• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Hak Merek Pada Bidang Jasa Usaha Menengah Dalam Rangka Menghadapi Pasar Tunggal Asean

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Hak Merek Pada Bidang Jasa Usaha Menengah Dalam Rangka Menghadapi Pasar Tunggal Asean"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN HAK MEREK PADA BIDANG JASA USAHA MENENGAH DALAM RANGKA MENGHADAPI PASAR TUNGGAL

E. Pengertian dan Dasar Hukum Pengaturan Bidang Jasa Usaha Menengah

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi

bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha

Besar yang memenuhi kriteria.35

Jasa Usaha Menengah adalah unit usaha produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau Badan Usaha disemua sektor

ekonomi. Pada prinsipnya, pembedaan antara Usaha Mikro (UMi), Usaha Kecil

(UK), Usaha Menengah (UM) dan Usaha Besar (UB) umumnya didasarkan pada

nilai asset awal (tidak termasuk tanah dan bangunan), omset rata-rata pertahun

atau njumlah pekerja tetap. Namun definisi Jasa Usaha Menengah berdasarkan

ketiga alat ukur ini berbeda disetiap Negara. Karena itu, memang sulit

membandingkan pentingnya atau peran Jasa Usaha Menengah antar Negara.

Tidak terdapat kesepakatan umum dalam membedakan sebuah Mikro Ekonomi

(MiE) dari sebuah UK atau UK dari sebuah UM, dan yang terakhir dari sebuah

UB. Namun demikian, secara umum, sebuah UMi mengerjakan lima atau kurang

pekerja tetap, walaupun banyak usaha dari kategori ini tidak mengerjakan pekerja

35

(2)

yang digaji, yang didalam literature sering disebut self employment. Sedangkan

sebuah Jasa Usaha Menengah dapat berkisar antara kurang dari 100 pekerja (di

Indonesia), dan 300 pekerja (di China). Selain menggunakan jumlah pekerja,

banyak Negara yang juga menggunakan nilai asset tetap (tidak termasuk gedung

dan tanah) dan omset dalam mendefinisikan Jasa Usaha Menengah. Bahkan

dibanyak Negara, definisi Jasa Usaha Menengah berbeda antar sector, misalnya di

Thailand, India, dan China, atau bahkan berbeda antar lembaga atau departemen

pemerintah, misalnya Indonesia dan Pakistan.36

Usaha mikro kecil dan menengah sering kali dipandang sebagai sebuah

problem. Terdapat berbagai alasan mengapa muncul pandangan seperti itu.

Tinjauan prespektif kemampuan usaha mikro kecil dan menengah dianggap

kurang berdaya. Sehingga pemerintah merasa perlu memberikan perhatian khusus,

perlindungan dan bantuan usaha nampaknya menjadi suatu keharusan, mengingat

jumlah tenaga kerja yang terserap dalam sektor ini cukup besar. Upaya dalam

mengatasi masalah tersebut harus menjadi agenda pembangunan yang pokok,

harus dilandasi oleh strategi penguatan dan pemberdayaan yang tujuannya adalah

memampukan juga memandirikan lapisan pengusaha kecil.37

Pandangan dari perspektif lain, usaha mikro kecil dan menengah justru

memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan usaha besar. Hal tersebut dapat

diketahui dari kemampuannya dalam melunasi kewajiban pembayaran hutang.

38

36

Tulus Tambunan, Op.Cit, hal 3

37

Nety Herawati, Op.Cit, hal 2

38

http://muthiyagabrielamalawat.blogspot.co.id/2011/04/usaha-kecil-menengah-ukm.html

(3)

Dasar hukum yang pengaturan bidang jasa usaha menengah ialah:

1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi

bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha

Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.39 Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam

rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi

yang berkeadilan.40

Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yaitu mewujudkan

struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan,

menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri dan meningkatkan peran

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan

lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi dan

pengentasan rakyat dari kemiskinan.41

Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan Usaha

Menengah dalam bidang pembiayaan dan penjaminan dengan memfasilitasi

dan mendorong peningkatan pembiayaan modal kerja dan investasi melalui

39

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah, Pasal 1 angka 3

40

Ibid, Pasal 3

41

(4)

perluasan sumber dan pola pembiayaan, akses terhadap pasar modal, dan

lembaga pembiayaan lainnya; dan mengembangkan lembaga penjamin kredit

dan meningkatkan fungsi lembaga penjamin ekspor.42 Dalam pelaksanaan

kemitraan dengan pola distribusi dan keagenan Usaha Besar dan/atau Usaha

Menengah memberikan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa kepada

Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil.43Usaha Menengah dilarang memiliki

dan/atau menguasai Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil mitra usahanya.44

2. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah

Pengembangan usaha dilakukan terhadap Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan

Usaha Menengah.45 Pengembangan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha

Menengah dilakukan melalui pendataan, identifikasi potensi, dan masalah

yang dihadapi, penyusunan program pembinaan dan pengembangan sesuai

potensi dan masalah yang dihadapi, pelaksanaan program pembinaan dan

pengembangan dan pemantauan dan pengendalian pelaksanaan program.46

Pemerintah dan Pemerintah Daerah memprioritaskan pengembangan Usaha

Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah melalui pemberian kesempatan

untuk ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah dan Pemerintah

Daerah, pencadangan usaha bagi Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha

Menengah melalui pembatasan bagi Usaha Besar, kemudahan perizinan,

42

Ibid, Pasal 24

43

Ibid, Pasal 31

44

Ibid, Pasal 35 ayat (2)

45

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah, Pasal 3 ayat (1)

46

(5)

penyediaan Pembiayaan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan atau fasilitasi teknologi dan informasi.

