• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Stres Kerja Pada Perawat ICU di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantauprapat Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Stres Kerja Pada Perawat ICU di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantauprapat Tahun 2015"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Di Indonesia rumah sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medis, pelayanan penunjang medis, rehabilitasi medis dan pelayanan perawatan (Herlambang dan Murwani, 2012).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

2.1.1 Klasifikasi rumah sakit

Klasifikasi rumah sakit umum berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit:

1. Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 (lima) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis. 2. Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

(2)

3. Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik.

4. Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis Dasar. 2.1.2 Karakteristik pelayanan rumah sakit

Diantara sekian banyak pelayanan rumah sakit, berikut 8 pelayanan yang akan banyak menggunakan sumber daya yang kompleks, diantaranya (Sabarguna dan Halimun, 2009):

1. Rawat jalan 2. Gawat darurat 3. Rawat inap 4. Intensif 5. Operasi 6. Radiologi 7. Laboratorium 8. Pelayanan Gizi 2.2Pengertian Perawat

(3)

Perawat adalah orang yang mengasuh dan merawat orang lain yang mengalami masalah kesehatan. Namun pada perkembangannya, defenisi perawat semakin meluas. Kini, pengertian perawat merujuk pada posisinya sebagai bagian dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional. Perawat merupakan tenaga profesional yang mempunyai kemampuan , tanggung jawab, dan kewenangan dalam melaksanakan dan/atau memberikan perawatan kepada pasien yang mengalami masalah kesehatan (Rifiani dan Sulihandri, 2013).

2.2.1 Peranan perawat

Peran pokok perawat antara lain sebagai berikut (Rifiani dan Sulihandri, 2013):

1. Sebagai caregiver (pengasuh), dilakukan dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia melalui pemberian pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan dilakukan mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks, sesuai dengan kebutuhan pasien.

2. Sebagai clientadvocate (advokat klien), berorientasi membantu/melayani klien dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan.

3. Sebagai counselor (konselor), yaitu pada saat klien menjelaskan perasaannya dan hal-hal yang berkaitan dengan keadaanya.

(4)

diberikan sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

5. Sebagai coordinator (coordinator), yaitu mengarahkan, merencanakan, dan mengoordinasikan pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi pelayanan kesehatan dapat mengerti dan melakukan praktik sesuai dengan kebutuhan klien.

6. Sebagai collaborator (kolaborator), bekerja sama dan/atau melalui tim kesehatan yang terdiri dari tenaga kesehatan seperti, dokter, perawat, dan lain sebagainya. Bersama-sama mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang dibutuhkan oleh klien.

7. Sebagai consultan (konsultan), yaitu sebagai tempat bertanya dan berkonsultasi. Dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

2.2.2 Fungsi perawat

Fungsi utama perawat adalah membantu pasien/klien baik dalam kondisi sakit maupun sehat, untuk meningkatkan derajat kesehatan melalui layanan keperawatan. Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi yaitu, fungsi independen, fungsi dependen, dan fungsi interdependen (Rifiani dan Sulihandri, 2013).

1. Fungsi Independen

(5)

sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia.

2. Fungsi Dependen

Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain.

3. Funsi Interdependen

Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan lainnya.

2.2.3 Standar praktik keperawatan

Standar praktik keperawatan telah dijabarkan oleh PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) pada tahun 2000 yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

1. Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Pengkajian keperawatan merupakan aspek penting dalam proses keperawatan yang bertujuan menetapkan data dasar tentang tingkat kesehatan klien yang digunakan untuk merumuskan masalah klien dan rencana tindakan.

2. Diagnosis Keperawatan

(6)

intervensi keperawatan dalam rangka mencapai peningkatan, pencegahan, dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan klien.

3. Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatn untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien. Perencanaan dikembangkan berdasarkan diagnosis keperawatan.

4. Implementasi

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan partispasi klien dalam tindakan keperawatan berpengaruh pada hasil yang diharapkan.

5. Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan dan merevisi data dasar dan perencanaan.

2.2.4 Pelayanan keperawatan intensif

(7)

kemampuan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut. Beberapa komponen ICU yang spesifik yaitu (1) pasien dirawat dalam keadaan kritis, (2) desain ruangan dan sarana yang khusus, (3) peralatan berteknologi tinggi dan mahal, (4) pelayanan dilakukan oleh staf yang profesional dan berpengalaman dan mampu mempergunakan peralatan yang canggih dan mahal (Hanafie, 2007).

