BAB II
KEPEMILIKAN PROPERTI OLEH ORANG ASING
A. Penger tian Or ang Asing
Pengertian Orang Asing sangat erat kaitannya dengan masalah
kewarganegaraan Republik Indonesia. Keterkaitan dengan masalah
kewarganegaraan tersebut akan nampak jelas jika dilihat dalam ketentuan Pasal
20 UU No.62 Tahun 1958 yang telah diubah dengan Pasal 7 UU No.12 Tahun
2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang menyatakan bahwa:
“Setiap orang yang bukan Warga Negara Indonesia diperlakukan sebagai Orang
Asing.”
Ketentuan tersebut telah dengan jelas dapat dipahami bahwa Orang Asing
adalah setiap orang yang bukan warga negara Republik Indonesia atau tidak
diperlukan adanya penelitian terhadap bukti-bukti kewarganegaraannya.
Kriteria seseorang dapat dianggap sebagai warga negara Republik
Indonesia ditentukan dalam Pasal 4 UU No.12 Tahun 2006, yaitu:28
a) setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau
berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain
sebelum Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara
Indonesia;
Warga Negara Indonesia adalah:
b) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu
Warga Negara Indonesia;
c) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara
Indonesia dan ibu warga negara asing;
d) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara
asing dan ibu Warga Negara Indonesia;
e) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara
Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum
negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak
tersebut;
f) anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah
ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga
Negara Indonesia;
g) anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga
Negara Indonesia;
h) anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara
asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai
anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18
(delapan belas) tahun atau belum kawin;
i) anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu
lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
j) anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik
Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
k) anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan
ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui
keberadaannya;
seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari
negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan
kepada anak yang bersangkutan;
m) anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia
sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Dalam PP No.103 Tahun 2015 Tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal
Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia telah jelas
memberi definisi mengenai Orang Asing pada Pasal 1 angka 1, yaitu:
“Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia yang selanjutnya disebut Orang
Asing adalah orang yang bukan Warga Negara Indonesia yang keberadaannya
memberikan manfaat, melakukan usaha, bekerja atau berinvestasi di Indonesia.”
Sedangkan mengenai Orang Asing atau Foreign Person di Australia dalam
Foreign Acquisitions and Takeover Act 1975 (selanjutnya disebut FATA) telah
didefinisikan dengan:
a) A natural person not ordinarily resident in Australia;
b) A corportation in which a natural person not ordinarily resident in
Australia or a foreign corporation holds a controlling interest;
c) A corporation in which two or more persons, each of whom is either a
natural person not ordinarily resident in Australia or a foreign
corporation, hold an aggregate controlling interest;
d) The trustee of a trust estate in which a natural person not ordinarily
resident in Australia or a foreign corporation holds a substratial
e) The trustee of a trust estate in which two or more persons, each of
whom is either a natural person not ordinarily resident in Australia or
a foreign corporation, hold an aggregate substatial interest;
f) A foreign government; or
g) Any other person, or any other person that meets the condition,
prescribed by the regulations.
Dimana dalam sections 18 di Foreign Acquisitions and Takeovers
Regulation 2015yang baru dikeluarkan oleh pemerintah Australia sebagai
amandemen FATA 1975, menyatakan bahwa Foreign Persons juga adalah:
a) General partners of limited partnerships where:
(a) An individual nor ordinarily resident in Australia, a foreign
corporation or a foreign government holds at least 20
percent in the limited partnership; or
(b) Two or more persons each of whom is an individual not
ordinarily resident in Australia, a foreign corporation or a
foreign government, hold an aggregate interest of at least
40 percent in the limited partnership.
b) Foreign government investors who would not otherwise be foreign
persons without the regulations providing for this.
Cakupan Orang Asing di Australia termasuk juga Foreign Government
yang di dalam section 17 dijabarkan sebagai:
a) It is a body politic of a foreign country;
b) It is a body politic of part of a foreign country;
d) It is part of a body politic of part of a foreign country.
Dari ketentuan-ketentuan FATA tersebut, garis besarnya pengertian Orang
Asing berkududukan di Australia adalah setiap perseorangan, sekelompok orang,
ataupun pemerintah yang bukan orang asli Australia, yang mempunyai
kepentingan secara langsung ataupun tidak langsung terhadap segala hal yang
diatur oleh pemerintah Australia.
B. Bentuk Kepemilikan Pr oper ti Bagi Or ang Asing di Indonesia
Ditinjau dari aspek hukum, properti sering diartikan sebagai konsep
hukum yang mencakup kepentingan, hak, dan keuntungan yang berkaitan dengan
suatu kepemilikan. Properti selalu dibebani oleh suatu hak, dalam hak ini hak
seseorang untuk melakukan suatu kepentingan tertentu (specific interest) atas
properti tersebut (misalnya hak milik, hak sewa, hak guna bangunan, dan
sebagainya). Di dalam SPI 2007-Jenis Properti, Properti Riil merupakan hak
kepemilikan atas kepentingan hukum yang melekat pada real estate atau
hubungan hukum penguasaan yuridis oleh pemilik atas real estate. Properti riil
merupakan himpunan hak (bundle of rights), yang meliputi hak untuk
menggunakan, menempati, memasuki, menjual, menyewakan, mewariskan,
melepaskan atau memilih untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan setiap hak
yang disebukan di atas. Dalam berbagai situasi, hak tertentu dapat dipisahkan dari
himpunan hak dan dipindahkan, disewakan atau diambil oleh Negara. Hak
Properti Riil yang dikenal dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia adalah: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai,
Hak Pengelolaan, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan,
Satuan Rumah Susun.
