• Tidak ada hasil yang ditemukan

WALIKOTA BAU BAU PERATURAN WALIKOTA BAU-BAU NOMOR TAHUN 2009 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "WALIKOTA BAU BAU PERATURAN WALIKOTA BAU-BAU NOMOR TAHUN 2009 TENTANG"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

1

WALIKOTA BAU – BAU

PERATURAN WALIKOTA BAU-BAU NOMOR TAHUN 2009

TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH ( APBD ) KOTA BAU-BAU

TAHUN ANGGARAN 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BAU-BAU, Menimbang : a.

b.

bahwa dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bau-Bau Tahun Anggaran 2009 dapat dikelola secara tertib, taat pada Peraturan Perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat, maka dipandang perlu Menetapkan Pedoman Pelaksanaan Anggaran dan Pendapatan Daerah Kota Bau-Bau;

bahwa berhubung dengan maksud tersebut pada huruf a perlu ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

Mengingat : 1.

2.

3.

4.

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggara Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3956);

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Bau-Bau (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4120);

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286)

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437, sebagaimana telah diubah dua kali terakhir

(2)

2 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844 );

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438 );

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelengaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090 );

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2001 tentang Pelaporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Nomor 100 );

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4024);

Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);

Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah;

Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir Perubahan Ketujuh Peraturan Presiden Nomor 95Tahun 2007; Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD dan Staf Ahli Kota Bau-Bau Tahun Anggaran 2008 (Lembaran Daerah Kota Bau-Bau Tahun 2008 Nomor 1);

(3)

3

28. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 339 Tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003

14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.

Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Dinas Daerah Kota Bau-Bau;

Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Bau-Bau;

Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan dan Kelurahan Kota bau-Bau;

Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Bau-Bau;

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bau-Bau;

Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2009;

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007;

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah;

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.02/2006 Tanggal 16 Oktober 2006 tentang Standar Biaya Tahun Anggaran 2007;

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah;

Keputusan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS Nomor Kep. 120/Ket/7/1994 Tahun 1994 tentang Sistim Pemantauan dan Pelaporan Pelaksanaan Proyek-proyek Pembangunan;

Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 332/KPTS/M/2003 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangun Gedung Negara;

(4)

4 Menetapkan :

MEMUTUSKAN :

PERATURAN WALIKOTA TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KOTA BAU-BAU TAHUN ANGGARAN 2009.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan :

1. Pemerintah Daerah adalah penyelenggara pemerintah oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Pemerintah Daerah adalah Perangkat Daerah Kota Bau-Bau sebagai unsur penyelenggara

Pemerintah Daerah;

3. Walikota adalah Walikota Bau-Bau;

4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kota Bau-Bau;

5. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut;

6. Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD Kota Bau-Bau dengan persetujuan bersama Walikota Bau-Bau-Bau-Bau;

7. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah; 8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah Rencana Keuangan Tahunan pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah;

9. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah Perangkat Daerah pada Pemerintah Daerah selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang;

10.Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SKPKD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/pengguna barang yang juga melaksanakan pengelolaan keuangan daerah;

11.Organisasi adalah unsur pemerintah daerah yang terdiri dari DPRD, Kepala Daerah/Wakil Kepala daerah dan Satuan Kerja Perangkat Daerah;

12.Pemegang Kekuasaan Pengelola Keuangan Daerah adalah Kepala Daerah yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah;

13.Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disebut dengan Kepala SKPKD yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah;

14.Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitas sebagai bendahara umum daerah;

(5)

5

15.Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan pengguna anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya;

16.Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik daerah; 17.Kuasa Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disebut Kuasa BUD adalah pejabat yang

diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas BUD;

18.Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksnanakan sebagian tugas dan fungsi SKPD; 19.Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD yang selanjutnya disingkat PPK-SKPD adalah pejabat

yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD;

20.Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan pengadan barang dan jasa;

21.Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK adalah pejabat pada unit kerja SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari satu suatu program sesuai dengan bidang tugasnya;

22.Bendahara Penerimaan adalah pejabat fungsional yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daearah dalam rangka pelaksnaan APBD pada SKPD;

23.Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja daearah dalam rangka pelaksnaan APBD pada SKPD;

24.Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri atas satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan;

25.Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyalenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keungan untuk digabungkan pada entitas pelaporan;

26.Pembantu Bendahara Pengeluaran adalah setiap orang yang diserahi tugas melaksanakan fungsi keuangan tertentu dalam SKPD;

27.Unit Kerja adalah bagian dari SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa program;

28.Prakiraan Maju (Forward Estimate) adalah perhitungan kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan guna memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya;

29.Urusan Pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan dan atau susunan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut yang menjadi kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat;

30.Program adalah penjabaran kebijakan SKPD dalam bentuk upaya yang berisi satu atau lebih kegiatan dengan menggunakan sumberdaya yang disediakan untuk mencapai hasil yang terukur sesuai dengan misi SKPD;

31.Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan satu atau lebih unit kerja SKPD sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumberdaya, baik yang berupa personil (sumberdaya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana atau kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumberdaya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa;

(6)

6

32.Sasaran (target) adalah hasil yang diharapkan dari suatu program atau keluaran yang diharapkan dari suatu kegiatan;

33.Keluaran (output) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan;

34.Hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatan-kegiatan dalam satu program;

35.Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung semua pemerimaan daerah dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan;

36.Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung semua pemerimaan daerah dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran daerah;

37.Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah; 38.Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah;

39.Pendapatan Daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan daerah;

40.Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih;

41.Surplus Anggaran adalah selisih lebih antara pendapatan daerah dan belanja daerah;

42.Defisit Anggaran Daerah adalah selisih kurang antara pendapatan daerah dan belanja daerah; 43.Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran

yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang besangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya;

44.Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah;

45.Pemegang Barang adalah mereka yang ditugasi untuk menerima, menyimpan dan mengeluarkan barang-barang milik daerah;

46.Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disingkat SiLPA adalah sesisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran;

47.Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah dibebani kewajiban untuk membayar kembali;

48.Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah daerah dan atau hak pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan atau akibat lainnya yang sah;

49.Hutang Daerah adalah jumlah yang wajib dibayar pemerintah daerah dan atau kewajiban pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah;

50.Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan guna menandai kegiatan yang memerlukan dana relative besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran;

51.Investasi adalah penggunaan asset untuk memperoleh manfaat ekonomis seperti bunga, deviden, royalti, manfaat sosial dan atau manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.

(7)

7

52.Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat DPA–SKPD adalah dokumen yang memuat pendapatan, belanja dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan perubahan Anggaran oleh pengguna anggaran.

53.Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat DPPA–SKPD adalah dokumen yang memuat perubahan pendapatan, belanja dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan perubahan anggaran oleh pengguna anggaran.

