• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pencitraan Positif POLRI dalam Acara “86” di Net TV Dimata Masyarakat Kota Salatiga T1 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pencitraan Positif POLRI dalam Acara “86” di Net TV Dimata Masyarakat Kota Salatiga T1 Full text"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Pencitraan Positif POLRI Dalam Acara “86” Di Net TV Dimata Masyarakat Kota Salatiga

Artikel Ilmiah

Diajukan Kepada

Fakultas Teknologi Informasi

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi

Oleh :

Nofitri Nur Fajrina

602013007

PROGRAM STUDI PUBLIC RELATIONS

FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

A. PENDAHULUAN

Media sering disebut sebagai consciousness industries dikarenakan media membantu membangun cara berpikir, melihat, mendengar dan berbicara mengenai realitas sosial politik yang dihadapi oleh publik. Keadaan itu yang mendorong Kepolisian Negara Republik Indonesia atau yang biasa disingkat POLRI, berusaha membuat citra yang lebih baik dimata masyarakat lewat media televisi dalam bentuk reality show, dengan program siarannya yang bernama “86”

di Net TV.

Melalui program siaran “86” yang ditayangkan setiap hari pukul 21.00 – 21.30 WIB ini, masyarakat dapat melihat aktivitas sehari-hari anggota polisi dalam menjalankan tugasnya di lapangan, seperti saat penertiban lalu lintas, penangkapan pengedar narkoba, penggerebekan balap liar, penangkapan pelaku begal dan masih banyak lagi. Lewat media televisi inilah polisi berusaha menampilkan sisi disiplin dan tegasnya anggota POLRI dalam menegakkan hukum, serta acara ini juga menayangkan sisi humanis dari para anggota POLRI.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti citra seperti apa yang ingin dibangun Lembaga Kepolisian Republik Indonesia atau POLRI untuk mencitrakan dirinya lewat media televisi. Dan untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap citra positif POLRI yang dibentuk melalui program siaran berbentuk reality show yang memiliki nama “86”

di Net Tv.

B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Penelitian Terdahulu

Dalam skripsi yang ditulis oleh Luknia Sari Putridari Fakultas Ilmu Soisal dan Humaniora Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul, “Pengaruh Terpaan Media Dalam Pembentukan Citra Kepolisian (Survei Pada Penonton Program Acara Telivisi 86 Net TV Di Dusun Pungkursari Siderejo Salatiga) ” bertujuan untuk mengetahui besaran pegaruh tayangan program acara 86 di Net TV terhadap citra kepolisian di mata masyarakat pungkursari Salatiga. Hasil dari penelitian diatas adalah program acara 86 di Net TV dapat menghasilkan citra yang positif di mata masyarakat Pungkursari Salatiga, karena pada tayangan tersebut memperlihatkan sosok polisi yang ramah namun tetap tegas sehingga menghilangkan ketakutan masyarakat terhadap polisi[1].

Skripsi yang kedua merupakan penelitian dari Muhammad Imam Baihaqidari Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul, “Konstruksi Realitas Soial Citra Polisi Pada Reality Show Net 86 di Net TV”.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana Net 86 mengonstruksi realitas media terhadap realitas polisi di masyarakat. Hasil dari penelitian tersebut adalah acara reality show Net 86 akan menghasilkan efek positif dan negatif. Efek positifnya adalah kesadaran masyarakat terhadap hukum akan meningkat, polisi sungkan untuk bersikap buruk juga mengecewakan masyarakat. Efek negatifnya adalah rasa skeptis dan kritis masyarakat terhadap polisi akan hilang, karena masyarakat menganggap polisi selalu positif sebagaimana realitas yang Net 86 gambarkan tentang polisi[2].

(7)

2. Komunikasi Massa

Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bitner, yang mengatakan komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people). Bentuk media komunikasi yang termasuk sebagai komunikasi massa adalah: radio siaran dan televisi keduanya dikenal sebagai media elektronik, surat kabar dan majalah keduanya termasuk dalam media cetak, internet termasuk dalam media baru (new media)[3].