3. Peraturan menteri koperasi dan usaha kecil dan menengah nomor

18/PER/M.KUKM/IX/2015 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan bagi

Sumber daya manusia Koperasi, Pengusaha mikro, Kecil, dan Menengah

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang-perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi

bagian baik langsung ataupun tidak langsung dari usaha kecil atau usaha besar

dari hasil penjualan tahunan yang memenuhi kriteria Usaha Menengah

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.47

F. Bidang Jasa Usaha Menengah Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN

Pasar tunggal ASEAN mulai berla

(MEA) dimaksudkan untuk mengintegrasikan perekonomian ASEAN dengan

empat pilar yakni menciptakan pasar tunggal dan basis produksi, meningkatkan

daya saing, meningkatkan pembangunan ekonomi yang adil, dan lebih

mengintegrasikan ASEAN ke dalam ekonomi global. Pemberlakuan MEA pada

satu sisi akan memberikan peluang karena terjadinya arus bebas barang, jasa,

investasi, modal, dan tenaga kerja terampil. Dengan adanya MEA akan

mendorong kawasan ASEAN menjadi lebih terintegrasi, dinamis dan kompetitif

47

(6)

dalam menghadapi persaingan dagang kawasan dan global.48Ini membuat

pergerakan bebas barang dan jasa yang diperkirakan dapat menurunkan harga

bahan baku dan biaya produksi di ASEAN hingga 10-20 persen. Sayangnya

penurunan tarif ini yang justru belum banyak dimanfaatkan oleh UKM. Menurut

perkiraan hanya sekitar 20-25 persen perusahaan Indonesia yang memanfaatkan

penurunan tarif preferensial (common effective preferential tariff/CEPT) yang

berlaku di AFTA atau MEA.49

Bidang Jasa usaha menengah sendiri selama ini masih gagap menghadapi

persaingan domestik dengan usaha menengah dan besar, namun sekarang tiba-tiba

harus menghadapi sesama Jasa Usaha Menengah dari semua negara ASEAN.

Masalah kesiapan dalam menghadapi MEA bukan monopoli Jasa Usaha

Menengah di Indonesia. Jasa Usaha Menengah negara lain juga menghadapi

kondisi hal yang sama. Sebuah survei yang dilakukan oleh Bank Pembangunan

Asia dan Institut Studi Asia Tenggara (2015) menemukan bahwa kurang dari

seperlima bisnis kawasan ASEAN yang siap menghadapi masyarakat ekonomi

ASEAN.50

Pada pertengahan tahun ini, Kementerian Perdagangan Malaysia

melakukan survei terhadap sekitar seribu industri skala kecil dan menengah. Lebih

dari setengah dari mereka yang tidak tahu tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN,

terutama apa yang bisa dilakukan untuk bisnis mereka. Ada sekitar 60% Jasa

Usaha Menengah tidak menyadari peluang di negara-negara ASEAN lainnya, baik

48

Lubis, A. Lima Tahap Menuju Pasar Tunggal ASEAN. Waspada. Medan. http://www.waspada.co.id (10 Mei 2016).

49

50

(7)

mereka tidak menyadari apa itu MEA atau tidak menyadari peluang yang tersedia

di negara-negara ASEAN. Kondisi serupa juga dialami oleh beberapa negara

ASEAN lainnya. Myanmar, misalnya juga menghadapi kendala yang tidak jauh

berbeda. Bahkan para pengusaha Myanmar sendiri mengaku belum siap untuk

bergabung dalam pasar MEA. Artinya Indonesia bukan satu satunya negara

ASEAN yang masih memerlukan persiapan lebih banyak. Diperlukan sebuah

strategi bisnis yang tepat bagi Jasa Usaha Menengah dalam memosisikan diri

menghadapi MEA. Pada dasarnya setiap negara memiliki keunggulan bersaing

yang berbeda sesuai dengan resources negara yang bersangkutan. Setiap negara

memiliki awarnessyang hendak di bangun dalam menghadapi persaingan.51

51

Unisosdem. ASEAN Berencana Menjadi Pasar Tunggal.

Kesulitan yang dihadapi oleh Jasa Usaha Menengah di Indonesia dalam

bersaing adalah lemahnya kegiatan branding dan promosi serta penetrasi pasar

diluar negeri. Kesulitan ini jangan sampai membuat Jasa Usaha Menengah

Indonesia terdesak untuk masuk pasar luar negeri. Tantangan tersebut, bukan

hanya menjadi tanggung jawab Jasa Usaha Menengah saja, tetapi juga

pemerintah. Selain itu ada banyak tantangan dalam meningkatkan daya saing

perekonomian nasional. Hingga kini Indonesia masih menghadapi persaingan

dengan negara lain terkait dengan daya saing infrastruktur, kesiapan sumber daya

manusia, pembiayaan lembaga keuangan dan perbankan dalam mendukung

perkembangan Jasa Usaha Menengah, dan iklim bisnis yang mampu mendorong

persaingan dan efisiensi bisnis.

(8)

Selain itu, Jasa Usaha Menengah harus mampu beradaptasi dengan

lingkungan bisnis secara keseluruhan, kemudahan akses terhadap pembiayaan,

akses ke pasar, dan produktivitas dan efisiensi. Akses ke lembaga keuangan

merupakan sebuah rintangan utama, karena pembiayaan untuk Jasa Usaha

Menengah masih menggunakan skema kredit komersial, bahkan suku bunga

pembiayaan Indonesia jauh dari kompetitif di banding negara ASEAN lainnya.

Belum lagi perusahaan khusus mikro yang memiliki potensi untuk berkembang

dari usaha kecil atau menengah masih mengalami hambatan berkoneksi dengan

lembaga keuangan karena mereka tidak memiliki dokumentasi keuangan dan

catatan, tidak ada hubungan perbankan, dan kurang melek finansial. Asimetri

informasi kredit Jasa Usaha Menengah, ketersediaan atau kurangnya kredit yang

dijamin, ketidakcocokan program pembiayaan Jasa Usaha Menengah, semakin

menambah masalah. Sementara itu, kalangan perbankan juga harus mampu

menjembatani akses yang lebih baik dalam membiayai Jasa Usaha Menengah. Hal

itu dapat dicapai melalui peningkatan keterampilan manajemen risiko lembaga

keuangan dan memahami lebih jauh kebutuhan sektor tersebut, sehingga

meningkatkan kemampuan mereka dalam mengelola program pembiayaan Jasa

Usaha Menengah.

Kalangan perbankan harus membantu para Jasa Usaha Menengah

menyadari pentingnya perilaku pembayaran yang baik bagi mereka sendiri karena

hal itu akan dapat mendukung permintaan kredit untuk Jasa Usaha Menengah

mereka. Jasa Usaha Menengah juga harus memahami dan mengendalikan risiko

(9)

pendapatan mereka, menghindari penipuan identitas (informasi pribadi mereka

digunakan oleh orang lain untuk mendapatkan kredit) dan lain sebagainya.

