Pertumbuhan Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.)
pada Tanah Gambut yang Diaplikasikan dengan Bokashi Jerami dan
Pupuk Petrhikaphos
Syukmaya Ramadani
1, Riza Linda
1, Tri Rima Setyawati
11Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura,
Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, may_mayaw@yahoo.com
Abstract
The low fertility and high soil acidity make the peat soils require processing before being used as a medium for plant growth.
Peat soil improvement efforts need to be done on an ongoing basis
.
This study aims to determine the effect and the optimal dose on the using of bokashi straw and petrhikaphos fertilizer on thepeanut plant growth (Arachis hypogaea). This study used Factorial Completely Randomized Design
(FCRD) with 2 factors namely petrhikaphos fertilizer (A) and bokashi straw (B). Each factor consists of 4 levels, they are: control, 5g; 15g and 25g for petrhikaphos fertilizer and control, 18,75g; 37,5g and 56,25g for bokashi straw fertilizer. The findings of the research showed that the using of bokashi fertilizer up to 56,25g dosage /plant has not been able to give a noticeable effect on the growth and yield of peanut crop production. Based on those four-dose treatments which were given, the dose of 25g /kg of seed showed the
best result
for the parameter root dry weight, number of pods, seeds, seed weight, number of
nodules and the total number of effective root nodules.
There were no interactions between bokashi and petrhikaphos fertilizer on to all observationsA. hypogaeagrowth.Key words : Arachis hypogaea,peat soil, bokashi straw, petrhikaphos
PENDAHULUAN
Kacang tanah (A. hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang dibudidayakan di Kalimantan Barat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Barat (2012), produksi kacang tanah di Kalimantan Barat tahun 2012 sebesar 1.688 ton. Jumlah tersebut masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan sasaran produksi kacang tanah yakni sekitar 2.858 ton (Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2012).
Luas total lahan gambut di Kalimantan Barat berdasarkan laporan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BPSDLP) tahun 2008 sebesar 1.729.980 Ha dengan luas lahan gambut yang layak untuk pertanian sebesar 694.714 Ha (Agus dan Subiksa, 2008). Menurut Sagiman (2007), permasalahan yang dihadapi bagi usaha pertanian di tanah gambut adalah tekstur tanah yang kurang baik dan daya dukung gambut yang sangat rendah. Tanah gambut memiliki kemasaman pH yang sangat
tinggi yakni berkisar antara 3-5. Novian (2002) menerangkan bahwa tanah yang bersifat masam dapat menyebabkan unsur hara makro tidak
tersedia dalam jumlah yang cukup dan
menghambat perkembangan mikroorganisme
dalam tanah. Untuk itu, agar pertumbuhan tanaman di tanah gambut optimal, tanah gambut membutuhkan pengolahan yang tepat sebelum digunakan sebagai media pertumbuhan.
Pemupukan dengan bahan organik merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas tanah gambut dengan cara menambah hara makro dan mikro bagi tanaman sekaligus memperbaiki struktur tanah secara alami. Bokashi merupakan
pupuk organik padat yang dalam proses
pembuatannya memanfaatkan mikroorganisme aktif (mikroba perombak) dan teknik fermentasi.
Bokashi jerami dapat memperbaiki media
pertumbuhan tanaman. Bokashi jerami padi mengandung 1,83% nitrogen (N), 0,13% fosfat (P), dan 1,59% kalium (K). Ketiga unsur hara tersebut merupakan senyawa yang sangat penting dan
diperlukan tanaman dalam jumlah yang besar (Pangaribuan dkk, 2011).
Pupuk petrhikaphos merupakan pupuk hayati yang
mengandung isolat Bradyrhizobium japonicum
dan Aeromonas punctata yang memiliki
kemampuan khusus dalam memperbaiki
pertumbuhan tanaman. Penelitian Tobing (2011)
menunjukkan bahwa penggunaan B. japonicum
danA. salmonicidadengan kepadatan populasi 108
sel/ml dapat meningkatkan laju pertumbuhan, jumlah daun, dan bobot kering akar tanaman
kedelai. Hasil penelitian Priangga (2010)
menunjukkan bahwa inokulasi B. japonicum
dengan kepadatan populasi 108 sel/ml yang
ditambahkan pupuk kompos terbukti dapat meningkatkan jumlah biji kedelai.
Berdasarkan uraian tersebut, maka pemberian bokashi,B. japonicumdanA. punctatapada benih kacang tanah diharapkan dapat menambah hara N, P, dan K sehingga meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan optimal.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dari bulan September hingga Januari 2014. Penelitian dilakukan di rumah paranet dan Laboratorium
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura serta Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura
Pontianak.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu pupuk petrhikaphos (A) dan bokashi jerami (B) yang masing-masing terdiri atas 4 taraf. Faktor pertama adalah pupuk petrhikaphos (A) dengan empat taraf sebagai berikut:
A0= 0 g/1 kg benih
A1= 5 g/1 kg benih
A2= 15 g/1 kg benih
A3= 25 g/1 kg benih
Faktor kedua adalah pupuk bokashi (B) dengan empat taraf sebagai berikut:
B0= tanpa perlakuan = 0 g/tanaman
B1= 2,5 ton/Ha = 18,75 g/tanaman
B2= 5 ton/Ha = 37,5 g/tanaman
B3= 7,5 ton/Ha = 56,25 g/tanaman
Rancangan percobaan ini menghasilkan 16 kombinasi perlakuan. Perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga terdapat 64 unit perlakuan (Tabel 1).
