13 2.1 Pengertian Komunikasi
2.1.1 Pengertian Komunikasi
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata latin communis yang berarti “sama”, communico, communication, atau communicare yang berarti membuat sama. Istilah pertama (communis) adalah isyilah yang paling sering disebut sebagai asal usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip (Mulyana, 2005:41).
Kata komunikasi berasal dari bahasa latin Coomunicare yang berarti berpartisipasi atau memberitahukan. Hingga sekarang, definisi komunikasi masih terus didiskusikan oleh para pakar ilmu komunikasi (Mundakir, 2006:2).
Ada beberapa definisi komunikasi, menurut buku Komunikasi Keperawatan karangan Mundakir, antara lain sebagai berikut (Mundakir, 2006:3):
1) Menurut Edward Depari Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikanmelalui lambang tertentu, mengandung arti dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan.
2) Menurut James A.F. Stoner komunikasi adalah suatu rangkaian peristiwa yang terkait dalam penyampaian pesan dari pengirim ke penerima. Komunikasi adalah proses dimana seseorang berusaha memberikan pengertian dengan cara pemindahan pesan.
3) Menurut J Seiller (1988) mendefinisikan bahwa komunikasi adalah proses yang mana simbol verbal dan non verbal dikirimkan, diterima dan diberi arti.
4) Hovlan, Janis, dan Kelley adalah ahli sosiologi Amerika mengatakan bahwa „‟ Communication is the process by which an individual transmits stimuly (usually verbal) to modify the behavior of other individuals‟‟ dengan kata lain, komunikasi adalah proses individu dalam mengirim stimulus (umumnya dalam bentuk verbal) untuk mengubah tingkah laku orang lain.
5) Louis Forsdale (1981), seorang ahli komunikasi dan pendidikan mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses memberikan signal menurut aturan
tertentu, sehingga dengan cara ini suatu sistem dapat didirikan, dipelihara, dan diubah.
Sedangkan menurut Harold dan CYRIL o‟Donell, dalam buku Komunikasi Keperawatan, karangan Musliha dan Fatmawati, mengemukakan bahwapengertian komunikasi adalah pemindahan informasi dari satu orang ke orang lain terlepas percaya atau tidak. Tetapi informasi yang ditransfer tentulah harus dimengerti oleh penerima. (Musliha dan Fatmawati, 2010:1)
Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang ke orang lain. Perpindahan pengertian tersebut melibatkan lebih dari sekedar kata-kata yang digunakan dalam percakapan, tetapi juga ekspresi wajah, intonasi, titik putus tidak hanya memerlukan transmisi data, tetapi bahwa tergantung pada ketrampilan-ketrampilan tertentu untuk membuat sukses pertukaran informasi (Handoko Hani, 1986:272)
Komunikasi adalah proses interaksi atau hubungan saling pengertian satu sama lain antara sesame manusia. Proses interaksi atau hubungan satu sama lain yang dikehendaki oleh seorang dengan maksud agar dapat diterima dan dimengerti antara sesamanya (Handaya, 1980:94)
Komunikasi adalah usaha mendorong orang lain untuk menginterprestasikan pendapat seperti apa yang dikehendaki oleh orang yang mempunyai pendapat tersebut serta diharapkan diperoleh titik kesamaan untuk pengertian (Reksohadiprojo, 1986:176)
Dari beberapa definisi tersebut diatas secara umum dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses pengiriman atau pertukaran (stimulus, signal, symbol, informasi) baik dalam bentuk verbal maupun non verbal dari pengirim ke penerima pesan dengan tujuan adanya perubahan (baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor) (Mundakir, 2006:4).
Komunikasi merupakan suatu pertukaran pikiran, perasaan, pendapat, dan pemberian nasehat yang terjadi antara dua orang atau lebih yang bekerjasama. Nursalam (2007), menyatakan komunikasi juga merupakan suatu seni untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang mudah sehingga orang
lain dapat mengerti dan menerima maksud dan tujuan pemberi pesan. (La Ode, 2012:46).
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry dalam Nurjannah (2005), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu: intrapersonal interpersonal, dan public. Komunikasi interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal (La Ode, 2012:47).
Dalam proses komunikasi melibatkan suatu lingkungan internal dan eksternal dimanapun komunikasi itu terjadi. Lingkungan internal meliputi : nilai-nilai, kepercayaan, temperamen, dan tingkay strees pengirim pesan maupun penerima pesan. Sedangkan factor eksternal meliputi : keadaan cuaca, suhu, factor kekuasaan dan waktu. Kedua belah pihak (pengirim dan penerima pesan) harus peka terhadap factor internal dan eksternal, seperti persepsi dari komunikasi yang ditentukan oleh lingkungan eksternal yang ada (La Ode, 2012:47).
Berikut ini merupakan gambaran bagaimana proses komunikasi dipengaruhi oleh lingkungan internal dan lingkungan eksternal (La Ode, 2012:48):
Gambar 1
Diagram Proses Komunikasi
Faktor Eksternal Tertulis Verbal Non Verbal Faktor Internal KOMUNIKATOR Faktor Internal PESAN Faktor Eksternal KOMUNIKAN
Berikut penjelasan gambar diatas (La Ode, 2012:48): 1. Komunikasi tertulis
Proses penyampaian informasi dengan mengembangkan melalui suatu metode penulisan.
2. Komunikasi Verbal (langsung)
Menurut Nursalam, tujuan dari komunikasi verbal yaitu assertiveness. Dimana perilaku sertif adalah suatu cara berkomuniukasi yang memberikan kesempatan individu untuk mengekpresikan perasaanya secara langsung, jujur, dan dengan cara yang sesuai tanpa menyinggung perasaan orang lain yang diajak berkomunikasi.
3. Komunikasi Non verbal
Komunikasi Non verbal adalah komunikasi dengan ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan sikap tubuh atau „‟body language‟‟.