54.Anggaran Kas adalah dokumen perkiraan arus masuk kas yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar untuk mengatur ketersediaan dana yang cukup guna mendanai pelaksanaan kegiatan setiap peride;

55.Surat Penyediaan Dana yang selanjutnya disingkat SPD adalah dokumen yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan kegiatan sebagai dasar penerbitan SPP;

56.Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan/bedahara pengeluaran untuk mengajukan permintaan pembayaran;

57.SPP Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-UP adalah dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk permintaan uang muka kerja yang bersifat pengisian kembali (revolving) yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung;

58.SPP Ganti Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-GU adalah dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk permintaan pengganti uang persediaan yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung;

59.SPP Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-TU adalah dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk permintaan tambahan uang persediaan guna melaksanakan kegiatan SKPD yang bersifat mendesak dan tidak dapat digunakan untuk pembayaran langsung dan uang persediaan;

60.SPP Langsung yang selanjutnya disingkat SPP-LS adalah dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk permintaan pembayaran langsung kepada pihak ketiga atas dasar perjanjian kontrak kerja atau surat perintah kerja lainnya dan pembayaran gaji dengan jumlah, penerima, peruntukan dan waktu pembayaran tertentu yang dokumennya disiapkan oleh PPTK; 61.Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang

digunakan/diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD;

62.Surat Perintah Membayar Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-UP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD yang digunakan sebagai uang persediaan untuk mendanai kegiatan;

63.Surat Perintah Membayar Ganti Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-GU adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD yang digunakan untuk mengganti uang persediaan yang telah dibelanjakan;

64.Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-TU adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD, karena kebutuhan dananya melebihi dari jumlah batas pagu uang persediaan yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan;

65.Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disingkat SPM-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD kepada pihak ketiga;

(8)

8

66.Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah Dokumen yang digunakan sebagai dasar pencairan dana yang diterbitkan oleh BUD berdasarkan SPM;

67.Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah;

68.Kerugian Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hokum baik sengaja maupun lalai.

BAB II

KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Bagian Pertama

Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 2

(1) Walikota selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan; (2) Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

mempunyai kewenangan:

a. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD; b. Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah; c. Menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang;

d. Menetapkan Bendahara Penerima dan atau Bendahara Pengeluaran;

e. Menetapkan Pejabat yang bertugas melaksanakan pemungutan penerimaan daerah; f. Menetapkan Pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah; g. Menetapkan Pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah; dan

h. Menetapkan Pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran.

(3) Walikota selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah melimpahkan sebagian kekuasaannya atau seluruh kekuasaannya kepada :

a. Sekretaris Daerah selaku Kordinator Pengelola Keuangan Daerah; b. Kepala SKPD selaku PPKD; dan

c. Kepala SKPD selaku Pejabat Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang.

(4) Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan kepala daerah berdasarkan prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima atau mengeluarkan uang.

Bagian Kedua

Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 3

(1) Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) huruf a berkaitan dengan peran dan fungsinya membantu kepala daerah menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah termasuk pengelolaan keuangan daerah

(9)

9

(2) Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas kordinasi dibidang :

a. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan APBD; b. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang daerah; c. Penyusunan rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD

d. Penyusunan Raperda APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;

e. Tugas-tugas pejabat perencana daerah, PPKD dan pejabat pengawas keuangan daerah; dan f. Penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan

APBD.

(3) Selain mempunyai tugas kordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Sekretaris Daerah mempunyai fungsi :

a. Memimpin TAPD;

b. Menyiapkan pedoman pelaksanaan APBD; c. Menyiapkan pedoman pengelolaan barang daerah;

d. Memberikan persetujuan pengesahan DPA-SKPD/DPPA-SKPD; dan

e. Melaksanakan tugas-tugas kordinasi pengelolaan keuangan daerah lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh Kepala Daerah.

(4) Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3) kepada kepala daerah

Bagian Ketiga

Pejabat Pengelola Keuangan Daerah Pasal 4

(1) Kepala SKPKD selaku PPKD sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) huruf b mempunyai tugas :

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah; b. Menyusun rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD;

c. Melaksanakan fungsi bendahara umum daerah;

d. Menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; dan

e. Melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah. (2) PPKD dalam melaksanakan fungsinya selaku BUD berwenang :

a. menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD b. mengesahkan DPA-SKPD/DPPA-SKPD;

c. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;

d. memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas daerah e. menetapkan SPD;

f. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian pinjaman dan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah

(10)

10

g. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah; h. menyajikan informasi keuangan daerah

(3) PPKD selaku BUD menunjuk pejabat di Iingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku kuasa BUD;

(4) PPKD bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.

Pasal 5

(1) Penunjukan kuasa BUD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) ditetapkan dengan keputusan kepala daerah;

(2) Kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai tugas: a. Menyiapkan anggaran kas;

b. Menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan kekayaan daerah;

c. Memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau lembaga keuangan lainnya yang ditunjuk;

d. Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD; e. Menyimpan uang daerah;

f. Melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/menatausahakan investasi daerah; g. Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas beban

rekening kas umum daerah;

h. Melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah; i. Melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;

j. Melakukan penagihan piutang daerah

(3) Kuasa BUD bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada BUD

Pasal 6

PPKD dapat melimpahkan kepada pejabat lainnya dilingkungan SKPKD untuk melaksanakan tugas tugas sebagai berikut:

a. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD; b. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;

c. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama pemerintah daerah; d. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;

e. menyajikan informasi keuangan daerah;

Bagian Keempat

Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Pasal 7

Kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang mempunyai tugas: a. menyusun RKA-SKPD;

b. menyusun DPA-SKPD;

c. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja; d. melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;

e. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran; f. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;

(11)

11

g. mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan;

h. menandatangani SPM;

i. mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya;

j. mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya;

k. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya; l. mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya;

m. Melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna barang lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah

n. bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Bagian Kelima

Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pasal 8

(1) Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dalam melaksanakan tugas-tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada kepala unit kerja pada SKPD selaku kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang;

(2)Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana tersebut pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya;

(3)Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala daerah atas usul kepala SKPD;

(4)Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja; b. Melaksanakan anggaran unit kerja yang dipimpinnya;

c. Melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;

d. Mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan;

e. Menandatangani SPM-LS dan SPM-TU;

f. Mengawasi pelaksanaan anggaran unit kerja yang dipimpinnya; a. Menyiapkan perjanjian/kontrak dengan pihak penyediaan barang/jasa;

b. Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan/penyediaan pengadaan barang/jasa kepada pimpinan instansinya;

g. mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak dalam pelaksanaan kegiatan;

a. Menandatangani pakta integritas sebelum pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa dimulai;

h. Melaksanakan tugas-tugas kuasa pengguna anggaran lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh pejabat pengguna anggaran

(5)Kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada pengguna anggaran/pengguna barang.