Perawat intensif adalah seorang perawat profesional berlisensi yang bertanggung jawab terhadap pasien kritis dan keluarganya untuk memperoleh perawatan yang optimal (Chulay dan Burn, 2006). Perawat intensif dalam memberikan pelayanannya mengacu pada standar keperawatan kritikal, komitmen pada kode etik keperawatan dapat berfungsi sebagai perwakilan pasien secara tepat serta menunjukkan akuntabilitas terhadap tindakannya. Perawat kritikal menggunakan intervensi independen, dependen dan interdependent dalam mengelola pasien. Untuk dapat memberikan pelayanan sesuai dengan kompleksitisas pasien di ICU maka dibutuhkan perawat yang memiliki kompetensi minimal/dasar dan khusu/lanjut (Depkes RI, 2006).

Kompetensi dasar minimal meliputi:

1. Memahami konsep keperawatan intensif.

2. Memahami issue etik dan hukum pada perawatan intensif.

(8)

4. Melakukan pengkajian dan analisa data yang didapat khususnya mengenai: henti napas dan jantung, status pernafasan, gangguan irama jantung, status hemodinamik pasien dan status kesadaran pasien.

5. Mempertahankan kebersihan jalan napas pada pasien yang terpasang Endotracheal tube (ETT).

6. Mempertahankan patensi jaan napas dengan menggunakan ETT. 7. Melakukan fisioterapi dada.

8. Memberikan terapi inhalasi.

9. Mengukur saturasi dengan menggunakan pulse oksimetri. 10. Memberikan terapi oksigen dengan berbagai metode. 11. Melakukan monitoring hemodinamik non invasive.

12. Memberikan Basic life support (BLS) dan Advanced live support (ALS). 13. Melakukan perekaman EKG (elektrokaediogram).

14. Melakukan interpretasi hasil rekaman EKG meliputi gangguan sistim konduksi, gangguan irama, dan pasien dengan gangguan myocardium (iskemik, injuri dan infark).

15. Melakukan pengambilan contoh darah untuk pemeriksaan analisa gas darah (AGD) dan elektrolit serta melakukan interpretasi hasil pemeriksaan AGD dan elektrolit.

16. Mengetahui koreksi terhadap hasil analisa gas darah dan elektrolit yang tidak normal.

17. Melakukan interpretasi hasil photo thorax.

(9)

19. Mempersiapkan pemberian terapi melalui syringepump dan infus pump. 20. Melakukan pengelolaan pasien dengan nutrisi parenteral.

21. Melakukan pengelolaan pasien dengan terapi cairan intavena. 22. Melakuka pengelolaan pasien dengan sindrom koroner akut. 23. Melakukan penanggulangan infeksi nosokomial di ICU. 2.2.5 Tugas perawat ICU

Tugas perawat ICU berdasarkan Depkes RI (2006), yaitu : 1. Identifikasi masalah.

2. Observasi 24 jam

1) Kardio vaskuler: peredaran darah, nadi, EKG, perfusi periver, CVP.

2) Respirasi: menghitung pernafasan , setting ventilator, menginterprestasikan hasil BGA, keluhan dan pemeriksaan fisik dan foto thorax.

3) Ginjal: jumlah urine tiap jam, jumlah urine selama 24 jam.

4) Pencernaan: pemeriksaan fisik, cairan lambung, intake oral, muntah , diare. 5) Tanda infeksi: peningkatan suhu tubuh/penurunan (hipotermi), pemeriksaan

kultuur, berapa lama antibiotic diberikan. 6) Nutrisi klien: enteral, parenteral.

7) Mencatat hasil lab yang abnormal.

8) Posisi ETT dikontrol setiap saat dan pengawasan secara kontinyu seluruh proses perawatan.

(10)

2.3Pengertian Stres

Stres merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap suatu perubahan dilingkungannya yang dirasakan menggangu dan mengakibatkan dirinya terancam (Anoraga, 2001).