Jasa Usaha Menengah didorong untuk memiliki pola pikir yang

kompetitif; terhubung ke target pasar; sesuai dengan standar internasional dan

proses terbaik di kelasnya atau benchmarking; bersaing secara berkelanjutan; dan

beradaptasi dengan praktik bisnis terbaik. Dalam menghadapi MEA, Jasa Usaha

Menengah juga didesak untuk mampu berintegrasi dengan pasar bebas ASEAN

(MEA) menjadi sebuah kesempatan untuk tumbuh.

Masyarakat ekonomi ASEAN memberikan kesempatan bagi Jasa Usaha

Menengah untuk menjadi pemain utama di pasar ASEAN dan memungkinkan

untuk terintegrasi dalam jaringan produksi regional dan rantai nilai global.

Dengan kemampuan bersaing ini, Jasa Usaha Menengah Indonesia akan mampu

menjadi pemain regional dan global yang kompetitif dan meningkatkan

produktivitasnya menghadapi pasar bebas ASEAN.52

Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan pelaku bisnis yang

bergerak pada berbagai bidang usaha, yang menyentuh kepentingan masyarakat.

Berdasarkan data BPS (2003), populasi usaha kecil dan menengah (UKM)

jumlahnya mencapai 42,5 juta unit atau 99,9 persen dari keseluruhan pelaku bisnis

di tanah air. Jasa Usaha Menengah memberikan kontribusi yang signifikan

terhadap penyerapan tenaga kerja, yaitu sebesar 99,6 persen. Semenrtara itu,

kontribusi UKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 56,7 persen.53

52

53

(10)

Usaha kecil dan menengah merupakan tulang punggung perekonomian

ASEAN. Kerja sama regional untuk mengembangkan Jasa Usaha Menengah

berpedoman pada kebijakan cetak biru ASEAN untuk perkembangan UKM

2004-2014. Dibangun dengan proses berkelanjutan, rencana strategis perkembangan

UKM ASEAN 2010-2015 meliputi komitmen regional pengembangan Jasa Usaha

Menengah yang diadopsi dari Small Medium Enterprises Working Group

(SMEWG) tahun 2009 dan didukung oleh Pertemuan Pejabat Senior Perdagangan

Senior Economic Officials Meeting (SEOM) 2010 untuk Meningkatkan daya

saing dan fleksibilitas kemajuan Jasa Usaha Menengah sebagai pasar utama dan

basis produksi di ASEAN. Untuk saat ini Koperasi lebih menikberatkan kepada

UKM dan telah ada Kementrian Koperasi dan Jasa Usaha Menengah dengan

tugas nya membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di

bidang Jasa Usaha Menengah masyarakat dalam menghadapi Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA).

Sejauh ini persiapan Jasa Usaha Menengah untuk menghadapi era MEA

2015 ini cukup bagus. Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015

membawa suatu peluang sekaligus tantangan bagi ekonomi Indonesia. Dengan

diberlakukannya MEA, negara anggota ASEAN akan mengalami aliran bebas

barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terdidik dari dan ke masing-masing

negara. Untuk menghadapi era pasar bebas se-Asia Tenggara itu, dunia usaha di

Tanah Air tentu harus mengambil langkah-langkah strategis agar dapat

menghadapi persaingan dengan negara ASEAN lainnya, tak terkecuali sektor Jasa

(11)

Persiapan Jasa Usaha Menengah untuk menghadapi era MEA ini cukup

bagus, Persiapan sampai saat ini untuk menghadapi MEA itu kurang lebih 60

sampai 70 persen. Sebagai persiapan, menurut dia, pemerintah telah

melaksanakan beberapa upaya strategis, salah satunya pembentukan Komite

Nasional Persiapan MEA 2015, yang berfungsi merumuskan langkah antisipasi

serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan Jasa Usaha Menengah

mengenai pemberlakuan MEA pada akhir 2015. Adapun langkah-langkah

antisipasi yang telah disusun Kementerian Koperasi dan Jasa Usaha Menengah

untuk membantu pelaku Jasa Usaha Menengah menyongsong era pasar bebas

ASEAN itu, antara lain peningkatan wawasan pelaku Jasa Usaha Menengah

terhadap MEA, peningkatan efisiensi produksi dan manajemen usaha,

peningkatan daya serap pasar produk Jasa Usaha Menengah lokal, penciptaan

iklim usaha yang kondusif. Untuk meningkatkan kualitas pelaku Jasa Usaha

Menengah, berbagai pembinaan dan pelatihan, baik yang bersifat teknis maupun

manajerial selalu di gaungkan. Namun, banyaknya tenaga kerja yang tidak

terampil tentu berdampak pada kualitas produk yang dihasilkan. Oleh karena itu,

kementrian Koperasi melakukan pembinaan dan pemberdayaan Jasa Usaha

Menengah yang diarahkan pada peningkatan kualitas dan standar produk, agar

mampu meningkatkan kinerja Jasa Usaha Menengah untuk menghasilkan

produk-produk yang berdaya saing tinggi.54

Sektor Jasa Usaha Menengah yang paling penting untuk dikembangkan

dalam menghadapi MEA itu yang terkait dengan industri kreatif dan inovatif,

handicraft, home industry, dan teknologi informasi. Kementrian Koperasi juga

54

(12)

berupaya meningkatkan akses dan transfer teknologi untuk mengembangkan

pelaku Jasa Usaha Menengah inovatif sehingga nantinya mampu bersaing dengan

pelaku Jasa Usaha Menengah asing. Peningkatan daya saing dengan pemanfaatan

teknologi informasi dan komunikasi (TIK), diperlukan para pelaku Jasa Usaha

Menengah di Indonesia untuk menghadapi persaingan usaha yang makin ketat,

khususnya dalam menghadapi MEA.

Jasa Usaha Menengah memiliki kontribusi yang besar dalam

perekonomian Indonesia namun para jasa usaha menengah belum menyadari itu.

