• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi dakwah tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam menanggulangi dampak prostitusi (studi kasus di Dukuh Selempung Desa Dukuhseti Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Strategi dakwah tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam menanggulangi dampak prostitusi (studi kasus di Dukuh Selempung Desa Dukuhseti Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati)"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI DAMPAK PROSTITUSI

(STUDI KASUS DI DUKUH SELEMPUNG DESA DUKUHSETI KECAMATAN DUKUHSETI KABUPATEN PATI)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI)

Oleh: NURVIYATI NIM. 111 111 010

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG 2015

(2)

Lam : 5 (lima) eksemplar

Hal : Persetujuan Naskah Pembimbing Kepada:

Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi

UIN Walisongo di Semarang Assalamu’alaikum wr. wb.

Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana mestinya, maka kami menyatakan bahwa skripsi saudara:

Nama : Nurviyati NIM : 111111010

Fak/Jurusan : Dakwah dan Komunikasi /BPI

Judul Skripsi : Strategi Dakwah Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat dalam Menanggulangi Dampak Prostitusi (Studi Kasus Dukuh Selempung Desa Dukuhseti Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati)

Dengan ini telah kami setujui dan mohon agar diujikan. Demikian atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Semarang, 29 Mei 2015 Pembimbing,

Bidang substansi Materi Bidang Metodologi dan Tata Tulis

Dr. Baidi Bukhori, S.Ag. M.Si. Siti Hikmah, S.Pd., M.Si. NIP. 197304271996031001 NIP. 197502052006042003

(3)

STRATEGI DAKWAH TOKOH AGAMA DAN TOKOH MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI DAMPAK PROSTITUSI (STUDI KASUS DUKUH SELEMPUNG DESA

DUKUHSETI KECAMATAN DUKUHSETI KABUPATEN PATI)

Disusun Oleh: Nurviyati 111111010

Telah dipertahankan di depan penguji Pada tanggal 11 Juli 2015 Dan dinyatakan lulus memenuhi syarat

Susunan Dewan Penguji

Ketua Dewan Penguji Sekretaris Dewan Penguji

Dr. H. Abu Rokhmad, M. Ag Dr. Baidi Bukhori, S. Ag. M.Si. NIP. 19730427 199603 1 001 NIP: 19760407 200112 1 003

Anggota

Penguji I Penguji II

Yuli Nurkhasanah S.Ag. M.Hum Wening Wihartati, S. Psi. M.Si. NIP. 19710729 199703 2005 NIP. 19771102 200604 2004

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Baidi Bukhori, S.Ag. M. Si. Siti Hikmah, S.Pd. M. Si. NIP. 19730427 199603 1 001 NIP. 19750205 2006 04 2003

(4)

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Nurviyati NIM : 111111010

Jurusan : Bimbingan Penyuluhan Islam Konsentrasi : Penyuluh Sosial Islam

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.

Semarang, 24 Mei 2015

Nurviyati 111111010

(5)

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat, taufik, serta hidayah kepada umat-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi. Shalawat serta salam senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, pembawa petunjuk dan kabar gembira bagi umat Islam.

Alhamdulillahi robbil ’aalamiin penulis telah menyelesaikan skripsi berjudul Strategi Dakwah Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat Dalam Menanggulangi Dampak Prostitusi Studi Kasus Dukuh Selempung Desa Dukuhseti Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati. Penulis yakin tanpa bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan terselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT. Tuhan semesta alam, terima kasih atas segala nikmat yang Engkau berikan.

2. Prof. Dr. Muhibbin, M.Ag, Rektor UIN Walisongo Semarang. 3. Dr. H. Awaluddin Pimay, Lc. M.Ag. Selaku Dekan Fakultas

Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang, beserta jajarannya.

4. Dra. Maryatul Kibtiyah, M.Pd. selaku kajur BPI dan Anila Umriyana, M. Pd. Selaku Sekjur BPI.

5. Dr. Baidi Bukhori, S.Ag. M.Si. Dosen wali studi serta Dosen pembimbing I, bidang substansi materi. Yang telah menjadi orangtua saya di kampus dari pertama masuk sampai mampu menyelesaikan skripsi ini.

6. Siti Hikmah, S.Pd. M.Si. Dosen Pembimbing II, bidang metodologi dan tata tulis yang telah membimbing dalam penulisan skripsi ini.

7. Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah membagi ilmu dan pengalamannya pada mahasiswa di bangku kuliah.

(6)

menyelesaikan administrasi.

8. Kepala perpustakaan UIN Walisongo Semarang serta pengelola perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan pelayanan kepustakaan yang baik.

9. Segenap tokoh agama, tokoh masyarakat, masyarakat Selempung, aparat pemerintah di desa Dukuhseti serta jajarannya, terima kasih atas segala bantuannya dalam proses mengerjakan skripsi ini. 10. Keluarga Besar Mbah Muhyi (alm.) dan Mbah Suwarpi (alm.) atas

dukungan dan semangatnya dalam membimbing dan arahannya. 11. Kang Masku Gunawan Christianto, Lelaki yang selalu

mendukung dalam semua hal, menemani dalam suka maupun duka, memberikan semangat dalam lelah dan kesedihan, serta yang selalu mendampingi dalam hari-hari mengerjakan skripsi. Semangat juga buat skripsimu. Semoga diberi kelancaran dan kesuksesan, sehingga akan bahagia bersama.

12. Keluarga besar Mbah Kastubi, keluarga besar Pak de Yasir, dan keluarga besar Bapak Sulakso

13. Kost Bu Mia dan Bapak Mastur beserta teman-teman kost semuanya. semoga masa depan yang cerah selalu ada di depan kita.

14. Teman-teman dan alumni LPM MISSI Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Semoga menjadi generasi penulis Indonesia yang berkarya dengan kualitas tinggi.

15. Jurusan BPI A 2011 dan Angkatan 2011. Semoga semua cita-cita kalian tercapai.

16. Keluarga besar KKN posko 25 tahun 2014 di Batang Zen, Meda, Roni, Lubab, Lina, Lida, Anik, Fauqi, Hakim, kepala desa Kemligi, sekretaris Kemligi dan jajarannya, serta pemuda dan masyarakat Kemligi.

Demikianlah ucapan terimakasih penulis sampaikan, semoga amal baik yang diberikan kepada penulis memperoleh balasan dari Allah SWT. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin.