Media massa dalam perannya memiliki kerangka berpikir utama seperti agent of change, yaitu sebagai institusi pelopor utama. Dalam menjalankan paradigmanya media massa berperan :

a. Sebagai institusi pencerahan masyarakat, yiatu perannya sebagai media edukasi. b. Media massa juga menjadi media infromasi, yaitu media yang setiap saat

menyampaikan informasi kepada masyarakat.

c. Terakhir media massa sebagai media hiburan. Sebagai agent of change, media massa juga menjadi institusi budaya yaitu, institusi yang setiap saat menjadi corong kebudayan, katalisator perkembangan budaya dan juga mendorong agar perkembangan budaya itu bermanfaat bagi manusia bermoral dan masyarakat sakinah[4].

Media massa yang berfungsi sebagai media penyampaian pesan ke masyarakat tentu memiliki beberapa efek pesan yang ditimbulkan adapun efek tersebut diantaranya adalah:

 Efek Kognitif

Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informatif bagi dirinya

 Efek Afektif

Efek afektif ini memiliki tujuan dari komunikasi massa bukan sekedar memberitahu khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan dapat turut marasakan parasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah dan sebagainya.

 Efek Behavioral

Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan[3].

3. Citra

Citra menurut Ruslan Rosadi adalah seperangkat ide dan kesan seseorang terhadap suatu obyek tertentu. Sikap dan tindakan seseorang terhadap suatu obyek akan ditentukan oleh citra obyek tersebut yang menampilkan kondisi terbaiknya.Di dalam citra terdapat suatu nilai-nilai kepercayaan pada individu terhadap suatu organisasi atau perusahaan yang mengandung persepsi atau pandangan tertentu. Dan di dalam padangan atau persepsi ini dapat menimbulkan opini publik yang apabila opini publik ini terkumpul maka akan menciptakan suatu penilaian yang lebih luas terhadap suatu perusahan atau organisasi, dan ini lah yang dinamakan citra (image)[5].

Sebuah perusahaan atau organisasi yang sedang berusaha membangun citra atau kepercayaan dari publik dan juga masyarakat umum, haruslah mempertimbangkan dengan sangat hati tentang bagaimana mencitrakan dirinya kepada khalayak umum. Karena jika tidak hati-hati dalam mempertimbangkan citra yang ingin disampaikan kepada publik maka suatu organisasi ini dapat kehilangan citranya pada titik yang terendah (lost of image).

Menurut Frank Jefkinsdalam dunia hubungan masyarakat atau public relations terdapat beberapa jenis citra (ima ge) yang antara lain adalah sebagai berikut :

(8)

Gambar 3.1

Model Pembentukan Citra Pengalaman Mengenai Stimulus[7]

Citra bayangan atau citra cermin adalah citra yang ingin dipantulkan oleh perusahaan/organisasi tertentu dengan menitikberatkan pada tingkah laku orang dalam atau anggota-anggota organisasi.

b. Citra yang Berlaku (Current Image)

Citra yang berlaku ini adalah kebalikan dari citra bayangan, yang dimana citra yang berlaku ini adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi.

c. Citra yang Diharapkan (Wish Image)

Citra harapan adalah suatu citra yang diniginkan oleh pihak manajemen. Biasanya citra ini digunakan untuk menampilkan sesuatu yang relatif baru.

d. Citra Perusahaan (Corporate Image)

Citra perusahaan atau corporate image adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi tidak hanya sekedar citra atas produknya maupun pelayanannya saja.

e. Citra majemuk (Multiple Image)

Citra majemuk adalah citra yang dimana pegawai (indiviud), cabang, atau perwakilan dari sebuah perusahaan atau organisai memunculkan suatu citra yang berbeda-beda atau tidak sama antara satu dengan yang lainnya[6].

John Nimpoeno memiliki pemikiran bahwa pembentukan citra dapat digambarkan sebagai berikut:

Stimulus : Rangsangan (kesan lembaga yang diterima dari luar untuk membentuk persepsi. Sensasi adalah fungsi alat indra dalam menerima informasi dari langganan).

Persepsi : (1) Hasil pengamatan terhadap unsur lingkungan yang langsung dikaitkan dengan suatu pemahaman, (2) pembentukan makna pada stimulus indrawi (sensor stimulus).

Kognisi : Aspek pengetahuan yang berhubungan dengan kepercayaan, ide dan konsep.

(9)

Sikap : Hasil evaluasi negatif atau positif terhadap konsekuensi-konsekuensi penggunaan suatu objek.

Tindakan : Akibat atau respons individu sebagai organisme terhadap rangsangan- rangsangan yang berasal dari dalam maupun lingkungan.