Tabel 1 Rancangan Kombinasi Perlakuan
Petrhikaphos B0 B1BokashiB2 B3
A0 A0B0 A0B1 A0B2 A0B3
A1 A1B0 A1B1 A1B2 A1B3
A2 A2B0 A2B1 A2B2 A2B3
A3 A3B0 A3B1 A3B2 A3B3
Prosedur Kerja
Pembuatan Pupuk Bokashi
Larutan Effective Microorganism 4 (EM4) dibuat dengan cara melarutkan 50 gr gula pasir dan 50 ml EM4 ke dalam 5 liter air. Jerami dicacah kemudian ditimbang sebanyak 5 kg dan dicampur rata dengan 0,5 kg sekam, 1 kg dedak dan 2 kg kotoran sapi. Selanjutnya bahan disiram larutan stok EM4 secara perlahan dan bertahap sehingga terbentuk adonan. Adonan dibuat menjadi sebuah
gundukan setinggi 15-20 cm. Gundukan
selanjutnya ditutup dengan terpal selama 3-4 hari (Syahbandi, 2002).
Adonan dibuat sampai air keluar dari adonan saat
dikepal dengan tangan dan saat kepalan
dilepaskan adonan kembali mengembang
(kandungan air sekitar 30%). Selama proses pengomposan, suhu bahan dipertahankan antara 40-50º C. Jika suhu bahan melebihi 50º C, maka terpal penutup dibuka, bahan adonan dibolak-balik dan selanjutnya gundukan ditutup kembali.
Bokashi yang telah jadi dianalisis untuk
mengetahui kesesuaiannya dengan standarisasi kualitas kompos SNI tahun 2004 (Habibi, 2008).
Persiapan Media Tanam
Tanah gambut yang digunakan adalah tanah
gambut ombrogen yang diambil dengan
kedalaman 0-20 cm. Tanah dikeringanginkan dan dibersihkan dari kayu, batu, dan sisa-sisa akar tanaman. Tanah selanjutnya diayak dengan ayakan tanah. Tanah hasil ayakan ditambahkan dolomit sebanyak 6,5 kg dan diinkubasi selama 2 minggu
hingga pH mendekati netral (±7). Tanah
ditimbang sebanyak 3 kg, ditambahkan bokashi dan dimasukkan dalam masing-masing polybag.
Persiapan dan Penanaman Benih
Pemberian pupuk petrhikaphos dilakukan dengan metode pelapisan biji yaitu dengan membasahi benih kacang tanah dengan air secukupnya dan
dicampur pupuk petrikaphos sesuai perlakuan. Benih diaduk perlahan agar tercampur rata selanjutnya dikeringanginkan selama ±15 menit di tempat yang teduh. Benih lalu ditanam sebanyak 3 biji per polybag dengan kedalaman ±2 cm dari permukaan tanah (Silalahi, 2009).
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman dilakukan dari awal
penanaman hingga menjelang waktu panen yakni 100 hari setelah tanam (HST). Pemeliharaan meliputi
penyiraman, penjarangan, penyiangan dan
penimbunan. Penyiraman dilakukan setiap 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam. Penjarangan dilakukan dengan mencabut 2 tanaman yang pertumbuhannya kurang baik dan menyisakan 1 tanaman yang baik sebagai obyek pengamatan.
Penyiangan dilakukan dengan cara manual yaitu mencabut gulma-gulma yang tumbuh (mulai saat tanaman berumur 3 minggu setelah tanam). Penimbunan tanah dilakukan pada saat tanaman berumur 4 minggu (mulai terbentuk ginofor) yaitu dengan mengambil tanah di sebelah kanan dan kiri tanaman kemudian ditimbun ke pangkal batang tanaman agar posisi batang tidak mudah rebah. Selain itu juga untuk menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah dan mempermudah ginofor masuk ke dalam tanah sehingga ginofor dapat berkembang membentuk polong (Sumaryo dan Suryono, 2000).
Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan yang diukur yaitu tinggi tanaman (cm), jumlah polong (buah), jumlah biji (biji), berat biji (g), jumlah bintil akar total (bintil), jumlah bintil akar efektif (bintil), jumlah bintil akar non efektif (bintil), berat segar tajuk (g), berat kering tajuk (g), berat segar akar (g), berat kering akar (g) dan nisbah tajuk-akar (g).