(7)

Ya Rabbi sekiranya goresan tinta ini engkau beri nilai dan arti, maka nilai dan arti tersebut kupersembahkan skripsi ini untuk:

1. Ibu Munarti, Ibu paling istimewa dan harta berhargaku dibandingkan dengan apapun. Seorang perempuan yang luar biasa, selama 22 tahun sampai sekarang ini masih kuat dalam hidup kesendirian, tanpa menginginkan kedatangan lelaki kembali. Ibunda tercinta yang penuh kasih sayang dan cinta dalam membimbingku dan mendidikku. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan, umur panjang, dan kebahagiaan.

2. Bapak Rujito, Bapak yang senantiasa memberi kebebasan kepada anaknya.

3. Adikku Niko dan Ferdi yang selalu mendo’akanku dan menyayangiku.

4. Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang, yang telah menjadi wadah penulis dalam menuntut ilmu.

(8)

              

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.

(Q.S. al-Isra’: 32)          

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.

(Q.S. al-Baqarah: 286)

Sesungguhnya dalam kisah mereka itu ada ibrah (pengajaran, contoh teladan) bagi orang-orang yang berakal (H.R. Muslim).

(9)

Judul penelitian ini Strategi Dakwah Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat dalam Menanggulangi Dampak Prostitusi (Studi Kasus Dukuh Selempung Desa Dukuhseti Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati).

Prostitusi berupa tingkah laku lepas bebas tanpa kendali dan cabul. Di dalamnya termasuk pelacuran yang terdiri dari PSK, Mucikari, dan Penjaja seks. Faktor utama yang melatarbelakangi prostitusi adalah PSK yang tidak bisa menahan hawa nafsu, faktor ekonomi, faktor religiusitas, dan faktor kesadaran. Dari beberapa faktor tersebut, faktor ekonomi menjadi alasan yang dominan. Hal demikian berlarut-larut menjadi kontroversi bagi masyarakat. Di Selempung, faktor ekonomi tidak menjadi alasan penuh untuk tetap terjadinya perbuatan prostitusi. Melainkan, dari masing-masing pribadinya yang tidak ingin beralih cara mereka mendapatkan penghasilan. Tokoh agama dan tokoh masyarakat sudah berusaha memberikan bimbingan serta alternatif pekerjaan lain. Selain itu, aparat pemerintah sepakat untuk tidak membawa kasus tersebut ke dalam hukum. Melainkan ditangani dengan para tokoh serta masyarakat sendiri dengan cara kekeluargaan.

Tujuan penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana strategi dakwah tokoh agama dalam menanggulangi dampak prostitusi. 2) Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana strategi dakwah tokoh masyarakat dalam menanggulangi dampak prostitusi.

Penelitian ini adalah penelitian lapangan berbentuk kualitatif dengan pendekatan-pendekatan fenomenologis, pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data yang terkumpul lalu dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dengan naratif.

Adapun hasil penelitian dari strategi dakwah yang memakai teori dari Bob de Wit dan Ron Meyer mengenai: a) proses strategi dakwah b) konteks strategi dakwah c) isi strategi dakwah yang menunjukkan: 1) Strategi dakwah tokoh agama Selempung dalam permasalahan menanggulangi dampak prostitusi yaitu dengan menggunakan dakwah bil-maal. Dakwah dengan menggunakan sebagian harta bendanya untuk diberikan atau dicarikan lapangan

(10)

dengan bimbingan dalam acara pengajian untuk membantu menjadikan jiwa yang lebih baik. 2) strategi dakwah tokoh masyarakat adalah dengan membentuk kembali gerakan moralisasi yang dulunya pernah ada dalam pembubaran prostitusi probo. Gerakan tersebut mengandalkan razia dan operasi yang bekerjasama dengan masyarakat.

Kata kunci: Prostitusi, strategi dakwah, tokoh agama dan tokoh masyarakat.

(11)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv KATA PENGANTAR ... v PERSEMBAHAN ... vii MOTTO ... viii ABSTRAK ... ix DAFTAR ISI ... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 11 C. Tujuan Penelitian ... 11 D. Manfaat Penelitian ... 11 E. Tinjauan Pustaka ... 12 F. Metodologi Penelitian ... 16 G. Sistematika Penulisan ... 25

BAB II KERANGKA TEORI A. Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat ... 28

1. Makna Ulama’ dan Ruang Lingkupnya .. 28

2. Ulama’ Sebagai Tokoh Masyarakat ... 31

3. Peran dan Tugas Ulama’ ... 32 xi

(12)

1. Pengertian Prostitusi ... 38

2. Latar Belakang Timbulnya Prostitusi ... 40

3. Mucikari atau Germo ... 43

4. Dampak Dari Pelacuran ... 46

5. Penanganan Prostitusi ... 47

C. Strategi Dakwah ... 48

1. Ruang Lingkup Dakwah ... 48

2. Strategi Dakwah ... 49

BAB III GAMBARAN UMUM DUKUH SELEMPUNG DESA DUKUHSETI KABUPATEN PATI A. Gambaran Umum Desa Dukuhseti ... 58

1. Sejarah Berdirinya ... 58

2. Letak Geografis ... 58

3. Sejarah Prostitusi di Dukuhseti ... 60

4. Deskripsi Masyarakat Selempung ... 61

B. Pandangan Prostitusi dan Strategi Dakwah oleh Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat ... 62

C. Tanggapan PSK Dukuh Selempung dalam Masalah Prostitusi ... 87

D. Tanggapan Aparat Pemerintahan Dukuhseti dalam Menanggulangi Dampak Prostitusi ... 88

(13)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 102 B. Saran ... 103 C. Penutup ... 104 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIODATA PENULIS xiii

(14)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Prostitusi berasal dari bahasa Latin, penggabungan dari dua kata pro-stituere/pro-stauree yang artinya membiarkan diri melakukan persundalan, perzinaan, pergundaan atau penyerahan diri secara badaniah. Berkenaan dengan hal ini, “Prostitusi adalah penyerahan diri secara badaniah seorang wanita untuk pemuasan laki-laki siapapun yang menginginkannya dengan pembayaran” (Kartono, 2009: 207)

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dijelaskan bahwa prostitusi memiliki tiga unsur, yakni: pertama, penyerahan diri seorang wanita, kepada laki-laki siapapun, tanpa pandang bulu yang menginginkan jasanya. Kedua, laki-laki yang berhubungan dengan wanita yang menyerahkan dirinya, kemudian dibayar dengan sejumlah uang ataupun fasilitas. Pembayaran di sini dimaksudkan untuk mengganti upah Pekerja Seks Komersial (PSK). Ketiga, melacur dalam hal ini adalah pekerjaan tetapnya atau pekerjaan sampingan. Sebutan-sebutan sundal, bondon, kimcil, jalang, balon, lonte, telembuk, pereks atau perempuan eksperimen, jaggol, pecun, serta kupu–kupu malam, merupakan sebagian istilah yang diartikan sebagai sebutan untuk PSK, istilah ini masih sering digunakan di beberapa daerah di Indonesia.