Kunci bagian komunikasi non-verbal yang dapat terjadi tanpa atau dengan komunikasi verbal diantaranya (La Ode, 2012:50):
1) Lingkungan
Tempat dimana komunikasi dilaksanakan merupakan bagian penting pada proses komunikasi.
2) Penampilan
Pakaian, kosmetik, dan sesuatu yang menarik merupakan bagian dari komunikasi verbal yang perlu diidentifikasi.
3) Kontak mata
Kontak mata memberikan makna terhadap kesediaan seseorang untuk berkomunikasi.
4) Postur tubuh dan gesture
Bobot suatu pesan dapat ditunjukan dengan orang yang menudingkan telunjuknya, berdiri, atau duduk.
5) Ekspresi wajah
Komunikasi yang efektif memerlukan suatu respon wajah yang setuju terhadap pesan yang disampaikan.
Intonasi, volume, dan refleksi. Cara tersebut menandakan bahwa pesan dapat ditransfer dengan baik.
Komponen dalam komunikasi dijelaskan oleh Potter dan Perry dalam Nurjanah, yaitu sebagai berikut (La Ode, 2012:51):
a. Komunikator, yaitu: penyampai informasi atau sumber informasi
b. Komunikan, yaitu: Penerima informasi atau member respon terhada stimulus yang disampaikan oleh komunikator.
c. Pesan, Gagasan atau pendapat, fakta, informasi, atau stimulus yang disampaikan. d. Media komunikasi, Saluran yang dipakai untuk menyampaikan pesan.
e. Kegiatan “encoding”, yaitu perumusan pesan oleh komunikator sebelum disampaikan kepada komunikan.
f. Kegiatan “decoding”, Penafsiran pesan oleh komunikan pada saat menerima pesan.
Komunikasi menjadi penting karena :
a) Dapat merupakan sarana terbina hubungan yang baik antara pasien dan tenaga kesehatan.
b) Dapat melihat perubahan perilaku yang terjadipada individu atau pasien. c) Dapat sebagai kunci keberhasilan tindakan kesehatan yang telah dilakukan. d) Dapat sebagai tolak ukur kepuasan pasien.
e) Dapat sebagai tolak ukur komplain tindakan dan rehabilitasi. 2.1.2 Tujuan Komunikasi
Adapun tujuan komunikasi antara lain (Musliha & Fatmawati 2010:5-10 ): 1. Mampu memahami perilaku orang lain
Bila menemukan klien marah, sikap yang diambil oleh perawat yaitu menenangkanya , kemudian menanyakan sebab-sebab kemarahanya, mengapa ia bias marah, diperoleh kejelasan klien marah karena keterlambatan perawat mengambilkan pot/urinal.
Setelah masalahnya diketahui, perawat kemudian membantu pasien untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Dengan member penjelasan, bila sudah terasa
buang air besar segera beritahukan kepada perawat sehingga tidak terlambat mengembalikannya, agar pasien juga merasa diperhatikan.
2. Menggali perilaku bila setuju dan tidak setuju
Disini kita menangkan atau mengerti tingkah laku atau reaksi nonverbal pasien terhadap anjuran kita. Contoh perawat akan menyuntik, lalu pasien menjawab „‟ya‟‟…. Tetapi kata ya tadi dari pasien seolah-olah kata “ya‟‟ yang tidak rela, berarti pasien terpaksa mau disuntik.
Menghadapi hal demikian perlunya perawat berkomunikasi dengan pasien,sebelum perawat melakukan sesuatu kepada pasien perlu perawat beritahukan terlebih dahulu. Yakni menjelaskan menjelaskan terlebih dahulu sebelum penyuntikan dilakukan, tentang maksud pemberian suntikan serta efek samping yang mungkin timbul, misalnya rasa sakit (nyeri), mual dan sebagainya.
3. Memahami perlunya memberi pujian
Dalam menggali potensi pasien untuk memecahkan masalahnya, perawat perawat perlu pujian dan memberikan bantuan memecahkan masalah pasien dimana kurang bisa memecahkan masalahnya sendiri. Contoh : pada saat komunikasi dirumah pasien tentang yang punya anak balita dan kurang protein (KKP). Perawat menggali pendapat ibu tentang kebiasaan ibu memberikan makanan kepada anaknya, tetapi porsinya kurang. Disini perawat berkata “Oh ya… Susunan makanan itu sudah baik tetapi akan lebih baik lagi bila ibu tambahkan lauknya.‟‟ Dengan adanya perawat memperbaiki dengan pujian demikian, ibu akan senang tidak merasa disalahkan.
4. Menciptakan hubungan personal yang baik
Dengan melakukan komunikasi yang baik, maka akan terbina hubungan personal yang baik.
5. Memperoleh informasi tentang situasi atau sikap tertentu
Untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan situasi /sikap tertentu dapat digali dengan mengajukan pertanyaan terbuka, karena pertanyaan terbuka memerlukan jawaban panjang ataupun berupa uraian.
Contoh : pada saat praktek lapangan di daerah binaan perawat menemukan anak yang sakit panas. Kemudian ajukan pertanyaan kepada ibunya/keluarganya sebagai berikut:
a. Mengapa anak ibu sakit panas? (menanyakan secara kronologi atau runtutanya).
b. Apa yang telah ibu lakukan dalam mengatasi anak yang sakit panas? 6. Untuk menentukan suatu kesanggupan
Bila merawat pasien di ruangan, banyak kita jumpai pasien pasca operasi tidak mau latihan jalan dengan alasan bermacam-macam. Ada yang takut jahitan lepas, sakit, ada yang lemas dan sebagainya. Untuk itu perlu kita tanyakan kesangguapannya dengan cara mengajukan pertanyaan sebagai berikut:
a. Ibu/bapak sudah bisa mandi sendiri?
b. Ibu/bapak sudah bisa duduk tanpa bantuan?
