BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Survei Tanah
Prediksi sifat-sifat tanah dan tanggapannya terhadap pengelolaan sangat
diperlukan dalam bidang pertanian.Dalam menentukan sifat tanah serta
tanggapannya terhadap pengelolaan maupun hasil yang ingin dicapai pada suatu
tanaman maka dilakukanlah kegiatan survei tanah. Menurut Soil Survey Division
Staff (1993) dalam Rayes (2007), Survei tanah mendeskripsikan karakteristik
tanah-tanah disuatu daerah, mengklasifikasikannya menurut system klasifikasi
baku, memplot batas tanah pada peta dan membuat prediksi tentang sifat tanah.
Perbedaan penggunaan tanah dan bagaimana tanggapan pengelolaan
mempengaruhi tanah itulah yang terutama perlu diperhatikan (dalam
merencanakan dan melakukan survei tanah).Informasi yang dikumpulkan dalam
survei tanah membantu pengembangan rencana penggunaan lahan dan sekaligus
mengevaluasi dan memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap lingkungan.
Tujuan dari survei tanah adalah mengklasifikasikan, menganalisis, dan
memetakan tanah dengan mengelompokkan tanah-tanah yang sama atau hampir
sama sifatnya kedalam satuan peta tanah tertentu. Sifat-sifat dari masing-masing
satuan peta secara singkat dicantumkan dalam legenda, sedangkan uraian lebih
detail dicantumkan dalam laporan survei tanah yang selalu menyertai peta tanah
tersebut (Hardjowigeno, 1995).
Survei tanah memberikan informasi ilmiah yang diperlukan untuk benar
mengelola dan melestarikan tanah.Survey tanah memberikan data tentang kimia,
dan air, mereka menyediakan peta untuk menampilkan hubungan untuk penilaian
dan penggunaan, memberikan dasar untuk memprediksi dan meminimalkan
degradasi tanah dan sumber daya air, memungkinkan penilaian dampak
menajemen pada perubahan ekologi dan lingkungan, dan memungkinkan
pengguna lahan untuk mengelola secara berkelanjutan (NRCS, 2012).
Sifat Fisik Tanah
Tanah pada awalnya terbentuk melalui disintegrasi dan dekomposisi dari
batuan oleh proses fisika dan kimia, dan dipengaruhi oleh aktivitas dan akumulasi
endapan sisa-sisa spesies mikroskopis dan makroskopis tanaman dan hewan.
Kajian dasar fisika tanah bertujuan mencapai pengertian dasar tentang mekanisme
pengatur kelakuan tanah dan peranan tanah pada biosfer, termasuk proses-proses
yang saling berkaitan seperti pertukaran energi bumi dan siklus air dan
transportasi bahan-bahan lapangan (Hillel, 1997).
Tekstur adalah ungkapan agihan besar zarah tanah atau proporsi nisbi
fraksi tanah.Dalam hal fraksi lempung merajai dibandingkan dengan fraksi debu
dan pasir, tanah dikatakan bertekstur halus atau lempungan.Oleh karena tanah
bertekstur halus sering bersifat berat diolah karena sangat liat dan lekat sewaktu
basah dan keras sewaktu kering, tanah yang dirajai fraksi lempung juga disebut
bertekstur berat.Sebaliknya, tanah yang dirajai fraksi pasir disebut kasar, pasiran,
atau ringan (mudah diolah, karena longgar dan gembur). Apabila kadar ketiga
fraksi tanah kira-kira berimbang, tanah disebut bertekstur sedang. Tanah dirajai
fraksi debu disebut bertekstur debuan. Apabila fraksi lempung banyak dan fraksi
debu cukup, akan tetapi fraksi pasir sedikit, tanah disebut bertekstur lempung
Bila partikel mineral berukuran besar yang dominan (≥ 70%), maka tanah
yang terbentuk disebut tanah berbatu atau berpasir atau tekstur ringan karena
mudah diolah. Tanah berpasir mempunyai daya menahan air yang rendah
(Hanafiah, dkk., 2009).
Pasir merupakan partikel dengan ukuran yang relatif besar namun
memiliki luas permukaan yang kecil, dibandingkan dengan partikel penyusun
tanah lainnya yaitu liat dan debu.Karena luas permukaan pasir yang kecil,
sehingga fraksi pasir memiliki peran yang kecil pula dalam sifat fisik dan kimia
tanah. Namun, disisi lain pasir mampu meningkatkan ukuran ruang antar partikel,
sehingga memudahkan pergerakan udara dan drainase air di dalam tanah
(Foth, 1951).
Permeabilitas tanah pada tanah pasir masih nyata lebih tinggi dibanding
tanah liat, hal ini menyebabkan air yang diberikan ke dalam tanah menjadi cepat
hilang. Bukan hanya air, peluang hara untuk hilang terbawa aliran air secara
vertikal (leaching) juga menjadi besar, sehingga hara yang mampu diserap
tanaman menjadi rendah (Dariah, dkk., 2013).
Tanah pasir yang didominasi oleh mineral-mineral primer terutama kuarsa
(SiO2) tahan terhadap pelapukan dan tidak mampu menyerap unsur-unsur hara
sehingga tidak mampu menyediakan unsur hara bagi tanaman. Umumnya tanah
berpasir miskin akan unsur hara N dan P (Saptiningsih, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian Tangketasik dkk., (2012) menyatakan bahwa
korelasi antara pasir dan c-organik, menunjukkan bahwa semakin tinggi
kandungan pasir semakin rendah kandungan c-organik tanah. Fraksi pasir
tinggi pasir semakin baik pertukaran udara yang selanjutnya berpengaruh terhadap
oksidasi bahan organik tanah menjadi mineral-mineral tanah.