Jasa Usaha Menengah memiliki peran yang penting dalam pembangunan

perekonomian di Indonesia terlebih untuk menghadapi MEA. Namun jasa usaha

menengah di Indonesia memiliki berbagai kendala untuk berkembang yaitu

kualitas tenaga kerja yang rendah,kekurangan modal dll. Namun sekarang

pemerintah sedang berusaha melakukan perbaikan kualitas tenaga kerja dengan

melakukan pendidikan dan juga pelatihan kemudian mengenai kekurangan modal,

pemerintah Indonesia sedang berusaha untuk mempermudah akses jasa usaha

menengah dalam mendapatkan modal di bank. Misalnya dengan adanya KUR

(Kredit Usaha Rakyat). Dengan berbagai upaya tersebut diharapkan Indonesia

siap untuk menghadapi MEA.55

55

Anna Allaily Lutfi Rizka Putri, Masyarakat Ekonomi Asean (Mea)Mengenai Usaha Kecil Menengah (UKM), Makalah MEA Mengenai UKM, Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji Batam, 2016

Perjalanan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)

menuju pasar tunggal ASEAN. Masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) bertujuan

untuk mengintegrasikan perekonomian ASEAN dengan empat pilar: Menciptakan

pasar tunggal dan basis produksi, meningkatkan daya saing, meningkatkan

pembangunan ekonomi yang adil, dan lebih mengintegrasikan ASEAN ke dalam

(13)

terutama di kalangan jasa usaha menengah. Jasa usaha menengah kita selama ini

banyak bergerak disektor informal di pedesaan dan cenderung belum well inform.

Peran pemerintah dalam mensosialisasi potensi dan peluang MEA masih perlu

terus di dorong, terutama di kalangan jasa usaha menengah agar mampu bersaing

dengan pelaku jasa usaha menengah negara lain.

Masalah kesiapan dalam menghadapi MEA merupakan hal yang tidak bisa

ditawar tawar lagi. Negara lain juga menghadapi kondisi hal yang sama. Sebuah

survei yang dilakukan oleh Bank Pembangunan Asia dan Institut Studi Asia

Tenggara (2015) menemukan bahwa kurang dari seperlima bisnis kawasan Asean

yang siap menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN.

Pada pertengahan tahun ini, Kementerian Perdagangan Malaysia

melakukan survei terhadap sekitar seribu industri skala kecil dan menengah. Lebih

dari setengah dari mereka yang tidak tahu tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN,

terutama apa yang bisa dilakukan untuk bisnis mereka. Ada sekitar 60 persen jasa

usaha menengah tidak menyadari peluang di negara-negara Asean lainnya, baik

mereka tidak menyadari apa itu Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau tidak

menyadari peluang yang tersedia di negara-negara ASEAN. Dalam menghadapi

MEA, jasa usaha menengah didesak untuk mampu berintegrasi dengan pasar

bebas Asean (MEA) menjadi sebuah kesempatan untuk tumbuh. Masyarakat

ekonomi Asean memberikan kesempatan bagi bagi jasa usaha menengah untuk

menjadi pemain utama di pasar ASEAN dan memungkinkan untuk terintegrasi

dalam jaringan produksi regional dan rantai nilai global. Tantangan tersebut,

bukan hanya menjadi tangungjawab jasa usaha menengah saja, tetapi juga

(14)

dengan negara lain. Daya saing ini di harapkan mampu mendorong manajemen

jasa usaha menengah membuat struktur bisnis yang diperlukan yang dapat

mendukung operasi lebih efisien dan mengembangkan kemampuan yang lebih

fleksibel dalam bersaing di kawasan intra ASEAN. Dengan kemampuan bersaing

ini, jasa usaha menengah Indonesia akan mampu menjadi pemain regional dan

global yang kompetitif dan meningkatkan produktivitasnya menghadapi pasar

bebas ASEAN. Selain itu ada banyak tantangan dalam meningkatkan daya saing

perekonomian nasional. Hingga kini kita masih menghadapi persaingan dengan

negara lain terkait dengan daya saing infrastruktur, kesiapan sumber daya

manusia, pembiayaan lembaga keuangan dan perbankan dalam mendukung

perkembangan jasa usaha menengah, dan iklim bisnis yang mampu mendorong

persaingan dan efisiensi bisnis.

Persoalan lain yang harus di hadapi adalah internal jasa usaha menengah

sendiri dalam menghadapi MEA. Untuk melakukannya, jasa usaha menengah

didorong untuk memiliki pola pikir yang kompetitif;terhubung ke target pasar;

sesuai dengan standar internasional dan proses terbaik di kelasnya atau

benchmarking; bersaing secara berkelanjutan; dan beradaptasi dengan praktik

bisnis terbaik.56

Jasa usaha menengah harus mampu beradaptasi dengan lingkungan bisnis

secara keseluruhan, kemudahan akses terhadap pembiayaan, akses ke pasar, dan

produktivitas dan efisiensi. Akses ke lembaga keuangan merupakan sebuah

rintangan utama, karena pembiayaan untuk jasa usaha menengah masih

56

(15)

menggunakan skema kredit komersial, bahkan suku bunga pembiayaan Indonesia

jauh dari kompetitif di banding negara Asean lainnya. Belum lagi perusahaan

khusus mikro yang memiliki potensi untuk berkembang dari usaha kecil atau

menengah masih mengalami hambatan berkoneksi dengan lembaga keuangan

karena mereka tidak memiliki dokumentasi keuangan dan catatan, tidak ada

hubungan perbankan, dan kurang melek finansial. Asimetri informasi kredit jasa

usaha menengah, ketersediaan atau kurangnya kredit yang dijamin,

ketidakcocokan program pembiayaan jasa usaha menengah, semakin menambah

masalah.

Kalangan perbankan juga harus mampu menjembatani akses yang lebih

baik dalam membiayai jasa usaha menengah. Hal itu dapat dicapai melalui

peningkatan keterampilan manajemen risiko lembaga keuangan dan memahami

lebih jauh kebutuhan sektor tersebut, sehingga meningkatkan kemampuan mereka

dalam mengelola program pembiayaan jasa usaha menengah. Selain itu, kalangan

perbankan harus membantu para jasa usaha menengah menyadari pentingnya

perilaku pembayaran yang baik bagi mereka sendiri karena hal itu akan dapat

mendukung permintaan kredit untuk jasa usaha menengah mereka. Bidang jasa

usaha menengah juga harus memahami dan mengendalikan risiko keuangan dan

likuiditas, agar tidak menimbulkan utang lebih tinggi dari pendapatan mereka,

menghindari penipuan identitas (informasi pribadi mereka digunakan oleh orang

lain untuk mendapatkan kredit) dan lain sebagainya.57

57

(16)