Disamping pembatasan yang dilakukan oleh Negara, pembatasan lain yang
dapat diberlakukan atas hak dan kewenangan yang melekat pada peguasaan dan
pemilikan properti adalah sebagai berikut:
(a) Perjanjian yang membatasi kewenangan pemegang hak dan
ketentuan yang diperjanjikan untuk mencegah seseorang berbuat
sesuatu yang berlaku terhadap tanah hak dan bangunan sebagai
obyek perjanjian pemberian hak baru, dapat mempengaruhi
penggunaan, pengembangan dan pengalihan penguasaan tanah dan
bangunannya.
(b) Easement merupakan hak keistimewaan secara terbatas untuk
menggunakan properti milik pihak lain melalui kontrak, misalnya;
Hak Jalan/akses keluar untuk memudahkan akses bagi pekarangan
yang terkurung.
Dalam kepemilikan propertinya di Indonesia, sistem Hukum Tanah
Indonesia yang bertujuan mencegah “pengasingan tanah” telah jelas dicantumkan
tipe-tipe properti apa saja yang boleh dimiliki oleh Orang Asing. Melihat perlunya
suatu pengaturan lebih lanjut mengenai kepemilikan properti oleh Orang Asing,
pemerintah mengeluarkan PP Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah
Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia,
yang mana Pasal 2 mengatur: “Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat
dimiliki oleh orang asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah:
(1) Rumah yang berdiri sendiri yang dibangun di atas bidang tanah
(b) Yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas
tanah.
(2) Satuan Rumah Susun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai atas
tanah Negara.
PP No.41 Tahun 1996 ini kemudian digantikan oleh PP No.103 Tahun
2015 untuk mendorong iklim investasi di Indonesia. Menteri Agraria dan Tata
Ruang Ferry Mursyidan Baldan29
b. Rumah Tunggal di atas tanah:
memberi keterangan tertulis di Jakarta, bahwa
aturan kepemilikan hunian bagi Orang Asing yang baru itu akan memicu
semangat membangun dan pasar properti untuk tumbuh karena Orang Asing
diberikan percepatan, ketepatan dan kepastian bagi investor. Pada Pasal 4 PP ini
dicantumkan bahwa:“Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh
Orang Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan:
1. Hak Pakai; atau
2. Hak Pakai di atas Hak Milik yang dikuasai berdasarkan perjanjian
pemberian Hak Pakai di atas Hak Milik dengan akta Pejabat Pembuat
Akta Tanah.
b. Sarusun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai.”
Dimana definisi Rumah Tunggal dan Sarusun diberikan dalam Pasal 1,
dengan angka 2 isinya:
“Rumah Tunggal adalah rumah yang mempunyai kaveling sendiri dan salah satu
dinding bangunan tidak dibangun tetap pada batas kaveling.”
Dan angka 3, yaitu:
29 “Menteri Agraria: Aturan Properti untuk Asing Dorong Iklim Investasi”,
“Satuan Rumah Susun yang selanjutnya disebut Sarusun adalah unit Rumah
Susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama
sebagai tempat hunian dan mempunyai sara penghubung ke jalan umum.” Pasal 5
menetapkan: “Orang Asing diberikan Hak Pakai untuk Rumah Tunggal pembelian
baru dan Hak Milik atas Sarusun di atas Hak Pakai untuk Sarusun pembelian unit
baru.”
Hak Milik atas Sarusun tersebut juga disebut sebagai hak untuk memiliki
“strata title”, hak ini mengatur bahwa hak individual atas Rumah Susun tersebut
terpisah dari hak bersama. Dimana kepemilikan individual biasanya adalah unit
Sarusun dan segala yang di dalamnya, sedangkan hak bersamamencakup tanah
bersama, bagian bersama dan benda bersama, seperti fasilitas gedung, kolam
renang dan sebagainya). Konsep daripada strata title ini adalah pemihsahan hak
terhadap beberapa tingkatan/strata, baik dalam segi bumi di bawah tanah, tanah,
dan udara di bawahnya. Kepemilikan strata title ini diatur dalam hukum yang
berlaku, dimana persyaratan kepemilikan bergantung pada alas hak atas tanah
dimana Rumah Susun tersebut dibangun. Bagi Orang Asing, kepemilikan strata
title hanya diperbolehkan apabila Sarusun tersebut dibangun di atas Hak Guna
Bangunan (biasanya oleh perusahaan/badan hukum asing berkedudukan di
Indonesia) serta Hak Pakai.
Dalam Permen Agraria/ Kepala BPN No.13 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Pemberian, Pelepasan atau Pengalihan Hak Atas Pemilikan Rumah Tempat
Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, Pasal
1ayat (2) nya menyatakan bahwa Orang Asing hanya dapat memperoleh Rumah
a) Membeli Rumah Tunggal di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara, Hak
Pengelolaan atau Hak Milik; atau
b) Memberi Sarusun di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara atau Hak
Pengelolaan.
