• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNOLOGI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SAMPAH (PLTSa)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNOLOGI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SAMPAH (PLTSa)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

65

TEKNOLOGI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SAMPAH (PLTSa)

Widiatmini Sih Winanti Pusat Teknologi Lingkungan Kedeputian Teknologi Sumberdaya Alam Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

e-mail: widiatmini.sih@bppt.go.id Abstrak

Saat ini, kota-kota besar dan metropolitan d Indonesia mengalami krisis sampah karena Tempat Penampunagn Sampah (TPA) eksistingnya sudah penuh, sementara jumlah timbulan sampah meningkat terus, sedangkan untuk mencari lokasi TPA baru sangat sulit. Gerakan pemilahan dan daur ulang sampah belum mampu mengurangi sampah secara signifikan. Oleh karena itu, perlu diterapkannya teknologi pengolahan sampah yang dapat mengolah sampah secara cepat, signifikan dan ramah lingkungan. Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) termasuk Proyek Strategis Nasional (PSN), sesuai Perpres No. 58/2017 tentang Proyek Infrastruktur Strategis Nasional. Dalam implementasinya, diatur dalam Perpres No. 35/2018, tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Untuk mempersiapkan implemenatsi teknologi PLTSa skala besar, mempelajari operasi dan aspek lainnya, serta untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang PLTSa ramah lingkungan, BPPT saat ini sedang membangun Pilot Project PLTSa ramah lingkungan di lokasi TPST Bantargebang, bekerjasama dengan Pemprov DKI, dengan kapasitas minimal 50 ton per hari.

PLTSa ini akan menghasilkan listrik minimal 400 KW sebagai hasil samping, yang akan digunakan untuk operasional internal didalam unit PLTSa. Sampah dibakar didalam tungku dengan suhu minimal 850oC. Gas panas yang dihasilkan digunakan untuk memanaskan air didalam boiler, menghasilkan superheated steam dengan tekanan 40 bar dan suhu 390C. Steam digunakan untuk membangkitkan listrik didalam Steam Turbine Generator (STG). Sebelum dibakar, sampah ditampung didalam bunker selama 5 hari, untuk dilakukan homogenisasi dan pengurangan kadar air. PLTSa ini juga dilengkapi dengan unit pengendali pencemaran udara, supaya gas buang yang keluar sudah memenuhi bakumutu lingkungan yang ditentukan.

Kata Kunci: Boiler, Ramah Lingkungan, Sampah, PLTSa, Steam Turbine Generator, Listrik

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kota besar dan metropolitan di Indonesia saat ini mengalami krisis sampah karena Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah eksisting sudah penuh. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan gaya hidup yang semakin konsumtif, timbulan sampah semakin besar dan beragam, sementara sampai saat ini perkembangan penanganan sampah di Indonesia masih kurang optimal, sehingga sebagian besar sampah masih tertimbun di TPA. Pencarian lahan TPA yang baru sangat sulit dilakukan, sementara jumlah sampah yang terus meningkat. Konsep pengelolaan sampah seperti yang tercantum dalam UU no. 18 tahun 2008 yaitu pengurangan sampah di level produsen dan konsumen, serta penanganan sampah yang meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, dan pemrosesan akhir belum mampu menyelesaikan permasalahan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan solusi untuk dapat menyelesaikan masalah sampah secara cepat, signifikan dan ramah lingkungan.

Satu satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan teknologi termal.

Dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah terdapat 2 (dua) pola pengelolaan sampah, yaitu pengurangan melalui extended producer responsibility (EPR) yaitu tanggung jawab produsen, dan penanganan melalui TPS 3R, TPA dan pembakaran (insinerasi) terkendali (KLHK, 2008). Hal ini juga telah diamanatkan pula dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, pengolahan sampah, dimana selain pemadatan, komposting daur ulang, adalah melalui daur ulang energi (Pasal 21) (KLHK, 2012).

Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) termasuk Proyek Strategis Nasional (PSN), sesuai Perpres No. 58/2017 tentang Proyek Infrastruktur Strategis Nasional (Perpres No. 58, 2017). Dalam implementasinya, diatur dalam Perpres No. 35/2018, tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Dalam peraturan ini, percepatan pembangunan PLTSa diterapkan pada 12 lokasi, yaitu Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Tangerang

(2)

66

Selatan, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya, Kota Denpasar, Kota Palembang dan Kota Manado (Perpres No. 35, 2018).

Untuk dapat mempersiapkan implementasi teknologi PLTSa skala besar, untuk mempelajari cara pengoperasiannya secara teknis dan berbagai aspek seperti lainnya seperti antara lain penyiapan operator yang handal, perhitungan tipping fee yang tepat, serta untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang PLTSa ramah lingkungan, BPPT saat ini sedang membangun Pilot Project PLTSa ramah lingkungan di lokasi TPST Bantargebang, yang bekerjasama dengan Pemprov DKI Jakarta, dengan kapasitas minimal 50 ton sampah per hari (PTL-BPPT, 2018). Saat in, jumlah sampah dari DKI Jakarta yang masuk ke TPST Bantargebang sekitar 7.000 Ton per hari (Carina, 2018)

Pembangunan pilot project tersebut akan bermanfaat secara nasional, maupun bagi Pemprov DKI Jakarta, dan bagi BPPT sendiri. Secara nasional, pilot project ini dapat digunakan sebagai percontohan akan teknologi pengolahan sampah yang ramah lingkungan serta dapat menyelesaikan permasalahan sampah secara tuntas.

Bagi Pemprov DKI Jakarta, pilot project ini dapat menjadi unit pengolahan sampah alternatif yang dapat diintegrasikan ke dalam sistem pengelolaan sampah terpadu DKI, diperolehnya kesempatan pembelajaran dalam pengolahan sampah dengan sistim termal sebelum menerapkan sistem pengolahan sejenis dalam skala besar di masa mendatang, dan menjadi sentra percontohan pengolahan sampah kota. Bagi BPPT, pilot project ini dapat menjadi sarana kegiatan pengkajian dan penerapan teknologi persampahan yang ramah lingkungan serta dapat menyelesaikan permasalahan sampah secara tuntas, sehingga dapat memberikan masukan kepada pemerintah baik dalam hal teknologi dan kebijakan (PTL-BPPT, 2018)

PLTSa yang menggunakan teknologi termal mampu memusnahkan sampah dalam waktu yang cepat dan signifikan dan ramah lingkungan. Sebenarnya, teknologi termal terdiri dari tiga jenis teknologi, yaitu teknologi insinerasi, teknologi gasifikasi, dan teknologi pirolisis (KESDM, 2015; Puna, 2010; Moustakas, 2010). PLTSa sebagai teknologi termal yang dipilih, termasuk kedalam teknologi insinerasi. Teknologi ini dipilih karena merupakan teknologi yang sudah proven, banyak dipakai untuk kegiatan Waste to Energy (WtE) di dunia, ramah lingkungan, ekonomis, cocok untuk jenis dan kondisi sampah di Indonesia, dan potensi TKDN nya tinggi (PTL- BPPT, 2017). PLTSa ini akan menggunakan tungku dengan jenis reciprocating grate, karena jenis ini sangat popular digunakan secara global sebagai jenis grate yang paling ekonomis digunakan untuk sampah campuran seperti sampah di Indonesia (PTL-BPPT, 2018).

