• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF ini Analisis Keselamatn Jalan Di Jembatan Kelok 9 Di Tinjau dari Standar Keselamatan Jalan | Novyandi | 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PDF ini Analisis Keselamatn Jalan Di Jembatan Kelok 9 Di Tinjau dari Standar Keselamatan Jalan | Novyandi | 1 PB"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Keselamatn Jalan Di Jembatan Kelok 9 Di Tinjau dari Standar Keselamatan Jalan

Erry Novyandi1, Alizar Hasan2, Wardi2 1

Program Studi Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta E-mail : erry_novyandi@yahoo.co.id

ABSTRAK

Jembatan kelok 9 merupakan maha karya anak bangsa sewaku mulai perencanaan belum ada aturan atau standar yang mengatur keselamatan jalan. Perencanaan awal hanya kmengkaji bangunan struktur jembatan dan perencanaan alinyemen horizontal dan vertikal. Untuk itu setelah jembatan kelok 9 beroperasional perlu diteliti mengenai keselamatan jalan

Tujuan penelitian untuk mengetahui kondisi jalan jembatan kelok 9, apakah sudah laik. Mengetahui segala objek yang ada dijalan raya yang dapat mengurangi tingkat keselamatan kendaraan pada jembatan kelok 9 dan untuk mengetahui dan menentukan cara yang tepat dalam menanggulangi dan meminimalkan dampak kecelakaan. Berdasarkan hasil penelitian jalan jembatan kelok 9 laik bersyarat, agar jalan jembatan kelok 9 laik perlu ditambah bangunan pelengkap jalan dan memindahkan / merobah sebagian yang sudah terpasang karena penempatannya tidak tepat dan segera mengatur pengunjung dan kendaraan yang parkir dijembatan kelok 9 dengan membuat Rest Area sebelum dan sesudah jembatan kelok 9 untuk itu perlu kajian khusus daya tampung pengunjung dan kendaraan yang parkir.

Kata Kunci: Botle Net, Keselamatan Jalan, Jalan Jembatan Kelok 9, Bangunan Pelengkap Jalan,

ABSTRACT

Winding bridge 9 is masterpiece of nation, when start planning no rules or standard to arrange the safety of the road. First planning only assess building the bridge structure and planning of horizontal and vertical alignments . After that winding bridge 9 operational need to be investigated regarding road safety.

The purpose of the study to determine the condition of the road winding bridge 9, it is feasible . Knowing all the objects that there are on the highway that can reduce the level of safety of vehicles on the winding bridege 9 and to identify and determine the appropriate way to mitigate and minimize the impact of accidents . Based on the research results winding bridge 9 feasible with conditional, so winding bridge 9 need additional complementary building roads and moved / changed part have been installed because of placement is not correct and soon to arrange the visitors and vehicles parked on winding bridge 9 make Rest Area before and after winding bridge 9 it is necessary to study the capacity of special visitors and vehicles are parked

(2)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia keselamatan jalan telah diatur dalam Peraturan Perundang-undangan Tentang Jalan seperti Undang-undang No. 38 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006, Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan serta RUNK (Rencana Umum Nasional Keselamatan / Jalan pada tanggal 20 Juni 2011 ini diluncurkan). Direktorat Jendral Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum sebagai instansi yang memiliki tugas mengelola Jalan Nasional di Indonesia telah melaksanakan berbagai upaya dalam peningkatan keselamatan jalan. Dalam Renstra Bina Marga 2010 – 2014 dalam mengkoordinir program peningkatan keselamatan jalan dengan terbitnya buku panduan teknis – serial rekayasa keselamatan jalan.

Pembangunan insfrastruktur jalan mampu mendukung perkembangan perekonomian suatu Negara. Perpindahan orang atau barang akan menjadi mudah dan cepat dengan adanya jalan-jalan penghubung antar daerah serta manfaat yang dapat dirasakan berupa biaya perjalanan yang lebih murah. Namun selain besarnya manfaat yang diperoleh, terdapat beberapa permasalahan akibat tersedianya insfrastruktur jalan, terjadinya berupa kecelakaan lalu lintas.

Jalan Jembatan Kelok 9 merupakan maha karya anak bangsa yang artinya direncanakan, dilaksanakan dan dibiayai dari dana sendiri (APBN) bukan pinjaman luar negeri yang terletak pada ruas jalan Bukittinggi – Pekanbaru, merupakan bagian jalan penghubung lintas tengah Sumatera denga pantai timur sumatera (Padang Dumai). Kelok 9 tidak dapat dilalui oleh kendaraan berat truk gandeng maupun trailer karena radiun tikungan < 40 m dan lebar perkerasan hanya 5 m. Perlebaran tidak dapat dilakukan karena kondisi topografi yang terbatas. Kondisi Kelok 9 eksisting tersebut, juga menimbulkan kejadian tabrakan.

Panjang keseluruhan dari pembangunan jalan kelok 9 ini adalah 2537 meter yang terdiri dari panjang jembatan 964 m dan panjang jalan penghubung 1573 m. pembanguna Kelok 9 ini terletak pada Km 145 sampai Km 147 pada ruas jalan nasional Padang – Pekanbaru.

Setelah operasional jembatan kelok 9 mengemuka beberapa isu yaitu:

1. Jembatan kelok 9 dibuat untuk mengatasi Botle Net jalan kelok 9 yang lama tetapi setelah operasional banyak pengguna jalan yang berhenti dijalan di jembatan kelok 9, sehingga akan menimbulkan kemacetan dan akan membuat Botle Net baru.

2. Dari pantauan masih kurangnya bangunan pelengkap jalan dan yang sudah terpasang sebagai lokasi yang tidak tepat dan tidak memenuhi syarat.