Selanjutnya dalam ayat (3) dijelaskan apabila membeli Rumah Tunggal di
atas tanah Hak Pakai atas Hak Milik, dilakukan berdasarkan perjanjian pemberian
Hak Pakai di atas Hak Milik dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah antara
Orang asing dan Pemegang Hak Milik.
Dari ketentuan-ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa properti yang
dapat dimiliki oleh Orang Asing di Indonesia dibatasi dengan
pembatasan-pembatasan sebagai berikut:30
a) Bangunan rumah tinggal atau hunian yang akan diperoleh/dimiliki Orang
Asing harus berdiri di atas kaveling tanah tersendiri;
b) Orang Asing tidak boleh atau dilarang membeli tanah kaveling tanpa ada
bangunan Rumah Tunggal atau tanpa ada bangunan rumah tinggal/hunian;
c) Dinding bangunan rumah tempat tinggal/hunian yang akan
diperoleh/dimiliki oleh Orang Asing tersebut maksimum hanya 1 dinding
bangunannya saja yang boleh dibangun tepat di atas batas kaveling tanah;
d) Bangunan rumah tinggal/hunian tersebut dibangun di atas tanah Hak
Pakai, baik Hak Pakai di atas tanah negara maupun Hak Pakai di atas
tanah Hak Milik berdasarkan suatu perjanjian dengan pemilik tanah Hak
Milik;
e) Apabila yang akan dimiliki Orang Asing tersebut adalah Hak Milik
30 Artikel oleh MJ. Widijatmoko, “Pengertian Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia, dan Rumah Tempat
Rumah Susun (HMRS) maka unit HMRS tersebut harus dibangun dan
didirikan di atas tanah Hak Pakai;
f) Perolehan/pemilikan Rumah Tunggal oleh Orang Asing tersebut harus
melalui “perbuatan hukum jual beli” dan tidak boleh menggunakan
lembaga perbuatan hukum lainnya selain jual beli.
Pasal 2 ayat (2) Permen Agraria/Kepala BPN No.7 Tahun 1996 tentang
Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing
menyebutkan bahwa rumah yang dapat dibangun atau dibeli dan Sarusun yang
dapat dibeli oleh Orang Asing adalah rumah atau Sarusun yang tidak termasuk
klasifikasi Rumah Sederhana (selanjutnya disebut RS) atau Rumah Sangat
Sederhana (selanjutnya disebut RSS). Kriteria RS dan RSS terdapat dalam Pasal 1
huruf d Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
No. 15 Tahun 1997 antara lain:
a) harga perolehan tanah dan rumah tidak lebih dari pada Rp 30.000.000,00
(tiga puluh juta rupiah);
b) luas tanah tidak lebih dari pada 200 M2, di daerah perkotaan dan tidak
lebih daripada 400 M2, untuk di luar daerah perkotaan.
Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
No. 110-2871 tanggal 8 Oktober 1996 diatur untuk memastikan bahwa rumah
yang dapat dimiliki oleh Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia hanya
sebuah rumah, maka kepada Orang Asing tersebut diminta untuk membuat
pernyataan bahwa yang bersangkutan tidak memiliki rumah tempat tinggal atau
hunian di Indonesia pada waktu melakukan perbuatan hukum pembelian rumah.31
Mengenai Orang Asing dan Badan Hukum Asing dapat pula memiliki
bangunan perkantoran atau tempat usaha yang berdiri diatas Hak Pakai, dengan
persyaratan sebagai berikut:32
a) Merupakan bangunan yang berdiri sendiri yang terletak dalam kawasan
yang diperuntukkan bagi pembangunan tersebut;
b) Merupakan bangunan Rumah Susun yag terdiri dari 3 (tiga) lantai atau
lebih dalam kawasan yang sesuai;
c) Tidak termasuk dalam klasifikasi sederhana atau sangat sederhana;
d) Berbentuk rumah toko (ruko) yang terdiri dari 3 lantai atau lebih.
Dengan demikian jelas bahwa kepemilikan properti Orang Asing di
Indonesia dibatasi, yaitu tidak dapat memiliki lebih dari sebuah rumah dan tidak
boleh juga memiliki rumah selain rumah kelas menegah ke atas atau
bagian-bagian Rumah Susun kelas menegah ke atas. 33 Orang Asing juga tidak dapat
membeli bangunan yang berupa rumah toko, rumah kantor, rumah kopel dan yang
sejenisnya yang semua atau lebih dari 1(satu) dinding bangunan rumahnya
dibangun tepat di atas batas kaveling tanah. Yang dapat dibeli oleh Orang Asing
adalah bangunan rumah yang peruntukkan dan penggunaannya hanya untuk
tempat tinggal/hunian saja serta tidak boleh digunakan untuk tempat usaha atau
tempat berusaha, bisnis atau berinvestasi serta tidak boleh untuk
diperdagangkan.34
C. Status Kepemilikan Pr oper ti Bagi Or ang Asing di Indonesia
Dalam UUPA No. 5/1960, Orang Asing memang dibedakan dengan
Warga Negara Indonesia tentang haknya dalam penguasaan tanah, namun
32
Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Edisi Revisi, (Jakarta: Kompas 2005), hal. 59
perbedaan tersebut tidak menutup kemungkinan bagi Orang Asing untuk
menghaki dan memanfaatkan semua hak atas tanah di Indonesia. Perbedaan
tersebut jelas tertera dalam prinsip nasionalitas dalam UUPA yang telah tegas
disebutkan pada Pasal 9-nya, yaitu: “Hanya Warga Negara Indonesia dapat
mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa,
dalam batas-batas ketentuan Pasal 1 dan 2.”