(15)

Contohnya, istilah lonte dan kimcil sering dipakai di daerah Dukuhseti.

Di dalam dunia pelacuran seorang wanita yang masuk ke dalam pelacuran hanya karena kebodohan, kemiskinan, penipuan, dan frustasi. Orang yang dipersalahkan dan dianggap rendah dan dijatuhi sanksi oleh masyarakat hanyalah wanita saja. Keberadaan pelacur di tengah masyarakat sangat ironis karena terjadi di lingkungan masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan yang adil dan beradab, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pelacuran bertentangan dengan manusia yang berketuhanan, Tuhan dengan jelas mengutuk perzinaan, dan juga karena pelacuran justru memperlakukan manusia sebagai benda yang dapat diperdagangkan, tidak pula sesuai dengan keadilan sosial, karena itu pelacuran merupakan tempat eksploitasi manusia oleh manusia (Alam, 1984: 10).

Prostitusi yang di dalamnya termasuk pelacuran, merupakan profesi yang sangat tua usianya, setua umur manusia sendiri, yaitu berupa tingkah laku lepas bebas tanpa kendali dan cabul. Pelampiasan nafsu seks dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan. Pelacuran selalu ada pada semua negara berbudaya, sejak zaman purba sampai sekarang dan senantiasa menjadi masalah sosial, agama, dan hukum. Serta prostitusi tidak akan habis masanya dikarenakan adanya perubahan sosial oleh masyarakat modern.

(16)

Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban masa kini. Perubahan sosial yang serba cepat sebagai konsekuensi modernisasi, mempunyai dampak pada kehidupan di masyarakat.

“Banyak orang terpukau dengan modernisasi, masyarakat modern menganggap bahwa dengan modernisasi itu serta merta akan membawa kepada kesejahteraan. Mereka lupa bahwa di balik modernisasi yang serba gemerlap memukau ada gejala yang dinamakan the agony of modernization, yaitu azab sengsara karena modernisasi. Gejala the agony of modernization yang merupakan ketegangan psikososial, dapat disaksikan sendiri, yaitu semakin meningkatnya angka-angka kriminalitas di negara ini disertai dengan tindak kekerasan, pemerkosaan, pembunuhan, perjudian, penyalahgunaan obat/narkotika/minuman keras, kenakalan remaja, promiskuitas, prostitusi, bunuh diri, gangguan jiwa, dan lain sebagainya” (Hawari, 1999: 3).

Hal tersebut berkaitan dengan memburuknya perekonomian bangsa Indonesia saat ini, mengakibatkan angka pengangguran meningkat yang pada akhirnya mengakibatkan meningkatnya kemiskinan di masyarakat. Diperparah pula dengan angka kelahiran di Indonesia yang begitu cepat tiap tahun yang mengakibatkan populasi di Indonesia semakin membludak, pada ujungnya mengakibatkan persaingan hidup yang sangat kompetitif di Indonesia.

Seiring dengan populasi yang semakin membludak, perkembangan kota yang semakin menggeliat, dan kebutuhan akan pelayanan jasa seksual menjadi semakin bertambah, maka praktek

(17)

prostitusi semakin berkembang. Kota-kota besar terutama dengan jumlah pria dewasa yang surplus dan bekerja jauh dari istri dan keluarga, mereka memerlukan jasa PSK dan kebutuhan akan wanita pendamping pria seperti pegawai bar, penari, dan lainnya, maka wajar bila tempat minum atau pusat keramaian cenderung menjadi tempat prostitusi.

Faktor penyebab yang melatarbelakangi terjadinya prostitusi dikarenakan PSK tidak dapat membendung hawa nafsu atau bisa dikatakan hiperseks, faktor ekonomi, faktor religiusitas, dan faktor kesadaran. Dari beberapa faktor tersebut, faktor ekonomi menjadi alasan utama terjadinya prostitusi hingga perdagangan perempuan (Sulistiyowati, 2007: 22).

Beberapa faktor di atas sudah jelas di dalam agama. Ajaran Islam melarang untuk melakukan hal yang dilarang Tuhan seperti kemaksiatan yang di dalamnya termasuk prostitusi. Tetapi, prostitusi bukan semakin lenyap, melainkan semakin berkembang karena dijadikan ajang bisnis. Prakteknya, dibuat lokalisasi dan membuat lokalisasi atau prostitusi rumahan yang dikelola sendiri dalam sebuah desa ataupun kota dan di pusat-pusat kota besar.

Secara umum, masyarakat mengetahui bahwa prostitusi suatu bentuk zina yang diharamkan Islam. Allah SWT. menjelaskan dalam firman-Nya :

              

“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan munkar dan satu

(18)

jalan yang buruk” Qs. Al-Isra’: 32 (Departemen Agama RI, 2005: 28).

Ayat di atas menjelaskan bahwa prostitusi merupakan perbuatan zina yang harus dihindari, perbuatan tersebut bisa menyesatkan dan membawa kepada kekacauan. Semua manusia akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat nanti. Maka, setiap perbuatan harus benar-benar diperhatikan agar terselamatkan di dunia dan akhirat. Baik buruknya kehidupan manusia tergantung dari akhlaq yang diperbuatnya, dan kembali kepada individu masing-masing.

Setiap manusia memiliki fitrah dan potensi yang baik. Namun, tidak banyak yang mau berjuang untuk mendapatkannya. Bahkan sedikit yang mau menyadari dan mungkin lebih banyak manusia yang menjalani hidup apa adanya. Tanpa terasa, mereka telah menyia-nyiakan kehidupan itu. Padahal, pada akhir kehidupan, semua akan menjumpai fase kehidupan kekal abadi pada saat penyesalan sudah menjadi barang tak berguna.

Prostitusi sudah lama terkenal di Negara Indonesia karena adanya Gang Dolly di Jawa Timur. “Salah satu kota besar yang prostitusinya sampai ke taraf internasional, terletak di salah satu sisi Kota Surabaya. Tempat ini menduduki urutan kedua sebagai tempat prostitusi terbesar di Asia Tenggara. Eksistensi Gang Dolly sebagai tempat prostitusi pun ternyata dinikmati aparat pemerintah, karena memang telah ada kesepakatan-kesepakatan yang dilakukan oleh oknum pihak pemerintah dengan pihak Gang Dolly Surabaya.