3. Dari data kecelakaan di Indonesia, bahwa tabrakan keluar jalan adalah jenis tabrakan yang tinggi di Indonesia (Data Ditlantas 2009) sebagai berikut:

1. Terguling (35%) 2. Depan Belakang (19%) 3. Samping-samping (15%) 4. Kecelakaan Beruntun (3%) 5. Depan-depan (20%) 6. Pejalan kaki (8%)

Tabrakan depan belakang adalah Kendaraan belakang yang menabrak kendaraan depan, sedangkan samping-samping adalah kendaraan dalam posisi sejajar yang bersenggolan dan depan-depan adalah kendaraan yang saling bertabrakan dari arah berlawanan.

Dengan keadaan medan di jembatan kelok 9 yang didaerah pegunungan dan banyak jurang sehingga membahayakan, jika kendaraan sampai keluar jalan dengan kecelakaan sebanyak 2036 kejadian dengan jumlah korban meninggal dunia sebanyak 1500 orang, luka berat sebanyak 1341 orang, luka ringan sebanyak 1562 orang dan kerugian material sebanyak Rp. 9,6 Milliar (Data Mabes Polri 2009)

Lebar jalan di jembatan (6 jembatan) adalah lebar jalur lalu lintas 12 m ditambah dengan 2 x 1 m lebar bahu jalan. Sedangkan lebar jalan di jalan penghubung adalah lebar jalur lintas 9 m ditambah dengan 2 x 1 m lebar bahu jalan (disegmen Sta 4 + 875 – Sta 5 + 175 lebar sama dengan di jembatan) lalu lintas harian rata-rata 23.012 kend/hari (eksisting) dengan proporsi kendaraan berat 9,7% (informasi diperoleh dari P2JN Sumbar).

Berdasarkan pengamatan, kecepatan operasional pada 9 eksisting bervariasi dari 15 km/j untuk kendaraan berat dan bus sampai 40 km/j untuk kendaraan roda empat kecil. Apabila Jembatan Kelok 9 yang baru dibuka dengan alinyemen yang lebih baik (walaupun masih ada tikungan dengan kecepatan rencana 40 km/j dan lebar perkerasan yang mencukupi berkisar 11-14 m termasuk bahu jalan, diperkirakan kecepatan operasional akan meningkat sampai 60 – 80 km/j, khususnya kendaraan kecil. Namun dibeberapa segmen dengan kemiringan 5- 7 % dan panjang kurang lebih 300 m, misalnya pada sta 4 + 875 sampai Sta 5 + 175.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Dari latar belakang diatas maka dapat dimunculkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah Jalan Jembatan Kelok 9 sudah sesuai dengan standar keselamatan jalan

2. Objek apa saja yang dapat mengurangi tingkat keselamatan kendaraan pada kelok 9.

(3)

1.3 Tujuan Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk menemukan kelemahan keselamatan (safety, deficiencies) pada ruas jalan yang ditinjau sesuai dengan pertanyaan penelitian yang telah dipaparkan tersebut maka :

a. Untuk mengetahui kondisi jalan jembatan kelok 9. Apakah sudah laik fungsi (berkeselamatan).

b. Untuk mengetahui segala macam objek yang ada dijalan raya yang dapat mengurangi tingkat keselamatan kendaraan pada kelok 9. c. Untuk mengetahui dan menentukan cara yang

tepat dalam menanggulangi dan meminimalkan dampak kecelakaan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan

Keselamatan berasal dari kata selamat, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Purwadarminta, (1976) Selamat adalah terhindar dari bencana, aman, sentosa, sejahtera, tidak kurang suatu apapun, tidak mendapat gangguan, kerusakan, beruntung, tercapai maksudnya, tidak gagal.

Keselamatan berlaku pada semua bidang seperti: keselamatan pada pekerja, keselamatan pada gedung, keselamatan pada transportasi, keselamatan jalan raya, dan lain – lain. Hal ini dikarenakan keselamatan merupakan hak asasi setiap manusia, sehingga siapapun berhak atas hal tersebut, termasuk pada keselamatan jalan raya.

2.2 Keselamatan Jalan Raya

Keselamatan jalan raya adalah suatu upaya mengurangi kecelakaan jalan raya dengan memperhatikan faktor - faktor penyebab kecelakaan, seperti prasarana, faktor sekeliling,sarana, manusia dan rambu atau peraturan.

Dalam undang – undang lalu lintas yatu UU No. 14 tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan pasal 22 ayat 1 menyatakan bahwa keselamatan, kelancaran dan ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan ditetepkan ketentuan mengenai rekayasa dan manajemen lalu lintas. Definisi manajemen lalu lintas menurut UU No. 14 tahun 1992 adalah suatu kegiatan yang meliputi perencanaan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian lalu lintas yang bertujuan untuk keselamatan, keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.

2.3 Rekayasa Keselamatan Jalan

Tujuan rekayasa keselamatan jalan adalah untuk mewujudkan masyarakat jalan yang lebih berkeselamatan bagi pengguna jalan melalui program rencana umum nasional keselamatan jalan,

himbauan rekayasa keselamatan jalan baru berlaku 24 April 2012, sedangkan perencanaan kelok 9 dimulai tahun 2001, oleh karena itu perlu diciptakan keselamatan dilokasi pekerjaan, keselamatan dikelompokkan sebagai berikut: 1. Manajemen keselamatan jalan

2. Jalan yang berkeselamatan 3. Kendaraan yang berkeselamatan 4. Pemakaian jalan yang berkeselamatan 5. Tanggap darurat pasca tabrakan.