Prinsip nasionalitas seperti yang terkandung di dalam ketentuan Pasal 9
tersebut ternyata bukanlah suatu prinsip nasionalitas yang mutlak, oleh karena
ternyata UUPA memberi kemungkinan kepada orang asing untuk memiliki
hak-hak atas tanah di Indonesia. Hanya saja bagi Orang Asing hak-hak tersebut dibatasi.
Dengan demikian maka kepemilikan properti oleh Orang Asing yang
berkedudukan di Indonesia tidaklah bertentangan dengan prinsip nasionalitas
namun justru memperjelas prinsip tersebut sebagaimana terlihat dengan adanya
pembatasan kepemilikannya.35
Hak Pakai
Pembatasan kepemilikan tersebut tercemin di dalam pengecualian
kepemilikan atas tanah yang dapat digunakan oleh Orang Asing yang diatur di
UUPA dalam Pasal 30 mengenai Hak Guna Usaha, Pasal 36 mengenai Hak Guna
Bangunan, serta Pasal 41 mengenai Hak Pakai. Ketiga Pasal itu selanjutnya juga
membedakan antara Badan Hukum serta perseorangan, dimana terhadap
kepemilikan properti, Orang Asing perseorangan hanya berhak mendapatkan Hak
Pakai atau Hak Sewa (Pasal 42 dan Pasal 45 UUPA), yaitu hak-hak atas tanah
yang memberi wewenang yang terbatas dan berjangka waktu pendek.
36
35Muhammad Yamin. Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria. Medan:Pustaka Bangsa Press. 2003. hlm. 22,68,89. 36Pasal 41 ayat (1) UUPA
tanah yang dikuasai langsung oleh warga negara atau tanah milik orang lain yang
memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau
perjanjian pengolahan tanah.Jangka waktu Hak Pakai37
(1) seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas
tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain
untuk keperluan bangunan dengan membayar kepada pemiliknya
sejumlah uang sewa sebagai sewa;
adalah paling lama dua
puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka w aktu paling lam a dua
puluh tahun atau diberikan untuk jangka w aktu yang tidak ditentukan selam a
tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.
Menurut Pasal 44 UUPA, Hak Sewa untuk Bangunan terjadi apabila:
(2) pembayaran uang sewa dapat dilakukan:
(a) satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu;
(b) sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan,
(3) Perjanjian sewa tanah yang dimaksud dalam pasal ini tidak boleh
disertai syarat-syarat yang mengandung unsur pemerasan.
Selanjutnya dalam Pasal 4 PP No. 44 Tahun 1994 tentang
Penghunian Rumah oleh Bukan Pemilik menyebutkan tentang:
(1) Penghunian rumah dengan cara sewa menyewa didasarkan kepada
suatu perjanjian tertulis antara pemilik dan penyewa.
(2) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sekurang-kurangnya mencantumkan ketentuan mengenai hak dan kewajiban,
jangka waktu sewa
Terhadap jangka waktu tidak diatur seberapa lama, tetapi Pasal 21
PP tersebut mengatur:
, dan besarnya harga sewa.
(1) Sewa menyewa rumah baik dengan perjanjian tertulis maupun
dengan perjanjian tidak tertulis yang tidak menetapkan batas waktu
dan telah berlangsung sebelum berlakunya Undang-undang Nomor
4 Tahun 1992, dinyatakan berakhir dalam jangka waktu 3 tahun
sejak berlakunya undang-undang tersebut.
(2) Dengan berakhirnya sewa menyewa rumah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), penghuni rumah atau penyewa dapat
memperbaharui sewa menyewa berdasarkan perjanjian sewa
menyewa yang baru dengan pemilik.
Apabila Orang Asing itu mempunyai Badan Hukumnya sendiri, seperti
Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut PT) maka yang digunakan adalah Hak
Guna Bangunan.Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan
jangka waktu paling lama 30 tahun, dan jangka waktu tersebut dapat diperpanjang
paling lama 20 tahun.