G. Hak Merek Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001

Pada umumnya, suatu produk dan jasa yang dibuat oleh seseorang atau

badan hukum diberi suatu tanda tertentu, yang berfungsi sebagai pembeda dengan

produk barang dan jasa lainnya yang sejenis. Tanda tertentu di sini merupakan

tanda pengenal bagi produk barang dan jasa yang bersangkutan, yang lazimnya

disebut dengan merek. Wujudnya dapat berupa suatu gambar, nama, kata,

huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut.58

Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,

angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki

daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau

jasa.59Merek merupakan tanda pengenal asal barang atau jasa bersangkutan

dengan produsennya.60 Merek dapat dianggap sebagai roh bagi suatu produk

barang atau jasa.61 Merek sebagai tanda pengenal dan tanda akan dapat

menggambarkan jaminan kepribadian (individuality) dan reputasi barang dan hasil

usahanya sewaktu diperdagangkan.62

58

Rachmad Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual : Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, (Bandung : PT. Alumni, 2003), hal 320

59

Much Nurachmad, Segala tentang HaKI Indonesia, (Yogyakarta : Penerbit Buku Biru, 2012), hal 54

60

Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, Cetakan Pertama, (Yogyakarta : Penerbit FH UII Press, 2006), hal 244

61

Ihsan Budi Maulana, Sukses Bisnis Melalui Merek dan Hak Cipta, (Bandung : Penerbit Citra Aditya Bakti, 1997), hal 60

62

Wiratno Dianggoro, Pembaharuan UU Merek dan Dampaknya bagi Usaha Bisnis, Jurnal Hukum Bisnis Volume 2, 1997, hal 34

Merek sebagai salah satu bidang kajian

dalam HKI yang cukup berperan dalam kegiatan bisnis. Permasalahan merek erat

(17)

jasa, sedangkan konsumen akan timbul suatu pratise tersendiri jika dia

menggunakan merek tertentu.63

Merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan berang-barang atau jasa

sejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau kelompok orang atau

badan hukum dengan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan oleh

orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya

dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.64

Pada mulanya merek hanya diakui untuk barang, pengakuan merek jasa

barulah diakui Konvensi Paris pada perubahan di Lisabon 1958. Penekanan

unsur-unsur dari definisi merek yang diatur dalam Undang-undang Merek menjadikan

semakin dapat membedakan antara merek dengan kombinasi-kombinasi lain dari

dari satu produk. Merek merupakan identitas dari sebuah produk. Terkadang

konsumen mengenal sebuah barang dari merek yang diketahuinya. Merek juga

merupakan pencitraan dari sebuah kualitas produksi, untuk itulah setiap

pengusaha menginginkan mereknya tidak disalagunakan oleh pihak lain.65

Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada

pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu

tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin

kepada pihak lain untuk menggunakannya.

66

63

Aulia Muthiah, Aspek Hukum Dagang dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Yogyakarta : PT Pustaka Baru Press, 2016), hal 158

64

Ok. Saidin, Op.Cit, hal 345

65

Zainal Asikin, Hukum Dagang, (Jakarta : Penerbit Rajawali Pers, 2013), hal 140

66

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek, Pasal 3

Hak eksklusif untuk memakai merek

(18)

tertentu. Oleh karena suatu merek memberi hak khusus atau hak mutlak pada yang

bersangkutan, maka hal itu dapat dipertahankan terhadap siapapun.67

Merek tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh

Pemohon yang beritikad tidak baik.

68

Merek tidak dapat didaftar apabila Merek

tersebut mengandung salah satu unsur bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum, tidak

memiliki daya pembeda, telah menjadi milik umum atau merupakan keterangan

atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.69

Hak atas Merek terdaftar dapat beralih atau dialihkn karena pewarisan,

wasiat, hiba, perjanjian atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan

perundang-undangan.70 Pengalihan hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) wajib dimohonkan pencatatannya kepada Direktorat Jenderal untuk

dicatat dalam Daftar Umum Merek.71 Permohonan pengalihan hak atas Merek

disertai dengan dokumen yang mendukung.72 Pengalihan hak Merek terdaftar

yang telah dicatat dimumkan dalam Berita Resmi Merek.73 Pengalihan hak atas

Merek terdaftar yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Merek tidak berakibat

hukum pada pihak ketiga.74Pencatatan pengalihan hak atas Merek dikenai biaya

sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.75

67

Sudargo Gautama dan Rizawanto Winanta, Hukum Merek Indonesia, (Bandung : Penerbit Citra Aditya Bakti, 1993), hal 68

68

Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek, Pasal 4

69

Pengalihan hak atas Merek

(19)

yang terkait dengan Merek tersebut.76 Hak atas Merek Jasa terdaftar yang tidak

dapat dipisahkan dari kemampuan, kualitas, atau keterampilan pribadi pemberi

jasa yang bersangkutan dapat dialihkan dengan ketentuan harus ada jaminan

terhadap kualitas pemberian jasa.77 Berarti pengalihan hak atas merek jasa hanya

dapat dilakukan apabila ada jaminan, baik dari pemilik merek maupun pemegang

merek atau penerima lisensi, untuk menjaga kualitas jasa yang

diperdagangkannya. Untuk itu, harus disusun suatu pedoman khusus oleh pemiik

merek (pembeli lisensi atau pihak yang mengalihkan merek) mengenai metode

atau cara pemberian jasa yang dilekati merek terebut.78

Merek sebagai salah satu bagian dari hak atas kekayaan intelektual manusia

yang sangat penting terutama dalam menjaga persaingan usaha yanga sehat, oleh

karenanya masalah merek perlu diatur dalam suatu undang-undang yang khusus

mengatur mengenai merek yaitu Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang

merek yang menggantikan Undang-undang sebelumnya yaitu Undang-undang

Nomor 19 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor

14 Tahun 1997.

79

Pekembangan terakhir, Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tenga

merek, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997,

telah diganti dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Pertimbangan penggantian dan penyempurnaan undang-undang tersebut, yaitu

dalam rangka menghadapi era perdagangan global serta untuk mempertahankan

76

Ibid, Pasal 41 ayat (1)

77

Ibid, Pasal 41 ayat (2)

78

Rachmad Usman, Op.Cit, hal 348

79

(20)

iklim persaingan usaha yang sehat, juga sebagai tindak lanjut penerapan

konvensi-konvensi internasional tentang merek yang telah diratifikasi oleh Indonesia.80

Merek sebagai salah satu wujud karya intelektual memiliki peranan penting

bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan

perdagangan dan investasi. Merek (dengan “brand image”-nya) dapat memenuhi

kebutuhan konsumen akan tanda pengenal atau daya pembeda yang teramat

penting dan merupakan jaminan kualitas produk atau jasa dalam suasana

persaingan bebas. Oleh karena itu merek dapat merupakan aset individu maupun

perusahaan yang dapat menghasilkan keuntungan besar, tentunya bila

didayagunakan dengan memperhatikan aspek bisnis dan manajemen yang baik.