Bagian Keenam

Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Pasal 9

1) Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dan kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang dalam melaksanakan program dan kegiatan menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku PPTK;

(12)

12

2) Penunjukan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan kompetensi jabatan, anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya;

3) PPTK yang ditunjuk oleh pejabat pengguna anggaran/pengguna barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada pengguna anggaran/pengguna barang;

4) PPTK yang ditunjuk oleh kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang;

5) PPTK mempunyai tugas dalam pengadaan barang/jasa mencakup: a. Menyusun perencanaan pengadaan barang/jasa;

b. Menetapkan paket-paket pekerjaan disertai ketentuan mengenai peningkatan penggunaan produksi dalam negeri dan peningkatan pemberian kesempatan bagi usaha kecil termasuk koperasi serta kelompok masyarakat;

c. Menetapkan dan mengesahkan harga perkiraan sendiri (HPS), jadwal, tata cara pelaksanaan dan lokasi pengadaan yang disusun oleh panitia pengadaan/unit layanan pengadaan;

d. Menetapkan dan mengesahkan hasil pengadaan panitia/pejabat pengadaan/unit layanan pengadaan sesuai kewenangannya;

e. Menetapkan besaran uang muka yang menjadi hak penyediaan barang/jasa sesuai ketentuan yang berlaku;

f. Menyiapkan perjanjian/kontrak dengan pihak penyediaan barang/jasa;

g. Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan/penyediaan pengadaan barang/jasa kepada pimpinan instamsinya;

h. mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak dalam pelaksanaan kegiatan;

i. menyerahkan asset hasil pengadaan barang/jasa dan asset lainnya kepada Walikota dengan berita acara penyerahan;

j. Menandatangani pakta integritas sebelum pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa dimulai;

k. Menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.

(6) Dokumen anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c mencakup dokumen administrasi kegiatan maupun dokumen administrasi yang terkait dengan persyaratan pembayaran yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Bagian Ketujuh

Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD Pasal 10

(1) Untuk melaksanakan anggaran yang dimuat dalam DPA-SKPD, kepala SKPD menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD sebagai PPK-SKPD;

(2) PPK-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:

a. meneliti kelengkapan SPP-LS pengadaan barang dan jasa yang disampaikan oleh bendahara pengeluaran dan diketahui/ disetujui oleh PPTK;

b. meneliti kelengkapan SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU dan SPP-LS gaji dan tunjangan PNS serta penghasilan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang diajukan oleh bendahara pengeluaran;

c. melakukan verifikasi SPP; d. menyiapkan SPM;

e. melakukan verifikasi harian atas penerimaan; f. melaksanakan akuntansi SKPD; dan

(13)

13

(3) PPK-SKPD tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara/daerah, bendahara, dan/atau PPTK.

Bagian Kedelapan

Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran Pasal 11

(1) Kepala daerah menetapkan bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran;

(2) Kepala daerah atas usul Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah selaku PPKD menetapkan bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pada SKPD;

(3) Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah pejabat fungsional;

(4) Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran balk secara langsung maupun tidak langsung dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/ pekerjaan/penjualan, serta membuka rekening/giro pos atau menyimpan uang pada suatu bank atau lembaga keuangan Iainnya atas nama pribadi; (5) Bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran dalam melaksanakan tugasnya

dapat dibantu oleh bendahara penerimaan pembantu dan/atau bendahara pengeluaran pembantu; (6) Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran secara fungsional bertanggung jawab atas

pelaksanaan tugasnya kepada PPKD selaku BUD. Pasal 12

Bendahara pengeluaran wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas Negara pada bank yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai bank persepsi atau pos giro dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III

PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD)

Bagian Pertama

Asas Umum Pelaksanaan APBD Pasal 13

(1) Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dikelola dalam APBD;

(2) Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut san atau menerima pendapatan daerah wajib melaksanakan pemungutan dan atau penerimaan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

(3) Penerimaan SKPD dilarang digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan;

(4) Penerimaan SKPD berupa uang cek atau cek harus di setor ke rekening kas umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja;

(5) Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tetinggi untuk setiap pengeluaran belanja;

(14)

14

(6) Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD;

(7) Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dilakukan kecuali jika dalam keadaan darurat yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran;

(8) Kriteria keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

(9) Setiap SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD;

(10) Pengeluaran belanja daerah menggunakan prinsip hemat, tidak mewah, efektif, efisien dan sesuai dengan ketetntuan perundang-undangan.

Bagian Kedua

Dokumen pelaksanaan Anggaran SKPD Paragraf 1

Persiapan Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD Pasal 14

(1) PPKD paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah peraturan daerah tentang APBD ditetapkan, memberitahukan kepada semua kepala SKPD agar menyusun rancangan DPA-SKPD;

(2) Rancangan DPA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merinci sasaran yang hendak dicapai, program, kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap SKPD serta pendapatan yang diperkirakan; (3) Kepala SKPD menyerahkan rancangan DPA-SKPD kepada PPKD paling lama 6 (enam) hari

kerja setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);

Pasal 15

(1) TAPD melakukan verifikasi rancangan DPA-SKPD bersama-sama dengan kepala SKPD paling lama 15 (lima betas) hari kerja sejak ditetapkannya peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD;

(2) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPKD mengesahkan rancangan DPA-SKPD dengan persetujuan sekretaris daerah;

(3) DPA-SKPD yang telah disahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada kepala SKPD, satuan kerja pengawasan daerah, dan Badan Pemeriksa Keuangan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal disahkan;

(4) DPA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh kepala SKPD selaku pengguna anggaran/pengguna barang.

Paragraf 2 Anggaran Kas

Pasal 16

(1) Kepala SKPD berdasarkan rancangan DPA-SKPD menyusun rancangan anggaran kas SKPD; (2) Rancangan anggaran kas SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada

(15)

15

PPKD selaku BUD bersamaan dengan rancangan DPA-SKPD;

(3) Pembahasan rancangan anggaran kas SKPD dilaksanakan bersamaan dengan pembahasan DPA- SKPD.

Pasal 17

(1) PPKD selaku BUD menyusun anggaran kas pemerintah daerah guna mengatur ketersediaan dana yang cukup untuk mendanai pengeluaran-pengeluaran sesuai dengan rencana penarikan dana yang tercantum dalam DPA-SKPD yang telah disahkan;

(2) Anggaran kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar yang digunakan guna mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode;

(3) Mekanisme pengelolaan anggaran kas pemerintah daerah ditetapkan dalam peraturan kepala daerah.

Bagian Ketiga

Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Daerah Pasal 18

(1) Semua pendapatan daerah dilaksanakan melalui rekening kas umum daerah; (2) Setiap pendapatan harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah.