(19)

Walaupun sebenarnya kesepakatan-kesepakatan itu tidak bisa dibenarkan menurut adat maupun hukum di Indonesia. Salah satu alasan tersebut yang membuat para tokoh agama dan masyarakat kesulitan untuk menolak adanya tempat prostitusi di lingkungan sekitar mereka. Sehingga mereka merasa lelah dan putus asa, pada akhirnya mereka semua hanya bisa diam dalam permasalahan ini. Dampaknya, masyarakat sudah tidak mempedulikan mana yang halal dan mana yang haram” (Tempo online, Pengaruh Tempat Prostitusi di daerah Dolly Surabaya bagi Masyarakat Sekitar, diakses pada tanggal 2 Juli 2013).

Hal demikian, berlarut-larut menjadi kontroversi oleh masyarakat Surabaya dari berbagai kalangan. Pihak pro dan kontra mulai untuk membentuk kelompok masing-masing. Mulai Rabu, 18 Juni 2014 menjadi hari bersejarah bagi warga Surabaya dan dunia prostitusi. Kawasan lokalisasi yang konon urutan kedua terbesar di Asia Tenggara, yakni lokalisasi Dolly, telah ditutup oleh Pemerintah Kota Surabaya (Kompas, 18/06/2014).

Prostitusi Dolly di dalamnya termasuk PSK yang berasal dari Pati. Berkaitan dengan pernyataan di atas, Hull (1997: 2) mengemukakan: “Terdapat 11 kabupaten di Jawa yang dalam sejarah terkenal sebagai pemasok perempuan untuk kerajaan dan sampai sekarang daerah tersebut masih terkenal sebagai sumber wanita PSK untuk daerah kota. Daerah-daerah tersebut adalah Kabupaten Indramayu, Karawang dan Kuningan Jawa Barat, Pati,

(20)

Jepara, Grobogan, dan Wonogiri di Jawa Tengah, serta Blitar, Malang, Banyuwangi, dan Lamongan di Jawa Timur.”

Kota Pati termasuk salah satu kota pemasok PSK terbesar. Daerah ini sudah terkenal dengan daerah penghasil pelacur. “Jenis pelacuran di sini ada dua macam, pelacuran luar daerah dan dalam daerah sendiri. Pelacuran luar daerah, biasanya terjadi dengan cara para pelacur merantau ke ibukota maupun kota besar, sehingga pada saat mereka pulang, mereka bisa merenovasi rumah, membeli mobil, sawah, tanah, bahkan bisa membeli rumah seisinya. Pelacuran dalam daerah, terjadi di beberapa lokasi. Bahkan di dalam rumahnya sendiri. Pertanda jika di dalam rumah baru melakukan proses perzinaan yaitu saat kedatangan tamu, maka sandal di letakkan di luar” (hasil wawancara, Mustafa, 2/05/2014).

Prostitusi di Pati utara, terletak di Desa Dukuhseti yang berjarak sekitar 36 KM dari kota Pati. Sejarahnya, menurut cerita masyarakat, desa ini didirikan oleh pangeran Brojoseti. Beliau mempunyai istri yang sangat cantik. Suatu ketika ia melihat istrinya secara langsung yang sedang maen serong dengan lelaki lain. Brojoseti Murka, dan mengutuk isterinya dan anak turun isterinya beserta warga sekampung yang senantiasa mulai saat itu akan berbuat serong (hasil wawancara, Selamet, Warga Selempung pada 16/06/2014).

Proses prostitusi di Dukuhseti terjadi dari satu rumah ke rumah lainnya. Di daerah Dukuhseti, terdapat 8 sekolahan berbasis agama, 2 pondok pesantren, dan ada sekitar ada 16 tokoh agama, 9

(21)

merangkap tokoh masyarakat. Lalu, desa yang cukup banyak tokoh agama dan tokoh masyarakat serta terdapat pondok pesantren, masih saja terdapat hal-hal yang dilarang oleh agama. Seharusnya tidak demikian, Desa Dukuhseti dapat menghasilkan masyarakat yang religius.

Prostitusi dan pelacuran, sebuah pekerjaan yang menarik dan menghasilkan uang yang besar dalam jangka pendek. Jika dilihat dalam jangka panjang, maka akan menimbulkan beberapa dampak. Reekles mengemukakan beberapa dampak mengenai masalah pelacuran, yaitu:

1. Pelacuran merupakan permasalahan terhadap rumah tangga dan keluarga, menyebar kebohongan dan memperlemah tali perkawinan serta kepribadian.

2. Pelacuran akan meracuni generasi muda, terutama wanita menjadi objek eksploitasi pihak ketiga yang hanya bergerak untuk mengejar keuntungan.

3. Pelacuran dapat mengganggu kesehatan umum, menyebabkan penyebaran penyakit veneral.

4. Meningkatkan kecurangan-kecurangan, mendorong ke arah perbuatan melanggar hukum lainnya, mendorong penyelewengan-penyelewengan pejabat negara.

5. Mendorong ke arah kriminalitas seksual sehubungan dengan gairah remaja.

(22)

6. Melemahkan pertahanan nasional melalui kemampuan kaum pria di mana pelacur sering digunakan untuk memegang peranan (Bawengan, 1977: 54).

Selain dampak di atas, warga sekitar Dukuhseti merasakan beberapa dampak lainnya. Juri, ketua IPNU dan Karang Taruna, mengatakan bahwa dampak yang dirasakan meliputi: penyebarluasan penyakit kelamin dan kulit, merusak sendi-sendi kehidupan keluarga sehingga berantakan, memberikan pengaruh buruk pada anak-anak muda, merusak moral, susila, hukum dan khususnya agama di desa itu sendiri (hasil wawancara, Juri, tokoh remaja NU 2/09/2014).

Hal demikian menjadikan warga sekitar risau. Menurut Gosita dalam Siregar (1985: 16) “masalah pelacuran perlu didekati dengan cara manusiawi. Ada baiknya menghadapi masalah pelacuran ini bertolak dari pandangan tentang manusia dalam arti manusia sebagai makhluk yang sama martabatnya dan hidupnya saling membutuhkan satu sama lain. Sebab, pelacuran adalah suatu masalah manusia yang merupakan kenyataan sosial yang kurang pendalaman secara rasional, bertanggung jawab dan bermanfaat sosial, ilmiah, maupun pribadi (diri sendiri dan orang lain)”.

Sudah pasti kegiatan prostitusi berdampak negatif, seperti menularkan penyakit kelamin termasuk HIV/AIDS. Upaya penanganan masalah pekerja seks komersial menjadi dilema apabila dikatakan bahwa menjadi pekerja seks komersial adalah mencari nafkah untuk menghidupi diri dan keluarga. Upaya untuk merubah sikap dan perilaku, serta resosialisasi ke dalam masyarakat mengalami kendala, yaitu rendahnya penerimaan

(23)

masyarakat, sehingga mendorong kembalinya mereka seperti semula.