Dalam kajian keselamatan jalan kelok 9 ini, difokuskan pada kelpmpok 2 yaitu: Jalan yang kerkeselamatan.

2.3.1. Keselamatan di persimpangan Persimpangan menurut panduan teknis rekayasa keselamatan jalan “untuk mewujudkan jalan yang lebih berkeselamatan” yang di definisikan sebagai pertemuan dua jalan atau lebih yang bersilangan secara sebidang. Persimpangan secara khusus merupakan lokasi berisiko tinggi, karena pengguna jalan yang berbeda (truk, bus, mobil, pejalan kaki dan pengendara sepeda motor) menggunakan ruang yang sama dan tabrakan hanya dapat dihindari jika mereka menggunakannya pada waktu yang berbeda, pengalaman di banyak Negara menunjukkan bahwa peningkatan keselamtan di persimpangan dapat mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas secara signifikan. Supaya meningkatkan keselamatan di persimpangan harus selalu di perhatikan (serial rekayasa keselamatan jalan panduan teknis, rekayasa keselamatan jalan).

2.3.2. Manajemen Hazard Sisi Jalan Menurut panduan teknis 2 manajemen hazard sisi jalan. Tujuan dari manajemen hazard sisi jalan adalah untuk mengendalikan tingkat resiko jalan tertentu demi keselamatan pengemudi dan penumpang pada kendaraan yang lepas kendali.

Kita tahu tahu kapan, dimana, dan mengapa kendaraan akan melaju keluar jalan. Beberapa kemungkinan penyebabnya antara lain: kesalahan manusia (kecelakaan, kecepatan berlebihan, kurang konsentrasi), cacat kendaraan (kerusakan atau kemudi, rem tidak bekerja, kelebihan muatan), gangguan lalu lintas (interaksi dengan kendaraan lain, binatang, pejalan kaki), kondisi jalan buruk, delinator dan rambu pengatur yang tidak memadai atau cuaca buruk.

(4)

alternative yang tebal berkeselamatan. Program manajemen hazard sisi jalan dapat dilaksanakan untuk mengurangi frekuensi dan keparahan jenis kecelakaan keluar jalan (Run Off). Program ini tidak terbukti berhasil di berbagai Negara.

2.3.3. Apa itu Hazard Sisi Jalan

Hazard sisi jalan adalah jalur atau objek disamping jalan yang mungkin mempengaruhi keselamatan di area sisi jalan. Hazard sisi jalan didefinisikan sebagai objek tetap apapun yang berukuran 100 mm atau lebih.

Hazard sisi jalan meliputi pula jalur lain (seperti bebatuan atau kemiringan curam) yang dapat berkontribusi terhadap keparahan tabrakan sehingga menyebabkan cedera parah bagi kendaraan yang keluar jalan, area sisi forgiving road meninimalkan hazard sisi jalan, mengurangi, potensi tabrakan berat yang mengakibatkan cidera pada pengendara.

2.3.4. Konsep Area Bebas

Area bebas adalah area sisi jalan yang dapat dikendarai dan dijaga bersih dari objek hazard dalam rangka meminimalkan resiko tabrakan saat kendaraan keluar dari jalan.

Menyediakan “area bebas“ dapat meningkatkan keselamatan sisi jalan, sehingga pengendara dapat kembali ke lajurnya atau berhenti.

2.3.5. Pagar Keselamatan

Pagar keselamatan hanya digunakan untuk melindungi hazard yang lebih berbahaya dari pada pagar keselamatan tersebut, jika tidak pagar keselamatan tersebut bias menjadi hazard.

Pagar keselamatan harus memenuhi keselamatan standar yang berlaku, agar berfungsi dengan maksimal. Pagar keselamatan harus mampu mengarahkan kendaraan yang lepas kendali dan menyerap gaya akibat tabrakan sehingga mengurangi keparahan tabrakan dan menimalkan cedera penumpang kendaraan. Ada tiga tipe pagar keselamatan : -Fleksibel – Semikaku - Kaku

Performa pagar keselamatan bergantung pada sejumlah faktor desain dan pemasangan. Faktor ini mempengaruhi dinamika tabrakan dan perilaku pengemudi saat berkendara didekat pagar. Aspek – aspek berikut perlu dipertimbangkan dengan cermat pada setiap pagar keselamatan: - Tipe pagar - Letak terhadap kurb - Jarak dari

hazard yang ditutupinya - Panjangnya – Tingginya - Jarak dari jalan

2.4. Keselamatan dilokasi Pekerjaan Jalan Berbagai penelitian diluar negeri menunjukkan bahwa resiko tabrakan dengan korban luka berat atau jalur di suatu bagian jalan tiga kali lebih tinggi saat pekerjaan jalan. Keselamatan pekerja yang membangun jalan juga penting, pekerja harus dilindingi saat melakukan tugas sehari-hari.

Keselamatan jalan adalah ketentuan tentang rambu, pagar keselamatan dan perangkat keselamatan lainnya untuk memastikan resiko pengguna jalan dan pekerja pada lokasi pekerjaan jalan, sekecil dan sepraktis mungkin.

Lima tahap menajemen lokasi pekerjaan jika : a. Tahap perencanaan

b. Tahap desain c. Tahap pelaksanaan

d. Tahap operasi dan pemeliharaan e. Tahap penutupan

Dalam penelitian mengenai “Analisis Keselamatan Jembatan Kelok 9 ini” penulis hanya meneliti pada tahap operasi dan pemeliharaan karena kelok 9 telah dilaksanakan konstruksinya.