Contoh: pada pasien pasca apendiktomi yang tidak bisa duduk, padahal seharusnya sudah boleh jalan. Disini perawat pelu menanyakan kepada pasien seperti diatas. Bila ditemukan alasannya, perawat harus menasehati pasien dengan jalan menjelaskan tentang pentingnya mobilisasi setelah operasi, karena dengan bergerak dapat melemaskan otot-otot dan memperlancar peredaran darah.
7. Untuk meneliti pola kesehatan
Ini kita lakukan bagi pasien yang baru masuk rumah sakit dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan pasien dirumah, bila mungkin perawat dapat menyesuaikan kebiasaan tersebut atau mengubahnya. Agar kita tahu kebiasaan itu kita perlu mengajukan pertanyaan, misalnya:
a. Bagaimana kebiasaan tidurnya bu? (maksudnya berapa jam sehari, malam tidur jam berapa dan bangun jam berapa).
b. Bagaimana kebiasan makananya? porsi banyak lauk atau nasinya. Makanan apa kesukaanya. Jam berapa biasanya makan dan apakah makanan kecilnya/snack. Memenuhi 4 sehat 5 sempurna atau tidak, masaknya berapa kali sehari.
c. Bagaimana tentang kebersihanya? kebiasaan mandi berapa kali sehari, darimana airnya. Bagaimana ganti pakaianya dan berapa kali sehari. Bagaimana kebiasaan dalam membersihkan rumah? siapa yang mengerjakan pekerjaan rumah sehari-hari?
8. Mendorng untuk bertindak
Mendorong atau mengarahkan pasien bertindak atau melakukan suatu kegiatan.
Contoh: pada pasien pasca operasi dibimbing agar mau mobilisasi atau bergerak dengan, melatih duduk, makan sendiri. Bila tidak mau jalan, ajaklah bercerita dulu kemudian barulah alihkan untuk latihan jalan.
9. Memberi nasehat
Di dalam komunikasi perawat juga ada yang bersifat member nasehat kepada pasien/keluarga, masyarakat. Misalnya saja tindakan mobilisasi pasien pasca operasi, tidak jarang pasien menolak untuk jalan, turun, atau latihan duduk dengan berbagai jenis alasan. Mungkin juga pasien tidak mengerti pentingnya mobilisasi. Jelaskan pada pasien tentang tujuan mobilisasi setelah operasi antara lain dengan menjelaskan bahwa dengan melakukan latihan berjalan, duduk, pasien akan terhindar dari berbagai komplikasi misalnya, untuk menghindari kontraktur / kekakuan pada sendi.
2.2 Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk menciptakan hubungan antara perawat dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya, untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
Dalam memberikan asuhan keperawatan komunikasi terapeutik memegang peranan penting untuk membantu pasien dalam memecahkan masalah. Kemampuan komunikasi tidak dapat dipisahkan dari tingkah laku seseorang yang melibatkan aktifitas fisik, mental, disamping juga dipengaruhi latar belakan social, pengalaman, usia pendidikan dan tujuan yang ingin dicapai.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi kedokteran serta perubahan konsep perawatan dari perawatan orang sakit secara individual kepada perawatan paripurna menyebabkan peranan komunikasi menjadi lebih penting dalam memberikan asuhan keperawatan. Dalam era kemajuan seperti komunikasi dari erawatan sebagai orang yang terdekat dengan pasien menjadi lebih penting baik secara verbal maupun non verbal dalam membantu kesembuhan pasien. Sebab dokter zaman sekarang banyak menggunakan peralatan canggih seperti computer, sehingga hubungan antara dokter dengan pasien jarang dapat berjalan dengan baik. Untuk itulah perawat sebagai komponen penting dalam proses perawatan sangat dituntut untuk mampu berkomunikasi. Pandangan mata, mimic senyum, sentuhan tidak dapat diganti oleh peralatan canggih apapun. (Muslihah dan Fatmawati, 2010:25)
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien. (Muslihah dan Fatmawati, 2010:25).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan pasien (Depkes RI, 1997). Dalam pengertian lain komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada pasien (Musliha dan Fatmawati 2010:111).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar yang bertujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi rofesional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien (Heri Purwanto, 1994:12).
Dengan demikian komunikasi terapeutik dimaknai sebagai kegiatan pertukaran informasi antara perawat dan pasien yang dilakukan dengan sadar dalam rangka proses penyembuhan. Hal ini berarti bahwa kegiatan yang dilakukan perawat adalah mencari informasi tentang keluhan yang dirasakan oleh pasien hingga tindakan yang dilakukan berdasarkan keluhan yang dirasakan hingga evaluasi.kegiatan pasien adalah memberiinformasi yang sejelas-jelasnya mengenai
keluhan yang dirasakan agar dapat dijadikan pegangan perawat dalam menjalankan tindakan keperawatan. (Nasir dan Muhith, 2011:47).
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi pasien dan dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien mencapai kondisi yang adaptif dan positif. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan kedalam komunikasi pribadi diantara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan.
2.2.1 Tujuan Komunikasi Terapeutik
Tujuan komunikasi terapeutik dalam buku (Mundakir, 2006:117) adalah: a. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
fikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang adabila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekutan egonya.
c. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
d. Mempererat hubungan atau interaksi antara pasien dengan terapis atau tenaga kesehatan secara professional dan proporsional dalam rangka membantu penyelesian masalah pasien.
2.2.2 Fungsi Komunikasi Terapeutik
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antar perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkapkan perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan.
Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan. Sedangkan pada preventif kegunaannya adalah mencegah adanya
tindakan yang negative terhadap pertahanan diri pasien (Muslihah dan Fatmawati, 2010:26).
2.2.3 Komponen Komunikasi Terapeutik
Model struktural dari komunikasi mengidentifikasikan lima komponen fungsional berikut (Hamid, 1998)
a. Pengirim: yang menjadi asal dari pesan.
b. Pesan: suatu unit informasi yang dipindahkan dari pengirim kepada penerima. c. Penerima: yang mempersepsikan pesan, yang erilakunya dipengaruhi oleh
pesan.
d. Umpan balik: respon dari penerima pesan kepada pengirim pesan. e. Konteks: tatanan dimana komunikasi terjadi.