Pasal 19

Komisi, rabat, potongan atau pendapatan lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dapat dinilai dengan uang, balk secara langsung sebagai akibat dari penjualan, tukar-menukar, hibah asuransi dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk pendapatan bunga, jasa giro atau pendapatan lain sebagai akibat penyimpanan dana anggaran pada bank serta pendapatan dari hasil pemanfaatan barang daerah atas kegiatan lainnya merupakan pendapatan daerah

Pasal 20

(1) Pengembalian atas kelebihan pendapatan dilakukan dengan membebankan pada pendapatan yang bersangkutan untuk pengembalian pendapatan yang terjadi dalam tahun yang sama;

(2) Untuk pengembalian kelebihan pendapatan yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya dibebankan pada belanja tidak terduga;

(3) Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah.

Pasal 21

Semua pendapatan dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah dilaksanakan melalui rekening kas umum daerah dan dicatat sebagai pendapatan daerah.

Bagian Keempat

Pelaksanaan Anggaran Belanja Daerah Pasal 22

(1) Setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah;

(16)

16

(2) Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat pengesahan oleh pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti dimaksud;

(3) Pengeluaran kas yang mengakibatkan beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan daerah tentang APBD ditetapkan dan ditempatkan dalam lembaran daerah;

(4) Pengeluaran kas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib yang ditetapkan dalam peraturan kepala daerah.

Pasal 23

(1) Pemberian subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan dilaksanakan atas persetujuan kepala daerah;

(2) Penerima subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan bertanggung jawab atas penggunaan uang/barang dan/atau jasa yang diterimanya dan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaannya kepada kepala daerah;

(3) Pemberian bantuan keuangan kepada partai politik mengacu pada peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengajuan, Penyerahan dan Laporan Penggunaan Bantuan Keuangan pada artai Politik, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2006, yang dianggarkan dalam bantuan sosial.

Pasal 24

(1) Dasar pengeluaran anggaran belanja tidak terduga yang dianggarkan dalam APBD untuk mendanai tanggap darurat, penanggulangan bencana alam dan/atau bencana sosial, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahuntahun sebelumnya yang telah ditutup ditetapkan dengan keputusan kepala daerah dan diberitahukan kepada DPRD paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak keputusan dimaksud ditetapkan;

(2) Pengeluaran belanja untuk tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan kebutuhan yang diusulkan dari instansi/lembaga berkenaan setelah mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas serta menghindari adanya tumpang tindih pendanaan terhadap kegiatan-kegiatan yang telah didanai dari anggaran pendapatan dan belanja Negara;

(3) Pimpinan instansi/lembaga penerima dana tanggap darurat bertanggungjawab atas penggunaan dana tersebut dan wajib menyampaikan laporan realisasi penggunaan kepada atasan langsung dan kepala daerah.

Bagian Kelima

Pelaksanaan Anggaran Pembiayaan Daerah Paragraf 1

Sisa Lebih perhitungan Anggaran (SiLPA) Tahun Sebelumnya Pasal 25

Sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya merupakan penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk:

a. menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja; b. mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung;

(17)

17 Pasal 26

(1) Beban belanja langsung pelaksanaan kegiatan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b didasarkan pada DPA-SKPD yang telah disahkan kembali oleh PPKD menjadi DPA Lanjutan SKPD (DPAL-SKPD) tahun anggaran berikutnya;

(2) Untuk mengesahkan kembali DPA-SKPD menjadi DPAL-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala SKPD menyampaikan laporan akhir realisasi pelaksanaan kegiatan fisik dan non-fisik maupun keuangan kepada PPKD paling lambat pertengahan bulan Desember tahun anggaran berjalan;

(3) Jumlah anggaran yang disahkan dalam DPAL-SKPD setelah terlebih dahulu dilakukan pengujian sebagai berikut:

a. sisa DPA-SKPD yang belum diterbitkan SPD dan/atau belum diterbitkan SP2D atas kegiatan yang bersangkutan;

b. sisa SPD yang belum diterbitkan SP2D; dan c. SP2D yang belum diuangkan.

(4) DPAL-SKPD yang telah disahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijadikan dasar pelaksanaan penyelesaian pekerjaan dan penyelesaian pembayaran;

(5) Pekerjaan yang dapat dilanjutkan dalam bentuk DPAL memenuhi criteria:

a. Pekerjaan yang telah ada ikatan perjanjian kontrak pada tahun anggaran berkenaan; dan b. Keterlambatan penyelesaian pekerjaan akibat bukan karena kelalaian pengguna

anggaran/barang atau rekanan, namun karena akibat force majeure. Paragraf 2

Dana Cadangan Pasal 27

(1) Dana cadangan dibukukan dalam rekening tersendiri atas nama dana cadangan pemerintah daerah yang dikelola oleh BUD;

(2) Dana cadangan tidak dapat digunakan untuk membiayai program dan kegiatan lain diluar yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan;

(3) Program dan kegiatan yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan apabila dana cadangan telah mencukupi untuk melaksanakan program dan kegiatan

(4) Untuk pelaksanaan program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dana cadangan dimaksud terlebih dahulu dipindahbukukan ke rekening kas umum daerah;

(5) Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling tinggi sejumlah pagu dana cadangan yang akan digunakan untuk mendanai pelaksanaan kegiatan dalam tahun anggaran berkenaan sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan;

(6) Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan surat perintah pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas persetujuan PPKD;

(7) Dalam hal program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah selesai dilaksanakan dan target kinerjanya telah tercapai, maka dana cadangan yang masih tersisa pada rekening dana cadangan, dipindahbukukan ke rekening kas umum daerah

Pasal 28

(1) Dalam hal dana cadangan yang ditempatkan pada rekening dana cadangan belum digunakan sesuai dengan peruntukannya, dana tersebut dapat ditempatkan dalam portofolio yang memberikan hasil tetap dengan risiko rendah;

(18)

18

(2) Penerimaan hasil bunga/deviden rekening dana cadangan dan penempatan dalam portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menambah jumlah dana cadangan;

(3) Portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. deposito;dan

b. surat berharga Iainnya yang dijamin pemerintah

(4) Penatausahaan pelaksanaan program dan kegiatan yang dibiayai dari dana cadangan diperlakukan sama dengan penatausahaan pelaksanaan program/ kegiatan lainnya.

Paragraf 3

Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah Pasal 29

(1) Penerimaan pinjaman daerah dan obligasi daerah dilakukan melalui rekening kas umum daerah; (2) Pemerintah daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain;

(3) Pendapatan daerah dan/atau aset daerah (barang milik daerah) tidak boleh dijadikan jaminan pinjaman daerah;

(4) Kegiatan yang dibiayai dari obligasi daerah beserta barang milik daerah yang melekat dalam kegiatan tersebut dapat dijadikan jaminan obligasi daerah.