Teknologi PLTSa yang dikembangkan oleh BPPT akan menggunakan sampah Bantargebang, dimana desain teknologinya dirancang menggunakan basis nilai kalori sampah (LHV) sebesar 1500 kkal/kg dengan kapasitas minimal 50 ton sampah/hari yang akan mampu menghasilkan listrik minimal 400 KW sebagai hasil samping. Listrik yang dihasilkan akan digunakan untuk operasional internal peralatan proses didalam unit PLTSa. Unit Pilot Project PLTSa ini merupakan unit yang ramah lingkungan, karena dilengkapi dengan unit pengelolaan pencemaran udara, yang terdiri dari unit quenching yang digunakan untuk mencegah terbentuknya kembali dioksin dan furan, unit scrubbing untuk menyerap bahan berbahya yang tekandung didalam gas buang dan unit bag filter untuk menangkap debu sebelum dibuang melalui cerobong asap. Unit ini juga dilengkapi dengan unit pengolahan air limbah untuk mengolah air lindi yang keluar dari bunker sampah, limbah domestik dan limbah cair lainnya yang keluar dari unit ini, sehingga air yang dibuang keluar dari unit ini sudah memenuhi baku mutu yang ditentukan. Kelengkapan unit PLTSa dengan unit pengolahan pencemaran udara dan limbah cair ini akan menepis kekhawatiran pihak pihak tertentu terhadap masalah emisi gas yang berbahaya seperti dioxin dan furan, bau yang timbul serta air limbah yang dikeluarkan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari kegiatan ini adalah membangun pilot project pengolahan sampah dengan proses termal (PLTSa) yang dapat mengolah sampah secara cepat, signifikan dan ramah lingkungan, dengan kapasitas minimal 50 ton/hari. Pilot project ini diharapkan dapat menjadi percontohan bagi pemerintah daerah yang ingin membangun PLTSa.

Sasaran kegiatan ini adalah diperolehnya Pilot Project PLTSa sebagai percontohan pengelolaan sampah berbasis termal yang mampu menyelesaikan masalah sampah secara cepat, signifikan dan ramah lingkungan dengan hasil samping listrik.

2. BAHAN DAN METODE 2.1 Tempat dan waktu kegiatan

Pembangunan pilot project PLTSa ini dilakukan di lokasi Unit Pengolahan Sampah Akhir (TPST) Bantargebang. Waktu kegiatan adalah bulan Januari sampai Desember 2018.

(3)

67

2.2 Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan adalah Sampah segar dari perumahan dan perkantoran dari wilayah DKI Jakarta yang dikirim ke lokasi TPST Bantargebang. Sebelumnya, dilakukan pemilahan sampah secara sederhana untuk memilah jenis sampah yang berukuran besar (seperti antara lain ban mobil bekas, lemari rusak, koper, pelepah pinang, kayu berukuran besar, dll), besi, aluminium, PVC, kaca, baterai, bekas semprotan obat nyamuk/ parfum, batu dan puing bekas bongkaran gedung/bangunan.

Karakteristik sampah yang digunakan, disampaikan dalam Tabel 1.

Peralatan utama dari Pilot Project PLTSa terdiri dari 4 (empat) peralatan yaitu bunker sampah yang terbuat dari concrete yang dilengkapi dengan platform dan crane; ruang bakar dengan tungku jenis reciprocating grate, boiler, superheater dan sistim turbin generator jenis total condensed untuk menghasilkan tenaga listrik (PTL- BPPT, 2017). Sampah yang sudah dipilah sederhana, dimasukkan kedalam bunker menggunakan truk sampah melalui platform. Unit PLTSa juga dilengkapi dengan unit Air Polution Control (APC) untuk membersihkan bahan berbahaya yang terbawa dalam gas buang, yang terdiri dari peralatan Quencher, Scrubber yang menggunakan semprotan bahan kapur//lime dan karbon aktif, serta bag filter, sehingga kandungan polutan di dalam gas dapat memenuhi persyaratan standar baku mutu sesuai dengan Permen LHK, sebelum gas dibuang ke lingkungan melalui cerobong asap. Rangkaian peralatan Pilot Project PLTSa yang dikembangkan, dapat dilihat pada Gambar 1.

Tabel 1. Karakteristik Sampah (PTL-BPPT, 2017) Analisis Sampah

C % 23,75

H % 3,39

O % 18,84

N % 0,64

S % 0,06

Cl % 0,32

Ash % 11,00

Moisture % 42,00

Total % 100,00

LHV kcal/kg 1500

2.3 Metode

Metode penulisan ini berdasarkan kajian literature dan hasil Front End Engineering Design (FEED) dan Detail Engineering Design (DED) yang dibuat untuk pembangunan Pilot Project PLTSa BPPT yang dibangun di lokasi TPST Bantargebang (PTL-BPPT, 2017).