Jika perawat mengevaluasi proses komunikasi dengan menggunakan lima elemen struktur ini maka masalah-masalah yang spesifik atau kesalahan yang potensial dapat diidentifikasikan. Menurut Roger, terdapat beberapa karakteristik dari seorang perawat yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik. Karakteristik tersebut antara lain: (Suryani, 2005:20).
a. Kejujuran (trustworthy). Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling percaya. Klien hanya akan terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi yang benar hanya bila yakin bahwa perawat dapat dipercaya.
b. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif. Dalam berkomunikasi hendaknya perawat menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien. Komunikasi nonverbal harus mendukung komunikasi verbal yang disampaikan. Ketidak sesuaian data menyebabkan klien menjadi bingung. c. Bersikap positif. Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat,
penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Roger mennyatakan inti dari hubungan terapeutik adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap positif.
d. Empati bukan simpati. Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan
memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang perawat dapat memberikan alternative pemecahan masalah bagi klien, karena meskipun dia turut merasakan permasalahan yang dirasakan kliennya, tetapi tidak larut dalam masalah tersebut sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara objektif. Sikap simpati membuat perawat tidak mampu melihat permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional dan terlarut didalamnya.
e. Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien. Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada klien, (Taylor, dkk, 1997) dalam Suryani 2005. Untuk itu agar dapat membantu memecahkan masalah klien perawat harus memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang klien. Untuk itu perawat harus menggunakan terkhnik active listening dan kesabaran dalam mendengarkan ungkapan klien. Jika perawat menyimpulkan secara tergesa-gesa dengan tidak menyimak secara keseluruhan ungkapan klien akibatnya akan fatal, karena dapat saja di diagnose yang dirumuskan perawat tidak sesuai dengan masalah klien dan akibatnya tindakan yang diberikan dapat tidak membantu bahkan merusak klien.
f. Menerima klien yang apa adanya. Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan aman dalam menjalin hubungan intim terapeutik. Memberikan penilaian atau mengkritik klien berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan bahwa perawat tidak menerima klien apa adanya.
g. Sensitif terhadap perasaan klien. Tanpa kemampuan ini hubungan yan terapeutik sulit terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif perawat dapat saja melakukan pelanggaran batas, privasi dan menyinggung perasaan klien. h. Tidak mudah terengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri.
Seseorang yang terlalu menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi perawat untuk membantu klien, jika ia sendiri memiliki segudang masalah dan ketidakpuasan dalam hidupnya.
2.2.4 Teknik Komunikasi Terapeutik
Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan teknik berkomunikasi yang berbeda pula. (La Ode, 2012:61) dalam menanggapi pesan yang disampaikan klien, perawat dapat menggunakan berbagai teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut (Mundakir, 2006: 131):
1. Mendengar (Listening)
Merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien, memberi kesempatan lebih banyak pada klien untuk bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif dengan tetap kritis dan korektif bila apa yang disampaikan klien perlu diluruskan. Tujuan teknik ini adalah memberi rasa aman klien dalam mengungkakan perasaannya dan menjaga kestabilan emosi/psikologis klien.
Misalnya: “Silahkan mengungkapkan semua perasaan saudara, saya akan mendengarkan disini dengan baik”.
2. Pertanyaan Terbuka (Broad Opening)
Teknik ini memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya sesuai kehendak klien tanpa membatasi, contoh: ”Apa yang sedang saudara pikirkan?” atau ”Apa yang akan kita bicarakan hari ini?.
Agar klien merasa aman dalam mengungkapkan perasaannya, erawat dapat memberi dorongan dengan cara mendengar atau mengatakan “Saya mengerti apa yang saudara katakana”.
3. Mengulang (Restarting)
Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkaan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien. Misalnya ”Ooh... jadi saudara tadi malam tidak bisa tidur karena…..”
4. Klarifikasi
Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien berhenti karena malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah. Contoh: “Dapatkah anda menjelaskan kembali tentang……” gunanya untuk kejelasan dan kesamaan ide, perasaan dan presepsi perawat-klien.
5. Refleksi
Refleksi merupakan reaksi perawat-klien selama berlangsungnya komunikasi. Refleksi ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Refleksi isi, bertujuan memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang diekspresikan pasien dengan pengertian perawat, dan Refleksi perasaan, yang bertujuan memberi respon pada perasaan perawat terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan pasien terhadap isi pembicaraan agar pasien mengetahui dan menerima perasaannya. Teknik refleksi ini berguna untuk:
a. Mengetahui dan menerima idea atau perasaan b. Mengoreksi
c. Memberi keterangan lebih jelas. Sedangkan kerugiannya adalah:
a. Mengulang terlalu sering tema yang sama b. Dapat menimbulkan marah, iritasi dan frustasi. 6. Memfokuskan
Membantu pasien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting serta menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas dan berfokus pada realitas.
7. Membagi Presepsi
Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan. Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan memberi informasi. Contoh: ”Anda tertawa, tetapi saya rasa anda marah kepada saya”.
Mengidentifikasi latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul selama percakapan. Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan mengeksplorasi masalah yang penting.
Misalnya: ”Saya lihat dari semua keterangan yang anda jelaskan, anda telah disakiti. Apakah ini latar belakang masalahnya?”