Mengenai status kepemilikan properti oleh Orang Asing tersebut, dalam
Surat Edaran Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No.110-2871
Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing disebutkan
bahwa:38
a) Orang Asing dapat membeli Hak Pakai atas tanah negara atau Hak
Pakai atas tanah Hak Milik dari pemegang Hak Pakai yang
bersangkutan beserta rumah yang ada di atasnya atau membeli Hak
Pakai atas tanah negara atau tanah Hak Pakai dan kemudia membangun
rumah di atasnya. Pembelian Hak Pakai tersebut dilakukan sesuai
ketentuan yang berlaku, yaitu dengan akta PPAT dan kemudian
didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Demikian juga persyaratan
pembangunan rumah harus mengikuti ketentuan yang berlaku, misalnya
mengenai Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
b) Orang Asing dapat pula memperoleh Hak Pakai atas tanah Hak Milik
(Pasal 2 ayat (1) huruf a) atau Hak Sewa untuk Bangunan atau
persetujuan penggunaan tanah dalam bentuk lain dari pemegang Hak
Milik (Pasal 2 ayat (1) huruf c) Peraturan Menteri Negara Agraria/
Kepala Badan Pertanahan Nasional tersebut dan memperoleh atau
membangun rumah di atasnya. Prosedur pemberian Hak Pakai, Hak
Sewa untuk bangunan atau persetujuan penggunaan dalam bentuk lain
wajib mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Selain pemilikan Hak Pakai atas tanah negara, Orang Asing
dapat pula memiliki Hak Pakai atas tanah Hak Milik berdasarkan
persetujuan dengan pemegang Hak Milik tersebut. Kepemilikan Hak
Pakai atas tanah Hak Milik tersebut sudah barang tentu melekat adanya
hak untuk membangun rumah tempat tinggal atau hunian di atasnya.
c) Dalam hal rumah hunian atau tempat tinggal yang akan dipunyai oleh
Orang Asing berbentuk Satuan Rumah Susun, maka Orang Asing yang
bersangkutan harus membeli Hak Milik atas Satuan Rumah Susun
(selanjutnya disebut HMSRS) yang dibangun di atas tanah Hak Pakai
atas tanah Negara.
Pemberian kata Hak Milik, sekalipun dengan nama Hak Milik atas Satuan
Rumah Susun pada poin c di atas sebenarnya telah mengingkari prinsip
nasionalitas Hukum Tanah Indonesia, namun syarat bangunan tersebut dibangun
di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara kembali mengingkari pelanggaran
tersebut. Jadi, apabila jangka waktu Hak Pakai atas tanah negara tersebut
berakhir, maka Hak Milik daripada Sarusun Orang Asing tersebut akan berakhir
juga. 39
Penciptaan HMSRS sebagai lembaga hukum baru dalam sistem hukum
Indonesia memenuhi asas pemisahan horizontal yang dianut oleh hukum tanah Dalam Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor
11/KPT/1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun
dijelaskan bahwa Hak Milik atas Satuan Rumah Susun adalah hak pemilikan atas
satuan Rumah Susun yang digunakan secara terpisah, yang meliputi pula hak atas
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama di lingkungan Rumah Susun
yang bersangkutan sesuai dengan nilai perbandingan proposional dari satuan
Rumah Susun yang bersangkutan.
nasional kita. Secara lebih tegas Soedarsono mengatakan bahwa inti sistem
kondominium adalah pengaturan pemilikan bersama atas sebidang tanah dengan
bangunan fisik di atasnya, karena itu pemecahan masalahnya selalu dikaitkan
dengan hukum yang mengatur tanah. Dalam hubungan ini apabila dikaitkan
dengan asas hukum tanah nasional kita yang tidak memakai asas pelekatan
(accessie), melainkan menggunakan asas pemisahan horisontal, maka pengertian
SRS (apartemen) memenuhi persyaratan tersebut, sebab menurut asas pemisahan
horisontal pemilikan atas satuan rumah tidaklah disyaratkan untuk memiliki
tanahnya juga, jadi rumah dianggap benda yang berdiri sendiri yang dapat
terpisah dari hak atas tanahnya, demikian sama halnya untuk apartemen. 40
a) Orang Asing dapat memiliki rumah untuk tempat tinggal atau hunian
dengan Hak Pakai (Pasal 2 ayat (1));
Akan tetapi, dengan berkembangnya ekonomi Indonesia, serta mengingat
banyaknya ekspatriat yang bekerja di Indonesia dan wisatawan yang
membutuhkan hunian, menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang
besar dan baik dari sisi ekonomi, serta penerimaan pajak negara, PP No.41 Tahun
1996 tersebut akhirnya digantikan dengan PP No.103 Tahun 2015 yang mengatur:
b) Orang Asing diberikan Hak Pakai untuk Rumah Tunggal pembelian
baru dan Hak Milik atas Sarusun di atas Hak Pakai untuk Sarusun
pembelian unit baru.
Mengenai status kepemilikan di PP No.103 Tahun 2015 ini tidak diubah,
Orang Asing tetap diberi Hak Pakai untuk rumah tempat tinggal/hunian, dan
terhadap Sarusun, diberikan HMSRS yang setara dengan Hak Milik selama masih
memenuhi syarat-syarat tertentu.