Respons/ : Tindakan-tindakan seseorang sebagai reaksi terhadap atau stimulus. Tingkah Laku[7]. .

4. Persepsi

Menurut Philip Kotler persepsi adalah suatu proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Citra dari suatu perusahaan dapat dilihat dari mata publik berdasarkan pada pendapat mereka pada saat mempersepsikan suatu realitas yang ada. Realitas sendiri didapatkan publik dari media cetak, elektronik atau media massa dalam bentuk lainnya yang dapat mewakili pandangan atau persepsi masyarakat luas atas suatu organisasi[8].

5. Teori Kultivasi (Cultivation Teory)

Nurudin mengatakan bahwa teori kultivasi adalah dimana televisi menjadi media atau alat utama di mana para penonton televisi belajar tentang masyarakat dan kultur di lingkungannya. Persepsi apa yang terbangun di benak penonton tentang masyarakat dan budaya sangat ditentukan oleh televisi. Melalui televisi kita belajar tentang dunia, orang -orangnya, nilai-nilainya,serta adat kebiasaan. Bahkan menurut Ardianto dan komala-Erdinaya berpendapat bahwa pecandu berita televisi membentuk suatu citra realitas yang tidak konsisten dengan kenyataan[3]. Ditambah dengan gaya masyarakat modern saat ini yang memiliki life style dimana jika ingin memiliki popularitas dikalangannya maka masyarakat tersebut harus terus memperbaharui informasi yang dimilikinya sehingga dirinya tidak tertinggal dengan kalangannya atau komunitasnya, karena jika satu individu masyarakat saja dia tertinggal dari sebuah informasi maka dirinya akan dianggap terlambat atau kuno oleh komunitasnya. Sehingga pada tingkat tertentu seseorang tidak mampu beraktivitas apabila ia belum mampu menonton televisi pada hari itu[9].

6. Pembentukan Citra Melalui Media Televisi

Media mampu menciptakan opini publik atas isu yang beredar. Sehingga media dianggap menjadi kekuatan utama yang dapat menguasai pola pikir masyarakat. Menurut Elisabeth Noelle-Neumann menyatakan bahwa media lebih memberikan perhatian pada pandangan mayoritas, dan menekan pandangan minoritas. Teori ini dinamakan sebagai spiral of silence[9]. Dalam pembentukan citra positif melalui media televisi, media akan berusaha untuk membuat suatu agenda setting dalam konstruksi media. Menurut Bungin proses kelahiran konstruksi sosial media massa melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Tahapan Menyiapkan Materi Konstruksi

Menyiapkan materi konstruksi sosial media massa adalah tugas redaksi media massa, tugas itu didistribusikan pada desk editor yang ada di setiap media massa. Dalam menyiapkan konstruksi sosial ada tiga hal penting yaitu : (1) keberpihakan media massa kepada kapitalisme; (2) keberpihakan semu kepada masyarakat; (3) keberpihakan kepada kepentingan umum.

2. Tahap Sebaran Konstruksi

Sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui startegi media massa. Konsep tetap dari setiap media massa berbeda-beda namun pada prinsip utamanya adalah real time.

(10)

Setelah pemberitaan sampai pada pembaca dan pemirsanya, yaitu terjadi tahap pembentukan konstruksi di masyarakat yang melalui tiga tahap berlangsung secara umum. Pertama, konstruksi realitas pembenaran dan kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa dan ketiga, sebagai pilihan konsumtif. Selanjutnya bangunan konstruksi citra dibangun oleh media massa ini terbentuk dalam dua model; (1) model good news, dan (2) model bad news.

4. Tahap Konfirmasi

Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca dan pemirsa memberikan argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam tahap pembetukan konstruksi[10].

7. Teori Televisi

Menurut George Gebner dari semua media komunikasi yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia. Khalayak televisi sifatnya lebih heterogen dibandingkan dengan media cetak dan radio karena televisi menyerap semua golongan audiensi, baik yang tuna aksara maupun yang memiliki pendidikan formal tertentu; tidak membedakan pula ras, usia, kelompok etnis, kelompok ekonomi, dan lain –lain[11].

Dan pendapat ini didukung oleh Bower yang mengatakan bahwa gambar hidup yang didukung oleh suara merupakan bahasa manusia universal, dan lambang komunikasi itulah yang sangat diandalkan oleh televisi. Karena manusia dalam berkomunikasi banyak sekali bergantung kepada indra studi dan video, maka berita-berita televisi bagi khalayak akan bersifat lebih akurat, lebih teliti lebih jelas dan lebih dapat dipercaya[11].