Upaya untuk mencegah dampak negatif dari kegiatan prostitusi tersebut baik secara preventif maupun kuratif, sangat dibutuhkan penerapan dakwah yang dilakukan para praktisi dakwah dengan menggunakan strategi dakwah yang tepat.

Cara lain untuk menanggulangi budaya seks bebas, maka perlu menggalakkan strategi dakwah melalui para tokoh agama dan tokoh masyarakat. Melalui strategi dakwah yang tepat, maka budaya seks berupa prostitusi dapat ditanggulangi.

Sanusi dalam Arifin (2000: 6) menyatakan, dakwah adalah usaha-usaha perbaikan dan pembangunan masyarakat, memperbaiki kerusakan-kerusakan, melenyapkan kebathilan, kemaksiatan, dan ketidakwajaran dalam masyarakat. Dengan demikian, dakwah berarti memperjuangkan yang ma’ruf atas yang munkar. Memenangkan yang hak atas yang bathil. Esensi dakwah terletak pada ajakan, dorongan (motivasi), rangsangan serta bimbingan terhadap orang lain untuk menerima ajaran agama dengan penuh kesadaran demi keuntungan pribadinya sendiri, bukan untuk kepentingan juru dakwah atau juru penerang.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Strategi Tokoh Agama Dan Tokoh Masyarakat Dalam Menanggulangi Dampak Prostitusi Di Dukuh Selempung Desa Dukuhseti Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati”.

(24)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat ditemukan permasalahan yang akan dijadikan rumusan masalah penelitian. Adapun permasalahan tersebut yaitu: 1. Bagaimana strategi dakwah yang diterapkan oleh tokoh agama untuk menanggulangi dampak prostitusi di Dukuh Selempung Desa Dukuhseti Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati? 2. Bagaimana strategi dakwah yang diterapkan oleh tokoh

masyarakat untuk menanggulangi dampak prostitusi di Dukuh Selempung Desa Dukuhseti Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. untuk mengetahui bagaimana strategi dakwah tokoh agama dalam menanggulangi dampak prostitusi di Dukuh Selempung Desa Dukuhseti Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati. 2. untuk mengetahui bagaimana strategi dakwah tokoh

masyarakat dalam menanggulangi dampak prostitusi di Dukuh Selempung Desa Dukuhseti Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati.

D. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: penelitian ini dapat memperkaya khazanah pemikiran dalam strategi dakwah untuk menanggulangi dampak

(25)

prostitusi, dan dapat menambah teori maupun kajian dakwah Islam.

Secara praktis, penelitian ini dapat diimplementasikan ke masyarakat luas dari keberhasilan strategi dakwah para tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam menanggulangi dampak prostitusi dan masyarakat secara umum. Selain manfaat tersebut, manfaat teoritis yang lain adalah Mampu mengembangkan ideologi, serta menciptakan gerakan guna menanggulangi dampak prostitusi.

E. Tinjauan Pustaka

Prostitusi atau pelacuran merupakan salah satu objek yang menarik untuk dikaji para peneliti. Faktor penyebab, tempat berlangsungnya, biografi pelakunya, dan bagaimana prosesnya merupakan pembahasan yang tidak ada habisnya dalam ranah prostitusi. Penelitian, kajian, jurnal, dan artikel-artikel lepas, banyak yang mengkaji. Kajian ini tidak akan habis masanya, dikarenakan selama masih ada manusia di dunia yang nafsu-nafsu seksnya lepas tak terkendali, maka prostitusi akan tetap ada di dalamnya.

Masyarakat secara umum beserta tokohnya, bahkan tokoh agamapun mempunyai tanggapan yang berbeda-beda terhadap masalah prostitusi. Tanggapan antara pro dan kontra sudah tidak asing lagi untuk didengar. Permasalahannya, jika mempunyai tanggapan kontra, maka harus mempunyai langkah-langkah maupun strategi untuk hal tersebut. Sehingga strategi-strategi

(26)

yang berbeda-beda untuk menanggulangi masalah prostitusi menjadi sisi lain yang menarik untuk dikaji. Oleh karena itu, penelitian ini bukan semata-mata satu-satunya penelitian yang membahas masalah prostitusi. Akan tetapi, penelitian ini lebih tepat jika dikatakan penelitian lanjutan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Untuk mengetahui pembahasan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya, berikut ini penelitian-penelitian yang sama dalam topik atau tema, tetapi berbeda dalam fokus penelitian.

Pertama, Studi yang dilakukan Pramudika, Ardi, 2013. Peran Paguyuban Re-Sosialisasi Argorejo Dalam Upaya Pembinaan Rohani Pekerja Seks Komersial di Lokalisasi Sunan Kuning” oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat IAIN Walisongo Semarang. Dari penelitian tersebut terdapat hasil paguyuban Resosialisasi Argorejo mengupayakan kegiatan VCT bagi para pekerja seks komersial, dan screening waji bagi mereka, kemudian melakukan pengamanan berupa perlindungan pekerja dan mewajibkan tabungan dari pendapatan PSK untuk disimpan yang nantinya akan dikembalikan bila PSK sudah berkeinginan untuk meninggalkan kegiatan lokalisasi Sunan Kuning dan kembali kepada kehidupan pada umumnya, melakukan kegiatan pelatihan kerja kepada PSK, serta melakukan kegiatan pembinaan rohani atau siraman rohani rutin untuk PSK. Pembinaan dilaksanakan pada Hari Senin diadakan pembinaan untuk anak asuh RT. 3 dan RT.4; Hari Rabu diadakan pembinaan

(27)

untuk anak asuh: Anak Kost ( meliputi RT. 1 s/d RT. 6); Hari Kamis diadakan pembinaan untuk anak asuh RT.5 dan RT.6; Hari jum’at diadakan senam di lingkungan Lokalisasi pada pagi hari.