Stres adalah suatu respon adaptif, melalui karakteristik individu dan atau proses psikologis secara langsung terhadap tindakan, situasi, dan kejadian eksternal yang menimbulkan tuntutan khusus baik fisik maupun psikologis yang bersangkutan (Nasution, 2002).

Stres menunjuk pada keadaan internal individu yang menghadapi ancaman terhadap kesejahteraan fisik maupun psikisnya. Penekanannya adalah pada persepsi dan evaluasi individu terhadap stimulus yang memiliki potensi membahayakan bagi dirinya. Sehingga ada perbandingan antara tuntutan yang menekan individu dan kemampuannya untuk mengatasi tuntutan tersebut. Keadaan yang tidak seimbang dalam mekanisme ini akan meningkatkan respon stres, bagi fisiologi maupun perilakunya (Nasution, 2002).

2.3.1 Stres kerja

Stres kerja adalah suatu kondisi dari hasil penghayatan subjektif individu yang dapat berupa interaksi antar individu dan lingkungan kerja yang dapat mengancam dan memberi tekanan secara psikologis, fisiologis dan sikap individu (Wijono, 2010).

(11)

diekspresikan sebagai: sikap pesimis, tidak puas, produktivitas rendah, dan sering absen.

Stres timbul setiap kali karena adanya perubahan dalam keseimbangan sebuah kompleksitas antara manusia-mesin dan lingkungan. Karena komplesitas itu merupakan suatu sistem interaktif, maka stres yang dihasilkan tersebut ada di antara beberapa komponen sistem. Manusia merupakan komponen terlemah, maka sebagian atau seluruh ketegangan yang diakibatkannya terwujud dalam tangan manusia. (Fraser, 1992).

Lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stresor kerja. Stresor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulan stres kerja. Bila ia sanggup mengatasi stresor kerja tersebut artinya tidak ada gangguan fungsi organ tubuh, maka dikatakan yang bersangkutan tidak mengalami stres. Tetapi sebaliknya bila ternyata ia mengalami gangguan pada satu atau lebih fungsi organ tubuh mengakibatkan seseorang tidak lagi dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka ia disebut distres (Waluyo, 2009).

2.3.2 Faktor-faktor penyebab stres kerja

(12)

Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau yang menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam pembangkit stres saja tetapi dari beberapa pembangkit stres. Karena sebagian besar waktu manusia bekerja, maka lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar sebagai sumber stres bagi para pekerja (Munandar, 2001).

Penyebab stres yang sering terjadi pada petugas kesehatan meliputi kerja shift, jam kerja yang panjang, peran yang ambigu dan konlik peran, dan terpaparnya petugas kesehatan terhadap infeksi dan substansi bahaya lainnya yang ada dirumah sakit. Beberapa penelitian tentang stres kerja terhadap perawat juga telah dilakukan berhubungan dengan beban kerja berlebih (work overload), tuntutan waktu pengerjaan tugas yang cepat, tidak adanya dukungan sosial dalam bekerja (khususnya dari supervisor, kepala perawat dan managerial keperawatan yang lebih tinggi), terpapar penyakit infeksi, tertusuk jarum, dan berhubungan dengan pasien sulit atau kondisi sulit pasien yang serius (NIOSH, 2008).

Setiap individu dapat terkena stres. Lama, keseringan serta intensitas stres seseorang individu berbeda dengan individu lainnya. Stres ini menyangkut individu yang terkena, sumber stres dan transaksi antara keduanya. Oleh karena itu faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya stres kerja (sumber stres) secara umum, digolongkan menjadi (Nasution, 2002):

1. Dalam diri individu (internal source)

(13)

permasalahan yang terjadi yang tidak sesuai dengan dirinya dan tidak mampu diatasi, maka dapat menimbulkan suatu stres, (Hidayat, 2004).

Konflik sebagai suatu hal yang nyata dalam kehidupan seseorang merupakan proses sosial orang-orang yang berusaha mencapai tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan. Sikap membiarkan suatu keadaan tertentu dalam bidang kerja, tidak dapat dihindari sebagai akibat adanya konflik. Kehidupan kerja seperti ini menunjukan perasaan tidak ikut memiliki bersama (sense of belonging) bidang kerja. Satu dengan yang lainya berusaha menjatuhkan lawannya walau dalam kondisi yang abstrak (Anoraga, 2001).