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode penelitian yang dipakai adalah wawancara serta informannya adalah individu maupun kelompok yang salah individunya tidak mau disebutkan namanya berkaitan dengan penelitian serta observasi di Satlantas Kota Salatiga.

Menurut Elvinaro Ardianto, penelitian kualitatif merupakan salah satu metode dimana lebih menekankan pemahaman terhadap suatu masalah[12]. Sebagai peneliti ilmu komunikasi atau

public relations dengan metode kualitatif dalam analisis datanya tidak menggunakan bantuan ilmu statistika, tetapi menggunakan rumus 5W 1H (who,what, when, where, why dan how). Selanjutnya, metode deskriptif-kualitatif memiliki ciri ialah menitikberatkan pada observasi dan suasana ilmiah (natural setting). Peneliti terjun langsung ke lapangan, bertindak sebagai pengamat. Peneliti membuat kategori perilaku, mengamati gejala, dan mencatatnya dalam buku observasi.

Adapun unit amatan dalam penelitian adalah pandangan masyarakat Kota Salatiga terhadap citra positif polisi melalui acara “86” di Net Tv serta unit analisanya adalah padangan polisi, wartawan media dan beberapa masyarakat Kota Salatiga mengenai citra positif yang ditampilkan anggota polisi melalui acara “86”.

Metode analisis dalam penelitian ini dimulai dengan mengkaji seluruh data yang diperoleh dari wawancara, observasi serta studi pustaka. Selanjutnya, penulis melakukan reduksi data dengan cara membuat ringkasan dan mengelompokkan jawaban dari informan sesuai dengan kategorinya. Hasil akhir dari penelitian ini akan menunjukkan gambaran dari keseluruhan data yang diamati.

(11)

Hasil penelitian ini dapat diperoleh melalui teknik pengumpulan data wawancara serta observasi. Data wawancara yang penulis dapatkan ini melalui proses wawancara dengan pihak Unit Dikyasa Satlantas Kota Salatiga, Wartawan media cetak dan sepuluh individu sebagai perwakilan masyarakat Kota Salatiga yang pernah menonton acara “86” di Net TV.

1. Profil Acara Televisi “86”

Acara televisi “86” merupakan sebuah program reality show yang ditayangkan di sebuah stasiun televisi swasta NET TV. Program ini bekerjasama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia dimana isi dari program ini menayangkan tentang keseharian dari anggota polisi di lapangan. Nama program ini sendiri berasal dari kode sandi POLRI yang berarti dimengerti atau roger that dalam bahasa Inggris. Dalam program ini, pemirsa akan diajak bersama melihat keseharian beberapa anggota polisi yang memacu adrenalin seperti menangkap sindikat narkoba, pelaku begal, menertibkan pelanggar lalu lintas dan penggerebekan. Selain kegiatan yang disebutkan diatas, acara “86” juga menampilkan sisi humanis dari anggota polisi seperti rasa kasih sayang yang diberikan kepada keluarga yang menunggu dirumah. Karena pada dasaranya anggota polisi juga manusia biasa yang memiliki keluarga yang selalu menunggu dirumah ketika anggota polisi tersebut sedang bekerja.

Acara televisi “86” diproduksi oleh NET Entertainment dan telah disiarkan di NET TV sejak 2 Agustus 2014 hingga sekarang. Program acara reality show ini memiliki durasi tayang 30 menit yang ditayangkan setiap hari pada pukul 21.00-21.30 WIB.

2. Profil Satlantas Kota Salatiga

Satlantas di Kota Salatiga terletak di Jl. Diponegoro No.82, Sidorejo Lor, Sidorejo Kota Salatiga, Jawa Tengah. Uniknya Satlantas Kota Salatiga berdiri di sebuah bangunan bersejarah pada jaman belanda, bangunan cagar budaya ini merupakan benteng Hock yang dibangun pada abad ke -19 oleh arsitek Belanda bernama Mr. Hock sebagai salah satu fasilitas kota dalam bidang pertahanan keamanan. Pada awalnya bangunan ini dipakai sebagai asrama militer Belanda setelah selesainya perang diponegoro (1825-1830). Sejak tahun 1947 bangunan ini berfungsi sebagai kantor dijajaran kepolisian.