Teknologi pengolahan sampah yang dipilih adalah teknologi termal jenis insinerasi, dengan alasan karena teknologi ini merupakan teknologi yang sudah proven digunakan di berbagai negara sejak lama dan dapat memusnahkan sampah yang tercampur (ESDM, 2015), sehingga perlu dimulai untuk dikembangkan di Indonesia, karena sesuai dengan kondisi sampah di Indonesia yang merupakan sampah campuran. Tungku yang digunakan merupakan jenis grate, karena jenis ini paling ekonomis, dan paling cocok digunakan untuk sampah campuran yang belum diolah, sehingga banyak digunakan secara global, dimana sekitar 74% dari total insinerator yang digunakan secara global, menggunakan tungku jenis ini (PTL-BPPT, 2018).

(4)

68

Gambar 1. Unit Pilot Project Pengolahan Sampah Proses Termal (PLTSa) (Ground breaking PLTSa, 2018)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pilot Project PLTSa ini terdiri dari 4 peralatan utama dan beberapa peralatan pendukung, yaitu sebagai berikut:

3.1 Penanganan Bahan Bakar Sampah

Tahap ini dilakukan didalam bunker sampah, terbuat dari concrete yang merupakan suatu ruangan untuk menyimpan sampah dengan desain tertutup dan kedap udara, supaya bau yang dihasilkan oleh sampah tidak keluar ke masyarakat sekitar Pilot Project PLTSa. Bunker dapat menampung sampah sebanyak 500 ton untuk penyimpanan sampah sebelum diumpankan kedalam insinerator selama 5 hari. Bunker dilengkapi dengan Grapple Crane yang diletakkan diatas bunker, yang digunakan untuk memasukkan sampah kedalam tungku pembakaran melalui hopper. Grapple crane juga juga berfungsi untuk mengangkut sampah dari satu sisi ke sisi lain di dalam bunker dengan tujuan memindahkan sampah berdasarkan hari sampah masuk ke dalam bunker (prinsip first in first out). Disamping itu juga digunakan untuk mengaduk-aduk sampah dengan tujuan supaya sampah lebih homogen dan kadar air lebih rendah. Sampah dengan kadar air lebih rendah akan mempunya kalori yang lebih tinggi sehingga lebih mudah diproses dan dibakar di dalam insinerator. Grapple crane juga dilengkapi dengan magnet pemisah yang digunakan untuk memisahkan logam yang masih tercampur didalam sampah.

Pada dasar bunker dilengkapi dengan saluran untuk mengalirkan air lindi yang ada didalam sampah kedalam tempat penampungan air lindi, yang selanjutnya dipompakan untuk diolah dalam alat pengolah air lindi.

3.2 Pembakaran/Insinerasi Sampah dan Boiler

Sampah dari bunker dimasukkan kedalam tungku bakar/ furnace (waste incinerator) mengunakan Grapple Crane melalui Hopper yang dilengkapi dengan Pusher untuk mendorong sampah kedalam ruang bakar. Di dalam ruang bakar terdapat reciprocating grate yang berfungsi sebagai lantai pembakatan bergerak, yang terdiri dari 3 zona, yaitu zona pengeringan, zona pembakaran, dan zona pasca pembakaran. Grate dipasang dengan kemiringan 14 derajad. Pergerakan dan kecepatan masing-masing zona dari Grate dirancang dengan kecepatan yang berbeda, sesuai dengan kebutuhan dan jenis sampah yang dibakar. Grate menggunakan bahan khusus yang tahan panas yang dapat tahan sampai suhu 1200oC.