2.4.1. Konsep Zona

Konsep Zona adalah suatu metode pembagian lokasi pekerjaan menjadi lima area terpisah berdasarkan fungsi yaitu : - Zona peringatan dasar adalah segmen

jalan dimana pengguna jalan diinformasikan tentang akan adanya pekerjaan jalan dan apa yang harus dilakukan. Zona ini memperingatkan pengemudi / pengendara akan zona kerja. - Zona pemandu transisi (Tapur) : di zona ini pengemudi / pengendara di arahkan keluar dari lintasan perjalanan normal. Zona ini digunakan untuk memandu pengemudi / pengendara masuk kelintasan yang benar dan pada kecepatan yang tepat.

- Zona kerja: tempat pekerja dilaksanakan secara fisik dan dimana terdapat pekerja, peralatan, peralatan, perlengkapan dan material.

(5)

- Zona terminasi: zona dimana lalu lintas kembali normal setelah melalui lokasi pekerjaan. Zona ini digunakan untuk mengingatkan pengemudi / pengendara akan dilalui lokasi pekerjaan dan apa yang perlu dilakukan setelah keluar dari lokasi pekerjaan.

Perangkat pengaturan lalu lintas untuk lokasi pekerjaan. Salah satu tugas terpenting ahli teknik adalah memberikan pengguna jalan informasi dan membimbing dengan jelas jauh sebelum mencapai lokasi pekerjaan. Perangkat rambu dan perangkat untuk pekerjaan jalan memberikan peringatan.

2.5. Tip Keselamatan bagi Ahli Rekayasa Keselamatan untuk Rambu dan Marka Jalan Menurut serial keselamatan panduan teknis rekayasa keselamatan jalan “mewujudkan jalan yang lebih berkeselamatan” rambu dan marka jalan harus mencolok, harus mudah dibaca, harus mudah dipahami, harus terbaca, harus konsisten, harus benar, harus ada marka garis dan panah lajur.

2.6. Penelitian Sebelumnya

Salah satu penelitian sebelumnya adalah: Silvanus nohan Rudrokasworo, Tri Tjahjono, Agus Taufik Mulyono dengan judul “Upaya penurunan tingkat fatalitas titik rawan kecelakaan di Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta”. Menyimpulkan bahwa Penanganan defisiensi infrastruktur jalan di lokasi rawan kecelakaan diprioritaskan pada:

1) Penanganan kecepatan lalu lintas (termasuk perbaikan geometrik jalan). 2) Harmonisasi rambu dan marka.

3) Penyediaan fasilitas bangunan pelengkap jalan.

3. METODE PENELITIAN

3.1 Pendahuluan

Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif, dimana penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dalam setting tertentu yang ada dalam kehidupan riil (alamiah) dengan maksud investigasi dan memahami fenomena: apa yang terjadi, mengapa terjadi dan bagaimana terjadinya (Finally, 2006). Metode yang menjelaskan bahwa penelitian ditinjau dari hadirnya variabel saat terjadinya, serta menjelaskan variabel masa lalu dan sekarang disebut metode diskriptif. Sesuai dengan asal kata deskriptif yaitu dari “to describe” yang artinya menggambarkan atau membeberkan sehingga metode ini tepat digunakan untuk meneliti status sekelompok manusia, perusahaan sebagai obyek penelitian,

yang bertujuan membuat deskriptif gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Riduwan, 2004).

Berdasarkan pengertian tersebut diatas, penelitian yang dilakukan adalah apakah Jembatan Kelok 9 berkeselamatan dan langkah-langkah apa yang perlu diambil untuk menjadikan Jembatan Kelok 9 yang berkeselamatan dengan berpedoman kepada standar jalan yang berkeselamatan (studi literatur), kemudian diminta pendapat para ahli dibidang keselamatan jalan yang dilakukan dengan wawancara, kemudian dibandingkan dengan existing yang ada, yang didapat dari data-data dan pengamatan secara langsung.

Jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian ini merupakan penelitian yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar peneliti dalam menghubungkan fakta, data dan informasi hingga lahir suatu penelitian ini.

3.2 Pendekatan Penelitian

Menurut Sudjana 2004, penelitian metode kualitatif adalah penelitian dalam mencari jawaban yang benar terhadap suatu permasalahan.

Penelitian ini memerlukan pemahaman secara mendalam dan menyeluruh untuk menghasilkan penelitian dalam konteks waktu dan situasi tertentu, tidak mengutamakan kuantifikasi menggunakan pendekatan konstruktif, naturalistic, interpretative, pospositifistik dengan penghayatan terhadap interaksi antara konsep yang dikaji secara empiris.

3.3 Tempat Penelitian

Lokasi penelitian yaitu jalan dan jembatan kelok 9 Km 144 + 000 s/d Km 150 + 000 dikabupaten lima puluh kota, sedangkan narasumber yang diwawancarai berdomisili di Padang dan Jakarta.

3.4 Kerangka Penelitian

Setiap penelitian harus menyajikan data yang telah diperoleh baik yang diperoleh melalui observasi, wawancara, kuisioner maupun dokumentasi. Prinsip dasar penyajian data adalah komunikatif dan lengkap dalam arti data yang disajikan dapat menarik perhatian pihak lain untuk membacanya dan mudah memahami isinya.

3.4.1 Pengumpulan Data

(6)

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan, selalu ada hubungan antara metode pengumpulan data dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan. Banyak hasil penelitian tidak akurat dan permasalahan penelitian tidak terpecahkan karena metode pengumpulan data yang digunakan tidak sesuai dengan permasalahan penelitian.