Pasal 30

Kepala SKPKD melakukan penatausahaan atas pinjaman daerah dan obligasi daerah Pasal 31

(1) Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri setiap akhir semester tahun anggaran berjalan;

(2) Posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri :

a. jumlah penerimaan pinjaman;

b. pembayaran pinjaman (pokok dan bunga); dan c. sisa pinjaman.

Pasal 32

(1) Pemerintah daerah wajib membayar bunga dan pokok utang dan/atau obligasi daerah yang telah jatuh tempo;

(2) Apabila anggaran yang tersedia dalam APBD/perubahan APBD tidak mencukupi

untuk pembayaran bunga dan pokok utang dan/atau obligasi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala daerah dapat melakukan pelampauan pembayaran mendahului

perubahan atau setelah perubahan APBD

Pasal 33

(1) Pelampauan pembayaran bunga dan pokok utang dan/atau obligasi daerah sebelum perubahan APBD dilaporkan kepada DPRD -dalam pembahasan awal perubahan APBD;

(2) Pelampauan pembayaran bunga dan pokok utang dan/atau obligasi daerah setelah perubahanAPBD dilaporkan kepada DPRD dalam laporan realisasi anggaran.

(19)

19 Pasal 34

1) Kepala SKPKD melaksanakan pembayaran bunga dan cicilan pokok utang dan/atau obligasi daerah yang jatuh tempo;

(2) Pembayaran bunga pinjaman dan/atau obligasi daerah dicatat pada rekening belanja bunga; (3) Pembayaran denda pinjaman dan/atau obligasi daerah dicatat pada rekening belanja bunga; (4) Pembayaran pokok pinjaman dan/atau obligasi daerah dicatat pada rekening cicilan pokok

utangyang jatuh tempo.

Paragraf 4 Piutang Daerah

Pasal 35

(1) Setiap piutang daerah diselesaikan seluruhnya dengan tepat waktu;

(2) PPK-SKPD melakukan penatausahaan atas penerimaan piutang atau tagihan daerah yangmenjadi tanggung jawab SKPD.

Pasal 36

(1) Piutang atau tagihan daerah yang tidak dapat diselesaikan seluruhnya pada saat jatuh tempo, diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Piutang daerah jenis tertentu seperti piutang pajak daerah dan piutang retribusi daerah merupakan prioritas untuk didahulukan penyelesaiannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 37

(7) Piutang daerah yang terjadi sebagai akibat hubungan keperdataan dapat diselesaikan dengancara damai, kecuali piutang daerah yang cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam peraturan perundang-undangan;

(8) Piutang daerah dapat dihapuskan dari pembukuan dengan penyelesaian secara mutlak atau bersyarat, kecuali cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam peraturan perundang-undangan; (9) Penghapusan piutang daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh:

a. kepala daerah untuk jumlah sampai dengan Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)

b. kepala daerah dengan persetujuan DPRD untuk jumlah lebih dari Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 38

(1) Kepala SKPKD setiap bulan melaporkan realisasi penerimaan piutang kepada kepala daerah. (2) Bukti pembayaran piutang SKPKD dari pihak ketiga harus dipisahkan dengan bukti

(20)

20 BAB IV

PENGGUNAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA

Bagian Pertama

Sistem dan Tata Cara Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Dalam Pengadaan Barang dan Jasa

Pasal 39

Sistem dan Tata Cara Penggunanan APBD dalam Pengadaan Barang dan Jasa yang mengakibatkan Pengeluaran Keuangan Daerah dilaksanakan melalui :Pengadaan Langsung; a. Penunjukan Langsung; b. Pemilihan Langsung; c. Swakelola; d. Pelelangan. Bagian Kedua Pengadaan Langsung Pasal 40

(1) Pengadaan Langsung dengan nilai sampai dengan Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) bentuk kontrak cukup dengan kuitansi pembayaran dengan materai secukupnya;

(2) Pengadaan langsung dengan nilai diatas Rp.5.000.000,- (Lima Juta Rupiah) s/d Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) bentuk kontrak berupa Surat Perintah Kerja (SPK) beserta spesifikasi pekerjaan/barang dan dokumen lainnya tanpa jaminan pelaksanaan; (3) Pengadaan dengan nilai diatas Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) bentuk kontrak

berupa Kontrak Pengadaan Barang/Jasa (KPBJ) dengan jaminan pelaksanaan;

(4) Apabila Kepala SKPD telah menyetujui faktur yang diajukan oleh Penyedia Barang/Jasa lainnya maka transaksi pembelian dapat dilakukan dan dilengkapi dengan Bukti Pembelian, Berita Acara Pemeriksaan Barang, Berita Acara Serah Terima Barang yang dibuat oleh Panitia Pemeriksa Barang masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah;

(5) Pengadaan Barang yang telah dilaksanakan oleh SKPD terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan oleh Panitia Pemeriksa Barang Daerah yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Barang.

Bagian Ketiga Penunjukan Langsung

Pasal 41

(1) Penunjukan Langsung adalah pengadaan barang/jasa dengan cara penunjukan langsung kepada 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa;

(21)

21

(2) Penunjukan Langsung hanya dapat dilakukan atas anggaran yang bernilai diatas Rp. 5.000.000,- s/d Rp. 50.000.000,- tetap dilakukan dengan sistim penawaran tertulis dari 1 (satu) penyedia barang/jasa yang dievaluasi oleh Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa;

(3) Penunjukan Langsung sebagaimana tersebut pada ayat (2) diatas ditetapkan oleh Kepala satuan Kerja Perangkat Daerah;

(4) Penunjukan Langsung untuk kegiatan yang bernilai diatas Rp.50.000.000 dapat dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut:

a. Penanganan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaan yang tidak dapat ditunda atau harus dilakukan segera (seperti bencana alam) b. Pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut Keamanan dan Keselamatan

Negara yang ditetapkan oleh Presiden

c. Pekerjaan yang berskala kecil dengan nilai maksimum Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan :

1. Untuk keperluan sendiri 2. Teknologi sederhana 3. Resiko kecil

4. Dilaksanakan oleh Penyedia Barang/ Jasa usaha perorangan dan atau Badan Usaha Kecil/ Koperasi Kecil

5. Pengadaaan Barang/Jasa yang sifatnya khusus antara lain : a. Pekerjaan berdasarkan tarif yang ditetapkan Pemerintah;

b. Pekerjaan/ barang spesifik yang hanya dapat dilaksanakan oleh satu perusahaan penyedia barang/ jasa (Pabrik dan Pemegang Hak Paten);

c. Merupakan hasil produksi usaha kecil atau koperasi kecil atau pengrajin industri kecil;

d. Jenis pekerjaan yang seluruhnya dilaksanakan oleh kelompok swadaya masyarakat setempat;

e. Pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknologi khusus dan atau hanya 1 (satu) penyedia barang dan jasa yang mampu mengaplikasikannya;

f. Pengadaan Obat-obatan dan alat pakai habis;

g. Pekerjaan lanjutan yang masih dalam satu kesatuan Konstruksi.