Sampah yang masuk ke dalam insinerator akan membentuk lapisan (bed) di atas grate, dimana dihembuskan udara pembakaran primer melalui lubang-lubang kecil yang ada di bawah grate oleh primary air fan. Udara primer yang dihembuskan harus mencukupi untuk kebutuhan pendinginan grate dan proses pembakaran. Udara primer diambil dari bunker dengan tujuan untuk menjaga tekanan negatif di dalam bunker sekaligus menghilangkan bau yang ditimbulkan oleh sampah di dalam bunker. Sebelum masuk ke bawah grate, udara primer dipanaskan di dalam air pre-heater dengan bantuan steam bertekanan 10 bar. Penggunaan udara primer yang telah dipanaskan dapat membantu mempercepat pengeringan sampah di atas grate, terutama untuk sampah dengan tingkat kelembaban tinggi. Pada titik ini, sampah dibakar dalam keadaan sub-stoikiometri,

(5)

69

dimana oksigen yang disuplai sekitar 30% hingga 80% dari jumlah yang dibutuhkan untuk proses pembakaran sempurna. Gas yang dihasilkan dari pembakaran sampah menggunakan udara primer tersebut akan mengalir keatas didalam ruang pembakaran, dimana kemudian akan disemprotkan udara sekunder ke dalam ruang bakar melalui nozzle tekanan tinggi yang dipasang pada dinding ruang bakar. Penyemprotan udara sekunder dimaksudkan untuk menyempurnakan proses pembakaran. Penyemprotan dilakukan pada bagian dinding tungku bakar yang menyempit, supaya terjadi turbulensi sehingga proses pencampuran udara sekunder dan gas hasil pembakaran lebih sempurna. Sama dengan udara primer, udara sekunder yang digunakan merupakan udara yang diambil dari dalam bunker sampah dan telah dipanaskan di dalam air pre-heater dengan bantuan steam bertekanan 10 bar. Jumlah udara yang dihembuskan dibuat berlebih untuk menjamin kesempurnaan pembakaran.

Ruang bakar didesain untuk tahan pada suhu ideal pembakaran, yaitu sekitar 850oC dan dilengkapi dengan water wall. Selain itu, desain ruang bakar juga harus mengakomodasi waktu tinggal yang dibutuhkan oleh gas hasil pembakaran. Waktu tinggal gas hasil pembakaran didesain minimum selama 2 detik didalam ruang pembakaran. Pengaturan suhu dan waktu tinggal di dalam ruang bakar tersebut bertujuan agar seluruh senyawa organik berbahaya yang terdapat di dalam sampah maupun gas hasil pembakaran, seperti dioksin dan furan, dapat dimusnahkan.

Gas yang dihasilkan dari proses pembakaran sampah dengan panas sekitar 850oC, digunakan untuk memanaskan air didalam boiler membentuk uap air/ steam menjadi steam jenuh dan didalam superheater membentuk steam lewat jenuh (superheated steam) pada tekanan 40 Bar dan suhu sekitar 3900C. Boiler dilengkapi dengan Economizer yang merupakan tempat di mana gas hasil pembakaran yang masih panas yang keluar dari boiler dimanfaatkan untuk memanaskan air umpan boiler hingga mencapai suhu mendekati titik didih air umpan.

Gambar peralatan sistim insinerasi dan boiler serta superheater dari PLTSa yang dikembangkan, terlihat pada Gambar 2,

Gambar 2. Sistim Insinerasi dan Boiler PLTSa (PTL-BPPT, 2018)

Sistim produksi steam dilengkapi dengan sistim pengolahan air untuk melunakkan air umpan boiler, menggunakan sistim Sistem filtrasi Multi Grade Filter (MGF) dan Activated Carbon Filter (ACF), sistim Reverse Osmosis (RO), serta unit Mixed Bed. Sistim pelunakan air umpan boiler diperlukan supaya tidak mudah terjadi pengerakan didalam boiler dan pipa-pipanya.