Demikian pentingnya peranan merek ini, maka terhadapnya dilekatkan

perlindungan hukum, yakni sebagai objek yang terhadapnya terkait hak-hak

perseorangan atau badan hukum.81

Hak atas merek dapat diberikan kepada pihak lain oleh pemilik merek

terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian yang di dalamnya memuat

pemberian hak untuk menggunakan merek tersebut, baik untuk seluruh atau

sebagian jenis barang dan/atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan

syarat tertentu. Perjanjian yang demikian dinamakan dengan perjanjian lisensi.

Pada dasarnya, jangka waktu pemberian lisensi tidak lebih lama dari jangka waktu

perlindungan terdaftar yang bersangkutan.82

80

Muhamad Djumhana & R. Djubaedilla, Op.Cit, hal 213

81

Syprianus Aristeus, Perlindungan merek terkenal sebagai aset perusahaan, (Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2010), hal 8

82

(21)

Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek menguraikan bahwa

merek adalah tanda, yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,

susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya

pembeda dan digunakan dalam perdagangan barang atau jasa, selanjutnya

merumuskan definisi Merek adalah sebuah tanda dengan mana dipribadikan

asalnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat

atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain,83

sedangkan menurut Volmar suatu merek pabrik atau merek perusahaan adalah

suatu tanda yang dibubuhkan di atas barang atau di atas bungkusannya, guna

membedakan barang itu dengan barang-barang yang sejenis lainnya.84

Berdasarkan definisi-definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa Merek

adalah suatu tanda yang bertujuan untuk membedakan suatu produk baik barang

maupun jasa dengan produk barang atau jasa lain yang sejenis, sehingga dengan

demikian tanda tersebut haruslah memiliki daya pembeda dalam perwujudannya.

Merek dapat dikatakan sebagai tanda pengenal barang dan jasa, atau barang dan

jasa tersebut berasal (origin). Merek juga memiliki fungsi sebagai penghubung

antara barang dan jasa dengan produsennya, sehingga merek dapat digunakan

sebagai jaminan kualitas, reputasi barang dan jasa yang diproduksi atau dimiliki

oleh produsen atau pemilik merek tersebut pada saat barang dan jasa tersebut

diperdagangkan.85

83

R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid I (bagian pertama), (Jakarta : Penerbit Dian Rakyat, 2003), hal 149

84

H.F.A Vollmar. Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid I. Terjemahan I.S Adiwinata. (Jakarta: Rajawali Pers. 2002), hal 95

85

(22)

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek mengatur merek

dalam satu naskah (single text) sehingga lebih memudahkan masyarakat untuk

menggunakannya. Namun, ketentuan-ketentuan dalam peraturan yang lama yang

substansinya tidak diubah, dituangkan kembali dalam Undang-undang Nomor 15

Tahun 2001 tentang Merek.

Beberapa perbedaan yang menonjol dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun

2001 tentang Merek ini dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang

terdahulu, antara lain, menyangkut proses penyelesaian permohonan pendaftaran

Merek. Dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek,

pemeriksaan subtantif dilakukan setelah permohonan pendaftaran dinyatakan

diterima secara administratif. Sebelumnya, pemeriksaan subtantif dilakukan

seteleh selesainya masa pengumuman tentang adanya permohonan. Dalam

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ini jangka waktu

pengumuman dilaksanakan selama 3 bulan, lebih singkat dari jangka waktu

pengumuman berdasarkan peraturan terdahulu. Selanjutnya, dalam

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek diatur bahwa penyelesaian sengketa

Merek dapat dilakukan melalui Badan Peradilan khusus, yaitu pengadilan niaga.

Hal ini diharapkan agar sengketa merek dapat diselesaikan dalam waktu yang

relatif cepat. Ketentuan lainnya pula yang dianggap baru, yaitu ketentuan

penetapan sementara pengadilan yang bertujuan untuk mencegah dan melindungi

pemilik merek dari kerugian yang lebih besar. Dalam rangka memberikan

kesempatan yang lebih luas dalam penyelesaian sengketa, juga dikenalkan

(23)

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek juga mewajibkan

pemilik merek terdaftar yang sudah menggunakannya dalam perdagangan untuk

tidak menghentikan produksi dan pemasaran barang atau jasa dengan merek yang

sudah terdaftar tersebut lebih dari 3 tahun. Dengan demikian, pendaftaran merek

pada dasarnya dimaksudkan agar merek tersebut dipergunakan dalam

perdagangan sebab merek hanya akan memiliki nilai ekonomis jika dipergunakan

dalam perdagangan. Merek yang dipergunakan dalam perdagangan inilah yang

pada akhirnya dapat memajukan perekonomian nasional.

Perkembangan terakhir Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang

Merek telah diajukan untuk diubah drafnya telah diajukan ke BPHN untuk dibahas

kembali. Rencana perubahan yang dilakaukan cukup signifikan, misalnya,

perubahannya untuk memangkas prosedur dan birokrasi permohonan merek.

Pemangkasan prosedur itu didasarkan atas praktik selana ini bahwa pendaftaran

merek dagang atau merek jasa cukup berbelit dan lama. Khusus permohonan

perpanjangan pendaftaran merek, juga akan disederhanakan. Pemilik merek diberi

waktu 6 bulan sebelum merek itu habis masa berlakunya untuk mengajukan

permohonan perpanjangan pendaftaran.86

H. Pengaturan Hak Merek pada Bidang Jasa Usaha Menengah dalam rangka Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN

Memperluas ruang lingkup kerjasama hak kekayaan intelektual ASEAN,

selain merek dagang, termasuk kerjasama pertukaran informasi dan penegakan

hak cipta. Masing-masing anggota ASEAN masih tertinggal dalam pengembangan

86

(24)

intellectual property dibandingkan dengan kawasan lainnya, hanya Singapura

yang Intellectual propertynya paling menonjol. Sedangkan untuk pengembangan

sendiri-sendiri membutuhkan biaya riset yang tinggi dan teknologi khusus.