Satlantas Kota Salatiga memiliki tugas pokok dan fungsi yaitu :

1. Satlantas bertugas melaksanakan Turjawali lalu lintas, pendidikan masyarakat lalu lintas (Dikmaslantas), pelayanan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum di bidang lalu lintas.

2. Dalam melaksanakan tugas satlantas menyelenggarakan fungsi : a. Pembinaan lalu lintas kepolisian;

b. Pembinaan partisipasi masyarakat melalui kerja sama lintas sektoral, Dikmaslantas, dan pengkajian masalah di bidang lalu lintas;

c. Pelaksanaan operasi kepolisian bidang lalu lintas dalam rangka penegakan hukum dan keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran lalu lintas (Kamseltibcarlantas);

d. Pelayanan administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta pengemudi;

e. Pelaksanaan patroli jalan raya dan penindakan pelanggaran serta penanganan kecelakaan lalu lintas dalam rangka penegakan hukum, serta menjamin Kamseltibcarlantas di jalan raya;

f. Pengamanan dan penyelamatan masyarakat pengguna jalan; dan g. Perawatan dan pemeliharaan peralatan dan kendaraan.

(12)

4. Satlantas dalam pelaksanaan tugas dibantu oleh :

a. Urusan pembinaan operasional (urbinopsnal), yang bertugas melaksanakan pembinaan lalu lintas, melakukan kerjasama lintas sektoral, pengkajian di bidang lalu lintas, pelaksanaan operasi kepolisian bidang lalu lintas dalam rangka penegakkan hukum dan kamseltibcariantas, perawatan dan pemeliharaan peralatan dan kendaraan.

b. Urusan administrasi dan ketatausahaan (urmintu), yang bertugas menyelenggarakan kegiatan administrasi dan ketatausahaan.

c. Unit pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli (unitturjawali), yang bertugas melaksanakan kegiatan turjawali dan penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas dalam rangka penegakkan hukum.

d. Unit pendidikan masyarakat dan rekayasa (unitdikyasa), yang bertugas melakukan pembinaan dan pasrtisipasi masyarakat dan dikmaslantas.

5. Unit registrasi dan identifikasi (unitregident), yang bertugas melayani administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta pengemudi.

6. Unit kecelakaan (unitlaka), yang bertugas menangani kecelelakaan lalu lintas dalam rangka penegakan hukum.

3. Hasil dan Pembahasan

Di dalam penelitian ini penulis mewawancarai Ibu Mia Novrila S, selaku kepala dari Kanit Dikyasa Satlantas Kota Salatiga, wartawan media cetak dan sepuluh perwakilan masyarakat kota Salatiga untuk mendapatkan hasil penelitian.

Pertama peneliti melakukan wawancara dengan Kanit Dikyasa Satlantas Kota Salatiga pada tanggal 9 Mei 2017 pada pukul 11.37, beliau mengatakan bahwa tugas, peran serta fungsi dari seorang polisi adalah melindungi, melayani dan mengayomi masyarakat, menegakkan hukum, memelihara dan menertibkan keamanan masyarakat. Dalam proses kerjanya, seorang Polisi Lantas menerapkan prinsip senyum, sapa, salam ke pengendara sebelum memeriksa kelengkapan pengendara. Satlantas Kota Salatiga juga selama ini telah melakukan beberapa program untuk masyarakat seperti police goes to school dan police goes to campus, dimana kegiatan ini dilakukan untuk memberikan edukasi kepada para siswa-siswi atau mahasiswa dalam berkendara yang baik maupun mengenalkan dan menjelaskan rambu-rambu lalu lintas yang ada, serta penyuluhan ke masyarakat yang terorganisir dan tidak terorganisir. Menurut Ibu Mia Novrila S acara “86” di Net TV tersebut bagus dan dapat mengedukasi masyarakat untuk lebih patuh lagi terhadap peraturan lalu lintas dan berusaha untuk tidak melanggar, serta masyarakat menjadi lebih mengerti mengenai tugas pokok polisi dan kegiatan sehari-harinya sehingga menurut beliau acara ini sudah sangat mengena ke masyarakat dikarenakan dapat menambah pengetahuan tentang hukum-hukum di Indonesia. Dari pernyataan Ibu Mia diatas terlihat bahwa Satlantas Kota Salatiga sendiri telah melakukan beberapa program untuk masyarakat, dimana beberapa program ini menjadi media penyampaian citra positif Satlantas Kota Salatiga karena komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan[13].

