Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)
Tujuan Didirikan nya PLTSa :
Tujuan dari sebuah PLTSa ialah untuk mengkonversi sampah menjadi energi. Pada dasarnya ada
dua alternatif proses pengolahan sampah menjadi energi, yaitu proses biologis yang
menghasilkan gas-bio dan proses thermal yang menghasilkan panas. PLTSa yang sedang
diperdebatkan untuk dibangun di Bandung menggunakan proses thermal sebagai proses
konversinya. Pada kedua proses tersebut, hasil proses dapat langsung dimanfaatkan untuk
menggerakkan generator listrik. Perbedaan mendasar di antara keduanya ialah proses biologis
menghasilkan gas-bio yang kemudian dibarak untuk menghasilkan tenaga yang akan
menggerakkan motor yang dihubungkan dengan generator listrik sedangkan proses thermal
menghasilkan panas yang dapat digunakan untuk membangkitkan steam yang kemudian
digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang dihubungkan dengan generator listrik.
Proses Konversi Thermal
Pirolisa merupakan proses konversi bahan organik padat melalui pemanasan tanpa kehadiran
oksigen. Dengan adanya proses pemanasan dengan temperatur tinggi, molekul-molekul organik
yang berukuran besar akan terurai menjadi molekul organik yang kecil dan lebih sederhana.
Hasil pirolisa dapat berupa tar, larutan asam asetat, methanol, padatan char, dan produk gas.
Gasifikasi merupakan proses konversi termokimia padatan organik menjadi gas. Gasifikasi
melibatkan proses perengkahan dan pembakaran tidak sempurna pada temperatur yang relatif
tinggi (sekitar 900-1100 C). Seperti halnya pirolisa, proses gasifikasi menghasilkan gas yang
dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 4000 kJ/Nm3.
Pembangkit listrik tenaga sampah yang banyak digunakan saat ini menggunakan proses
insenerasi. Sampah dibongkar dari truk pengakut sampah dan diumpankan ke inserator. Didalam
inserator sampah dibakar. Panas yang dihasilkan dari hasil pembakaran digunakan untuk
Proses Konversi Biologis
Proses konversi biologis dapat dicapai dengan cara digestion secara anaerobik (biogas) atau
tanah urug (landfill). Biogas adalah teknologi konversi biomassa (sampah) menjadi gas dengan
bantuan mikroba anaerob. Proses biogas menghasilkan gas yang kaya akan methane dan slurry.
Gas methane dapat digunakan untuk berbagai sistem pembangkitan energi sedangkan slurry
dapat digunakan sebagai kompos. Produk dari digester tersebut berupa gas methane yang dapat
dibakar dengan nilai kalor sekitar 6500 kJ/Nm3.
Pernah mendengan PLTSa? Pembangkit Listrik Tenaga Sampah? Suatu isu yang sedang hangat
dibicarakan di Kota Bandung, sebuah kota besar di Indonesa yang beberapa waktu yang lalu
pernah heboh karena keberadaan sampah yang merayap bahkan hingga badan jalan-jalan
pasti akan disambut dengan segunduk besar sampah yang hampir menutupi setengah badan jalan.
Itu dulu. Sekarang, Kota Bandung sudah kembali menjadi sedia kala dan solusi PLTSa-lah yang
sedang diperdebatkan.
Tujuan akhir dari sebuah PLTSa ialah untuk mengkonversi sampah menjadi energi. Pada
dasarnya ada dua alternatif proses pengolahan sampah menjadi energi, yaitu proses biologis yang
menghasilkan gas-bio dan proses thermal yang menghasilkan panas. PLTSa yang sedang
diperdebatkan untuk dibangun di Bandung menggunakan proses thermal sebagai proses
konversinya. Pada kedua proses tersebut, hasil proses dapat langsung dimanfaatkan untuk
menggerakkan generator listrik. Perbedaan mendasar di antara keduanya ialah proses biologis
menghasilkan gas-bio yang kemudian dibarak untuk menghasilkan tenaga yang akan
menggerakkan motor yang dihubungkan dengan generator listrik sedangkan proses thermal
menghasilkan panas yang dapat digunakan untuk membangkitkan steam yang kemudian
digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang dihubungkan dengan generator listrik.
Proses Konversi Thermal
Incinerator.
Sebuah ilustrasi bagian-bagian dalam sebuah incinerator.
Pirolisa merupakan proses konversi bahan organik padat melalui pemanasan tanpa kehadiran
oksigen. Dengan adanya proses pemanasan dengan temperatur tinggi, molekul-molekul organik
yang berukuran besar akan terurai menjadi molekul organik yang kecil dan lebih sederhana.
Hasil pirolisa dapat berupa tar, larutan asam asetat, methanol, padatan char, dan produk gas.