Salah satu faktor stres kerja yang bersumber pada karakteristik individu meliputi kepribadian type A. Pola tingkah laku type A digambarkan sebagai orang yang memiliki derajat dan intensitas yang tinggi untuk ambisi, dorongan untuk pencapaian (achievement) dan pengakuan (recognition), kebersaingan (competitiveness) dan keaagresifan. Orang tipe A memiliki paksaan untuk bekerja berlebih, selalu bergelut dengan batas waktu, dan sering menelantarkan aspek-aspek lain dari kehidupan seperti keluarga, kegiatan-kegiatan waktu luang dan rekreasi. Sebaliknya pola perilaku tipe B digambarkan sebagai tipe easy-going dan santai. Secara relatif bebas dari rasa mendesak, mereka tidak selalu harus berkejar dengan waktu (Munandar, 2008).

2. Luar diri individu (external source); (lingkungan kerja dan lingkungan psikososial sekitar)

(14)

lingkungan fisik kerja, hubungan antar manusia yang buruk, kurang pengakuan dan peningkatan jenjang karir, rasa kurang aman dalam bekerja dan sebagainya (Nasution, 2002).

a. Beban Kerja

Terlalu banyak pekerjaan/ terlalu sedikit pekerjaan juga terkadang dapat menyebabkan stres pada seorang individu. Terlalu banyak pekerjaan berkaitan dengan kemampuan untuk menyelesaikan semua pekerjaan tersebut dengan hasil yang sebaik-baiknya. Sedangkan terlalu sedikit berkaitan dengan tidak adanya pekerjaan yang dapat dikerjakan. Sejauhmana hal ini dapat menyebabkan seorang individu menjadi stres, tergantung bagaimana dia dapat mengatasi keadaan tersebut (Nasution, 2002).

Beban kerja berlebihan, misalnya, merawat terlalu banyak pasien, mengalami kesulitan dalam mempertahankan standar yang tinggi, merasa tidak mampu memberi dukungan yang dibutuhkan teman sekerja dan menghadapi masalah keterbatasan tenaga (Hidayat, 1994).

Tuntutan pekerjaan yang terlalu banyak dan harapan perusahaan yang berlebih terhadap pekerja dapat mempengaruhi imunitas tubuh dan kesehatan pekerja tersebut secara langsung. Tuntutan tersebut diantaranya:

1. Beban kerja yang berat 2. Waktu istirahat yang jarang 3. Jam kerja yang panjang

(15)

5. Beban kerja yang padat dan rutin namun sedikit memberi nilai dan arti bagi kehidupan.

6. Beban kerja yang tidak sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan pekerjaan dan keluarga atau salah penempatan (Hidayat, 1994). b. Tanggung Jawab

Kerja Bila seseorang harus bertanggung jawab atas pekerjaan orang lain, perubahan dalam hidup menyebabkan ia tidak mempunyai kontrol. Misalnya, teman kerja tidak masuk, ia harus menggantikan tugasnya. Stres dapat ditimbulkan oleh tekanan yang berhubungan dengan tanggung jawab yang besar yang harus ditanggungnya (Prawono, 2004)

Kerja yang penuh tanggung jawab atas keselamatan orang sangat cendrung mengakibatkan stres. Kerja sama ini dialami para petugas medis, paramedis, dokter dan perawat, dinas kebakaran dan polisi. (Hardjana, 1994).

(16)

c. Hubungan Antar Manusia (Interpersonal)

Hubungan antar manusia ditempat kerja dapat sebagai sumber stres karena hubungan dengan atasan, rekan kerja, dan bawahan tidak selalu baik dan serasi. Kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain, misalnya mengalami konflik dengan teman sejawat, mengetahui orang lain tidak mengahargai sumbangsih yang dilakukan, dan gagal membentuk tim kerja dengan staf (Tarigan, 2004)

d. Keamanan Kerja

Keamanan kerja berarti berkenaan dengaan tempat kerja yang mempunyai resiko tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan kerjanya. Hal ini dapat menyebabkan ketegangan (stres) kerja yang terus menerus pada tenaga kerja tersebut. Stres yang terjadi dapat disebabkan karena individual conflict (takut), maupun organizational conflict (kurangnya alat proteksi di industri tersebut). Selain itu yang dimaksud keamanan kerja disini adalah kepastian untuk tidak dipecat (PHK) yang dapat terjadi setiap saat dan sebagainya (Nasution, 2002)

2.3.3 Gejala-gejala stres kerja

(17)

kepala, gangguan tidur, sulit untuk berkonsentrasi, gangguan pada lambung, dan ketidakpuasan kerja (NIOSH, 2008).