9. Diam (Silence)
Cara yang sukar, biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan. Tujuannya untuk memberi kesempatan berfikir dan memotivasi pasien untuk bicara. Ada pasien yang menarik diri, teknik diam berarti perawat menerima pasien, misalnya:
Pasien : saya jengkel kepada suami saya Perawat : diam (memberi kesempatan klien)
Pasien : suami saya selalu telat ulang kerja tanpa alasan yang jelas, kalau saya tanya pasti marah
10. Informing
Teknik ini bertujuan memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan bagi pasien, misalnya perawat menjelaskan tentang penyebab panas yang dialami klien
Pasien : Suster, kenapa suhu tubuh saya masih tinggi? Padahal saya sudah minum obat, kira-kira kenapa ya suster?
Perawat : baik saya jelaskan, panas tubuh atau suhu tubuh meningkat dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya karena ada proses infeksi, dehidrasi atau karena metabolism tubuh yang meningkat. 11. Saran
Memberi alternative ide untuk pemecahan masalah. Tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan. Misalnya: kita tadi sudah cukup banyak bicara tentang penyebab batuk dan sesak nafas, salah satunya karena merokok, kami berharap anda dapat mengurangi atau berhenti merokok.
2.2.5 Jenis Komunikasi Terapeutik
Menurut Potter dan Perry Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) dalam Purba (2003) didalam buku Musliha dan Fatmawati (20110:127), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu verbal, tertulis dan nonverbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.
1. Komunikasi Verbal
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.
Komunikasi verbal yang efektif harus: 1) Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya keracunan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.
2) Perbendaharaan Kata (Mudah dipahami)
Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, pasien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi
penting. Ucapan pesan dengan istilah yang dimengerti pasien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.
3) Arti Denotatif dan Konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami pasien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan perawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan dan kondisi klien.
4) Selaan dan Kesempatan Berbicara
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap pasien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.
5) Waktu dan Relevansi
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila pasien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka
terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan pasien.
6) Humor
Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stress, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap pasien. Sullivan dan Deane (1988) dalam Purba (2006) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormone yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi anisietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan pasien.
2. Komunikasi Tertulis
Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain-lain.
Prinsip-prinsip komunikasi tertulis terdiri dari: 1) Lengkap 2) Ringkas 3) Pertimbangan 4) Konkrit 5) Jelas 6) Soan 7) Benar
Fungsi komunikasi tertulis adalah:
1) Sebagai tanda bukti tertulis yang otentik, misalnya: persetujuan operasi.
2) Alat pengingat/berfikir bilaman diperlukan, misalnya surat yang telah diarsipkan.
3) Dokumentasi historis, misalnya surat dalam arsip lama yang digali kembali untuk mengetahui perkembangan masa lampau.
4) Jaminan keamanan, umpamanya surat keterangan jalan.
5) Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah, surat pengangkatan.
Keuntungan komunikasi tertulis adalah: 1) Adanya dokumen tertulis.
2) Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman. 3) Dapat menyampaikan ide yang rumit.
4) Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan. 5) Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai.
6) Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan. 7) Membentuk dasar kontrak atau perjanjian.
8) Untuk penelitian dan bukti di pengadilan. Kerugian komunikasi tertulis adalah: 1) Memakan waktu lama untuk membuatnya. 2) Memaknai biaya yang mahal.
3) Komunikasi tertulis cenderung lebih formal.
4) Dapat menimbulkan masalah karena salah penafsiran. 5) Susah untuk mendapatkan umpan balik segera.
6) Bentuk dan isi surat tidak dapat diubah bila telah dikirimkan. 7) Bila penulisan kurang baik maka akan membingungkan si pembaca.
3. Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan nonverbal yang disampaikan klien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat nonverbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.
2.2.6 Fase-fase dalam komunikasi terapeutik
Di dalam buku (Musliha dan Fatmawati, 2010:136) menjelaskan ada tiga fase dalam komunikasi terapeutik diantaranya adalah :
1. Orientasi (Orientation)
Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang terjadi bersifat penggalian informasi antara perawat dan pasien. Fase ini dicirikan oleh lima kegiatan pokok yaitu: testing, building trust, identification of problems and goals, clarification of roles dan contract formation (Musliha dan Fatmawati 2010:136). Didalam buku (La Ode, 2012:58) tugas perawat dalam tahap perkenalan adalah:
a. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka.
b. Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan dan topik pembicaraan) bersama-sama dengan pasien dan menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yang telah disepakati bersama.
c. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah pasien yang umumnya dilakukan dengan teknik komunikasi pertanyaan terbuka.
d. Merumuskan tujuan interaksi dengan pasien sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat dengan pasien.
2. Kerja (Working)
Pada fase ini perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan pada fase orientasi. Bekerjasama dengan pasien untuk berdiskusi tentang masalah-masalah yang merintangi pencapaian tujuan. Fase ini terdiri dari dua kegiatan pokok yaitu menyatukan proses komunikasi dengan tindakan perawatan dan membangun suasana yang mendukung untuk proses perubahan (Musliha dan Fatmawati, 2010:136).
3. Penyelesaian (Termination)
Pada fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas tujuan telah dicapai, agar tujuan yang dicapai adalah kondisi yang saling menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan pada fase ini adalah penilaian pencapaian tujuan dan perpisahan. (Musliha dan Fatmawati, 2010:137). Dalam buku (La Ode, 2012:60) tugas perawat dalam tahap terminasi adalah:
a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan (evaluasi objektif).
b. Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan pasien setelah berinteraksi dengan perawat.
Faktor-faktor penghambat komunikasi
Faktor-faktor yang menghambat komunikasi terapeutik adalah (Muslihah & Fatmawati, 2010:137):
1. Perkembangan. 2. Persepsi. 3. Nilai.
4. Latar belakang social budaya. 5. Emosi.
6. Jenis kelamin. 7. Pengetahuan.
8. Peran dan hubungan. 9. Lingkungan.
2.2.7 Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik
Untuk mengetahui apakah komunikasi yang dilakukan tersebut bersifat terpeutik atau tidak, maka dapat dilihat apakah komunikasi tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip berikut ini (Mundakir, 2006:121-122):
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai.
3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.
4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendirisecara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.
7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.