Fraksi liat, dengan ukuran partikel berkisar dari 2 µ m dan lebih kecil,
marupakan fraksi koloid. Karena liat mempunyai luas permukaan per satuan
massa lebih besar dan aktivitas fisika kimia yang aktif, liat berperan sebagai fraksi
penentu yang mempunyai pengaruh terbesar pada sifat tanah. Partikel liat
mengisap dan mengikat air, sehingga menyebabkan tanah mengembang saat
pembasahan dan menyusut saat kering (Hillel, 1997). Tanah dengan kadar liat
yang tinggi juga memungkinkan terjadinya pemadatan, yang akhirnya juga akan
meningkatkan serangan penyakit (Wing et al., 1995).
Sifat memantapkan dari liat menjelaskan bahwa bahan organik tanah
terutama di daerah tropis terkonservasi dengan baik pada tanah yang mempunyai
kadar liat tinggi. Melalui permukaan spesifiknya, liat mempunyai kemampuan
yang hebat mengadsorpsi senyawa-senyawa organik tanah yaitu substrat, produk
intermedier ataupun produk akhir metabolisme mikrobia (Hanafiah, dkk., 2009).
Debu merupakan partikel dengan ukuran pertengahan antara pasir dan liat,
dengan liat sebagai fraksi ukuran terkecil. Secara mineralogy dan fisika, partikel
debu mirip dengan partikel pasir, tetapi karena debu lebih kecil dan mempunyai
luas permukaan yang lebih besar per satuan massa, dan sering dilapisi oleh
lempung yang mengikat kuat, debu dalam beberapa hal memiliki atribut fisik yang
berbeda dengan liat (Hillel, 1997).
Dominasi fraksi debu akan menyebabkan terbentuknya pori-pori meso
dalam jumlah sedang, sehingga luas situs sentuhnya menjadi cukup luas dan
dan udara cukup mudah masuk-keluar tanah, sebahagian air akan tertahan.
Dilapangan, sebagian besar ruang pori terisi oleh udara dan air dalam jumlah yang
seimbang (Hanafiah, 2005).
Jamur Ganoderma
Jamur Ganoderma merupakan patogen tular tanah yang merupakan
penyakit penting yang menyerang kelapa sawit yang telah mengalami
peremajaan.Jamur ini tergolong kedalam cendawan akar putih (white rot fungi)
yang mampu mendegradasi lignin, selulosa, dan polisakarida lainnya.Patogenitas
jamur ini tidak hanya pada tanaman tua saja, tetapi juga dapat terjadi pada bibit
atau tanaman muda kelapa sawit (Risanda, 2008).Sebagian besar siklus
Ganoderma ada di dalam tanah atau jaringan tanaman. Penularan penyakit busuk
pangkal batang melalui tiga cara, yaitu kontak akar tanaman dengan sumber
inokulum Ganoderma, udara dengan basiodiospora, dan inokulum sekunder
berupa tunggul tanaman atau inang alternative (Susanto, dkk., 2013)
Jamur Ganoderma merupakan organisme penyebab penyakit busuk
pangkal batang pada tanaman yang tidak hanya kelapa sawit tetapi juga tanaman
palma lainnya. Saat ini, perkembangan penyakit ini sudah sangat luas,
dikarenakan adanya usaha berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta yang
melakukan pembukaan areal perkebunan khususnya kelapa sawit secara
besar-besaran (Semangun, 2000).
Jamur Ganoderma adalah salah satu jamur patogenik tular tanah (soil
borne) yang banyak ditemukan di hutan-hutan primer dan menyerang berbagai
jenis tanaman hutan. Jamur ini dapat bertahan di dalam tanah dalam jangka waktu
ketidakseimbangan agroekosistem di perkebunan kelapa sawit dan tidak adanya
jamur competitor dalam tanah, akibat menurunnya unsure hara organik dalam
tanah dan aplikasi herbisida yang tidak bijaksana. Beberapa faktor krusial yang
mempengaruhi perkembangan penyakit ini antara lain bahan tanaman, jenis tanah,
status hara, teknik penanaman, dan tanaman yang ditanam sebelum pembukaan
lahan baru (Kunia, 2015).
Penyakit Busuk Pangkal Batang yang disebabkan oleh jamur Ganoderma
dapat diidentifikasi secara fisik.Namun, yang dipermasalahkan adalah gejala awal
penyakit ini sulit diidentifikasi dikarenakan perkembangannya yang lambat dan
gejala eksternal berbeda dengan gejala internal.Pada tahap selanjutnya, setelah
tingkat infeksi semakin tinggi, gejala eksternal dapat diidentifikasi dengan
terhambatnya pertumbuhan, warna daun menjadi hijau pucat dan busuk pada
batang tanaman.Pada tanaman belum menghasilkan, gejala awal ditandai dengan
penguningan tanaman dan daun terbawah diikuti dengan nekrosis yang menyebar
ke seluruh daun. Pada tanaman dewasa, semua pelepah menjadi pucat, semua
daun dan pelepah mongering, daun tombak tidak membuka (terjadi akumulasi