D. Bentuk Kepemilikan Pr oper ti Bagi Or ang Asing di Austr alia
Dengan luas daratan sebesar 7.617.930 km2 , Australia menduduki
peringkat ke-6 negara terluas di dunia. Dikelilingi oleh Samudra Hindia, dan
Samudera Pasifik, Australia dipisahkan dari Asia oleh Laut Arafura, dan Laut
Timor, Australia dijuliki sebagai “island continent” dikarenakan luas daratannya
dan juga keterpencilannya.41
a) Agricultural Land
Dengan tanah yang luas tersebut, serta perekonomiannya yang cukup baik
dan penghasilan agrikultural yang kuat, Australia menarik perhatian investor
Asing. Dalam report tahunan Badan Investasi Bagi Orang Asing, tanah yang
boleh dimiliki adalah:
Tanah Agrikultural adalah tanah di Australia yang digunakan,
ataupun yang bisa digunakan, untuk bisnis produksi primer. Tanah ini
termasuk tanah yang hanya sebagian digunakan untuk bisnis produksi
primer, ataupun tanah dimana hanya sebagian bisa (reasonably) digunakan
untuk bisnis produksi primer (primary production business) tersebut.
Tanah agrikultural juga termasuk tanah, yang mana, dari waktu ke
waktu, dapat dipenuhi oleh air (contohnya, bendungan sawah atau sungai).
Akan tetapi, tanah agrikultur tidak termasuk tanah dimana bisnis produksi
primernya ataupun yang bisa digunakan untuk bisnis produksi primer
tersebut berhubungan dengan tanaman di bawah laut (submerged plants)
dan hewan. Contohnya pertambakan ikan atau pertiraman di muara-muara
dan teluk-teluk, muara dan teluk tersebut tidak termasuk tanah
agrikultural.
Tanah tersebut juga termasuk suatu bangunan ataupun bagian dari
suatu bangunan. Akan tetapi, suatu bangunan ataupun bagian dari suatu
bangunan yang tidak terhubung secara langsung ke primary production
business ataupun bisa digunakan untuk primary production business tidak
termasuk dalam agricultural land. Contohnya kantor adminstrasi untuk
bisnis produksi primer yang ber-strata title42di sebuah kantor di pusat kota
tidak termasuk tanah agrikultural. 43
(a)cultivating or propagating plants, fungi or their products or parts
(including seeds, spores, bulbs and sim ilar things), in any physical
environment;
Dalam Income Tax Assessment Act 1977, seseorang dikatakan
melakukan primary production business apabila ia:
(b)maintaining animals for the purpose of selling them or their bodily
produce (including natural increase);
(c)manufacturing dairy produce from raw material that you produced;
(d)conducting operations relating directly to taking or catching fish,
turtles, dugong, bêche-de-mer, crustaceans or aquatic molluscs;
(e)conducting operations relating directly to taking or culturing pearls
or pearl shell;
42Hak Milik atas Satuan Rumah Susun
(f)planting or tending trees in a plantation or forest that are intended to
be felled;
(g)felling trees in a plantation or forest; or
(h)transporting trees, or parts of trees, that you felled in a plantation or
forest to the place:
i.where they are first to be milled or processed; or
ii.from which they are to be transported to the place where they are
first to be milled or processed.
Definisi primary production business di atas termasuk juga
pengolahan dan perbanyakan tanaman; peternakan hewan dengan tujuan
penjualan ataupun hasil dari bagian tubuh mereka; melakukan operasi
yang berhubungan secara langsung dengan pengambilan ataupun
penangkapan ikan dan atau hewan laut tertentu; penanaman ataupun
penjagaan pohon-pohon di perkebunan ataupun perhutanan dengan tujuan
penebangan; ataupun penebangan di kebun atau hutan. 44
Adapun mengenai “yang bisa” dijadikan primary production business,
bersangkutpaut dengan keadaan dari tanah tersebut, baik dari segi zona,
sejarah, sifat, dan pembatasan apabila tanah tersebut dimiliki dengan
lease. 45
b) Residential Real Estate
Real Estate is "property consisting of land and the buildings on it,
along with its
immovable property of this nature; an interest vested in this (also) an item
of real property, (more generally) buildings or housing in general. Also: the
business of real estate; the profession of buying, selling, or renting land,
buildings or housing.”46
Properti di Australia telah lama menjadi sorotan utama Orang Asing,
baik untuk dijadikan investasi, maupun untuk ditinggal sendiri. Alasannya
sederhana, banyak Warga Negara Asing yang bersekolah dan/atau bekerja
di sana, sehingga properti yang telah dibeli tidak akan tersia-siakan karena
yang ingin menyewa banyak. Dalam revisi Foreign Ownership Law terbaru,
pemerintah Australia menyatakan bahwa properti yang dapat dimiliki oleh
Orang Asing itu dibatasi, hanya tipe-tipe tertentu saja dan harus memenuhi
syarat-syarat. Berikut adalah tipe-tipe properti yang dapat dimiliki oleh
Orang Asing di Australia
Sedangkan Residential itu artinya tempat
tinggal/hunian/perumahan. Jadi, Residential Real Estate adalah rumah
tempat hunian. Lebih singkatnya Residential Real Estate lebih sering
dikenal dengan properti.
47
(a)New dwellings
:
Orang Asing diberikan kebebasan untuk memiliki new
dwellings di Australia tanpa kondisi apapun, tanpa ada pembatasan
jumlah new dwellings, namun dengan izin yang baru untuk setiap
pembelian baru.