A. PENDEKATAN KUALITATIF Penelitian Kualitatif memiliki beberapa ciri-ciri. Ciri-ciri tersebut dapat dikaitkan dengan peranan penelitian, hubungan yang dibangun, proses yang dilakukan, peran makna dan interpretasi serta hasil temuan

Dalam penelitian kualitatif sampel diambil secara purposive (purposive sampling) dengan maksud tidak harus mewakili seluruh Poyang didasarkan atas subjek yang memiliki pengetahuan yang cukup menguasai permasalahan, mampu menjelaskan keadaan sebenarnya tentang objek penelitian, memiliki data dan bersedia memberikan data (sinarmata, 2009). Dilakukan wawancara terhadap responden yang telah dipilih tersebut, kemudian dilakukan observasi. Apabila menggunakan teknik dokumentasi, sampel dapat berupa bahan-bahan dokumenter, prasasti, legenda dan sebagainya (Bungin, 2001:173).

Informan adalah orang yang berada pada lingkup penelitian artinya orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi luar penelitian. Jadi informan harus banyak pengalaman tentang penelitian dan secara sukarela memberikan pandangannya dari dalam tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat (Koentjaraningrat, 1997:152), dengan asumsi yang akan dijadikan sampel adalah dapat menjadi wakil keseluruhan sampel yang diharapkan.

B. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan / data untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden dengan menggunakan alat yang dinamakan panduan wawancara.

Pedoman wawancara yang banyak digunakan adalah bentuk “semi

structured”. Dalam hal ini mula-mula interview menanyakan serentetan pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu persatu diperdalam dalam mengorek keterangan lebih lanjut. Dengan demikian jawaban yang diperoleh bias meliputi semua variable, dengan keterangan yang lengkap dan mendalam.

C. Observasi Partisipatif (Participant Observation)

Observasi partisipatif (Participant Observation) dilakukan dengan cara mengamati secara langsung perilaku individu dan interaksi mereka dalam latar penelitian. Oleh karena itu, peneliti harus terlihat langsung dalam proses sehari-hari subjek yang dipelajari. Dengan ini peneliti dapat memperoleh data khusus diluar struktur dan prosedur formal program.

D. Telaah Catatan Program (Organisationnal Record)

Arsip dan catatan program merupakan bukti unik studi kasus yang tidak ditemui dalam wawancara dan observasi. Sumber ini merupakan sumber data yang dapat digunakan untuk mendukung data observasi dan wawancara. Selain itu telaah terhadap catatan program dapat memberikan data tentang konteks historis setting program

yang diteliti. Sumber datanya dapat berupa buku petunjuk teknis keuangan, surat menyurat dan dokumen lainnya yang relevan.

Untuk melakukan analisis, peneliti perlu menangkap, mencatat. Menginterpretasikan dan menyajikan informasi. Satu hal yang perlu diperhatikan oleh peneliti adalah dalam penelitian kualitatif, analisis data dapat dipisahkan dari collection. Oleh karena itu, ketika data mulai terkumpul dari interviews, observation dan archival sources, analisis data harus segera dilakukan untuk menentukan pengumpulan data berikutnya.

3.4.2 Prosedur Penelitian 3.4.2.1 Studi Literatur

(7)

referensi-referensi dari penelitian sebelumnya yang memiliki keterkaitan permasalahan atau kesamaan metode penyelesaian, sehingga tinjauan pustaka tersebut dapat digunakan sebagai pedoman penelitian ini.

3.4.2.2 Persiapan Wawancara Penelitian dengan pendekatan kualitatif dalam proses pengumpulan data mengandalkan wawancara dengan informan maka peranan informan sangatlah penting. Sebab data akan banyak digali dari orang-orang tertentu yang dinilai menguasai persoalan yang akan diteliti, mempunyai keahlian dan wawasan yang cukup luas. Wawancara (interview) dilakukan dengan cara menentukan tanya jawab langsung antara pewawancara dengan yang diwawancara tentang segala sesuatu yang diketahui oleh pewawancara. Agar hasil wawancara sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pewawancara.

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Untuk menjawab pertanyaan “Apakah jembatan kelok 9 sudah berkeselamatan dengan mengacu kepada aturan dan standar yang berlaku”. Untuk menjawab pertanyaan diatas telah dilakukan observasi dan perlu exsisting yang ada, apa-apa saja yang menyebabkan gangguan bagi pengguna jalan yang menyebabkan kecelakaan atau apa-apa yang perlu dipasang agar kecelakaan tidak terjadi.

4.1.3 Rangkuman pendapat narasumber

Untuk membandingkan kondisi existing yang ada dan dibandingkan berlandaskan teori, maka perlu dilakukan konfirmasi kepada narasumber melalui wawancara, narasumber berjumlah 8 orang. Dengan latar belakang para teknisi yang terlibat dalam perencana, pelaksana dan pemangku kebijakan, rata-rata mereka berpendapat:

1. Dari aspek teknis, yaitu: -. Geometrik jalan.

-. Struktur perkerasan jalan. -. Struktur bangunan jembatan.

Sudah memenuhi syarat, hanya pada struktur bangunan pelengkap

dan pemanfaatan bagian-bagian jalan yang perlu dibenahi.

2. Perencana kelok 9 dibuat tahun 2001, waktu itu belum ada peraturan diindonesia yang mengatur keselamatan jalan. Peraturan yang mengatur hal tersebut baru terbit setelah diluncurkan Rencana Umum Nasional Keselamatan Jalan pada Tanggal 20 Juni 2011.