Analisis Data
Data dianalisis menggunakanAnalysis of Variance
(ANOVA) dengan SPSS 18. Apabila hasil data yang dianalisis menunjukkan hasil beda nyata dilanjutkan dengan Uji Duncan pada taraf kepercayaan 95% (Gaspers, 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Hasil Pertumbuhan Vegetatif Tanaman
Pertumbuhan vegetatif tanaman kacang tanah
(A.hypogaea) pada tanah gambut yang
diaplikasikan dengan bokashi jerami berdasarkan uji ANOVA menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata terhadap tinggi tanaman
(F3,48 = 0,147, p > 0,05), berat basah tajuk
(F3,48 = 1,591, p > 0,05), berat basah akar
(F3,48 = 0,544, p > 0,05), berat kering tajuk
(F3,48 = 0,118, p > 0,05), dan nisbah tajuk-akar
(F3,48 = 0,021, p > 0,05). Pertumbuhan tanaman
kacang tanah yang diaplikasikan dengan pupuk petrhikaphos berdasarkan uji ANOVA juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman (F3,48= 0,443, p> 0,05),
berat basah tajuk (F3,48 = 0,328, p > 0,05),berat
basah akar (F3,48= 0,605, p > 0,05), berat kering
tajuk (F3,48= 1,386, p > 0,05), dan nisbah tajuk
akar (F3,48= 0,056, p > 0,05). Interaksi bokashi
dan petrhikaphos menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (F9,48 = 0,44, p > 0,05), berat basah tajuk
(F9,48 = 0,66, p > 0,05), berat basah akar
(F9,48 = 0,67, p > 0,05), berat kering tajuk
(F9,48 = 0,53, p > 0,05) dan nisbah tajuk-akar
(F9,48 = 0,24, p > 0,05). Pertumbuhan vegetatif
tanaman kacang tanah dengan perlakuan bokashi menunjukkan hasil tidak berbeda nyata pada
parameter berat kering akar (F3,48 = 0,164,
p > 0,05), sedangkan perlakuan petrhikaphos memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap
parameter berat kering akar (F3,48 = 3,358,
p= 0,026) (Tabel 2).
Tabel 2 Nilai Hasil Pengukuran Pertumbuhan Vegetatif Tanaman
Petrhikaphos Berat kering akar (g)
A0 (0 g) 3,77a
A1 (5 g) 4,17ab
A2 (15g) 4,33b
A3 (25 g) 4,42b
Keterangan: Angka dengan tanda huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang sama atau memiliki nilai yang tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil analisis parameter berat kering akar menunjukkan bahwa pemberian petrhikaphos dosis 15 g (A2) dan 25 g (A3) berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol (A0) namun hasil tidak berbeda nyata dengan perlakuan 5 g petrhikaphos (A1) (Tabel 2).
Hasil Pertumbuhan Generatif Tanaman
Hasil uji terhadap pertumbuhan generatif tanaman
kacang tanah (A.hypogaea) pada tanah gambut
dengan perlakuan bokashi jerami, pupuk
petrhikaphos menunjukkan hasil tidak berbeda nyata terhadap jumlah bintil akar non efektif (F3,48 = 1,527, F3,48 = 2,622, F9,48 = 0,582;
p > 0,05). Perlakuan bokashi menunjukkan hasil tidak berbeda nyata terhadap semua parameter
yaitu jumlah polong (F3,48 = 1,012;
p = 0,395 > 0,05), jumlah biji (F3,48 = 1,030;
p = 0,388 > 0,05), berat biji (F3,48 = 0,431;
p = 0,732 > 0,05), jumlah bintil (F3,48 = 1,558;
p = 0,212 > 0,05) dan jumlah bintil efektif (F3,48= 1,606;p= 0,200 > 0,05).
Pertumbuhan generatif tanaman kacang tanah
dengan perlakuan pupuk petrhikapos
menunjukkan hasil berbeda nyata terhadap jumlah polong (F3,48= 3,148, p = 0,033 < 0,05), jumlah
biji (F3,48= 3,301, p = 0,028 < 0,05), berat biji
(F3,48= 2,995,p= 0,040 < 0,05), jumlah bintil akar
total (F3,48= 3,011,p = 0,039 < 0,05) dan jumlah
bintil akar efektif kacang tanah (F3,48 = 3,392,
p= 0,025 < 0,05) (Tabel 3).