Kedua, penelitian yang dilakukan Cemi Fitriani Jamal, Mahasiswa S1 Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga dalam Jurnal Politik Muda, 2013. Hasil pembahasan pada penelitian kali ini dengan judul “Politik Kota Surabaya (Study Kasus: Eksistensi Dolly)”, menitik beratkan pada penjelasan mengenai permainan yang terjadi dalam zona politik abu-abu tersebut. Dimana yang terjadi sangat terselubung. Prostitusi merupakan masalah pelacuran yang memiliki pengaruh cukup besar bagi berbagai pihak. Pengaruh akan perkembangan moral, gaya hidup, aspek sosial dan lain sebagainya. Dolly merupakan salah satu prostitusi besar di Indonesia, khususnya Surabaya. Banyak kecemasan dan kekhawwatiran yang disebabkan oleh berkembangnya prostitusi tersebut. Hingga saat ini, Dolly masih dapat menjalankan bisnis pelacurannya tanpa takut adanya kecaman dari pihak yang menentang kehadiran mereka. Pada penelitian kali ini akan menjelaskan mengenai segala hal yang mendasari berkembangnya prostitusi tersebut melihat adanya faktor kekuasaan dan wewenang, serta bagaimana Dolly menjadi zona dalam berpolitik. Prostitusi berkembang bukan hanya disebabkan karena keadaan sosial para wanita harapan tersebut, namun juga dikarenakan banyaknya ketertarikan dari oknum-oknum tertentu yang membuat Dolly semakin memiliki karakter tersendiri dan

(28)

menghasilkan keuntungan yang besar. Segala kelas masyarakat ikut terlibat. Dari yang hanya lulusan SD, memiliki wajah cantik, dan badan yang bagus, dapat menjadi pekerja seks. Aparat dasar kekuasaan yang mereka miliki agar tecapainya visi misi serta melebarkan kekuatan politik mereka. Dan tentu saja beberapa partai politik pun tentu ikut menggunakan wilayah prostitusi tersebut untuk kepentingan mereka.

Ketiga, Studi yang dilakukan Mulya, 2008. Dengan judul “Upaya Pesantren dalam Membina Akhlaq Wanita Tuna Susila”. Studi di atas menjelaskan bahwa pesantren bisa melakukan binaan kepada Wanita Tuna Susila untuk memperbaiki akhlaqnya, sehingga berubah menjadi akhlaq yang lebih baik. Meliputi beberapa komponen penting yang dapat menumbuhkembangkan rasa percaya diri, dan membantu mengatasi frustasi dan kekecewaan. Dalam pelaksanaan bimbingan keagamaan meliputi: bimbingan fisik, bimbingan mental spiritual dan sosial, bimbingan kecerdasan, dan keterampilan.

Keempat, Penelitian yang dilakukan Sri Sulastri, 2014. “Upaya Griya ASA PKBI kota Semarang dalam Mencegah Penularan HIV/AIDS bagi Wanita Pekerja Seks di Resosialisasi Argorejo Kalibanteng (Analisis Bimbingan Konseling Islam)”, jurusan BPI , Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang. Hasil temuan dari penelitian yang dilakukan adalah Griya ASA PKBI kota Semarang mempunyai beberapa program untuk pencegahan penularan HIV/AIDS yaitu, program Gisa,

(29)

program PMTC (Prevention of Mother to Child Transmission), program klinik. Selain melakukan pendekatan secara medis, Griya Asa juga menggunakan pendekatan spiritual, ini mengingat mayoritas para wanita pekerja seks beragama Islam.

Dari beberapa penelitian di atas, letak perbedaan pada penelitian ini adalah fokus penelitiannya. Penelitian ini, penulis lebih menekankan pada strategi yang akan dimunculkan untuk menanggulangi dampak prostitusi. Sehingga bisa digunakan dan diterapkan pada lingkungan – lingkungan yang terdapat prostitusi.

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian kualitatif deskriptif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 1989: 3).

Deskripsi adalah bentuk pernyataan yang memuat pengetahuan ilmiah, bercorak deskriptif dengan memberikan gambaran mengenai bentuk, susunan, peranan, dan hal-hal yang terperinci. Disebut penelitian kualitatif deskriptif karena penelitian ini lebih menekankan analisisnya pada hubungan penyimpulan deduktif dan induktif, serta pada analisa terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah (Azwar, 1998: 5).

(30)

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif, karena data-data yang disajikan berupa pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan strategi-strategi oleh para tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam menanggulangi dampak prostitusi di Dukuh Selempung daerah Dukuhseti-Pati.

Pendekatan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan fenomenologis, artinya bahwa fenomena-fenomena di lapangan dijadikan sebagai objek penelitian yang diamati. Fenomenologis merupakan salah satu dasar filosofis dari penelitian kualitatif yang berpendapat bahwa kebenaran sesuatu itu dapat diperoleh dengan cara menangkap fenomena/gejala yang memancar dari objek yang diteliti (Suharmini, 2002: 12).

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengungkapkan strategi dakwah oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam menanggulangi dampak prostitusi yang selama ini belum terungkap.

2. Definisi Konseptual

Untuk memberi kejelasan wilayah penelitian skripsi ini, maka perlu adanya batasan definisi dari judul “Strategi Dakwah Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat Dalam Menanggulangi Dampak Prostitusi di Dukuh Selempung”. Adapun batasan operasionalnya dalam penelitian ini meliputi:

(31)

Strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus (Depdikbud, 19994: 984), sedangkan menurut Trisno Yuwono mengartikan strategi sebagai suatu siasat atau taktik perang (Yuwono, 1994: 958). Di kalangan militer strategi dikenal dengan ungkapan yang terkenal “to win the war not the battle”, yang berarti memenangkan perang, bukan memenangkan pertempuran (Uchjana, 1993: 299). Maksudnya jika memenangkan pertempuran keberhasilan berskala kecil tetapi memenangkan perang berskala besar. Perang yang dimaksud di sini adalah strategi para tokoh untuk menanggulangi dampak prostitusi yang ada di lingkungannya. Contohnya: untuk meniadakan perbuatan tersebut, yaitu dengan mengadakan razia dari gerakan moralisasi.

Berdasarkan kerangka di atas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi dakwah yang digunakan para tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam menanggulangi dampak prostitusi.

3. Sumber Data

Sumber data dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer, berasal dari tangan pertama (Azwar, 1998: 91). Sumber data primer adalah sumber data yang dapat memberikan data penelitian secara langsung (Subagiyo, 2004: 87). Sumber data primer penelitian ini adalah tokoh

(32)

agama dan tokoh masyarakat, dan PSK. Sedangkan data primer diperoleh dari hasil wawancara tokoh agama, tokoh masyarakat, dan PSK.

b. Sumber data sekunder untuk mempertajam dan memperkuat penelitian. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitiannya (Azwar, 2002: 91). Data sekunder penelitian didapatkan dari hasil wawancara aparat-aparat pemerintah, dan masyarakat sekitar lokalisasi. Atau dengan kata lain dapat pula didefinisikan sebagai sumber yang dapat memberikan informasi/data tambahan yang dapat memperkuat data pokok, dalam hal ini oleh buku-buku, jurnal, tesis, hasil-hasil penelitian, dan pendapat para tokoh agama di luar tempat penelitian dilakukan. Selain itu, koran, majalah, ensiklopedi, juga kamus dapat dimanfaatkan dalam sumber data sekunder. 4. Metode Pengumpulan Data

a. Metode interview atau wawancara

Suatu metode dengan proses tanya jawab secara lisan terdiri dari dua orang atau lebih (Prasetya, 1999: 45). Selain itu, biasanya menggunakan bentuk wawancara mendalam, yaitu bentuk komunikasi antara dua orang atau lebih melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi berdasarkan tujuan-tujuan tertentu. Wawancara secara garis besar dibagi dua,

(33)

wawancara tak terstruktur dan terstruktur (Deddy, 2004: 180).