(5) Kepala Satuan Kerja Perangkat daerah dan atau panitia pengadaan sebelum memproses administrasi penunjukan langsung pengadaan barang/jasa yang bernilai diatas Rp. 50.000.000 (lima puluh juta) terlebih dahulu dilaporkan kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.

(22)

22

Bagian Keempat Pemilihan Langsung

Pasal 42

(1) Pemilihan Langsung adalah Pengadaan Barang/ Jasa tanpa melalui pelelangan dan hanya diikuti oleh Penyedia Barang/ Jasa yang memenuhi syarat yang dilakukan dengan cara membandingkan penawaran dan melakukan negosiasi baik teknis maupun harga sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan;

(2) Pemilihan Langsung dapat dilaksanakan untuk pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Bagian Kelima S w a k e l o l a

Pasal 43

(1)Swakelola adalah Pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri oleh pelaksana swakelola dengan menggunakan tenaga sendiri dan/ atau tenaga dari luar baik tenaga ahli maupun tenaga upah borongan.

(2)Tenaga Ahli dari luar tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari Tenaga sendiri. (3)Pekerjaan yang dapat dilakukan secara Swakelola adalah :

a. Pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan teknik sumber daya manusia instansi pemerintah yang bersangkutan dan sesuai dengan fungsi dan tugas pokok Pengguna Barang/Jasa; dan atau

b. Pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi masyarakat setempat; dan atau

c. Pekerjaan yang dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi, atau pembiayaannya tidak dapat dilakukan dengan cara Pelelangan, Pemilihan Langsung atau Penunjukan Langsung; d. Pekerjaan yang secara rinci / detail dihitung/ ditentukan terlebih dahulu sehingga apabila

dilaksanakan oleh Penyedia Barang/ Jasa akan menanggung resiko yang besar; e. Penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya, atau penyuluhan;

f. Pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) yang bersifat khusus untuk pengembangan teknologi/metode kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh penyedia barang/ jasa;

g. Pekerjaan khusus yang bersifat pemrosesan data, perumusan kebijaksanaan pemerintah, pengkajian dilaboratorium, pengembangan sistim tertentu dan penelitian oleh Perguruan Tinggi/Lembaga Ilmiah Pemerintah.

(4)Prosedur Swakelola meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pelaporan.

(23)

23

(5)Pekerjaan konstruksi rehabilitasi fisik sekolah yang dilaksanakan secara swakelola oleh pihak sekolah dan atau pihak komite sekolah dapat dilakukan dengan anggaran sampai dengan Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah)

(6)Kepala Satuan Kerja Perangkat daerah dan atau panitia pengadaan sebelum memproses administrasi swakelola pengadaan barang/jasa yang bernilai diatas Rp. 50.000.000 (lima puluh juta) terlebih dahulu dilaporkan kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.

Bagian Keenam P e l e l a n g a n

Pasal 44

(1)Pelelangan adalah sistem pengadaan barang/jasa yang dilakukan secara terbuka untuk umum dengan pengumuman secara luas melalui media cetak dan papan pengumuman resmi; (2)Dalam proses pelelangan dianut 2 (dua) sistem, yakni Sistem Pelelangan Umum dan Sistem

Pelelangan Terbatas yang prosesnya sama, kecuali dalam pengumuman dicantumkan kriteria perserta dan nama-nama penyedia barang/jasa yang akan diundang;

(3)Setiap pengadaan barang/jasa yang dilakukan dengan cara pelelangan harus diproses berdasarkan Ketentuan dan Peraturan yang berlaku;

(4)Proses kegiatan pelelangan/pengadaan barang/jasa dilakukan oleh Panitia Pengadaan yang diangkat/ditetapkan oleh Kepala SKPD harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. memiliki integritas moral, disiplin dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas; b. memahami keseluruhan pekerjaan yang akan diadakan;

c. memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas panitia/pejabat pengadaan yang bersangkutan;

d. memahami isi dokumen pengadaan/metoda dan prosedur pengadaan berdasarkan Keputusan Presiden ini;

e. tidak mempunyai hubungan keluarga dengan pejabat yang mengangkat dan menetapkannya sebagai panitia/pejabat pengadaan;

f. memiliki sertifikat keahlian dan atau telah mengikuti Pelatihan pengadaan barang/jasa pemerintah.

(5)Panitia Pengadaan yang diangkat/ditetapkan oleh SKPD masing-masing dari unsur : a. Dinas PU;

b. Dinas Pendapatan;

c. Bagian Administrasi Pembangunan;

d. Unsur Teknik sesuai spesifiksi teknik kegiatan dilelang;

(24)

24

(6)Panitia Pengadaan dibentuk atas pelaksanaan kegiatan yang bernilai di atas Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah) dengan komposisi personil sekurang-kurangnya

3 (tiga) orang dan atau berjumlah gasal;

(7)Untuk pengadaan sampai dengan nilai Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah) dapat dilaksanakan oleh Panitia atau 1 (satu) orang Pejabat Pengadaan Barang / Jasa di masing-masing unit kerja.

Pasal 45 Panitia Pengadaan mempunyai tugas :

a. Melakukan proses pelelangan barang/jasa;

b. Membuat jadwal pelaksanaan kegiatan pelelangan;

c. Membuat pengumuman secara luas mengenai kegiatan yang akan dilelangkan; d. Menyusun dan menyiapkan Harga Perkiraan Sendiri

e. Melaksanakan pendaftaran perusahaan yang berminat mengikuti pelelangan;

f. Menyelenggarakan prakualifikasi perusahaan dan melakukan evaluasi prakualifikasi, menetapkan dan mengumumkan perusahaan yang lulus prakualifikasi;

g. Menyampaikan undangan kepada perusahaan yang lulus prakualifikasi untuk mengikuti proses lelang selanjutnya;

h. Mengadakan rapat tentang penjelasan/aanwijzing meja dan membuat Berita Acara Kesepakatan dengan Pengusaha Peserta Lelang untuk menetapkan waktu aanwijzing lapangan;

i. Menetapkan waktu pemasukan Surat Penawaran;

j. Secara bersama-sama dengan pengusaha peserta lelang melakukan rapat pembukaan Surat Penawaran;

k. Memeriksa dan mengevaluasi Surat Penawaran dan menetapkan urutan Calon Pemenang Pelelengan;

l. Calon pemenang pelelangan sebagaimana tersebut di atas diusulkan kepada Kepala SKPD untuk ditetapkan;

m. Membuat Berita Acara Hasil Pelelangan Pengadaan Barang/Jasa; n. Menyiapkan Dokumen Pengadaan;

o. Menandatangani Pakta Integritas sebelum pelaksanaan pengadaan barang/jasa dimulai; p. Bersama PPTK menyiapkan perjanjian/kontrak dengan pihak penyedia barang/jasa.