Tabel 3 Nilai Rerata Pengukuran Pertumbuhan Generatif Tanaman
Perlakuan Jumlah polong(buah) Jumlah Biji(biji) Berat biji(g) Jumlah bintil(bintil) efektif (bintil)Jumlah Bintil
A0 (0 g) 4,56a 8,25a 2,53a 99,44a 35,62a
A1 (5 g) 5,69ab 10,44ab 2,69a 113,50ab 36,25a
A2 (15g) 6,31b 11,75b 3,28ab 114,25ab 39,50ab
A3 (25 g) 6,62b 11,81b 3,62b 143,00b 41,50b
Keterangan: Angka yang ditandai dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang sama atau memiliki nilai yang tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil ANOVA terhadap parameter jumlah polong dan jumlah biji menunjukkan bahwa pupuk petrhikaphos dosis 15 g (A2) dan 25 g (A3) memberikan hasil yang berbeda nyata jika dibandingkan tanaman kontrol, namun tidak berbeda nyata terhadap pupuk petrhikapos dosis 5 gr (A1). Hasil analisis terhadap parameter berat biji dan jumlah bintil efektif menunjukkan bahwa pemberian pupuk petrhikaphos dosis 25 g (A3) berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol (A0) dan petrhikaphos dosis 5 g (A1), namun tidak
berbeda nyata terhadap perlakuan pupuk
petrhikaphos dosis 15 g (A2). Hasil perhitungan terhadap parameter jumlah bintil menunjukkan
bahwa pupuk petrhikaphos dosis 25 g (A3) berbeda nyata terhadap tanaman kontrol, namun tidak berbeda nyata terhadap perlakuan pupuk petrhikaphos dosis 5 g (A1) dan 15 g (A2).
Hasil Analisis Tanah Gambut
Hasil analisis kimia tanah gambut yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan data hasil analisis yang dibandingkan dengan kategori penilaiannya dapat diketahui bahwa karbon organik (C-organik), nitrogen total (N total), pospat (P) dan kalium (K) tanah gambut tergolong sangat tinggi, sedangkan pH tanah gambut tergolong sangat rendah.
Tabel 4 Kategori dan Hasil Analisis Tanah Gambut
Parameter Analisis Satuan Nilai Kategori hasil analisis tanah*
C-organik % 50,53 Sangat tinggi (> 5)
N total % 1,07 Sangat tinggi (> 0,75)
P Ppm 329,59 Sangat tinggi (> 60)
K cmol (+) kg-1 1,96 Sangat tinggi (> 1)
pH 3,82 Sangat masam (< 4,5)
*(Sulaeman, dkk, 2005)
Hasil Analisis Bokashi Jerami
Hasil analisis kimia terhadap bokashi jerami dapat dilihat pada tabel 5. Berdasarkan data hasil analisis dapat diketahui bahwa nilai nitrogen total (N total), perbandingan karbon dan nitrogen (C/N rasio), fosfor (P), kalium (K) dan pH bokashi jerami menunjukkan hasil yang sesuai dengan nilai standarisasi kualitas kompos (SNI nomor
19-7030-2004), sedangkan untuk parameter
C-organik menunjukkan nilai yang melebihi batas standar maksimum kualitas kompos.
Tabel 5 Perbandingan Hasil Analisis Bokashi Jerami dan Standarisasi Kualitas Kompos Parameter Analisis Satuan Nilai Standar
Minimum* Maksimum*Standar
C-organik % 36,18 9,80 32,00 Nitrogen total % 1,82 0,40 -C/N rasio - 19,88 10,00 20,00 Fosfor % 0,85 0,10 -Kalium % 1,30 0,20 > 0,20 pH - 7,11 - 7,49
*(Standar Nasional Indonesia, 2004) Pembahasan
Berdasarkan uji ANOVA diperoleh hasil bahwa perlakuan bokashi pada penelitian ini tidak
memberikan pengaruh nyata pada semua
parameter pengamatan. Pemberian bokashi belum
mampu diserap dan dimanfaatkan untuk
pertumbuhan tanaman karena bokashi merupakan bahan organik yang melepaskan unsur hara secara perlahan. Pupuk bokashi memiliki kandungan
karbon yang cukup tinggi yang dapat
dimanfaatkan mikroorganisme sebagai bahan
makanan. Pemberian pupuk bokashi tidak
dimanfaatkan tanaman untuk pertumbuhannya,
namun dimanfaatkan olehB. japonicumdan A.
punctata yang terkandung dalam pupuk
petrhikaphos yang diberikan. Menurut Hakim, dkk (1986), kadar karbon yang tinggi memudahkan
mikroorganisme aktif melakukan proses
dekomposisi. Karbon dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan mikroorganisme dengan cara menguraikan bahan organik mengandung sumber energinya.
