban responden berikut: “Dakwah bisa dilakukan tidak hanya melalui lisan secara langsung, tetapi juga tulisan seperti tulisan di sosial media. Dengan peran sosial media, dakwah disampaikan lebih segar dan tidak memaksakan, serta bisa dibaca sewaktu-waktu, kapanpun tidak harus datang ke majelis seperti pengajian di masjid. Dakwah di sosial media seharusnya dijalankan dengan membuat tulisan yang bermutu dan berkualitas dengan menyertakan sumber-sumber yang akurat”.

Temuan yang menarik dari responden diatas menunjukkan bahwa animo generasi muda muslim yang menggunakan situs jejaring sosial, dan mempunyai pendidikan lebih baik menginginkan agar pembelajaran islam di media sosial lebih memperhatikan referensi, dan literasi yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan.

Dengan adanya kemudahan untuk mengakses dan membuat akun di media sosial harus dibarengi dengan kepintaran literasi, yakni kejelian pengguna untuk memilah informasi dan akun mana yang seharusnya diikuti dan diserap. Jawaban salah satu responden mengenai hal ini adalah sebagai berikut: “Apabila akun tersebut bisa di percaya dan dipertanggung jawabkan kenapa tidak”. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran islam melalui situs jejaring sosial juga perlu menyeleksi akun-akun yang akan dijadikan sebagai rujukan, hal ini untuk menghindari akun-akun anonim yang kadang-kadang justru hanya menyebarkan virus kebencian.

(18)

sosial, salah satu responden mengatakan bahwa: “Generasi muda Indonesia cenderung mengamini apapun yang dikatakan oleh pemuka agama yang ia percaya tanpa mempertanyakan dan bersikap kritis akan hal itu”. Jawaban responden diatas menunjukkan bahwa kecenderungan masyarakat muslim di Indonesia masih mempunyai ketergantungan terhadap pemimpin agama. Oleh karena itu, para pemuka agama perlu menyesuaikan dengan kondisi ini sehingga bisa menjadi sosok yang layak menjadi panutan.

Setiap agama sebenarnya berdasar kepada kebaikan dan kedamaian, salah satu responden mengungkapkan jawaban : “Bagi sebagian generasi muda memiliki ketertarikan namun saya sendiri lebih kepada kebutuhan akan spiritual. Tidak harus akun dakwah dari agama Islam namun juga bisa dari agama lain selama itu membuat saya menjadi pribadi yang baik”. Temuan ini menunjukkan bahwa generasi muda muslim mempunyai kecenderungan untuk mencari sumber informasi mengenai relijiusitas tidak terbatas pada agama islam saja. Lebih dari itu, generasi muda muslim juga sudah mulai berfikir kosmopolit dan lebih terbuka untuk mempelajari nilai-nilai kebaikan yang terdapat pada agama lain.

Pertanyaan terakhir yang diberikan pada responden adalah

“Menurutmu, bagaimana cara yang efektif dan cocok dengan generasi muda untuk melakukan dakwah di sosial media?”. Jawaban yang ditemukan sangat beragam. Seluruh responden mengatakan bahwa dakwah sebaiknya dilakukan dengan cara kreatif seperti cerpen, video, Kultwit, Gambar, Komik, Meme, Komedi, Forum diskusi online. Responden mengatakan bahwa sebaiknya kontek dakwah islam bersifat:

 Tidak menggurui

 Tidak terlalu kaku dan baku

 Menggunakan bahasa yang ringan

 Dihubungkan dengan kehidupan sehari hari dan isu yang sedang terjadi

 Mempertimbangkan sisi psikologi generasi muda

 Mementingkan aspek toleransi yakni tidak menyinggung agama lain

 Berisi motivasi dan ajakan pada nilai kebaikan

H. Kesimpulan dan Saran

(19)

1. Seluruh responden memiliki lebih dari 1 akun media sosial dan lebih dari 50% responden mengikuti akun islam.

2. 59% responden berpendapat bahwa generasi muda tertarik mengikuti akun medial sosial tentang dakwah islam

3. 85% responden berpendapat bahwa penyebaran dakwah islam akan efektif melalui sosial media

4. 78% responden berpendapat bahwa secara tidak langsung freuensi penyebaran dakwah islam melalui sosial media secara rutin akan berdampak pada sifat generasi muda.

5. Responden memberikan pendapat bahwa sebaiknya dakwah islam melalui media sosial sebaiknya dikemas dalam konsep yang lebih kreatif seperti cerpen, komik, gambar, video dan bentuk karya kreatif lainnya. Yang bersifat sebagai berikut:

 Tidak menggurui

 Tidak terlalu kaku dan baku

 Menggunakan bahasa yang ringan

 Dihubungkan dengan kehidupan sehari hari dan isu yang sedang terjadi

 Mempertimbangkan sisi psikologi generasi muda

 Mementingkan aspek tolaransi yakni tidak menyinggung agama lain

 Berisi motivasi dan ajakan pada nilai kebaikan

Berdasarkan kesimpulan di atas maka peneliti memberikan saran sebagai berikut:

1. Sosial media dipakai menjadi media dakwah secara lebih efektif dengan membuat kemasan dakwah melalui karya kreatif seperti video , gambar, animasi dan bentuk lainnya secara berkelanjutan.

2. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai persepsi generasi muda setelah diberikan bentuk kreatif dakwah islam

Daftar Pustaka

Ricklefs, M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Serambi: Jakarta.

Baso, Ahmad. 2005. Islam Pasca Kolonial: Perselingkuhan Agama, Kolonialisme, dan Lliberalisme. Mizan: Jakarta.

Rahardjo, M.Dawam. 2012. Kritik Nalar Islamisme dan Kebangkitan Islam.

Freddom Institute: Jakarta.

(20)

Gambar

Tabel 1. Sebaran Subjek Penelitian
Tabel. Pertanyaan dan hasil persentase jawaban responden
Tabel. Frekuensi Jumlah Akun Media Sosial

Referensi

Dokumen terkait

Adapun hasil yang nantinya akan dicapai dari penetian ini adalah : Mengetahui ketersediaan air untuk setiap area irigasi. Mengetahui kebutuhan air pada setiap pola tanam yang

[r]

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) untuk menerapkan model representasi pengetahuan berbasis kaidah produksi ( production rule )

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons tanaman sawi terhadap perbedaan konsentrasi nitrogen (N) dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman

Tumpuan penulisan adalah berkaitan dengan beberapa aspek penting iaitu epidemik HIV/AIDS, masalah dadah yang berkaitan dengan HIV, statistik HIV/AIDS yang berpunca

Hasil yang berbeda ini terjadi karena pada ke- lompok intervensi telah dilakukan perlakuan supervisi kepala ruang model Proctor, se- hingga kepala ruang dapat

Berdasarkan observasi pada tanggal 23 September 2015 pada tahap evaluasi pembelajaran tematik pada penilaian sikap guru tidak tampak dalam menilai pada saat proses pembelajaran,

Identifikasi dapat dilakukan dengan membandingkan data tinggi badan sebenarnya dengan data tinggi badan yang tercantum di dalam kartu Surat Izin Mengemudi (SIM).. Tinggi