Pasal 46 Penyusunan Harga Perhitungan Sendiri (HPS)

1. Perhitungan HPS harus dilakukan dengan cermat, dengan menggunakan data dasar dan mempertimbangkan :

(25)

25

b. perkiraan perhitungan biaya oleh konsultan/engineer's estimate (EE); c. harga pasar setempat pada waktu penyusunan HPS;

d. harga kontrak/Surat Perintah Kerja (SPK) untuk barang/pekerjaan sejenis setempat yang pernah dilaksanakan;

e. informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS), badan/instansi lainnya dan media cetak yang datanya dapat dipertanggungjawabkan;

f. harga/tarif barang/jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/agen tunggal atau lembaga independen;

g. daftar harga standar/tarif biaya yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang; h. informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.

2. HPS telah memperhitungkan: a. Pajak Pertambahan Nilai (PPn) b. Pajak dan retribusi Daerah;

c. biaya umum dan keuntungan (overhead cost and profit) yang wajar bagi penyedia barang/jasa.

Bagian Tujuh

Prosedur Pengadaan Jasa Konsultansi Pasal 47

(1)Jasa Konsultansi pada Instansi Pemerintah adalah Jasa Konsultansi yang dipergunakan agar pelaksanaan pekerjaan dapat lebih efektif dan efisien. Jasa Konsultansi dipergunakan dalam hal pengguna barang/jasa yang tidak memiliki tenaga ahli dan atau kemampuan yang cukup untuk mengerjakan sendiri atau untuk mendapatkan opini pihak ketiga atas pelaksanaan pekerjaan;

(2)Lingkup Jasa Konsultansi meliputi layanan survey, layanan study makro, layanan study rinci, layanan perancangan dan perencanaan, layanan pengawasan, layanan produksi dan industri, layanan konsultansi operasi dan pemeliharaan serta rehabilitasi, layanan jasa informasi, layanan jasa manajemen, penelitian dan pelatihan serta layanan jasa penasehatan; (3)Penyedia Jasa Konsultansi terdiri dari :

a. Jasa Konsultansi Lembaga Ilmiah, Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) atau Lembaga NirLaba (Non Profit) lainnya, Perusahaan Jasa Industri dan Perbankan yang memiliki unit penelitian dan pengembangan dengan keahlian khusus, Konsultan Perorangan serta Lembaga lainnya yang ditetapkan pemerintah;

b. Penggunaan LSM lebih tepat untuk pelaksanaan Jasa Konsultansi dalam rangka pengembangan masyarakat, peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan

(26)

26

pembangunan dibidang pendidikan dan penyuluhan untuk masyarakat serta penerapan dan penyebarluasan teknologi sederhana;

c. Penggunaan Lembaga Ilmiah diutamakan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaaan penelitian dan pengembangan sesuai dengan bidangnya;

d. Penggunaan Konsultansi Perorangan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Pelaksanaaan pekerjaaan yang ditugaskan tidak memerlukan kerja kelompok

untuk penyelesaiannya;

2. Pekerjaaan hanya dapat dilakukan oleh seorang sangat ahli dibidangnya. Keahlian tersebut dibuktikan dengan sertifikat dari Assosiasi terkait yang dilakukan akreditasi;

3. Jasa Konsultansi Perorangan harus bersifat tugas-tugas khusus Instansi Pelelangan untuk memberikan nasehat-nasehat dalam pelaksanaan Proyek/Kegiatan;

4. Konsultan Perorangan yang ditunjuk harus mampu menyelesaikan penugasan secara mandiri ditinjau dari segi teknis, waktu dan biaya.

(4)Kerangka Acuan Kerja (KAK)

Pengguna Barang/Jasa harus menyusun dan mempersiapkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang memuat hal-hal antara lain :

1. Uraian pendahuluan berupa gambaran secara garis besar mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan;

2. Data Penunjang berupa data yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan;

3. Tujuan dan ruang lingkup pekerjaan yang memberikan gambaran mengenai tujuan yang ingin dicapai dengan keluaran yang akan dihasilkan, suatu keluaran dengan keluaran lainnya peralatan dan material yang disediakan oleh Pengguna Barang / Jasa

4. serta peralatan dan material yang harus disediakan oleh Konsultan dan lainnya yang dibutuhkan;

5. Jenis dan jumlah tenaga ahli yang dibutuhkan berdasarkan cakupan pekerjaan 6. Jenis dan jumlah laporan yang disyaratkan;

7. Ketentuan bahwa kegiatan jasa konsultan harus dilaksanakan dalam wilayah Republik Indonesia;

8. Hal-hal lain seperti fasilitas yang disediakan oleh Pengguna Barang/Jasa untuk membantu kelancaran tugas konsultan.

(27)

27 BAB V

PELELANGAN GAGAL DAN PELELANGAN ULANG Bagian Pertama

Pelelangan Gagal Pasal 48

Pelelangan dinyatakan gagal apabila :

a. Penyedia Barang/Jasa yang tercantum dalam Daftar Calon Peserta Lelang kurang dari 3 (tiga);

b. Penawaran yang masuk kurang dari 3 (tiga);

c. Tidak ada penawaran yang memenuhi syarat yang ditentukan dalam Dokumen Lelang; d. Tidak ada penawaran yang harga penawarannya di bawah atau sama dengan Pagu Dana

yang tersedia;

e. Sanggahan peserta lelang atas kesalahan prosedur yang dicantumkan dalam Dokumen Lelang ternyata benar;

f. Sanggahan dari peserta lelang atas terjadinya KKN terhadap calon pemenang lelang urutan 1, 2 dan 3 ternyata benar;

g. Calon Pemenang Lelang urutan 1, 2 dan 3 mengundurkan diri dan tidak bersedia ditunjuk.