Berbeda dari bokashi, walaupun perlakuan
pemberian petrhikaphos tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, berat basah tajuk, berat basah akar, berat kering tajuk
tanaman dan nisbah tajuk akar, namun
berpengaruh nyata terhadap berat kering akar, jumlah polong, jumlah biji, berat biji, jumlah bintil akar total dan jumlah bintil akar efektif. Hasil pengukuran terhadap tinggi tanaman, berat basah tajuk, berat basah akar, berat kering tajuk tanaman dan nisbah tajuk akar pada semua perlakuan relatif sama karena produk fotosintesis lebih banyak untuk perkembangan akar tanaman. Kombinasi petrhikaphos dan bokashi tidak memberikan pengaruh yang nyata pada setiap perlakuan. Kondisi lingkungan merupakan faktor
pendukung pertumbuhan tanaman. Kondisi
lingkungan yang kurang sesuai dapat
menyebabkan pertumbuhan tanaman kurang
maksimal. Menurut Rizwan (2010), kombinasi dari dua perlakuan tertentu tidak selamanya
memberikan pengaruh yang baik pada tanaman. Kombinasi dari dua perlakuan dapat mendorong, menghambat atau sama sekali tidak memberikan respon terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kondisi tersebut terjadi karena respon terhadap pupuk yang diberikan sangat ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain sifat genetis dari tanaman dan kondisi iklim. Faktor-faktor tersebut tidak berdiri sendiri melainkan satu sama lain saling berkaitan.
Pemberian petrhikaphos dosis 15 g/kg benih (A2) dan 25 g/kg benih (A3) berpengaruh nyata terhadap berat kering akar tanaman uji. Pemberian petrhikaphos dengan kandungan bakteri pelarut
posfat A. punctata mampu memberikan
ketersediaan fosfat untuk perkembangan akar
tanaman kacang tanah. Sebagaimana hasil
penelitian Noor (2003) yang menyatakan bahwa
pemberian bakteri pelarut fosfat mampu
meningkatkan berat kering akar. Meningkatnya berat kering akar tanaman berperan penting untuk pertumbuhan awal dan untuk perkembangan bagian produksi tanaman.
Hasil uji statistik pada pertumbuhan generatif
menunjukkan bahwa pemberian pupuk
petrhikaphos 25 g/kg benih berbeda nyata terhadap jumlah bintil akar. Jumlah bintil akar
tanaman kacang tanah dipengaruhi oleh
tersedianya bakteri pelarut fosfat yang terkandung dalam pupuk petrhikaphos yang diberikan. Menurut Hidayat (2008), fosfat dibutuhkan dalam jumlah yang besar untuk pertumbuhan tanaman
leguminosae. Fosfat pada tanaman legum dapat
merangsang pembentukan bintil akar dan kerja simbiosis bakteri pemfiksasi nitrogen sehingga menambah ketersedian nitrogen bagi tanaman. Hasil yang berbeda nyata juga ditunjukkan pada jumlah bintil efektif. Bintil efektif merupakan salah satu indikator kemampuan bakteri untuk melakukan fiksasi nitrogen sejalan dengan efektivitas pupuk yang digunakan. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa bintil akar efektif yang terbentuk mampu memberikan
sumbangan terhadap pertumbuhan tanaman kacang tanah melalui fiksasi nitrogen yang
dilakukan oleh bakteri B. japonicum. Menurut
Sutriningsih dkk (2009), terbentuknya bintil akar
efektif mampu meningkatkan penambatan
nitrogen yang selanjutnya digunakan dalam pembentukan klorofil dan enzim. Peningkatan
klorofil dan enzim mampu meningkatkan
fotosintesis yang pada akhirnya dapat
meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan
generatif (hasil produksi biji) tanaman.
Hasil analisis terhadap jumlah bintil non efektif akar tanaman kacang tanah menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Bintil akar non efektif dapat dilihat dari warna pada bintil akar. Bintil akar non efektif jika dibelah menunjukkan warna putih kecoklatan. Menurut Fitri dkk (2004), bintil akar yang terbentuk dalam satu tanaman bisa saja bintil akar efektif atau non efektif. Pada bintil akar yang efektif terkandung enzim nitrogenase yang terlihat dari warna merah yang terbentuk pada korteks bintil akar. Adanya enzim nitrogenase
menandakan adanya aktivitas penambatan
nitrogen. Bintil akar non efektif menandakan tidak adanya aktivitas nitrogenase yang bekerja pada bintil tersebut. Meskipun demikian, keberadaan bintil akar non efektif tidak memberikan pengaruh
apapun terhadap tanaman sehingga tidak
menguntungkan ataupun merugikan pertumbuhan tanaman.
Pemberian pupuk petrhikaphos dosis 15 dan 25 g/kg benih menunjukkan hasil berbeda nyata terhadap jumlah polong. Pemberian pupuk
petrhikaphos dosis 25 g/kg (A3) benih
memberikan hasil terbaik pada jumlah polong yakni sebesar 6,62 buah. Pupuk petrhikaphos
mengandung bakteri A. punctata yang mampu
melarutkan fosfat. Adanya A. punctata sebagai
bakteri pelarut fosfat mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara fosfat bagi tanaman dalam pembentukan polong tanaman kacang tanah.
Menurut Hardjoloekito (2009), unsur fosfat
sangat diperlukan untuk pembentukan atau
pertumbuhan generatif tanaman. Adanya unsur fosfat yang cukup dalam tanah dapat memacu pembentukan polong pada tanaman. Apabila
tanaman kekurangan unsur fosfat maka hasil
produksi tanaman khususnya polong yang
dihasilkan berukuran lebih kecil dan jumlahnya sedikit.