(13)

memiliki peran untuk mempromosikan kegiatan positif polisi di mata masyarakat. Program acara tersebut sudah dianggap bagus dan cukup menarik menurut beliau karena dapat mengisi waktu luang dan masyarakat jadi lebih mengetahui mengenai kejadian-kejadian yang terjadi disekitarnya. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa ternyata dari sudut pandang orang media acara ”86” di Net TV dapat memberikan informasi terbaru mengenai hal-hal yang terjadi disekeliling kita, dan juga dapat menjadi hiburan ditengah malam saat akan menjelang tidur, karena media merupakan media edukasi, informasi dan sebagai agent of change[4]. Selain itu juga, polisi, telah melakukan fungsi public relations yaitu good image maker yang menciptakan citra perusahaan dan publisitas positif[5].

Selanjutnya, peneliti melakukan wawancara dengan sepuluh perwakilan masyarakat Kota Salatiga mengenai kegiatan yang dilakukan anggota polisi dalam acara “86” di Net TV, dari seluruh narasumber yang terlibat mengatakan bahwa kegiatan polisi sudah positif di mata masyarakat, memberikan peringatan terhadap masyarakat untuk tidak melakukan kriminalitas yang sama, dapat memberikan rasa aman terhadap masyarakat, mengajarkan masyarakat supaya tidak takut dengan polisi dan memperlihatkan kerja polisi di lapangan. Kemudian sembilan dari sepuluh narasumber yang diwawancarai peneliti mengenai program acara “86” memberikan peryataan bahwa acara tersebut dapat menyajikan berita terbaru mengenai masalah kriminal, memperlihatkan kegiatan polisi yang mengatur lalu lintas, menindaklanjuti segala tindak kejahatan yang ada disekitar masyarakat, dapat menampilkan sisi baik dari polisi, serta dapat membuat masyarakat menjadi lebih waspada terhadap dampak negatif maupun positif dari peraturan-peraturan lalu lintas. Meskipun masih ada yang mengatakan bahwa acara tersebut tidak sesuai dengan realita yang ada di lapangan. Berikutnya, untuk citra positif sendiri yang ingin disampaikan polisi ke masyarakat melalui acara “86” di Net TV yaitu delapan dari sepuluh narasumber mengatakan bahwa acara tersebut sudah dapat menyampaikan citra positif sedangkan dua narasumber lainnya mengatakan acara “86” belum bisa menyampaikan citra positif dari polisi karena apa yang dilihat di televisi berbeda dengan apa yang terjadi di lapangan dan citra tersebut masih tergantung kepada masing-masing masyarakat yang melihatnya. Terakhir, satu dari sepuluh masyarakat yang terlibat dalam penelitian berharap agar citra positif tersebut juga ditampilkan di realita yang sebenarnya tidak hanya di televisi saja, namun sembilan masyarakat lainnya masih setuju dengan peryataan sebelumnya bahwa polisi telah menyampaikan citra yang positif. Oleh karena itu, berdasarkan dari hasil wawancara dengan sepuluh perwakilan masyarakat Kota Salatiga diatas dapat ditarik garis besar bahwa citra polisi yang terbentuk di masyarakat adalah citra yang ingin dipantulkan oleh perusahaan/organisasi tertentu dengan menitikberatkan pada tingkah laku orang dalam atau anggota-anggota organisasi[6],ditambah dengan penyebaran citra positifnya dilakukan melalui media televisi yang dimana media ini paling berpengaruh pada kehidupan manusia[11], sehingga diharapkan dapat merubah perilaku masyarakat disekelilingnya. Namun untuk citra positif yang ingin dilekatkan ke masyarakat masih tergantung pada perspektif individunya masing-masing karena setiap masyarakat akan menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan dari pengalaman mereka[8]. Apalagi dengan adanya acara “86” ini memiliki efek tujuan yang ingin disampaikan yaitu agar masyarakat dapat memilah baik buruknya sebelum melakukan tindakan pelanggaran, menimbulkan perasaan simpati terhadap anggota polisi, dan mengajarkan masyarakat agar tidak takut terhadap polisi saat bertemu di lapangan[3].