3. Jembatan kelok 9 direncanakan untuk mengatasi Botle Net di jalan yang lama karena kendaraan berat dan trailer tidak bisa lewat karena tikungan yang lama radiusnya kecil sekali dan sempit. Untuk mengatasi hal tersebut dibuat jembatan kelok 9 tetapi setelah operasional jembatan kelok 9 bisa menimbulkan Botle Net baru karena para pengguna jalan banyak yang berhenti dan memarkir kendaraannya sehingga menimbulkan kemacetan dan membahayakan bagi pengguna jalan.

4. Untuk mengatasi poin 3 tersebut diatas. Responden berpendapat, perlu pengaturan pengguna jembatan kelok 9 dengan membuat Rest Area di dua tempat, yaitu sebelum dan sesudah kelok 9. Untuk itu responden berpendapat, perlu kajian khusus mengenai berapa daya tampung.

5. Untuk keselamatan pengguna jalan, perlu dibuat atau memindahkan bangunan pelengkap jalan lama yang posisinya tidak tepat sebagai berikut:

 Patok pengarah agar dipasang di seluruh ruas jalan Kelok 9 untuk meningkatkan delineasi.

 Delineator yang retro reflektif agar dipasang diseluruh patok pengarah dan pagar pengaman

keselamatan untuk

meningkatkan delineasi

 Delineator yang retro reflektif agar dipasang disemua jembatan pada ruas jalan Kelok 9 untuk meningkatkan delineasi.

 CAMs agar dipasang untuk seluruh tikungan dengan radius kurang dari 200m dan diletakkan pada tikungan luar.

(8)

ke tengah balok W-bean. Terminal yang berkeselamatan (BCTA dan BCTB) agar dipasang (lihat lampiran contoh standard drawing proyek EINRIP).

 Memperbaiki guard rail yang tumpang tindih overlapnya tidak benar.

 Memasang pagar pengaman /

keselamatan W-beam

(guardrail) berkinerja lebih tinggi untuk lokasi - lokasi pada tebing curam (Sta 3+600 – Sta 3+800), misalnya dengan jenis thrie beam.

 Rambu penanda bahaya atau marka agar dipasang pada semua lokasi yang berbahaya (roadside hazard), khususnya ditembok jembatan dan pagar pengaman / keselamatan yang tidak menerus, juga di penampang melintang jalan yang menyempit (akibat pilar jembatan) Menyediakan marka garis dan rambu yang retro reflektif untuk meningkatkan delineasi, khususnya untuk malam hari.

 Melakukan pengaturan lalu lintas yang baik, khususnya pada kedua persimpangan antara Kelok 9 yang baru dan yang eksisting.

 Memperbaiki marka garis agar memberikan delineasi yang lebih baik bagi kendaraan agar tetap dilajurnya.

 Melakukan manajemen lalu lintas, khususnya pengaturan disimpang - simpang dengan jalan eksisting yang sebelumnya perlu menetapkan dahulu bagaimana pergerakan lalu lintas pada simpang-simpang tersebut: apakah jalan eksisting akan tetap dioperasikan, apakah akan menjadi satu arah, apakah diperbolehkan maneuver dari dan ke jalan baru dan seterusnya.

 Menambah rambu - rambu penting (seperti rambu larangan stop, batas kecepatan 40km/jam, CAMs)

 Membersihkan jalur lalu lintas dari kotoran/material yang dapat membahayakan karena licin,

baik di waktu panas maupun waktu basah/licin.

 Pemerintah setempat agar melakukan sosialisasi public kepada masyarakat di sepanjang ruas jalan mengenai bagaimana menggunakan jalan secara berkeselamatan serta tidak melakukan kegiatan ekonomi / berdagang di seluruh lokasi Kelok 9. Sosialisasi diperlukan untuk mendapatkan dukungan dan kesadaran dari warga sekitar agar selalu menjaga dam memelihara jalan, rambu dan pagar keselamatan.

 Juga diusulkan memasang papan informasi tentang fungsi rumaja dan rumija beserta sanksinya jika dilanggar.

 Patok pengarah agar dipasang di seluruh ruas jalan pendekatnya untuk meningkatkan delineasi

 CAMs agar dipasang untuk seluruh tikungan dengan radius kurang dari 200m, minimal 3 buah di setiap lokasi.

 Penambahan reflector yang retro-reflektif pada guardrail untuk membantu delineasi pada malam hari.

 Bahu jalan diperkeras untuk membanti pejalan kaki dan pengendara sepeda motor.

 Tinggi pagar keselamatan (guard rail), agar dipasang 550mm, diukur dari permukaan bahu jalan sampai ke tengah balok W-beam. Terminal (BCTA dan BCTB) agar dipasang sesuai dengan persyaratan teknis (lihat lampiran contoh standard drawing proyek EINRIP).

 Gorong-gorong pada jalan pendekat agar diperpanjang apabila memungkinkan.

 Rambu penanda bahaya (rambu penanda lebar) agar dipasang / diperbaiki pada seluruh gorong-gorong dan jembatan.

 Menambah rambu-rambu yang lebih penting (seperti rambu tikungan ganda, batas kecepatan40km/jam, CAMs).

 Memasang dan memperbaiki marka garis perkerasan agar dapat meningkatkan delineasi.

(9)

kepada masyarakat di sepanjang ruas jalan mengenai bagaimana menggunakan jalan secara berkeselamatan. Sosialisasi diperlukan untuk mendapatkan dukungan dan kesadaran dari warga sekitar agar selalu menjaga dan memelihara jalan, rambu dan pagar keselamatan.

 Juga diusulkan memasang papan informasi tentang fungsi rumaja dan rumija beserta sanksinya jika dilanggar.