Gasifikasi merupakan proses konversi termokimia padatan organik menjadi gas. Gasifikasi
melibatkan proses perengkahan dan pembakaran tidak sempurna pada temperatur yang relatif
tinggi (sekitar 900-1100 C). Seperti halnya pirolisa, proses gasifikasi menghasilkan gas yang
dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 4000 kJ/Nm3.
Proses Konversi Biologis
bantuan mikroba anaerob. Proses biogas menghasilkan gas yang kaya akan methane dan slurry.
Gas methane dapat digunakan untuk berbagai sistem pembangkitan energi sedangkan slurry
dapat digunakan sebagai kompos. Produk dari digester tersebut berupa gas methane yang dapat
dibakar dengan nilai kalor sekitar 6500 kJ/Nm3.
Modern Landfill.
Konsep landfill seperti di atas ialah sebuah konsep landfill modern yang di
dalamnya terdapat suatu sistem pengolahan produk buangan yang baik.
Landfill ialah pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya di dalam tanah. Di dalam lahan
landfill, limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba dalam tanah menjadi
senyawa-senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa-senyawa ini berinteraksi dengan air yang dikandung oleh limbah
dan air hujan yang masuk ke dalam tanah dan membentuk bahan cair yang disebut lindi
(leachate). Jika landfill tidak didesain dengan baik, leachate akan mencemari tanah dan masuk
ke dalam badan-badan air di dalam tanah. Karena itu, tanah di landfill harus mempunya
permeabilitas yang rendah. Aktifias mikroba dalam landfill menghasilkan gas CH4 dan CO2
(pada tahap awal – proses aerobik) dan menghasilkan gas methane (pada proses anaerobiknya).
Gas landfill tersebut mempunyai nilai kalor sekitar 450-540 Btu/scf. Sistem pengambilan gas
hasil biasanya terdiri dari sejumlah sumur-sumur dalam pipa-pipa yang dipasang lateral dan
dihubungkan dengan pompa vakum sentral. Selain itu terdapat juga sistem pengambilan gas
dengan pompa desentralisasi.
Pemilihan Teknologi
sampah, karakter teknis teknologi konversi yang ada, karakter pasar dari produk pengolahan,
implikasi lingkungan dan sistem, persyaratan lingkungan, dan yang pasti: keekonomian.
PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sampah dapat membawa dampak yang buruk pada kondisi kesehatan manusia. Bila sampah dibuang secara sembarangan atau ditumpuk tanpa ada pengelolaan yang baik, maka akan menimbulkan berbagai dampak kesehatan yang serius. Tumpukan sampah rumah tangga yang dibiarkan begitu saja akan mendatangkan tikus got dan serangga (lalat, kecoa, lipas, kutu, dan lain-lain) yang membawa kuman penyakit yang pada akibatnya menurunkan kualitas lingkungan.
Menurunnya kualitas lingkungan yang disebabkan oleh sampah harus ditangani secara serius. Ibarat sebuah “bom waktu” masalah sampah dapat menjadi bencana besar bagi umat manusia, karena dapat meledak kapan saja.
Berbagai upaya dilakukan untuk menangani sampah di perkotaan. Namun upaya tersebut kerap menimbulkan kendala. Sulitnya mencari lahan untuk tempat pembuangan akhir (TPA), serta sebagian warga kota yang tidak disiplin dengan membuang sampah seenaknya, membuat wajah kota semakin karut marut dengan tumpukan sampah disana-sini. Namun seiring dengan kemajuan teknologi. Kini para tekhnokrat mulai mencari solusi yang terbaik untuk menangani sampah ini. Bagi mereka, sampah bukan "musuh" tetapi jika dikelola dengan baik bisa menghasilkan sesuatu untuk kepentingan umat manusia. Di antara pemikiran tersebut adalah menjadikan sampah sebagai sumber energi listrik (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah).
1.2 Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas matakuliah Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) serta memberitahukan informasi kepada para pembaca mengenai cara pengolahan sampah menjadi energy listrik.
1.3 Permasalahan
Paper ini akan membahas mengenai:
BAB II
2.1 PENGERTIAN SAMPAH
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak.
Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi.
2.2. JENIS – JENIS SAMPAH
2.2.1. Berdasarkan sumbernya
1. Sampah alam
Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di lingkungan pemukiman.
2. Sampah manusia
3. Sampah konsumsi
Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang ke tempat sampah. Ini adalah sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih jauh lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri.
4. Sampah nuklir
Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidupdan juga manusia. Oleh karena itu sampah nuklir disimpan ditempat-tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan aktifitas tempat-tempat yang dituju biasanya bekas tambang garam atau dasar laut (walau jarang namun kadang masih dilakukan).
2.2.2 Berdasarkan sifatnya
1. Sampah organik - dapat diurai (degradable)
Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang berasal dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan, rumah tangga atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami(bahan-bahan yang bisa terurai secara alamiah/ biologis).