Menurut Rice (1999) dalam Waluyo (2009), gejala stres kerja dibagi dalam tiga aspek, yaitu gejala psikologis, gejala fisik dan gejala prilaku. Beberapa gejala yang banyak dijumpai di lingkungan kerja dikemukakan sebagai berikut.

Gejala fisiologis berupa Sakit kepala (pusing), sakit maag, mudah kaget (berdebar-debar), banyak keluar keringat dingin, gangguan pola tidur, lesu, letih, kaku leher belakang sampai punggung, dada rasa panas/nyeri, rasa tersumbat di kerongkongan, gangguan psikoseksusal, nafsu makan menurun, mual, muntah, gejala kulit, gangguan menstruasi, keputihan, kejang-kejang, pingsan (Anoraga, 2001).

Gejala psikologis yaitu pelupa, sukar konsentrasi, sukar mengambil keputusan, cemas, was-was, kuatir, mimpi-mimpi buruk, murung, mudah marah/jengkel, mudah menangis, dan gelisah (Anoraga, 2001). Selain itu memicu timbulnya ketidakpuasan kerja, meningkatkan ketegangan, kebosanan, dan suka menunda pekerjaan (Rice dalam Prihatini, 2007).

(18)

2.3.4 Dampak stres kerja

Pada umumnya stres dirasakan sebagai suatu kondisi yang negatif, suatu kondisi yang mengarah ketimbulnya penyakit fisik dan mental, atau mengarah ke prilaku yang tidak wajar (Munandar, 2001). Stres yang baik disebut dengan eustres. Sebaliknya stres yang merugikan dan merusak (destruktif) disebut dengan distres. Bagi kita stres menjadi eustres atau distres dipengaruhi oleh penilaian dan daya tahan kita terhadap peristiwa dan keadaan yang potensial atau netral kandungan daya stresnya (Nasution, 2002).

Arnold (1986) dalam waluyo (2009) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang di alami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan. Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan.

(19)

2.4Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka konsep penelitian Karakteristik Individu

-Umur

- Jenis kelamin -Status pernikahan -Masa kerja

Faktor Lingkungan Psikososial

-Beban Kerja

-Hubungan Interpersonal -Tanggung Jawab -Keamanan Kerja

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka konsep penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hasil estimasi regresi menunjukkan bahwa variabel kendaraan roda 4 atau lebih mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan, artinya apabila terjadi kenaikan pada

Dasar hukum terdapat dalam surat ar-Rum ayat 21, Dan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, Pasal 19, menyebutkan, salah satunya jika antara suami istri terus

Pada saat penghentian pengakuan atas aset keuangan secara keseluruhan, maka selisih antara nilai tercatat dan jumlah dari (i) pembayaran yang diterima, termasuk

Dalam hal tersebut, Grup mempertimbangkan, berdasarkan fakta dan situasi yang tersedia, termasuk namun tidak terbatas pada jangka waktu hubungan dengan pelanggan

Dengan penghitungan biaya Sewa yang masih manual tersebut menyebabkan akurasi perhitungan biaya Sewa tidak tepat, tingkat ketelitian rendah, laporan yang dihasilkan sering

Kesimpulan dari analisis ini menunjukkan bahwa bahasa, dalam hal ini bahasa Indonesia, tidak hanya tidak dapat dipisahkan dari lieratur etniknya dan nilai- nilai budayanya,

Biasanya juga digunakan untuk menentukan strategi dari pendekatan visual yang akan digunakan, bagaimana pengaturan layout, penulisan text, yang kemudian digunakan

Berkenaan dengan kegemaran para sufi menggunakan qhazâl dalam syair- syair mereka, Syaikh al-Haddâd mengatakan: “Makna cinta demikian lembut dan agung, terlalu sulit untuk