Bagian Kedua Pelelangan Ulang

Pasal 49

Dalam hal pelelangan dinyatakan gagal, pengguna barang/ jasa/ pejabat yang berwenang memerintahkan pelelangan ulang dengan prosedur :

a. Pelelangan yang gagal sebagaimana tersebut pada Pasal 18 huruf a, b, dan c dilakukan pelelangan ulang dengan cara mengumumkan kembali dan mengundang calon peserta lelang yang baru selain calon peserta lelang yang telah masuk dalam daftar calon peserta lelang;

b. Pelelangan yang gagal sebagaimana tersebut pada Pasal 18 huruf c, d dan g dilakukan pelelangan ulang dengan cara mengundang ulang semua peserta lelang yang tercantum dalam daftar calon peserta lelang untuk mengajukan penawaran ulang secara lengkap (administrasi, teknis, dan harga). Bilamana di anggap perlu penitia melakukan pelelangan ulang dengan mengundang calon peserta lelang yang baru.

c. Pelelangan yang gagal yang disebabkan sebagaimana tersebut pada Pasal 18 huruf f dilakukan sebagai berikut :

(28)

28

1. Apabila Panitia Lelang tidak terbukti terlibat KKN, Panitia Lelang mengundang ulang semua peserta yang tercantum dalam daftar Calon Penyedia Barang/Jasa untuk mengajukan penawaran ulang secara lengkap (administrasi, teknis, dan harga). Bilamana dianggap Panitia Pengadaan melakukan pelelangan ulang dengan mengundang calon Penyedia Barang/ Jasa yang baru. Panitia Pengadaan dilarang mengundang peserta yang terlibat KKN;

2. Apabila Panitia Lelang terbukti terlibat KKN, maka dibentuk Panitia Pangadaan Lelang baru untuk melakukan pelelangan ulang. Panitia Pengadaan dilarang mengikutsertakan Peserta Lelang yang terbukti KKN.

d. Pelelangan yang gagal disebabkan sebagaimana tersebut pada Pasal 18 huruf g dengan mempertimbangkan jumlah peserta yang memenuhi syarat administrasi dan teknis dilakukan sebagai berikut :

1. Mengundang peserta yang memenuhi syarat untuk menyampaikan penawaran harga yang baru apabila peserta lelang yang memenuhi syarat sama atau lebih dari 3 (tiga) peserta (tidak termasuk peserta yang mengundurkan diri);

2. Mengumumkan kembali/ mengundang peserta lelang yang baru dan lama yang memenuhi syarat untuk mengajukan penawarannya apabila peserta yang memenuhi syarat kurang dari 3 (tiga) peserta (tidak termasuk peserta yang mengundurkan diri).

Pasal 50 Apabila Pelelangan Ulang Gagal, maka :

a. Panitia Pengadaan melanjutkan proses pengadaan barang/jasa tersebut dengan cara Pemilihan Langsung atau Penunjukan Langsung dengan melakukan Negosiasi Teknis dan Harga;

b. Untuk Pelelangan Ulang sebagaimana tersebut pada Pasal 18 huruf c panitia melakukan lelang ulang dan bilamana masih terjadi penyimpangan sebagaimana tersebut pada Pasal 18 huruf f, pengguna barang/jasa/pejabat yang berwenang wajib menghentikan proses pengadaan dan mengembalikan dananya kepada Rekening Kas pemerinah Daerah.

Bagian Ketiga

Metode Evaluasi Penawaran Pasal 51

(1) Kriteria dan Tata Cara Evaluasi :

1. Kriteria dan tata cara evaluasi harus ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan dan dijelaskan pada waktu pemberian penjelasan, perubahan kriteria dan tata cara

(29)

29

evaluasi dapat dilakukan dan disampaikan secara tertulis kepada seluruh peserta dalam waktu memadai sebelum pemasukan penawaran;

2. Dalam mengevaluasi penawaran, Panitia/Pejabat Pengadaan berpedoman pada kriteria dan tata cara evaluasi yang ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan dan penjelasan sebelumnya. Bila terdapat hal-hal yang kurang jelas dalam suatu penawaran, Panitia/Pejabat Pengadaan dapat melakukan klarifikasi dengan Calon Penyedia Barang/Jasa yang bersangkutan. Dalam klarifikasi, penawar hanya diminta untuk menjelaskan hal-hal yang menurut panitia/pejabat pengadaan kurang jelas namun tidak diperkenankan mengubah substansi penawaran. Demikian juga calon Penyedia Barang/Jasa tidak diperbolehkan menambah atau mengurangi atau mengubah penawarannya setelah penawaran dibuka (Post Bidding);

3. Pengertian/batasan tentang substansi penawaran harus dicantumkan dengan jelas dalam dokumen pengadaan dan dijelaskan kepada calon Penyedia Barang/Jasa sebelum pembukaan penawaran;

4. Untuk hal-hal tertentu, Calon Penyedia Barang/Jasa mungkin perlu dimintai konfirmasi, untuk meminta pernyataan kesanggupannya, misalnya apabila masa berlakunya Surat Jaminan Penawaran telah habis. Dalam hal tersebut Calon Penyedia Barang/Jasa dimintai konfirmasi mengenai kesanggupannya untuk pelaksanaan pekerjaan tersebut berdasarkan harga yang ditawarkan;

5. Dalam pengadaan barang/jasa, Panitia/Pejabat Pengadaan maupun peserta dilarang melakukan tindakan Post Bidding;

6. Dalam penelitian/evaluasi atas penawaran harga, perlu diperhatikan :

a. HPS merupakan salah satu acuan untuk menilai kewajaran harga terhadap penawaran yang masuk dan tidak dapat dijadikan dasar untuk menggugurkan penawaran;

b. Penerapan preferensi harga penggunaan produksi dalam negeri dilakukan untuk menentukan harga terevaluasi guna menetapkan urutan calon pemenang;

c. Apabila dalam dokumen pengadaan mengatur kemungkinan calon penyedia barang/jasa menyampaikan penawaran alternatif, maka penawaran alternatif ternyata baik dari segi teknis maupun harga lebih menguntungkan bagi negara (harga lebih rendah dari penawaran utama) dapat diusulkan sebagai calon pemenang lelang dengan ketentuan penawaran alternatif yang dievaluasi hanya penawaran alternatif dari calon penyedia barang/jasa yang penawaran utamanya merupakan penawaran terendah dan responsif.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, diketahui bahwa media tiga dimensi dapat meningkatkan kemampuan mengenal konsep bilangan pada anak tunagrahita ringan di

Overall Equipment Effectiveness (OEE) menentukan seberapa efektif mesin, Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan masalah dari

Berdasarkan nilai Reflection Loss yang diperoleh maka daya serap terhadap gelombang mikro dapat diketahui dengan menunjukkan hubungan frekuensi terhadap nilai Reflection Loss

Pemilihan nilai ambang untuk kelompok bulan hujan dapat dilihat pada Gambar 7(a), terlihat perubahan mulai terjadi di titik antara 100 dan 200 dan berdasarkan grafik

Sepuluh tahun kemudian pada tanggal 31 Agustus 1971 berdirilah PT Krakatau Steel (Persero). Dengan memanfaatkan kembali peralatan- peralatan proyek baja Trikora yaitu pabrik

Dialog dalam perspektif yang pertama merupakan sebuah keharusan atau konsekwensi logis pemahaman sosial bahwa suatu agama (baca: umat beragama) di samping sebagai suatu

Kemudian flex sensor akan mengirimkan data berupa nilai untuk menggerakkan motor servo sesuai dengan lekukan pada flex sensor dan robot akan menirukan gerakan yang

Sementara itu besaran sudut segitiga bola dinyatakan dalam satuan sudut yang besarnya sama dengan sudut yang diapit oleh dua garis lurus (misal AB1 dan AC1)