3.3 Pembangkitan Listrik dalam Steam Turbin Generator (STG)

Uap yang keluar dari superheater dialirkan menuju turbin generator uap. Uap akan menggerakkan baling- baling turbin yang kemudian akan mengubah energi kinetik yang timbul oleh pergerakan turbin menjadi energi listrik. Turbin yang digunakan berjenis turbin multistage full-condensing, yang umumnya digunakan untuk pembangkit listrik skala besar. Pilot project PLTSa ini menggunakan jenis turbin ini, supaya dapat menjadi percontohan yang sama bagi PLTSa skala besar. Uap superheated yang masuk ke dalam turbin akan keluar dalam kondisi terkondensasi sebagian, pada umumnya 90% uap akan terkondensasi. Uap yang telah terkondensasi diumpankan kembali ke dalam boiler. Sebelum diumpankan kembali ke dalam boiler, air akan

(6)

70

dimasukkan ke dalam deaerator dengan tujuan menghilangkan oksigen dan gas-gas terlarut lainnya yang dapat menyebabkan korosi pada peralatan yang digunakan. Air umpan boiler yang berasal dari proses kondensasi steam di dalam turbin umumnya tidak bisa dikembalikan seluruhnya, sehingga ditambahkan make up umpan air lunak untuk memenuhi kapasitas yang ditentukan.

Gambar 3. Sistim Steam Turbin Generator (STG) (PTL-BPPT, 2018)

Unit PLTSa yang dibangun ini akan menggunakan STG dengan kapasitas 750 kW. Kapasitas ini akan dapat memenuhi kebutuhan internal proses PLTSa sekitar 600 kW. Untuk dapat memperoleh kapasitas sebesar ini, kapasitas insinerasi akan dilakukan pada kapasitas sekitar 80-90 Ton sampah per hari, yang menghasilkan steam sebanyak 8 ton per jam. Peralatan Sistim STG terlihat pada Gambar 3.

3.4 Pengendalian Pencemaran Udara

Gas buang yang keluar dari economizer akan masuk ke tahap terakhir sebelum dilepaskan ke atmosfer melalui cerobong asap, yaitu unit pengendalian gas buang. Sistim ini terdiri dari peralatan Quencher, Dry Scrubber dan Bag filter.

Quencher berfungsi untuk menurunkan suhu gas buang secara tiba-tiba dari dari suhu di atas 200oC hasil keluaran dari economizer menjadi minimal 180oC. Penurunan suhu tiba-tiba yang berfungsi untuk menekan laju pembentukan kembali dioksin dan furan setelah proses pembakaran. Penurunan suhu dijaga minimum hingga 180oC, untuk mencegah terjadinya korosi karena terlalu dekat dengan dew point gas sulfur. Cara kerja quencher adalah dengan mengkontakkan gas buang yang masuk melalui bagian atas quencher dengan partikel air yang disemprotkan menggunakan atomizer. Kontak antara gas buang dan air akan menurunkan suhu gas buang secara tiba-tiba, sedangkan partikel air yang berkontak dengan gas buang dengan suhu yang jauh lebih tinggi daripada titik didih air akan menguap dan ikut dalam aliran gas buang.

Gas buang yang keluar dari quencher dengan suhu sekitar 180oC dialirkan ke bag filter untuk proses lebih lanjut. Sebelum masuk ke bag filter, terlebih dahulu gas buang diinjeksi dengan karbon aktif dan slaked lime di dalam ducting. Injeksi tersebut berfungsi untuk mengurangi kadar gas asam, logam berat, serta komponen organik berbahaya. Proses injeksi kapur dan karbon aktif ini disebut sebagai proses Dry Scrubber, karena penyerapan bahan berbahaya dilakukan pada kondisi kering. Proses dry scrubber dipilih, supaya tidak terbentuk limbah cair dalam proses ini, yang akan memerlukan penanganan lebih lanjut. Proses dry scrubber ini merupakan proses yang lebih ramah lingkungan. Injeksi dilakukan pada pada ducting yang memiliki kondisi turbulensi yang cukup besar, supaya pencampuran gas buang dengan karbon aktif dan slaked lime sempurna.