Wawancara ini dilakukan untuk menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana strategi yang dilakukan oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam menanggulangi dampak prostitusi. Pertanyaan yang dipakai, baik pertanyaan terbuka maupun tertutup. b. Metode observasi atau pengamatan

Pengamatan langsung dan pencatatan dengan sistematik fenomena yang diselidiki untuk menjawab masalah penelitian. Metode observasi adalah kegiatan memperhatikan objek dengan menggunakan seluruh indera atau disebut pengamatan langsung (Rianto, 2004: 70). Metode ini dilakukan di mana segala sesuatunya disiapkan oleh petugas dan pencatatan data yang terkumpul hasil observasi dilakukan oleh observer sendiri. Dari alat-alat observer yang telah disiapkan diisi oleh petugas penelitian. Menurut cara pelaksanaan kegiatan observasi dan tujuan dilakukannya observasi, dapat dibedakan ke dalam dua bentuk (Subagiyo, 1991: 63)

1) Observasi partisipatif (pengamatan terlibat) yaitu observer ikut aktif dalam kegiatan observasi.

(34)

2) Observasi non partisipatif (pengamatan tidak terlibat) yaitu observer tidak diambil bagian secara langsung dalam situasi kehidupan yang diobserver.

Metode ini digunakan untuk mengukur indikator kerja, strategi yang digunakan, kerjasama dan faktor-faktor yang dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum dimulainya penelitian tindakan berikutnya.

Dalam observasi ini, peneliti mengamati secara seksama terhadap kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan, sehingga mengetahui secara langsung bagaimana model yang digunakan dalam dakwah para tokoh agama dan tokoh masyarakat Dukuhseti.

Dalam hal ini peneliti berkedudukan sebagai non partisipan observer, yakni “peneliti tidak turut aktif setiap hari berada di lokasi tersebut, hanya pada waktu penelitian (Margono, 2009: 162)

c. Metode Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yang telah ada baik berupa buku-buku induk, sejarah, catatan, dan lainnya (Sumadi, 1998: 109). Metode dokumentasi merupakan metode yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan penelitian, yaitu berupa daftar nama tokoh agama dan tokoh masyarakat, foto-foto yang diambil saat penelitian, dan suasana lingkungan prostitusi.

(35)

5. Metode Analisis Data

Proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Setelah data terkumpul, langkah berikutnya adalah analisis data dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Metode ini bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik bidang-bidang tertentu secara faktual dan cermat dengan menggambarkan ke dalam atau status fenomena (Moleong, 2001: 231-232).

Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif naratif dengan menggunakan metode kualitatif, yang bertujuan untuk menggambarkan bagaimana keadaan dan status dari fenomena (Arikunto, 1998: 245). Artinya, analisis kualitatif ini menitikberatkan pada pemahaman data-data dari strategi yang dilakukan oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam menanggulangi dampak prostitusi.

Langkah-langkah analisis data deskriptif yang dimaksud sebagai berikut:

a. Data reduction

Mereduksi data bisa berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal–hal yang penting, dicari tema dan polanya. Setelah data penelitian yang diperoleh terkumpul, proses data reduction terus dilakukan dengan cara memisahkan catatan antara data

(36)

yang sesuai dengan data yang tidak, berarti data itu dipilih-pilih (Sugiyono, 2005: 92).

Data yang peneliti pilih-pilih adalah data dari hasil pengumpulan data dengan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Seperti data hasil observasi, wawancara yang didapatkan dari lapangan tentang strategi para tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam menanggulangi prostitusi. Semua data itu dipilih-pilih sesuai dengan masalah penelitian yang peneliti pakai.

b. Data display

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam penelitian kualitatif penyajian ini dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut, maka dapat terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami (Sugiyono, 2005: 95).

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2005: 95), menyatakan “ the most frequent form of display data for qualitative research data in the past has been narrative text”: yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

(37)

Data yang peneliti sajikan adalah data dari pengumpulan data, kemudian dipilih-pilih mana data yang berkaitan dengan masalah penelitian, selanjutnya data itu disajikan. Dari hasil pemilihan data tersebut, maka dari itu dapat disajikan seperti data strategi para tokoh agama dan tokoh masyarakat.

c. Verification data/Conclusing drawing

Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2005: 95), mengungkapkan Conclusing Drawing yaitu upaya untuk mengartikan data yang ditampilkan dengan melibatkan pemahaman peneliti. Kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan merupakan kesimpulan yang kredibel. Setiap langkah analisis data kualitatif melalui beberapa tahapan yang kurang lebih seperti poin-poin yang telah dipaparkan di atas.

Banyak ahli kualitatif mengajukan tahapan teknik analisis kualitatif dengan berbagai pendekatan dan metode sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing dan sesuai dengan model serta tujuan penelitian yang dilakukan (Herdiansyah, 2010: 163). Pada dasarnya dan pada prinsipnya, semua teknik analisis data kualitatif adalah sama, yaitu melewati prosedur pengumpulan data, input data, analisis data, penarikan kesimpulan, dan verifikasi,

(38)

dan diakhiri dengan penulisan hasil temuan dalam bentuk narasi.

Data yang didapat merupakan kesimpulan dari berbagai proses dalam penelitian kualitatif, seperti pengumpulan data, kemudian dipilih data-data yang sesuai, kemudian disajikan, setelah disajikan ada proses menyimpulkan data, kemudian dipilih-pilih data yang sesuai, kemudian disajikan, setelah disajikan ada proses menyimpulkan data, ada hasil penelitian yaitu temuan baru berupa tesis, yang sebelumnya masih remang-remang tapi setelah diadakan penelitian masalah tersebut menjadi jelas. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas (Sugiyono, 2005: 99).

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian “Strategi Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat dalam Menanggulangi Dampak Prostitusi (Studi Kasus di Dukuh Selempung Desa Dukuhseti Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati” terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir.

1. Bagian Awal

Bagian awal terdiri dari sampul, lembar berlogo, halaman judul, abstrak, halaman persetujuan pembimbing,

(39)

halaman pengesahan, halaman pernyataan, halaman motto dan persembahan, kata pengantar, persembahan, motto, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran. 2. Bagian Isi

Pada bagian ini terbagi menjadi lima bab, yaitu : Bab I : Pendahuluan

Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian skripsi, dan sistematika penulisan skripsi.