 Melakukan manajemen lalu lintas untuk menunjang operasi Kelok 9, khususnya dalam fasilitasi masyarakat untuk wisata alam disekitar Kelok 9 dengan rencana dibangunnya museum Kelok 9 dijalur Kelok 9 lama/eksisting.

4.2 Pembahasan

Dari pelaksanaan penelitian dengan mendapatkan data sekunder, observasi lapangan dan data primer dengan melakukan wawancara dengan para responden yang terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemangku kebijakan, agar jembatan kelok 9 berkeselamatan, maka disimpulkan sebagai berikut:

4.2.1 Pembahasan dalam rangka meningkatkan keselamatan pengguna jalan

Pada ruas proyek Pembangunan Jembatan Kelok 9:

1. Patok pengarah agar dipasang di seluruh ruas jalan Kelok 9 untuk meningkatkan delineasi.

2. Delineator yang retro reflektif agar dipasang diseluruh patok pengarah dan pagar pengaman keselamatan untuk meningkatkan delineasi. 3. Delineator yang retro reflektif agar

dipasang disemua jembatan pada ruas jalan Kelok 9 untuk meningkatkan delineasi.

4. CAMs agar dipasang untuk seluruh tikungan dengan radius kurang dari 200m dan diletakkan pada tikungan luar.

5. Pagar pengaman / keselamatan (guard rail), agar dipasang pada ketinggian 550mm, diukur dari permukaan bahu jalan sampai ke tengah balok W-bean. Terminal yang berkeselamatan (BCTA dan BCTB) agar dipasang (lihat lampiran contoh standard drawing proyek EINRIP).

6. Memperbaiki guard rail yang tumpang tindih overlapnya tidak benar.

7. Memasang pagar pengaman / keselamatan W-beam (guard rail) berkinerja lebih tinggi untuk lokasi - lokasi pada tebing curam (Sta 3+600 – Sta 3+800), misalnya dengan jenis thrie beam.

8. Rambu penanda bahaya atau marka agar dipasang pada semua lokasi yang berbahaya (roadside hazard), khususnya ditembok jembatan dan pagar pengaman / keselamatan yang tidak menerus, juga di penampang melintang jalan yang menyempit (akibat pilar jembatan)

9. Menyediakan marka garis dan rambu yang retro reflektif untuk meningkatkan delineasi, khususnya untuk malam hari.

10. Melakukan pengaturan lalu lintas yang baik, khususnya pada kedua persimpangan antara Kelok 9 yang baru dan yang eksisting.

11. Memperbaiki marka garis agar memberikan delineasi yang lebih baik bagi kendaraan agar tetap dilajurnya.

12. Melakukan manajemen lalu lintas, khususnya pengaturan disimpang-simpang dengan jalan eksisting yang sebelumnya perlu menetapkan dahulu bagaimana pergerakan lalu lintas pada simpang - simpang tersebut: apakah jalan eksisting akan tetap dioperasikan, apakah akan menjadi satu arah, apakah diperbolehkan maneuver dari dan ke jalan baru dan seterusnya. 13. Menambah rambu - rambu penting

(seperti rambu larangan stop, batas kecepatan 40km/jam, CAMs) 14. Membersihkan jalur lalu lintas dari

kotoran / material yang dapat membahayakan karena licin, baik di waktu panas maupun waktu basah/licin.

(10)

jalan, rambu dan pagar keselamatan.

16. Juga diusulkan memasang papan informasi tentang fungsi rumaja dan rumija beserta sanksinya jika dilanggar.

4.2.2 Pada ruas jalan pendekat 2 km sebelum dan 2 km sesudah Jembatan Kelok 9

1. Patok pengarah agar dipasang diseluruh ruas jalan pendekatnya untuk meningkatkan delineasi. 2. CAMs agar dipasang untuk seluruh

tikungan dengan radius kurang dari 200 m, minimal 3 buah disetiap lokasi.

3. Penambahan reflector yang retro-reflektif pada guardrail untuk membantu delineasi pada malam hari.

4. Bahu jalan diperkeras untuk membantu pejalan kaki dan pengendara sepeda motor.

5. Tinggi pagar keselamatan (guard rail) agar dipasang 550mm, diukur dari permukaan bahu jalan sampai ke tengah balok W-beam. Terminal (BCTA dan BCTB) agar dipasang sesuai dengan persyaratan teknis (lihat lampiran contoh standard drawing proyek EINRIP)

6. Gorong - gorong pada jalan pendekat agar diperpanjang apabila memungkinkan.

7. Rambu penanda bahaya (rambu penanda lebar) agar dipasang / diperbaiki pada seluruh gorong - gorong dan jembatan.

8. Menambah rambu - rambu yang lebih penting (seperti rambu tikungan ganda, batas kecepatan 40km/jam, CAMs).

9. Memasang dan memperbaiki marka garis perkerasan agar dapat meningkatkan delineasi.

10. Pemerintah setemoat agar melakukan sosialisasi public kepada masyarakat disepanjang ruas jalan mengenai bagaimana menggunakan jalan secara berkeselamatan. Sosialisasi diperlukan untuk mendapatkan dukungan dan kesadaran dari warga sekitar agar selalu menjaga dan memelihara jalan, rambu dan pagar keselamatan.

11. Juga diusulkan memasang papan informasi tentang fungsi rumaja dan

rumija beserta sanksinya jika dilanggar.