ASEAN akan bekerjasama dalam bidang ini dengan melindunginya melalui

HAKI. Dengan adanya kerjasama dalam pengembangan hak atas kekayaan

intelektual diharapkan biaya lebih murah sehingga mampu bersaing dengan

negara-negara di belahan dunia lain. Paling besar MEA terkait hak cipta akan

dialami oleh pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) dan industri kreatif kecil.

Sebab, industri kecil masih mengalami masa terlena dan masih awam dengan

pentingnya pendaftaran HAKI atas produk dan mereknya. Biasanya, mereka sudah

puas dengan capaian produk dan merek yang dibangunnya diterima oleh

konsumen. Tanpa memedulikan apakah produk mereka mudah ditiru atau dibajak.

pelaku usaha yang belum mendaftarkan HAKI produk dan merek mereka adalah

pelaku usaha kecil menengah. Padahal, industri kreatif di Indonesia sangat

dinamis dan terus berkembang. Kalau pelaku usaha masih belum mendaftarkan

produk dan merek mereka, mereka akan kewalahan dengan banjir produk dari luar

negeri tahun depan saat MEA diberlakukan. Pelaku usaha kecil menengah sudah

harus bersiap untuk menghadapi serangan produk asing saat MEA diberlakukan.

Sebab, untuk industri besar, persoalan HAKI tidak terlalu menjadi masalah.

Justru yang akan terancam pada masa MEA adalah produk dan merek dari pelaku

jasa usaha menengah.

Beranggotakan perwakilan dari Badan jasa usaha menengah ASEAN

atau ASEAN SME Agencies, kelompok kerja jasa usaha menengah ASEAN telah

(25)

pengembangan jasa usaha menengah di wilayah ASEAN. Kelompok kerja jasa

usaha menengah memformulasikan beberapa kebijakan, program, dan kegiatan

serta pelayanan sebagai suatu forum konsultasi dan koordinasi bagi kerja sama

UKM termasuk Negara Anggota ASEAN untuk meningkatkan status dari jasa

usaha menengah di seluruh Negara anggota melalui pendekatan yang beragam

meliputi peningkatan kapasitas, fasilitasi perdagangan, dan perdagangan lintas

batas demi memastikan pengembangan jasa usaha menengah sesuai dengan proses

yang telah berlangsung dari integrasi ASEAN melalui pendirian Masyarakat

Ekonomi ASEAN. Jasa usaha menengah tetap menjadi sumber utama lapangan

kerja dan pendapatan di banyak Negara ASEAN. Program terbaru yang

diimplementasikan di AMSs ada kaitannya dengan (a) pembentukan kurikulum

bersama bagi para pelaku usaha di ASEAN; (b) identifikasi praktik-praktik terbaik

dalam pembentukan fasilitas keuangan SME; dan (c) system nasional

e-commerce dan penggunaannya untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing.87

Dalam rangka menjaga stabilitas politik dan keamanan regional ASEAN,

meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di pasar dunia, dan

mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan serta meningkatkan

standar hidup penduduk Negara ASEAN, sepakat untuk segera mewujudkan

integrasi ekonomi yang lebih nyata dan meaningful yaitu ASEAN Economic

Community (AEC). ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan berbasis produksi

tunggal dimana terjadi arus barang, jasa, investasi, dan tenaga terampil bebas,

serta arus modal yang lebih bebas diantara Negara ASEAN. Dengan ini maka

akan terbuka pula peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasarnya di

87

(26)

kawasan ASEAN.88

Pasal 20 UU Perdagangan menyebutkan Penyedia Jasa yang bergerak di

bidang Perdagangan Jasa wajib didukung tenaga teknis yang kompoten sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyedia Jasa yang tidak

memiliki tenaga teknis yang kompoten dikenai sanksi administratif berupa Menyadari kondisi tersebut Indonesia sadar akan adanya

peluang dan tantangan yang akan dihadapi dalam persaingan pasar bebas ASEAN.

Pemerintah perlu menyusun perencanaan/ strategi bisnis, mengidentifikasi

hambatan dalam komunikasi bisnis lintas budaya, meningkatkan keterampilan

komunikasi bisnis masyarakat/ pelaku bisnis di Indonesia untuk tetap bisa

bertahan dalam dunia bisnis dan menjadi pemenang dalam persaingan pasar

tunggal.

Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan mencakup

bukan hanya barang tetapi juga jasa yang bias diperdagangkan (trade on services).

Sektor jasa ini sengaja dimasukan kedalam UU Perdagangan guna meghadapi

Masyarakat Ekonomi ASEAN mendatang, setidaknya ada tiga pasal yang,

mengatur tentang bidang jasa dalam UU Perdagangan dan menjadi bagian penting

dalam pelaksanaan MEA, yakni pasal 4 ayat (2), pasal 20 dan pasal 21. Lingkup

pengaturan bidang jasa, sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat(2) meliputi 12

sektor ini, jasa bisnis, jasa distribusi, jasa komunikasi, jasa pendidikan, jasa

lingkungan hidup, jasa keuangan, jasa konstruksi dan teknik terkait, jasa

kesehatan social, jasa rekreasi, kebudayaan dan olahraga, jasa pariwisata, jasa

transpotasi dan jasa lainnya.

88

(27)

peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan usaha, atau Pencabutan izin

usaha. Dalam pasal 21 UU Perdagangan, dijelaskan bahwa pemerintah dapat

memberi pengakuan terhadap kompotensi tenaga teknis dari negara lain

berdasarkan perjanjian saling pengakuan secara bilateral atau regional. Pasal ini

menjadi strategis bagi Kemendag karena selama ini Kemendag belum memiliki

dasar hukum yang jelas dalam hal melakukan negoisasi dengan negara-negara lain

Salah satu yang selama ini belum tegas cantolan hukumnya dalam konteks

kewenangan Kemendag adalah pembicaraan dengan negara lain. Melalui pasal 21

UU Perdagangan Pemerintah bisa memberikan pengakuan secara teknis dari

sesuai ketentuan.89

Upaya untuk ikut menyosialisasikan terkait pentingnya mendaftarkan

HAKI ini hingga ke daerah-daerah atau sentra industri kecil menengah.