(14)

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan kepada pihak Unit Dikyasa Satlantas Kota Salatiga dan Wartawan media serta sepuluh perwakilan masyarakat Kota Salatiga yang pernah menonton program acara “86” di Net TV, penulis mendapatkan beberapa kesimpulan mengenai program acara reality show “86” di Net TV di mata masyarakat yang

dilakukan POLRI dalam meningkatkan citra positif di mata masyarakat, antara lain :

1. Dalam proses kerjanya Satlantas Kota Salatiga telah melakukan beberapa program untuk masyarakat mengenai edukasi berkendara dan rambu-rambu lalu lintas seperti program police goes to school, police goes to campus dan program penyuluhan ke masyarakat yang terorganisir dan tidak terorganisir.

2. Kegiatan yang dilakukan polisi dalam acara “86” tersebut baik dan positif dalam pandangan masyarakat karena isi dari tayangan tersebut berkaitan dengan keamanan masyarakat dan menanggulani keresahan yang ada.

3. Acara televisi “86” bagus dan positif di mata masyarakat, karena dianggap dapat mengedukasi dan menarik untuk menjadi tontonan di malam hari menjelang tidur.

F. Daftar Pustaka

[1] Luknia, Sari Putri. 2016. Skripsi Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Pengaruh Terpaan Media Dalam Pembentukan Citra Kepolisian (Survei Pada Penonton Program Acara Telivisi 86 Net TV Di Dusun Pungkursari Siderejo Salatiga).

[2] Muhammad, Imam Baihaqi. 2016. Skripsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri. Konstruksi Realitas Soial Citra Polisi Pada Reality Show Net 86 di Net TV.

[3] Ardianto, Elvinaro., Lukiati Komala-Erdinaya. 2004. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

[4] Burhan, Bungin. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat Edisi Pertama. Jakarta: Pernadamedia Group.

[5] Ruslan, Rosadi. 2003. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi : Konsepsi & Aplikasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

[6] Jefkins, Frank. 2003. Public Relations edisi Kelima disempurnakan oleh Daniel Yadin.

Penerjemah : Haris Muandar. Jakarta : Erlangga.

[7] Ardianto, Elvinaro. 2009. Analisis Wacana Tentang Pemberitaan Harian Pikiran rakyat dan harian Kompas Sebagai public Relations politik dalam membentuk Citra dan reputasi Presiden Susilo Bamba ng Yudhoyono. (Disertasi). Bandung: Pascasarjana Universitas Padjajaran.

[8] Kotler, Philip.1993. Manajemen P emasara n Analisis, Perencanaa n, Implementasi dan Pengendalian . Jakarta : FE. Universitas Indonesia.

[9] Nurudin. 2015. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

[10] Apriadi, Tamburaka. 2012. Agenda Setting Media Massa. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

[11] Andi, Alimuddin Unde. 2014. Televisi & Masyara kat Pluralistik. Jakarta: PT. Fajar Interpratama Mandiri.

[12] Ardianto, Elvinaro. 2011. Metodologi Penelitian untuk Public Relations: Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung :Simbiosa Rekatama Media.

Gambar

Gambar 3.1 Model Pembentukan Citra Pengalaman Mengenai Stimulus

Referensi

Dokumen terkait

b. Permasalahan yang akan diteliti harus memperhatikan originalitas dan aktualitas topik. Memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Program Pendidikan Magister

Tema yang diangkat pada artikel terkait dengan pendidikan matematika (di sekolah), baik proses pembelajaran, materi ajar (matematika sekolah), media pembelajaran (ICT,

1.Untuk mengetahui dan mengkajibentuk-bentuk partisipasi masyarakat, apakah.. asas teknik pembentukan Peraturan Daerah telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun

penggunaan bahasa untuk menyatakan pengaduan pada konteks budaya Indonesia. Dengan memahami langkah retorika serta fitur kebahasaan dalam

Politik pasar terbuka merupakan kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral dalam rangka menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menjual atau membeli

KEMAMPUAN MENULIS BAHASA JEPANG MENGGUNAKAN FOTO MELALUI MEDIA SOSIAL FACEBOOK.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Hasil dari kesimpulan seluruh pengujian diatas menjelaskan bahwa setiap ukuran marker mempengaruhi batas jarak minimum dan maksimum kamera untuk melakukan pelacakan

Multimedia merupakan salah satu alat bantu yang dapat digunakan dalam suatu. proses pembelajaran, termasuk pembelajaran menyimak dalam