12. Melakukan manajemen lalu lintas untuk menunjang operasi kelok 9, khusunya dalam fasilitas masyarakat untuk wisata alam di sekitar kelok 9 dengan membuat “Rest Area”

PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan observasi lapangan, data dari tim audit keselamatan jalan dan hasil wawancara dengan narasumber yang terlibat pembangunan jembatan kelok 9, mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan, maka dapat disimpulkan:

a. Jalan dan jembatan kelok 9 secara aspek teknis laik bersyarat karena perencana jembatan kelok 9 dilaksanakan Tahun 2001, sebelum terbit ketentuan mengenai keselamatan jalan melalui peraturan Menteri Pekerjaan Umum No II Tahun 2010 Tentang Tata cara dan persyaratan laik fungsi jalan di implementasikan melalui Instruksi Direktur Jenderal Bina Marga Nomor 02/IN/Db/2012 Tentang Panduan Teknis Rekayasa Keselamatan Jalan Direktur Jenderal Bina Marga. b. Agar jalan dan jembatan kelok 9

berkeselamatan, perlu dipasang, bangunan pelengkap jalan dan memindahkan / merobah sebagian bangunan pelengkap jalan seperti yang direkomendasikan. c. Perlu pengaturan pengunjung dan

kendaraan yang parker di jembatan kelok 9 dengan membuat Rest Area sebelum dan sesudah jembatan kelok 9.

5.2 Saran

Mengacu pada kesimpulan diatas maka disarankan

a. Segera meningkat aspek teknis laik bersyarat jalan jembatan kelok 9 menjadi laik (berkeselamatan).

b. Agar menjadi laik disarankan untuk menambah, memindahkan / merobah bangunan pelengkap sesuai rekomendasi. c. Membuat Rest Area sebelum dan sesudah

jembatan kelok 9 dengan terlebih dahulu diadakan kajian kemampuan daya tampung pengunjung dan kendaraan yang parkir, agar jelas jembatan kelok 9 tetap laik fungsi (berkeselamatan).

DAFTAR PUSTAKA

Anomin, Undang-undang RI Nomor 38 Tahun 2004

(11)

Anonim, Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2009

Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Peraturan pemerintah RI Nomor 15 Tahun 2005

Tentang Jalan.

Peraturan pemerintah RI Nomor 34 Tahun 2006

Tentang Jalan.

Peraturan pemerintah RI Nomor 11 Tahun 2010

Tentang Jalan.

Peraturan Menteri PU Nomor II/PRT/4/2010

Tentang Tata Cara Persyaratan Laik Fungsi Jalan.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2011 Tentang persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan.

Instruksi Direktur Jenderal Bina Marga Nomor 02/IN/Db/2012 Tanggal 24 April 2012 Tentang Panduan Teknis Rekayasa Keselamatan Jalan Direktur Jenderal Bina Marga.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pemeliharaan dan pelaksanaan Jalan.

Syojian siregar Statistika Deskriptiff untuk Penelitian PT. Raja Grayndo Persada. 2004

Tentang Metode Kualitatif.

Jurnal prakarsa infrastruktur Indonesia “PRAKARSA” edisi 8 1 Oktober 2011. Agus, berlian kushari, hendra edi gunanda, Audit

Keselamatan Insfrastruktur Jalan.

Silvanus Nohan Rendrokasworo, tri tjahjono, agus taufik mulyono,

Upaya penurunan tingkat fatalitas titik rawan kecelakaan di Kabupaten Gunung Kendal Daerah Istimewa Yogyakarta.

Journal of safety Research volume 35, Editorial Road Safety Is No Accident 6 Mai 2004. Supradian Sujanto, agus taufik mulyono,

Inspeksi keselamatan jalan di jalan Lingkar selatan Yogyakarta April 2010.

Amelia K. Indriastuti, yessy fauziah, edy priyanto, Karakteristik kecelakaan dan audit keselamatan

jalan pada ruas Ahmad Yani Surabaya 2011. Haryono sukarto, Interaksi factor penyebab

kecelakaan lalu lintas di jalan tol skala, Jakarta. Ane ahira Faktor penyebab kecelakaan lalu lintas. Republika.co.id Ini penyebab banyak kecelakaan

lalu lintas.

Laporan audit praoperasi keselamatan jalan kelok 9 KM 1444+000 – KM 150+000 Sumatera Barat, 15 April 2013.

Basoswi dan suwandi, memahami penelitian kualitatif penerbit Reneka Cipto 2008 Burhan bungri (ED) metodologi penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Buku Panduan Kemahiran Insaniah ini diusahakan oleh Pusat Kecemerlangan Akademik, Institut Pendidikan Guru Malaysia (IPGM) sebagai satu panduan dan rujukan utama kepada para

Berdasarkan karakter warna rimpang, produktivitas ekstrak dan kandungan fitokimia, 20 aksesi temu ireng memiliki karakter warna biru pada rimpang, hasil ekstrak

Berdasarkan pada hasil dan keterbatasan penelitian, maka saran yang dapat diberikan kepada PNPM mandiri perdesaan dikabupaten Sidoarjo yaitu : Meningkatkan

Pernyataan tersebut diatas sangat jelas mengangkat kemampuan seorang manajer suatu organisasi untuk melihat masalah keamanan, moral dan etik pada penyimpanan data adalah

Pada Kelompok pertama, sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi terdapat pada sektor listrik , air &amp; gas (12,51 persen) dan pertumbuhan terendahnya terdapat

bahwa dalam rangka merealisasikan amanat UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan Peraturan Menteri Agama Nomor 55 Tahun 2014 tentang Penelitian dan Pengabdian

“Namun, rancangan pola yang di pleno-kan ini berupa rekomendasi dari TKPSDA yang maksudnya merupakan bingkai pengelolaan SDA di WS Bengawan Solo, yang akan disampaikan kepada Menteri

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah baik yang bersifat preventif dan represif di masa pandemik covid-19 di Kota Ambon