Reaksi kimia pada proses gas buang dengan slaked lime dapat dijelaskan sebagai berikut:

2HCl + Ca(OH)2 → CaCl2 + 2H2O 2HF + Ca(OH)2 → CaF2 + 2H2O

Ca(OH)2 + SO2 + H2O → CaSO3. H2O + H2O

CaSO3. H2O + O2 + H2O → CaSO4.2H2O

Di dalam bag filter, proses utama yang terjadi adalah pemisahan gas buang dengan partikulat yang terikut, dan menambah kontak antara gas buang dengan karbon aktif dan slaked lime. Bag filter terdiri atas sejumlah kantong filter. Ketika gas buang mengalir melalui kantong filter, partikulat dengan ukuran yang lebih besar dari 1 µm akan tertahan pada filter, sedangkan gas buang yang telah bersih dari partikulat akan mengalir terus dan keluar melalui bagian atas filter. Partikel yang menempel pada kantong filter dibersihkan secara berkala menggunakan udara bertekanan yang ditiupkan (pulse jet) dengan arah yang berlawanan, sehingga partikel abu jatuh ke tempat pengumpulan.

(7)

71

Keunggulan utama dari penggunaan bag filter adalah efisiensi pemisahan partikulat yang tinggi, dan performa yang baik untuk menghilangkan partikulat dengan ukuran lebih kecil dari 1 µm. Selain itu, bag filter juga memberikan permukaan yang luas untuk reaksi netralisasi gas asam jika dibutuhkan.

Gambar peralatan pengendali pencemaran udara, adalah sebagai berikut:

Gambar 4. Unit Peralatan Pengendali Pencemaran Udara (PTL-BPPT, 2018) 3.5 Peralatan Pendukung

Pengolahan Air Limbah

Air limbah yang keluar dari unit Pilot Project PLTSa terdiri atas air lindi, air limbah blowdown dan air limbah domestik. Air limbah domestik berasal dari perkantoran, air sisa cucian peralatan, grey water dan black water. Pengolahan limbah air lindi dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), akan dilakukan terpisah dari air limbah lainnya karena jenis limbah air lindi mempunya standar baku mutu keluar ke lingkungan yang berbeda dengan Janis air limbah lainnya (KLHK, 2016)

Pengelolaan Abu

Proses operasi PLTSa juga akan menghasilkan limbah padat berupa abu yaitu bottom ash dan fly ash.

Bottom ash merupakan limbah padat yang keluar dari sistim pembakaran dan keluar dari bagian bawah tungku pembakaran. Sedangkan fly ash keluar dari bagian bawah beberapa peralatan seperti boiler, superheater, economizer, quencher dan bag filter.

Bottom ash dan fly ash akan dikelola sesuai persyaratan yang ditentukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Sistim Instrumentasi dan Kontrol

Unit PLTSa juga akan dilengkapi dengan sistim instrumentasi dan control menggunakan otomatisasi Process Control System (PCS) atau Distributed Control System (DCS). Seluruh aliran proses pada Pilot Project PLTSa ini dimonitor secara otomatis langsung dari control room dan juga dimonitor secara manual dari lapangan. Penggunaan otomatisasi instrumentasi akan mempermudah teknis pelaksanaan operasi proses unit PLTSa ini danmenjamin kinerja yang lebih terkontrol dengan baik.

4. KESIMPULAN

1. Pilot Procet PLTSa menggunakan teknologi termal jenis incinerator yang merupakan unit percontohan dari alternative penanganan sampah secara cepat, signifikan dan ramah lingkungan.

2. Teknologi yang digunakan merupakan teknologi yang sudah proven digunakan secara global yang cocok digunakan untuk jenis sampah campuran yang belum diolah seperti sampah Indonesia

3. Implementasi pengoperasian unit PLTSa ini akan menggunakan kapasitas pembakaran sampah antara 80-90 Ton perhari untuk dapat menghasilkan listrik yang dapat mencukupi kebutuhan internal proses PLTSa

(8)

72

4. Steam yang dihasilkan sebanyak 8 Ton per jam pada suhu sekitar 390C dan tekanan 40 bar.

5. Pilot project PLTSa ini merupakan unit yang ramah lingkungan, karena dilengkapi dengan peralatan Pengendali pencemaran udara dan pengolahan air limbah.