2. Sampah anorganik - tidak terurai (undegradable)
Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam(sulit terurai secara biologis),sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan melalui proses yang cukup lama.
Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol kaca, botol plastik, tas plastik, kaleng, Styrofoam.
2.2.3 Komposisi sampah
Sampah perkotaan umumnya memiliki komposisi (dalam % berat) sebagai berikut:
Air sampah segar pada kondisi normal kering 40 % dan mencapai 70 % dengan kandungan pada musim penghujan.
2.3 PLTSa
Tujuan akhir dari sebuah PLTSa ialah untuk mengkonversi sampah menjadi energi. Pada dasarnya ada dua alternatif proses pengolahan sampah menjadi energi, yaitu proses biologis yang menghasilkan gas-bio dan proses thermal yang menghasilkan panas.
Sumber energi listrik atau Watse to Energy atau yang lebih dikenal dengan PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah). PLTSa yang berfungsi sebagai TPA ini nantinya akan memakai teknologi tinggi. Sampah-sampah yang datang akan diolah dengan cara dibakar pada temperatur tinggi 850 hingga 900 derajat Celicius. Berdasarkan perhitungan, dari 500 - 700 ton sampah atau 2.000 -3.000 m3 sampah per hari akan menghasilkan listrik dengan kekuatan 7 Megawatt. PLTSa dengan bahan bakar sampah merupakan salah satu pilihan strategis dalam menanggulangi masalah sampah di bebrbagai kota besar di Indonesia.
Prinsip Sederhana dari PLTSa atau Waste to Energy ini adalah:
1. Membakar sampah yang kemudian menghasilkan panas
2. Panas yang timbul dugunakan untuk memanaskan air
3. Uap Air yang muncul digunakan untuk menggerakkan turbin
4. Turbin menghasilkan listrik.
Manfaat utama PLTSa ini sebenarnya adalah dapat mengurangi ”volume” sampah yang menggunung. Listrik yang dihasilkan dapat digunakan untuk membantu operasinal pengelolaan sampah.
listrik sebenarnya juga tidak terlalu sulit diterapkan di Indonesia. Khususnya Kota Bandung yang mempengaruhi cara, kedisiplinan dan perlakuan masyarakatnya dalam mengolah sampah.
BAB III
PEMBAHASAN
Sampah telah menjadi masalah besar terutama di kota-kota besar di Indonesia. Hingga tahun 2020 mendatang, volume sampah perkotaan di Indonesia diperkirakan akan meningkat lima kali lipat.
kapita per hari. Pada tahun 2020 mendatang diperkirakan mencapai 2,1 kilogram per kapita per hari.
Program-program sampah kota harus disesuaikan dengan kondisi setempat agar berhasil, dan tidak mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Terutama program-program di negara-negara berkembang seharusnya tidak begitu saja mengikuti pola program yang telah berhasil dilakukan di negara-negara maju, mengingat perbedaan kondisi-kondisi fisik, ekonomi, hukum dan budaya. Khususnya sektor informal (tukang sampah atau pemulung) merupakan suatu komponen penting dalam sistem penanganan sampah yang ada saat ini, dan peningkatan kinerja mereka harus menjadi komponen utama dalam sistem penanganan sampah di negara berkembang.
Untuk memanfaatkan sampah perkotaan sebenarnya telah sejak lama diupayakan para ahli. Salah satunya adalah pemanfaatan untuk produksi listrik biogas dari sampah kota .Yang sudah beroperasi dan baru saja diresmikan adalah listrik dari sekam padi di Desa Cipancuh, Kecamatan Haur Geulis Indramayu, memanfaatkan sekam padi yang selama ini terbuang. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) sekam pertama di Indonesia itu berkapasitas 100 ribu watt dan PLTSa di TPA Babakan di Desa Babakan Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung. PLTSa ini berkapasitas sekitar 500 kW dimana sampah yang akan diolah sekitar 30-50 ton per hari. PLTSa ini diharapkan menjadi salah satu cara memperpanjang umur TPA di sekitar Bandung.
Jenis sampah yang dibutuhkan untuk operasional PLTSa adalah sampah campuran organik dan anorganik.
PLTSa selanjutnya berlokasi di Kelurahan Rancanumpang, Kecamatan Gedebage, Kota Bandung yang akan menghasilkan tenaga listrik di bawah 100 MW.
Sampah tersebut akan diturunkan kadar airnya dengan jalan ditiriskan dalam bunker selama 5 hari. Setelah kadar air berkurang tinggal 45%, sampah akan dimasukan ke dalam tungku pembakaran, yang kemudian dibakar.