Komunikasi akan dibangun Kadin dengan pemerintahan yang baru untuk

membantu pelaku usaha kecil menghadapi MEA tahun depan. MEA merupakan Pasal 21 UU Perdagangan ini, memberikan guidance kepada pemerintah

dalam hal melakukan perundingan dan negoisasi dengan negara-negara lain.

Sektor jasa merupakan sektor yang dapat mendongkrak daya saing dari ekspor.

Kedepannya, sektor jasa akan semakin menentukan daya saing Indonesia sehingga

perlu diatur dalam UU perdagangan. Tetapi mengingat cakupan yang lebih besar

dan tak sekedar kewenangan dan tupoksi Kemendag. Ada beberapa hal yang harus

diperhatikan oleh Kemendag dalam melaksanakan amanat dari UU Perdagangan

ini.

89

(28)

hasil kesepakatan para pemimpin ASEAN satu dasawarsa lalu untuk membentuk

sebuah pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015. Ini dilakukan

agar daya saing ASEAN meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India untuk

menarik investasi asing. Pembentukan pasar tunggal ini nantinya memungkinkan

satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di

seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat. Para insan kreatif

Indonesia dapat berkontribusi tanpa cemas, karyanya akan dibajak di pasaran.

Apalagi, menjelang tahun 2015, Indonesia masuk ke dalam pusaran Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA). Perlindungan hukum terhadap hak ekonomi mereka

mutlak adanya demi memenangi persaingan regional maupun global.90

1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000 (Lima ratus juta

Rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Usaha Kecil dan Menengah disebutkan bahwa bidang jasa usaha menengah

adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan

bersih paling banyak Rp200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat

usaha. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil

adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang

secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk

mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. Sedangkan ”Kriteria usaha kecil

menurut UU No. 20 tahun 2008 pasal 6 adalah sebagai berikut:

2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari dua milyar lima ratus juta Rupiah.

90

(29)

Indonesia adalah sentral, namun kebijakan pemerintah maupun pengaturan

yang mendukungnya sampai sekarang dirasa belum maksimal. Hal ini dapat

dilihat bahkan dari hal yang paling mendasar seperti definisi yang berbeda untuk

antar instansi pemerintahan. Demikian juga kebijakan yang diambil yang

cenderung berlebihan namun tidak efektif, hingga kebijakan menjadi kurang

terarah, serta bersifat tambal-sulam. Padahal jasa usaha menengah masih memiliki

banyak permasalahan yang perlu mendapatkan penanganan.91

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang tentang larangan praktik

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat merupakan salah satu perangkat

hukum untuk menunjang kegiatan bisnis yang sehat dalam upaya menghadapi

sistem ekonomi pasar tunggal dengan bergulirnya era globalisasi dunia dan

demokrasi ekonomi yang diberlakukan di tanah air. Selain itu, undang-undang ini

juga mengatur tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha yang

dapat merugikan kegiatan ekonomi orang lain bahkan bagi bangsa dan negara ini

dalam globalisasi ekonomi. Keberadaan undang-undang anti monopoli ini

menjadi tolok ukur sejauh mana pemerintah mampu mengatur kegiatan bisnis

yang sehat dan pengusaha mampu bersaing secara wajar dengan para

pesaingnya.

92

Permasalahan yang dihadapi oleh jasa usaha menengah membuat

kemampuan jasa usaha menengah berkiprah dalam perekonomian nasional tidak

91

92

(30)

dapat maksimal. Permasalahan yang dihadapi jasa usaha menengah antara lain

tentang kesadaran pemanfaatan Hki dalam hal ini adalah merek dagang.

Merek bertujuan untuk memberikan suatu jaminan dan perlindungan

hukum serta untuk memudahkan jika ada peralian hak (lisensi). Pengaturan

tentang merek dagang telah diwujudkan dalam bentuk peraturan

perundang-undangan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu pelanggaran, yaitu

Undang-Indang nomor 15 tahun 2001. Di dalam perdagangan merek berperan

sangat penting, karena secara tidak langsung membantu dalam pembangunan

perekonomian. Perlindungan terhadap merek juga dimaksudkan sebagai

perlindungan kepada masyarakat terutama kepada konsumen agar mereka tidak

keliru untuk mendapatkan suatu barang yang bermutu rendah atau kualitasnya

dibawah mutu dari barang asli, jadi sebagai jaminan mutu dari suatu barang.

Selain itu juga dimaksudkan sebagai upaya perlindungan terhadap produsen

sebagai pemegang hak milik yang sah, yang dikarenakan menurut omset

penjualan karena terjadinya pemalsuan dan peniruan terhadap barang-barangnya

sehingga mengakibatkan kerugian.93

93

Referensi

Dokumen terkait

This and similar peculiar features of non-archimedean differential equa- tions led Baldassarri to conjecture in 1987 that the comparison theorem between algebraic and analytic De

Saya akan bertanggung jawab dan siap mendapat sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku apabila pernyataan ini tidak benar. Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk

Kewilayahan Berprestasi, dengan ini kami umumkan hasil perusahaan yang LULUS Evaluasi. Penawaran sebagai

43/Pan.PBJ/KR.III/XII/2016, Tanggal 21 Desember 2016, tentang Penetapan Pemenang Lelang paket pekerjaan Jasa Lainnya sebagai berikut: Paket Pekerjaan : Pengadaan

Demikian pengumuman ini disampaikan untuk menjadi perhatian dan merupakan bagian tak terpisahkan dari dokumen kontrak. Bandung, 22 Desember 2016 KANTOR

Diberitahukan bahwa berdasarkan hasil evaluasi dokumen penawaran, negosiasi teknis dan harga serta verifikasi dokumen kualifikasi oleh Kelompok Kerja Khusus PDE INSW

Berdasarkan banyaknya merk tablet PC pada saat ini yang menjadi alternatif maka diambil 5 (lima) contoh tablet PC untuk penerapan metode Simple Additive Weighting

Hasil pengujian sistem informasi penjualan untuk minimarket ini dengan Black Box pada proses login, pengolahan data maupun hasil atau outputnya sesuai dengan target yaitu