DAFTAR PUSTAKA

Carina, J. Kondisi Sudah Kritis, TPST Bantargebang Umurnya Tinggal 3 Tahun Lagi, Kompas.com, https://

megapolitan.kom

pas.com/read/2018/10/29/08023681/kondisi-sudah-kritis-tpst-bantargebang-umurnya-tinggal-3-tahun-lagi.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). 2012. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2016. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. 59 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Lindi Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2016. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. 70 tahun 2016 tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Sampah Secara Termal

Kementerian Sumberdaya Energi dan Mineral (KESDM), dilakukan oleh EU TCP (2015). Buku Panduan Sampah Menjadi Energi, Jakarta

Moustakas, K., Loizidou, M. 2010. Solid Waste Management through the Application of Thermal Methods.

National Technical University of Athens, School of Chemical Engineering, Unit of Environmental Science

& Technology, Athens Greece ISBN 978-953-7619-84-8 InTech Publisher.

Pemerintah Republik Indonesia. 2008. Undang-undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

Pemerintah Republik Indonesia. 2017. Perpres No. 58/2017 tentang Proyek Infrastruktur Strategis Nasional Pemerintah Republik Indonesia. 2018. Perpres No. 35/2018, tentang Percepatan Pembangunan Instalasi

Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.

Puna, J.F., Santos, M.T. 2010. Thermal Conversion Technologies for Solid Wastes: A New Way to Produce Sustainable Energy, High Institute of Engineering of Lisbon, Chemical Engineering Department Portugal, Research Gate Publisher.

Pusat Teknologi Lingkungan (PTL)-BPPT. 2017. Laporan Akhir Penyusunan Dolumen Studi Desain Pilot Project PLT Sampah, Buku 1, 2 dan 3.

Pusat Teknologi Lingkungan (PTL)-BPPT. 2018. Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) Pilot Project Pengolahan Sampah Proses Termal (PLTSa) di Bantargebang.

Pusat Teknologi Lingkungan (PTL)-BPPT. 2018. Pilot Project Pengolahan Sampah Proses Termal (PLTSa) di Bantargebang, Bahan Presentasi.

Referensi

Dokumen terkait

Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dapat melaporkan informasi temuan ekstrakardiak sesuai kemampuannya, namun apabila ada temuan abnormal, untuk

Murid telah melalui proses pdp standard pembelajaran sebelum berlakunya pentaksiran Penilaian pdp boleh juga berlakunya pentaksiran jika dirancang dengan baik Pentaksiran

- Zona pemandu transisi (Tapur) : di zona ini pengemudi / pengendara di arahkan keluar dari lintasan perjalanan normal. Zona ini digunakan untuk memandu pengemudi /

5FMBIEJMBLVLBOQFOFMJUJBOUFOUBOHQFOHHVOBBO NFEJB QFSNBJOBO NPOPQPMJ NFMBMVJ QFNCFMBKBSBO LPPQFSBUJG QBEB NBIBTJTXB GJTJLB 'BLVMUBT 5BSCJZBI EFOHBO LPOTFQ UBUB TVSZB 1FOFMJUJBO

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripitif, dimana penelitian yang dilakukan terhadap variabel yang data-datanya sudah ada tanpa

Masalah, solusi, metode dan desain penelitian, variable dan instrument yang digunakan, tehnik dan pengolahan data, serta kesimpulan yang disajikan sesuai dengan journal utama

UUHT, PP Pendaftaran Tanah, dan PP Peraturan Jabatan PPAT mengatur bahwa PPAT wajib untuk mendaftarkan hak tanggungan dengan cara menyampaikan asli lembar kedua

Penggunaan urea-seng, urea-zeolit, dan urea-seng- zeolit dalam ransum berbasis jerami padi sebagai sumber urea lepas-lamban dapat menekan rataan kadar NH3 sampai periode inkubasi