8. Memahami betul arti simpati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati yang bukan terapeutik.
9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, social, spiritual dan gaya hidup.
11. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap mengganggu. 12. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut.
13. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
14. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
15. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap dirinya atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain tentang apa yang dikomunikasikan.
2.3 Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, di mana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung, dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula (Hardjana 2007: 85).
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi langsung antara profesional-profesional dan professional pasien. Komunikasi ini biasannya dalam bentuk dialog, meskipun kondisi tertentu juga terjadi secara monolog (Mundakir 2006 :17)..
Sifat dialogis itu ditujunjukan melalui komunikasi lisan dalam percakapan yang menampilkan arus balik yang langsung. Jadi komunikator mengetahui dengan pasti
apakah pesan-pesan yang dia kirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak positif atau negatif. Jika tidak diterima maka komunukator akan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada komunikan untuk bertanya. (Liliweri, 1997:12).
Sebagai makhluk sosial manusia perlu berhubungan dan bergaul dengan sesama manusia lain, ini merupakan sisi dimensi manusia. Hubungan yang dilakukan atau dijalani setiap saat merupakan kegiatan berkomunikasi.
Dalam ilmu komunikasi dikenal dengan istilah komunikasi Intrapersonal, komunikasi sosial, komunikasi interpersonal, sedangkan komunikasi yang dilakukan seorang perawat dengan pasiennya dalam ilmu komunikasi disebut komunikasi
Menurut Rakhmat (2000:49) komunikasi intrapersonal adalah proses pengolahan informasi. Proses ini melewati empat tahap: sensasi, persepsi, memori dan berfikir. Proses pertama dari komunikasi intrapersonal terjadi pada saat sensasi terjadi. Sensasi yang berasal dari kata sense, berarti kemampuan yang dimiliki manusia untuk menyerap segala hal yang diinformasikan oleh panca indra. Informasi yang diserap oleh panca indra disebut stimuli yang kemudian melahirkan proses sensasi. Dengan demikian sensasi adalah proses menangkap stimuli.
Aktivitas dari komunikasi intrapersonal yang kita lakukan sehari-hari dalam upaya memahami diri pribadi diantaranya adalah; berdoa, bersyukur, intropeksi diri dengan meninjau perbuatan kita dan reaksi hati nurani kita, mendayagunakan kehendak bebas, dan berimajinasi secara kreatif. Pemahaman diri pribadi berkembang sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam hidup kita. Kita tidak terlahir dengan pemahaman akan siapa diri kita, tetapi perilaku kita selam ini memainkan peranan penting bagaimana kita membangun pemahaman diri pribadi ini.
Komunikasi antarpribadi (Interpersonal Communication) merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang (Wiryanto,2006:32).
Menurut Kathleen S. Verderber et al. (2007), komunikasi antarpribadi merupakan proses melalui mana orang menciptakan dan mengelola hubungan mereka, melaksanakan tanggung jawab secara timbal balik dalam menciptakan makna. Lebih lanjut ia menjelaskan sebagai berikut:
Pertama, komunikasi antar pribadi sebagai proses. Proses merupakan rangkaian sistematis perilaku yang bertujuan yang terjadi dari waktu ke waktu atau berulang kali. Selama dua puluh menit percakapan telepon seorang anak dengan ibunya untuk
mendapatkan informasi keluarga, atau percakapan telepon secara mendadak selama lima menit dengan rekan kerja guna mengatasi masalah pelanggan, maka serangkain perilaku terjadi. Perilaku-perilaku tersebut mempunyai tujuan. Anda menceritakan melalui telepon mengenai latar belakang keluhan pelanggan sehingga rekan kerja tersebut dapat membantu anda menyelesaikan masalah keluhan pelanggan.
Kedua, komunikasi antarpribadi bergantung pada makna yang diciptakan oleh pihak yang terlibat. Coba bayangkan Tina berkata kepada teman kontrakanya, “Bagaimana menurut anda kalau kita menjadikan sekeliling kita lebih bersih?‟‟ Teman kontrakan Tina mungkin berpikir bahwa ucapan Tina bermakna untuk menjaga dapur dan kamar mandi selalu bersih. Dengan demikian, komunikasi antarpribadi yang terjadi antara sahabat tidak bergantung kepada apa yang dikatakan atau dilakukan, tetapi lebih tergantung kepada makna yang diciptakan di antara mereka.
Ketiga, melalui komunikasi kita menciptakan dan mengelola hubungan kita. Tanpa komunikasi hubungan tidak akan terjadi. Hubungan dimulai atau terjadi apabila anda pertama kali berinteraksi dengan seseorang. Berulang kali, melalui interaksi-interaksi anda dengan orang itu anda menentukan secara berkelanjutan sifat yang akan terrjadi. Apakah hubungan tersebut akan menjadi lebih pribadi atau sebaliknya, menjadi lebih dekat atau lebih jauh, menjadi romantis atau platonis, sehat atau tidak sehat, tergantung atau saling tergantung. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas bergantung kepada bagaimana orang-orang dalam hubungan tersebut berbicara dan berprilaku terhadap satu sama lain. (Budyatna dan Mona Ganiem 2011:15).