Pemberian pupuk petrhikaphos dengan dosis 15 dan 25 g/kg benih menunjukkan hasil berbeda nyata terhadap jumlah biji kacang tanah.
Pemberian petrhikaphos dosis 25 g/kg benih (A3)
memberikan hasil terbaik yakni sebesar 11,
81 buah. Kandungan bakteri B. japonicum
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan jumlah biji kacang tanah. Triadiati
dkk (2013) menjelaskan bahwa B. japonicum
mampu meningkatkan produksi kedelai seperti jumlah polong, jumlah biji per tanaman, bobot biji per tanaman dan bobot biji per meter persegi. Jumlah biji yang terbentuk ditentukan oleh faktor lingkungan pada saat pengisian biji.
Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang nyata pada perlakuan petrhikaphos 25 g/kg benih terhadap parameter berat biji yang dihasilkan. Pemberian pupuk petrhikaphos dengan dosis 25 g/kg (A3) benih memberikan hasil yang terbaik yakni sebesar 3,62 g. Hal tersebut dapat terjadi karena tercukupinya unsur fosfor pada saat proses
pengisian biji. Menurut Hidayat (2008),
bertambahnya suplai fosfor dalam tubuh tanaman akan meningkatkan metabolisme sehingga proses pengisisan biji optimal dan berat biji meningkat. Unsur fosfor sebagian besar terdapat di biji dan sebagian lainnya terdapat pada tanaman yang masih muda.
Hasil analisis kimia tanah gambut di awal tanam menunjukkan bahwa kandungan C, N, P dan K tanah gambut tergolong sangat tinggi (Tabel 4). Kandungan N total yang tinggi pada tanah gambut tidak mencerminkan jumlah N tersedia bagi tanaman. Hara N dan P tanah gambut tersedia dalam bentuk senyawa organik sehingga tidak dapat langsung diserap oleh tanaman. Unsur N dan P pada tanah gambut memerlukan proses
mineralisasi agar dapat digunakan bagi
pertumbuhan tanaman. Adanya unsur C-organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan N total menyebabkan proses mineralisasi berlangsung lambat. Wijanarko dkk (2012) menjelaskan bahwa, mineralisasi N dipengaruhi oleh perbandingan C dan N, bahan organik yang mempunyai C/N rendah menghasilkan laju mineralisasi lebih tinggi dibandingkan dengan bahan organik dengani C/N tinggi.
Pemberian petrhikaphos pada penelitian ini membantu penyerapan unsur N, P dan K pada tanaman. Pupuk petrhikaphos mengandung bakteri
B. japonicumyang mampu menyediakan nitrogen
pada tanaman dengan cara fiksasi nitrogen dari udara. Menurut Subagyo dkk (1996), kandungan N total di tanah gambut tinggi tetapi tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N yang tinggi. Oleh
japonicum ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hara N bagi tanaman. Purwaningsih
dkk (2012) menerangkan bahwa, B. japonicum
mampu menghasilkan enzim nitrogenase yang berperanan sebagai katalisator dalam penguraian
gas nitrogen dan mereduksi menjadi NH3+.
Menurut Novriani (2011), proses infeksi bakteri dimulai dengan cara penetrasi bakteri ke dalam sel
rambut akar. Infeksi pada rambut akar
menyebabkan rambut akar membentuk benang infeksi sehingga bakteri dapat berkembang sampai
di kortek dan mengadakan pembelahan.
Perkembangan bakteri ini menyebabkan jaringan kortek membesar yang dapat kita lihat sebagai bintil akar.
Pupuk petrhikaphos juga mengandung bakteri A.
punctata yang membantu tanaman dalam
penyerapan fosfat dan kalium. Unsur hara P di tanah gambut umumnya tidak dapat diserap langsung oleh tanaman. Adanya A. punctatapada bahan pupuk yang digunakan diharapkan mampu memenuhi hara P bagi tanaman. Menurut Nurhayati (2013), hara P pada tanah gambut tidak dapat diserap langsung oleh tanaman karena tersedia dalam bentuk fosfolipida. Oleh karena itu, diperlukan bantuan mikroorganisme yang mampu menghidrolisis fosfolipida dengan adanya enzim fosfatase yang dapat mengubah senyawa fosfor
menjadi tersedia bagi tanaman. Pemberian
petrhikaphos pada penelitian ini terbukti mampu
memberikan pengaruh yang baik bagi
pertumbuhan tanaman kacang tanah yang dapat dibuktikan dengan hasil analisis yang berbeda nyata pada pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman.