Sisa pembakaran abu dan debu terbang sebesar 20% dari berat semula akan diuji kandungannya apakah mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) atau tidak, di laboratorium. Jika tidak mengandung B3, dapat dijadikan sebagai bahan baku bangunan seperti batako. Namun jika mengandung B3, akan diproses dengan teknologi tertentu sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk menampung abu ini, di lokasi PLTSa akan dibuat penampungan abu dengan kapasitas 1.400 M3, yang mampu menampung abu selama 14 hari beroperasi. Sedangkan sisa gas buang akan diproses melalui pengolahan yang terdiri dari :
1. Gas buang hasil pembakaran akan dilakukan pada squenching chamber. Dari sini
gas buang disemprot dengan air untuk menurunkan temperatur gas dengan cepat guna mencegah dioxin terbentuk kembali dan menangkap zat pencemar udara yang larut dalam air seperti NOx, Sox, HCL, abu, debu, dan partikulat.
2. Kemudian gas yang akan dilakukan pada reaktor akan ditambahkan CaO sebanyak
12 kg/ton sampah. Tujuannya menghilangkan gas-gas asam, Sox< HCL, H2S, VOC, HAP, debu dan partikulat.
3. Pada saat gas keluar dari reaktor, pada gas akan disemburkan karbon aktif
sebanyak 1 kg/ton sampah, bertujuan menyerap uap merkuri, dioksin, CO.
4. Kemudian gas akan dialirkan ke Bag Filler dengan tujuan menyaring partikel PM10
dan PM 2,5.
5. Terakhir, gas buang akan dilepaskan ke udara melalui cerobong dengan ketinggian
sekitar 70 meter.
Namun semua limbah tersebut akan diolah melalui proses yang canggih dan sangat ketat sehingga baik limbah gas buang, cair dan padatnya, semaksimal mungkin tidak akan merugikan apalagi membahayakan lingkungan hidup khususnya masyarakat sekitar.
Sedangkan racun dioksin, yang sempat dikhawatirkan akan terbentuk ketika proses pembakaran sampah berlangsung, ternyata tidak akan pernah terjadi karena dalam waktu tidak lebih dari 2 (dua) detik akan terurai pada temperatur 850-900 derajat Celsius. Dioksin bisa dihasilkan dari proses pembakaran senyawa yang mengandung klorin dengan hidrokarbon pada temperatur rendah sekitar 250 derajat Celsius. "Ini membuktikan bahwa PLTSa ramah lingkungan.
Lindi akan ditampung untuk kemudian diolah sampai pada tingkat tertentu kemudian disalurkan ke Bojongsoang untuk diolah lebih lanjut. Sedangkan bau (NH3-N dan H2S) dan gas methan yang dihasilkan dari proses pembusukan selama sampah ditiriskan akan disalurkan ke dalam ruang bakar (tungku) sehingga gas terbakar dan terurai. Dengan begitu, tidak akan ada bau yang dilepaskan ke udara.
Sisa pembakaran berupa abu dan debu terbang sebesar 20% dari berat atau 5 % dari volume akan diuji kandungan bahan berbahaya dan beracunnya (B3) di laboratorium, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, untuk ditentukan apakah bisa diolah untuk dimanfaatkan atau tidak.
Jika dari hasil uji diketahui aman dan bisa dimanfaatkan, maka abu akan digunakan sebagai material untuk membuat jalan dan debu terbang akan dimanfaatkan sebagai bahan campuran bagi material bangunan. Misalnya campuran semen atau batako. Sebaliknya, jika dari hasil uji laboratorium diketahui tidak aman untuk dimanfaatkan, maka abu dan debu terbang akan diproses sesuai dengan ketentuanyang berlaku.
Kelebihan Pengolahan Sampah dengan PLTSa dibandingkan pengolahan sampah dengan menggunakan sanitary landfill/open dumping/composting
PLTSa tidak membutuhkan lahan yang luas, dapat dilaksanakan di Kota Bandung (di lingkungan perkotaan) dan digunakan dalam waktu yang lama (tanpa harus berpindah-pindah) serta ramah lingkungan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sampah dapat membawa dampak yang buruk pada kondisi kesehatan manusia. Bila sampah dibuang secara sembarangan atau ditumpuk tanpa ada pengelolaan yang baik, maka akan menimbulkan berbagai dampak kesehatan yang serius. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan sampah secara benar.
Salah satunya dengan melaksanakan 4 R, yaitu Reduce (Mengurangi), Reuse (Memakai kembali), Recycle (Mendaur ulang), Replace ( Mengganti). Artinya, sampah yang terbuang sekecil mungkin. Caranya, dengan memanfaatkan kembali sampah yang bisa dimanfaatkan, kemudian mendaur ulang sampah menjadi bahan lain yang bermanfaat dan bernilai ekonomis.
Salah satunya PLTSa terletak di TPA Babakan di Desa Babakan Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung. PLTSa ini berkapasitas sekitar 500 kW dimana sampah yang akan diolah sekitar 30-50 ton per hari.
4.2 Saran