New dwelling adalah suatu tempat tinggal (dwelling)baru
yang akan, atau sedang, atau telah dibangun di suatu tanah tempat
tinggal (residential land), atau yang belum pernah dijual sebagai
46Oxford English Dictionary online, dikutip dari Wikipedia, diakses tanggal 14 September 2016, pukul 14:22 WIB 47 Diterjemahkan dari Residential Real Estate-Foreign Non-Residents[GN3], Foreign Investment Review Board, last
suatu tempat tinggal, dan ataupun:
i.Tidak pernah ditinggali; atau
ii.Apabila dwelling tersebut adalah suatu bagian dari suatu
pembangunan (50 atau lebih dwellings) atau telah dijual
oleh developer tersebut, dan tidak ditinggali selama
lebih dari 12 (dua belas) bulan tidak berturut.
Tidak termasuk new dwellings, yaitu:
i. Established residential property (tempat tinggal/hunian
yang telah dibangun) yang dibenahi/direnovasi;
ii. Single dwelling yang dibangun untuk menggantikan
established dwellings yang telah dibongkar.
Developer dapat meminta sertifikat pembebasan (exemption
certificate) new dwellings yang mengizinkan si developer untuk menjual
new dwellings yang sedang dalam tahap development ke Orang Asing
tertentu. Apabila begitu, Orang Asing tidak perlu lagi meminta izin
terpisah. Praktek ini dinamakan penjualan “off-the-plan” khususnya untuk
apartemen.
(b) Vacant land
Orang Asing dapat membeli tanah kosong (vacant land)
yang ditujukan untuk pembangunan residential dwelling di atasnya
apabila:
i.Pembangunan tersebut harus diselesaikan dalam jangka
ii.Bukti daripada diselesaikan dwellings tersebut diserahkan
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterim
oleh yang meminta izin/membeli. Ini dapat disertai
dengan sertifikat izin tempat tinggal (final
occupancy)atau sertifikat tanda pembangunan selesai
(builder’s completion).
Tidak termasuk vacant land, apabila tanah kosong tersebut
sebelumnya pernah didirikan dwelling untuk disesuaikan dengan
kerangka investasi asing Australia (Australia’s foreign investment
framework), kecuali apabila di atas tanah tersebut akan dibangun
beberapa dwellings yang akan meningkatkan jumlah perumahan
(housing stock).
(c) Established dwellings for redevelopment
Orang Asing dapat membeli tempat tinggal/hunian lama
dengan tujuan pembangunan kembali apabila pembangunan
tersebut akan meningkatkan housing stock di Australia dan juga
dengan kondisi bahwa:
i.Tempat tinggal/ hunian lama tersebut tidak sedang
disewakan sebelum demolisi dan proses pembangunan
kembali;
ii.Tempat tinggal/hunian lama tersebut didemolisi dan
dibangun kembali dalam jangka waktu 4 (empat) tahun
iii.Bukti daripada diselesaikan dwellings tersebut diserahkan
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterima
oleh yang meminta izin/membeli. Ini dapat disertai
dengan sertifikat izin tempat tinggal (final
occupancy)atau sertifikat tanda pembangunan selesai
(builder’s completion).
(d) Established dwellings
Tempat tinggal/hunian lama (established dwellings)
adalah dwelling (kecuali yang berseifat komersial seperti hotel,
motel, dll) di tanah tempat tinggal yang bukan new dwelling.
Pembelian established dwellings hanya dapat dilakukan oleh
pebisnis Orang Asing (foreign citizens who operate substantial
businesses) di Australia, untuk menggunakan established
dwellings tersebut sebagai tempat tinggal karyawan mereka
yang berkedudukan di Australia (Australia-based employees),
tidak sebagai tempat tinggal, rumah wisata, ataupun disewakan
oleh si pembeli tersebut. Apabila dwellings tersebut tidak
ditinggali selama lebih dari 6 (enam) bulan, maka harus dijual.
E. Status Kepemilikan Pr oper ti Bagi Or ang Asing di Austr alia
Pada umumnya status kepemilikan properti di Australia dibedakan
menjadi 2(dua), yaitu:
a) Freehold title48
48 Diterjemahkan dar
Freehold (atau fee simple) adalah hak kepemilikan penuh
daripada suatu tanah tertentu. Pemegang hak ini diberi kebebasan
untuk menjual, menyewakan, ditanggungkan, dan juga tunduk
terhadap peraturan-peraturan yang berhubungan dengan
perencanaan pembangunan serta lingkungan. Akan tetapi, terhadap
hak ini masi dibatasi kepemilikannya dalam hal apabila di tanah
tersebut ditemukannya mineral ataupun minyak.
b) Crown leasehold title49
Lease adalah perjanjian antara pemilik tanah (landlord) dan
penyewa (tenant) yang tertuang dalam suatu kontrak. Lease ini
akan memberi si penyewa kepemilikan eksklusif dan penggunaan
tanah tersebut dengan memberikan sejumlah uang sewa kepada
pemilik tanah untuk suatu periode waktu tertentu (biasanya 99
tahun). Terhadap lease hanya dibatasi penggunaannya dengan
perjanjian yang telah disepakati oleh landlord dan tenant, serta
peraturan-peraturan/larangan-larangan dari pemerintah (Crown)
yang berwenang. Lease pada umumnya terbagi menjadi 2(dua)
tipe, yaitu:
(a)Commercial Leases
Beberapa tipe commercial leases, yaitu sebagai berikut:
i. Multi-tenant office leases
Biasanya yang jatuh ke kategori lease ini adalah
yang objeknya itu bangunan perkantoran, dimana
penyewanya lebih dari satu atas bagian tertentu dari
bangunan tersebut dengan membayar uang sewa
dan/atau dengan biaya-biaya lain yang mungkin
dikenakan untuk maintainance bangunan tersebut.