Analisis kimia tanah gambut sebelum tanam
menunjukkan bahwa tanah gambut yang
digunakan sebagai media tanam memiliki pH yang sangat masam (3,82). Tanaman kacang tanah memerlukan kisaran pH yang mendekati netral
(6,5-7,0) untuk dapat tumbuh, B. japonicum
tumbuh optimal pada pH 6-7 dan A. punctata
tumbuh optimal pada pH 4,7-9,0. Pengolahan tanah sebelum tanam diperlukan agar tanaman dan mikroorganisme menguntungkan tersebut dapat tumbuh dengan kondisi yang sesuai. Nugroho dan Aryanti (2013) menerangkan bahwa pH yang sangat masam mengakibatkan mikroorganisme perombak bahan organik tanah dan penambat N tidak dapat bekerja secara optimal.
Tanah yang memiliki pH asam menyebabkan aktifitas mikroorganismenya akan sangat rendah.
Selain itu, pH tanah yang masam juga
mempengaruhi serapan P pada akar tanaman. Maftu’ah dkk (2013) menerangkan bahwa serapan P akan terganggu pada kondisi masam karena P tidak mobil. Kondisi masam juga menyebabkan
pertumbuhan dan fungsi akar terganggu.
Penambahan dolomit pada penelitian ini
diperlukan karena dolomit mengandung kation basa yang dapat membantu dalam meningkatkan pH tanah. Nurhayati (2013) menjelaskan bahwa kapur dolomit mengandung unsur Ca dan Mg. Kedua jenis unsur dapat melepaskan ion OH yang berpengaruh terhadap peningkatan pH tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F & Subiksa, IGM, 2008, Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan, Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor
Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat, 2012,
Provinsi Kalimantan Barat dalam angka 2012, Badan Pusat Statistik
Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2012,
Pedoman pelaksana kegiatan pengelolahan produksi tanaman aneka kacang dan umbi tahun 2012, Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Fitri, DA, Solichatun & Mudyantini, W, 2004,
‘Pengaruh Ekstrak tanaman Kacang Hijau [Vigna radiata(L.) Wilczek.] terhadap pertumbuhan dan nodulasi tanaman Kedelai [Glycine max(L.) Merr.]’,Bio Smart, Vol. 6, No. 1, Hal. 24-28, diakses 12 Agustus 2014
<http://biosains.mipa.uns.ac.id/B/B0601/B0601 06.pdf>
Gaspers, 1991, Metode perancangan percobaan, CV Armico, Bandung
Habibi, L, 2008,Pembuatan pupuk kompos dari limbah rumah tangga, Titian Ilmu, Bandung
Hakim, N, Nyakpa, Lubis, Sutopo, Rusdi, Dhita, A, Hong, GB &Bailey, 1986, Dasar-dasar ilmu tanah, Universitas Lampung, Lampung
Hardjoloekito, AJH, 2009, ‘Pengaruh pengapuran dan pemupukan P terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman Kedelai (Glycine max L.) pada tanah latosol’,Media Soerjo, Vol. 5 No. 2, Hal 1-19, diakses 4 Oktober 2014, ISSN 1978– 6239,
<http://www.unsoer.ac.id/jurnal/media-soerjo-2009/oktober/Hari.pdf>
Hidayat, N, 2008,‘Pertumbuhan dan produksi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) varietas lokal madura pada berbagai jarak tanam dan dosis pupuk fosfor’, Agrovigor,vol.1, No. 1, Hal. 55-64, diakses 7 Oktober 2014, ISSN 1979 5777,
<http://pertanian.trunojoyo.ac.id/wp- content/uploads/2013/02/7.-Agrovigor-Sept- 2008-Vol-1-No-1-pertumbuhan-dan-Produksi-Kacang-Tanah-Yayak-.pdf>
Maftu’ah, E, Maas, A, Syukur, A & Purwanto, B, 2013, ‘Efektivitas amelioran pada lahan gambut terdegradasi untuk meningkatkan pertumbuhan dan serapan npk tanaman Jagung Manis (Zea maysL. var. saccharata)’, Agronomi Indonesia, Vol. 41, No. 1, Hal. 16–23, diakses 9 Juni 2013,
<http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalagron omi/article/viewFile/7071/5506>
Noor, A, 2003, ‘Pengaruh fosfat alam dan kombinasi bakteri pelarut fosfat dengan pupuk kandang terhadap P tersedia dan pertumbuhan kedelai pada ultisol’, Agronomi, Vol. 31, No. 3, Hal 100-106, diakses 7 Juni 2014
<http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtanah/articl e/download/2372/1378>
Novian, 2002, petunjuk pemupukan yang efektif, Agromedia Pustaka, Jakarta
Novriani, 2011, Peranan Rhizobium dalam meningkatkan ketersediaan nitrogen bagi tanaman kedelai,AgronobiS, Vol. 3, No. 5, Hal 35-42, ISSN: 1979 – 8245X, diakses 10 Mei 2014
<http://agronobisunbara.files.wordpress.com/2 012/11/10-novriani-kedelai-hal-35-42-oke.pdf>
Nugroho, Oksana, TC, & Aryanti, 2013, ‘Analisis sifat kimia tanah gambut yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kampar’,