Sedangkan menurut Ricard L.Weaver II (1993) dalam buku teori komunikasi antar pribadi (karangan Budyatna dan Mona Ganien 2011:15-18) terdapat delapan karakteristik dalam komunikasi antarpribadi, yaitu:
a. Melibatkan paling sedikit dua orang
Komunikasi antarpribadi melibatkan paling sedikit dua orang. Munurut Weaver, komunikasi antarpribadi melibatkan tidak lebih dari dua individu yang dinamakan a dyad. Jumlah dua individu bukanlah jumlah yang sembarangan. Jumlah tiga atau the triad dapat dianggap sebagai kelompok yang terkecil. Apakah kita mendefinisikan komunikasi antarpribadi dalam arti jumlah orang yang terlibat, haruslah diingat bahwa komunikasi antarpribadi sebetulnya terjadi antara dua orang yang merupakan bagian dari kelompok yang lebih
besar. Apabila dua orang dalam kelompok yang lebih besar sepakat mengenai hal tertentu atau sesuatu, maka kedua orang itu nyata-nyata terlibat dalam komunikasi antarpribadi.
b. Adanya umpan balik atau feedback
Komunikasi antarpribadi melibatkan umpan balik. Umpan balik melibatkan pesan yang dikirim kembali oleh penerima kepada pembicara. alam komunikasi antarpribadi hamper selalu melibatkan umpan balik langsung. Seringkali bersifat segera, nyata, dan berkesinambungan. Hubungan yang langsung antara sumber dan penerima merupakan bentuk yang unik bagi komunikasi antarpribadi. Ini yang dinamakan simultaneous message atau co-stimulation.
c. Tidak harus tatap muka
Komunikasi antarpribadi tidak harus tatap muka. Bagi komunikasi antarpribadi yang sudah terbentuk, adanya saling pengertian antara dua individu, kehadiran fisik dalam berkomunikasi tidaklah terlalu penting. Misalnya, interaksi antara dua sahabat kental, suami istri, bisa melalui telepon, e-mail, bisa dengan bahas isyarat kalau berada diruang terbuka tetapi masing-masing tidak berdekatan. Tetapi menurut Weaver komunikasi tanpa tatap muka tidaklah ideal walaupun tidak harus dalam komunikasi antarpribadi. Menurutnya, kehilangan kontak langsung berarti kehilangan faktor utama dalam umpan balik, sarana penting untuk menyampaikan emosi menjadi hilang. Apabila anda ingin meningkatkan kualitas hubungan, bagaimana anda mengomunikasikan keinginan ini tanpa kata-kata. Seringkali tatapan mata, anggukan kepala, dan senyuman merupakan faktor utama dan penting. Bentuk idealnya memang adanya kehadiran fisik dalam berinteraksi secara antarpribadi walaupun tanpa kehadiran fisik masih dimungkinkan.
d. Tidak harus bertujuan
Komunikasi antarpribadi tidak harus selalu disengaja atau dengan kesadaran. Misalnya, anda dapat mengetahui karena keseleo lidah bahwa orang itu telah berbohong kepada anda. Anda bisa saja mengetahui atau menyadari bahwa seseorang yang didekat anda begitu gelisah terlihat dari kakinya yang selalu bergerak dan bergeser, berkata-kata penuh keraguan, atau bereaksi secara gugup. Anda mungkin mengambil keputusan untuk tidak dekat-dekat dengan
seseorang karena sifatnya yang kasar atau tindak tanduknya yang tidak anda setuju. Orang-orang itu mungkin mengomunikasikan segala sesuatunya itu tanpa sengaja atau sadar, tetapi apa yang dilakukanya itu merupakan pesan-pesan sebagai isyarat yang memengaruhi anda. Dengan kata lain, telah terjadi penyampaian pesan-pesan dan penginterpretasian pesan-pesan tersebut.
e. Menghasilkan beberapa pengaruh atau effect
Untuk dapat dianggap sebagai komunikasi antarpribadi yang benar, maka sebuah pesan harus menghasilkan atau memiliki effect atau pengaruh. Effect atau pengaruh itu tidak harus segera dan nyata, tetapi harus terjadi. Contoh komunikasi antar pribadi yang tidak menghasilkan effect misalnya, anda berbicara dengan sesorang yang lagi sibuk mengeringkan rambutnya denganpengering rambut atau hair dryer. Hal yang sama bila anda berbicara dengan orang yang lagi asyik mendengarkan music stereo headphones. Contoh diatau bukanlah komunikasi antar pribadi jika pesan yang anda sampaikan tidak diterima dan tidak menghasilkan efek.
f. Tidak harus melibatkan atau menggunakan kata-kata
Bahwa kita dapat berkomunikasi tanpa kata-kata seperti pada komunikasi nonverbal. Misalnya, seorang suami telah membuat kesepakatan dengan isterinya pada suatu pesta, kalau suaminya mengedipkan matanya sebagai suatu isyarat sudah waktunya untuk pulang. Suami tidak perlu berteriak atau memanggil isterinya,”mari kita pulang”. Pesan-pesan verbal seperti menatap dan menyentuh atau membelai keada seorang anak atau kekasih memiliki makna yang lebih besar dari pada kata-kata.
g. Dipengaruhi oleh konteks
Konteks merupakan tempat di mana pertemuan komunikasi terjadi termasuk apa yang mendahului dan mengikuti apa yang dikatakan (Verdeber et al., 2007). Konteks memengaruhi harapan-harapan para partisipan, makna yang diperoleh para partisipan, dan perilaku mereka selanjutnya. Konteks meliputi: 1. Jasmaniah. Konteks jasmaniah atau fisik meliputi lokasi, kondisi
lingkungan seperti suhu udara, pencahayaan dan tingkat kebisingan, jarak antara para komunikator, pengaturan tempat dan waktu mengenai hari. Masing-masing factor ini dapat memengaruhi komunikasi. Misalnya, makna dalam pembicaraan dapat dipengaruhi oleh apakah pembicaraan
tersebut bertempat di kafetaria yang penuh sesak dan bising, atau direstoran yang elite dan tenang, ataukah melalui telepon, atau internet. 2. Sosial, konteks sosial merupakan bentuk hubungan yang mungkin sudah
diantara para partisipan. Apakah komunikasi terjadi atau mengambil tempat diantara anggota keluarga, teman-teman, kenalan-kenalan, mitra kerja, atau otrang asing dapat memengaruhi apa dan bagaimana pesan-pesan itu dibentuk, diberikan, dan dimengerti. Misalnya kebanyakan orang berubah bagaimana mereka berinteraksi ketika berbicara dengan orang tua mereka atau saudara kandung dibandingkan mereka berinteraksi ketika berbicara dengan teman-teman mereka.