Biasanya, landlord lah yang bertanggung jawab
untuk melakukan segala perbaikan atas common
areas bangunan yang dapat diakses oleh semua
tenants dan publik.
ii. Single-tenant lease
Seluruh properti dalam lease tersebut jatuh di
tangan single-tenant, baik penggunaan maupun
perbaikan, sesuai dengan perjanjian dalam lease.
iii. Retail lease
Retail lease jatuh dalam kategori penyewaan toko di
sebuah retail shopping centres, selain perjanjian
dengan landlord, tenant(s) juga terikat dengan
pengaturan-pengaturan khusus yang mengatur
tentang retail lease dari pemerintah.
iv. Other leases
Dengan Asas kebebasan berkontrak (principle of
freedom of contract), lease dapat diberi nama yang
berbeda-beda sesuai dengan keperluan tenant.
Contohnya: industrial, manufacturing, distribution
centre, parking garage, dan telecommunications
(b)Residential Leases
Objek daripada lease ini adalah tempat tinggal
(residential), dimana pemerintah mengatur secara khusus
tentang hal ini, seperti landlord harus mengeluarkan
pengumuman kepada tenant dan dengan jangka waktu
tertentu apabila ia ingin menaikkan harga sewa. Pada
umumnya peraturan-peraturan tersebut dibuat untuk
melindungi kepentingan tenants dari perbuatan sewenang
dari landlords atau real estate agents.
Jangka waktu lease ini tidak diatur (kecuali untul retail
lease, pada umumnya 5(lima) tahun dan boleh
diperpanjang). Jadi, mengenai lamanya tenant dapat
menyewa suatu tempat tidak dibatasi, juga diberi kebebasan
untuk memperbaharui lease apabila telah berakhir apabila
sang landlord juga berkenaan.
Hak atas tanah di Australia juga mengenal hak kepemilikan
bersama, dimana atas sebuah objek tanah, 2 (dua) atau lebih nama
dicantumkan di sertifikat tanahnya (joint ownership). Kepemilikan
bersama atas suatu bidang tanah ini dibedakan menjadi 2 (dua) tipe:50
a) Tenants in Common
Pada umumnya yang menggunakan hak kepemilikan Tenants in
Common adalah 2 (dua) atau lebih orang yang mempunyai
hubungan sebagai teman, rekan bisnis ataupun lainnya yang ingin
50Ownership Types For Land and Property
membeli suatu properti. Ada pula pasangan suami-istri yang
menggunakan hak kepemilikan ini. Dalam section 74 Real
Property Act 1886, setiap pemilik berhak memiliki sertifikat atas
bagian tanah masing-masing. Dalam hal salah satu dari pemegang
hak atas tanah tersebut meninggal, maka pengalihan hak tidak
terjadi secara serta merta kepada pemegang hak lainnya, harus
melalui surat wasiat ataupun yang berhubungan dengan hal
tersebut.
b) Joint Tenancy
Berbeda dengan Tenants in Common, dalam hal salah satu
pemegang hak meninggal, pengalihan hak atas tanah milik yang
bersangkutan beralih secara serta merta ke pemegang yang lainnya.
Maka dari itu, sertifikat atas tanahnya hanya 1(satu), dimana
bagian atas tanah dari semua pihak adalah sama.
Australia sebagai negara yang terbagi menjadi beberapa bagian,
bentuk kepemilikan propertinya tergantung dengan sejarah daripada
tanahnya itu sendiri. Canberra, contohnya, tanahnya hanya dapat dimiliki
dengan leasehold (umumnya selama 99 tahun) tetapi juga menggunakan
prinsip pendaftaran Torrens. Pada umumnya terhadap tanah agrikultur
juga menggunakan prinsip lease, yang secara khusus dinamakan pastoral
leasehold. Sedangkan terhadap rumah tinggal dan apartemen, diberi
kemungkinan untuk memiliki secara penuh (freehold) apabila memenuhi
Perbedaan dan persamaan kepemilikan properti oleh Orang Asing di
Indonesia dan Australia dapat dirangkum menjadi:
Tabel 2. Perbandingan kepemilikan properti oleh Orang Asing di Indonesia dan di Australia
*Praktek sewa-menyewa atau penggunaan Hak Sewa membebaskan siapapun, baik orang perseorangan ataupun badan hukum untuk menyewa objek yang diperkenankan dan memenuhi ketentuan Hukum Perikatan yang diatur dalam Bab-III KUHPerdata.
Objek Rumah tunggal dan
Satuan Rumah Susun (Sarusun)
Tanah agrikultur dan residential real estate
Status Hak Hak Pakai untuk Rumah
Tunggal; SHMSRS untuk Sarusun
Freehold dan Leasehold baik untuk tanah agrikultur maupun residential real estate
Jangka Waktu Hak Pakai paling lama