Agroteknologi, Vol. 4, No.1, Hal. 25-30, diakses 7 Mei 2013,
<
http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/agroteknologi/article/dow nload/60/50>
Nurhayati, 2013, ‘Pengaruh jenis amelioran terhadap efektivitas dan infektivitas mikroba pada tanah gambut dengan kedelai sebagai tanaman indikator’, Floratek, Vol. 40, No. 6, Hal. 124– 139, diakses 8 Juli 2013,
<http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/floratek/articl e/view/506/426>
Pangaribuan, Liestia & Lismawanti., 2011, ‘Pengurangan pemakaian pupuk anorganik dengan penambahan bokashi serasah tanaman pada budidaya tanaman tomat’, Agronomi Indonesia, Vol. 39, No. 3, Hal. 173 – 179, diakses 11 Januari 2013,
<http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalagrono mi/article/view/4679>
Priangga, M.A, 2010, Aplikasi inokulan
Bradyrhizobium japonicum pada tanaman kedelai varietas wilis di tanah asam, Skripsi, Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, Bogor
Purwaningsih, O, Indradewa, Kabirun & Shiddiq, 2012, ‘Tanggapan tanaman kedelai terhadap inokulasi
Rhizobium’,Agrotrop, Vol. 2, No. 1, Hal. 25-32, diakses tanggal 4 Juni 2014,
<http://ojs.unud.ac.id/index.php/agrotrop/articl e/download/6260/4740>
Rizwan, M, 2010, ‘Ealuasi pupuk NPK dan pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman KacangTanah (Arachis hypogaeaL)’,
Ilmiah Abdi Ilmu, Vol. 3, No. 2, hal. 422-430, ISSN : 1979-5408, diakses 11 Desember 2012, <https://library.pancabudi.ac.id/.../a889b6b985 56c5822111eb1550d536f>
Sagiman, S, 2007,‘Pemanfaatan lahan gambut dengan perspektif pertanian berkelanjutan’,Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Kesuburan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura, Pontianak
Silalahi, H, 2009,Pengaruh inokulasi Rhizobium dan pupuk posfat terhadap pertumbuhan dan produksi Kedelai (Glycine max L. Merril), Skripsi, 99 hal, Universitas Sumatera Utara, Medan, diakses tanggal 15 Maret 2012,
<http://epository.usu.ac.id/bitstream/123456789 /7678/3/09E01022.pdf.txt>
Standar Nasional Indonesia, 2004, Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik, SNI 1970302004, Badan Standar Nasional Indonesia, Jakarta.
Subagyo, Marsoedi & Karama, S, 1996. ‘Prospek pengembangan lahan gambut untuk pertanian’.
Prosiding Seminar Pengembangan Teknologi Berwawasan Lingkungan untuk Pertanian pada Lahan Gambut, 26 September 1996. Bogor Sulaeman, Suparto & Eviati, 2005, Petunjuk teknis
analisis kimia tanah, tanaman, air dan pupuk, balai penelitian tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian,
<http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/in dex.php/publikasi-mainmenu-78/tunjuk> Sumaryo & Suryono, 2000, ‘Pengaruh dosis pupuk
dolomit dan SP-36 terhadap jumlah bintil akar dan hasil tanaman kacang tanah di tanah latosol’,
Agrosains, Vol. 2, No. 2, Hal. 54-58, diakses 19 Januari 2013,
<http://pertanian.uns.ac.id/~agronomi/agrosain
s/cara_dos_dolomit_sp36_sumaryo.pdf> Surtiningsih,T, Farida & Tri, N, 2009, ‘Biofertilisasi
bakteri Rhizobium pada tanaman Kedelai (Glycine Max(L) Merr.)’,Berkala Hayati,Vol. 1, No. 1, Hal 31–35,
<http://www.berkalahayati.org/index.php/bph/ar ticle/download/97/59>
Syahbandi, A, 2002, Pengaruh bokashi alang-alang dan dolomit terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabe merah pada tanah aluvial, Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura, Pontianak, Skripsi
Tobing, S, 2011, Penggunaan Bradyrhizobium japonicum dan Aeromonas salmonicida pada Penanaman Kedelai di Tanah Ultisol dalam Percobaan Rumah Kaca, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Triadiati, NRM& Ramasita, Y, 2013, Respon pertumbuhan tanaman kedelai terhadap
Bradyrhizobium japonicum oleran masam dan pemberian pupuk di tanah masam, Agronomi
Indonesia,Vol. 41, No. 1, Hal. 109-116, diakses 26 Mei 2013,
<http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalagrono mi/issue/view/1068>
Wijanarko, A, Purwanto, BH, Shiddieq, D & Indradewa,D, 2012, ’Pengaruh kualitas bahan organik dan kesuburan tanah terhadap mineralisasi nitrogen dan serapan N oleh tanaman ubi kayu di ultisol’, Perkebunan dan Lahan Tropika, Vol. 2, No. 2, diakses Desember 2012,
<http://jurnal.untan.ac.id/index.php/perkebunan /article/view/3484>