3. Historis, konteks historis merupakan latar belakang yang diperoleh melalui peristiwa komunikasi sebelumnya antara para partisipan. Hal ini memengaruhi saling pengertian pada peryemuan yang sekarang. Misalnya, Tono disuatu agi memberitahukan Dina bahwa dia akan mengambil naskah sebuah laporan yang tertinggal di meja kerjanya guna di berikan kepada bos untuk dibaca. Ketika Dina ke kantor di siang hari dan bertemu Tono ia berkata,”sudah diambil?” orang lain yang mendengarkan pembicaraan tersebut tidak tahu atau tidak mengerti kata “sudah diambil”. Tono mungkin menjawab pertanyaan Dina dengan mengatakan “ada dilaci meja saya.” Hanya Dina dan Tono yang mengerti isi pembicaraan mereka berkat pembicaraan sebelumnya.
4. Psikologis, Konteks psikologis meliputi suasana hati dan perasaan dimana setiap orang membawakannya kepada pertemuan antar pribadi. Misalnya, Rina sedang mengalami jiwa yang tegang, selagi ia sedang belajar untuk menghadapi ujian besok, temannya datang dan meminta ia berhenti belajar untuk pergi nonton pertandingan basket bersama. Rina yang biasanya ramah, memarahnya meledak sambil memarahi temannya. Mengapa? Karena tingkat ketegangan jiwanya berkaitan dengan konteks psikologis dalam suasana hati dan perasaan tegang dan mendengar pesan temanya ini memengaruhi cara bagaimana ia merespons.
5. Keadaan Kultural yang mengelilingi peristiwa komunikasi. Konteks kultural meliputi keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, sikp-sikap, makna, hierarki sosial, agama, pemikiran mengenai waktu, dan peran dari pada
partisipan (Samovar & Porter, 2000). Budaya atau kultur melakukan penitrasi kedalam setiap aspek kehidupan manusia, memengaruhi bagaimana kita berfikir, berbicara, dan berperilaku. Setiap orang merupakan bagian dari satu atau lebih budaya-budaya etnik, meskipun kita dapat berbeda dari seberapa besar kita mengidentifikasikan diri kita dengan budaya-budaya etnik kita. Apabila dua orang dari kultur yang berbeda berinteraksi, kesalah pahaman bisa terjadi karena perbedaan kultural.
h. Dipengaruhi oleh kegaduhan atau Noise
Kegaduhan atau noise ialah setiap rangsangan atau setimulus yang mengganggu dalam proses pembuatan pesan. Kegaduhan atau kebisingan atau noise dapat bersifat internal, eksternal atau semantic.
a. Kegaduhan internal, berupa pikiran-pikiran dan perasaan-erasaan yang bersaing untuk mendapat perhatian dan mengganggu proses komunikasi. Jika anda telah mengabaikan atau memalingkan kesan dari seseorang dengan siapa anda sedang berkomunikasi dan asyik melamun atau sedang teringat pembicaraan masa lalu, maka anda sedang mengalami kegaduhan internal atau internal noise.
b. Kegaduhan/kebisingan eksternal, berupa penglihatan-penglihatan, suara-suara, dan rangsangan-rangsangan lainnya didalam lingkungan yang menarik perhatian orang jauh dari apa yang dikatakan atau yang diperbuat. Misalnya, selagi seseorang sedang memberikan penjelasan bagaimana cara kerjanya MP3 player yang baru, perhatian anda tertarik pada bunyi-bunyian atau kegaduhan/kebisingan eksternal suara musik di radio yang menjadi favorit atau kesenangan anda. Kegaduhan eksternal tidak harus dalam bentuk suara. Barangkali, selagi seseorang sedang memberikan penjelasan atau arahan, sementara perhatian anda tertarik pada wanita cantik yang kebetulan tertangkap oleh pandangan mata anda. Gangguan visual seperti itu juga merupakan kegaduhan eksternal atau eksternal noise.
2.4 Komunikasi King
2.4.1 Tujuan Keperawatan Menurut King
Adapun tujuan teori keperawatan pada king dalam bukunya adalah memperhatikan kesehatan stressor lingkungan dan kemampuan menggunakan
sumber daya yang ada secara optimal. Menurut king, tujuan dari teori keperawatan adalah untuk mengajukan kerangka konseptual referensi bagi ilmu perawatan untuk digunakan oleh mahasiswa dan pengajar juga peneliti dan praktisi untuk mengidentifikasi dan menganalisis peristiwa-peristiwa dalam situasi keperawatan spesifik. (muldianto-modelkeperawatanmenurutking.blogspot.com/diakses pada hari selasa, tanggal 10 November 2015 pukul: 20:13)
King mengusulkan mengenai sebuah pendekatan untuk memilih konsep-konsep yang dirasakan menjadi pondasi bagi praktek keperawatan professional dan menyajikan suatu proses bagi pengembangan konsep-konsep yang melambangkan pengalaman.(muldianto-modelkeperawatanmenurutking.blogspot.com/diakses pada hari selasa, tanggal 10 November 2015 pukul: 20:15)
Model ini menekankan pada proses komunikasi yang terjadi antara perawat-pasien merupakan hasil interaksi yang bertujuan untuk menentukan suatu keputusan dalam pelaksanaan tindakan kesehatan. Perawat tidak dapat melakukan tindakan kepada pasien tanpa ada proses interaksi dan komunikasi tentang tindakan yang akan dilakukan pada pasien. P1erawat perlu menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan, resiko-resiko yang mungkin terjadi pada pasien, akibat bila tindakan tidak dilakukan, dan biaya yang dikeluarkan dalam tindakan tersebut, semua harus dikomunikasikan olehb pasien agar keputusan yang dibuat oleh pasien merupakan keputusan yang tepat dan yang terbaik bagi pasien (Mundakir, 2006 : 34).