Bab II: Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat, Prostitusi, dan Strategi Dakwah

Berisi tentang landasan teoretis, yang mengemukakan teori-teori yang mendukung penelitian. Penulis akan membahas tentang tokoh agama, tokoh masyarakat, prostitusi dan cakupannya, strategi secara umum dan strategi dakwah dalam penanggulangan dampak prostitusi. Bab III : Gambaran Umum Desa Dukuhseti dan Strategi

Dakwah

Berisi tentang subjek penelitian, lokasi penelitian, desain penelitian, serta akan dijabarkan data strategi dakwah dalam menanggulangi dampak prostitusi yang diperoleh dari tokoh agama dan tokoh masyarakat, data dari pemerintah Dukuhseti dan

(40)

masyarakat Selempung, serta data yang diperoleh dari PSK Dukuh Selempung Desa Dukuhseti. Bab IV: Analisis strategi dakwah tokoh agama dan analisis

strategi tokoh masyarakat, serta strategi pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi dampak prostitusi, dan tanggapan PSK dalam perbuatan prostitusi.

Bab V : Simpulan, saran, dan penutup

Berisi kesimpulan dari hasil penelitian, saran-saran, dan penutup

3. Bagian Akhir

Bagian akhir skripsi berisikan daftar pustaka dari buku serta kepustakaan lain yang digunakan sebagai acuan dalam skripsi dan juga lampiran-lampiran yang digunakan sebagai acuan dalam skripsi dan juga lampiran-lampiran yang berisi kelengkapan data dan sebagainya.

(41)

28

KERANGKA TEORI

A. Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat 1. Makna Ulama’ dan Ruang lingkupnya

Kata ulama’ adalah berasal dari kata Jama’- A’lima yang mempunyai arti seseorang yang memiliki ilmu yang mendalam, luas dan mantap (Djaelani, 1990: 2). Dalam al-Qur’an terdapat dua kata ulama’ yaitu pada surat Faatir ayat 28:                         

Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang-binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama’. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. QS. Faatir: 28 (Departemen Agama RI. 2005: 437)

Surat Asy Syu’ara ayat 197:

           

Dan apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka, bahwa para ulama’ Bani Israil mengetahuinya? QS. Asy-Syu’ara: 197 (Departemen Agama RI, 2005: 375)

(42)

Nabi Muhammad SAW memberikan rumusan tentang ulama’ itu sendiri yaitu bahwa ulama’ adalah hamba Allah yang berakhlak Qur’ani yang menjadi “warotsatul ambiya (pewaris para Nabi)”, qudwah (pemimpin dan panutan masyarakat), kholifah sebagai pengemban amanah Allah SAW, penerang bumi, pemelihara kemaslahatan dan kelestarian hidup manusia (Djaelani, 1990: 3).

Ulama’ berfungsi sebagai penggerak (inspiratory, motivator, katalisator, dan dinamisator) terhadap gerakan-gerakan kemasyarakatan dan dengan demikian, para ulama’ akan memiliki bargaining position yang tinggi (Djaelani, 1990: 3). Oleh karena itu, ulama’ dapat diartikan sebagai penjaga, penyebar, dan penginterpretasi ajaran-ajaran Islam dan hukum Islam, serta pemelihara kelanjutan sejarah, spiritual keagamaan dan intelektualitas masyarakat Islam.

Syarat dan kriteria ulama’ diantaranya adalah: a. Keilmuan dan keterampilan

b. Memahami al-Qur’an dan al-Hadist

c. Memiliki kemampuan memahami situasi dan kondisi serta dapat mengantisipasi perkembangan masyarakat dan dakwah

d. Mampu memimpin dan membimbing umat dalam melaksanakan kewajiban

e. Mengabdikan seluruh hidupnya hanya kepada Allah f. Menjadi pelindung, pembela dan pelayan umat

(43)

g. Menunaikan segenap tugas dan kewajiban atas landasan iman dan taqwa kepada Allah dengan penuh rasa tanggung jawab

h. Menunaikan segenap tugas dan kewajiban atas landasan iman dan taqwa kepada Alah dengan penuh rasa tanggung jawab

i. Akhlaq dan kepribadian

j. Berakhlak mulia, ikhlas, dan sabar, tawakkal, dan istiqomah

k. Tidak takut selain Allah l. Berjiwa ittisar

m. Berfikir kritis, berjiwa dinamis, bijaksana, lapang dada, penuh dedikasi, dan kuat fisik dan mental (Djaelani, 1990: 3).

Berdasarkan keterangan tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa ulama’ adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang kealaman dan ilmu agama dan pengetahuan yang dimiliki itu dipergunakan untuk mengantarkannya pada rasa takut dan tunduk kepada Allah SWT.

Ada beberapa istilah atau sebutan bagi ulama’ Indonesia. Di Aceh disebut Teungku, di Sumatera Barat disebut Tuanku atau Buya, di Jawa Barat disebut Ajengan, di Jawa Tengah dan Jawa Timur disebut Kiai, dan di darah Banjar (Kalimantan Selatan), Sulawesi Selatan dan Nusa

(44)

Tenggara lazim disebut Tuan Guru, sedangkan ulama’ yang memimpin tarekat disebut Syekh. Teungku, Buya, Ajengan, Kiai, Tuan Guru, dan Syekh dalam aktifitas sepak terjangnya sebenarnya merupakan wujud ulama’ Indonesia yang membawa misi dakwah Islam sebagai pewaris Nabi Muhammad SAW (Sja’roni, 2007: 171).

2. Ulama’ Sebagai Tokoh Masyarakat

Ulama’ sebagai tokoh masyarakat ini adalah ulama’ yang disebut sebut sebagai Ulama’ bebas (Abdullah, 1987: 66). Yang lebih ditentukan oleh persyaratan kemampuan diri mereka, yakni mereka mempunyai pengaruh spiritual yang mendalam karena keahliannya dalam ilmu agama dan karena mereka melaksanakan ajaran agama itu. Di samping itu, mereka juga mempunyai karamah atau ketinggian spiritual. Sebuah kelebihan yang diberikan oleh Tuhan kepada mereka.

Biasanya mereka berdedikasi terhadap masyarakat, terutama dalam penyebaran pendidikan melalui langgar, madrasah, rumah, dan tempat-tempat pendidikan lainnya, sehingga mereka sangat disegani (Amin, 1988: 20). Apalagi jika mereka berasal dari status sosial yang tinggi, semakin tinggi saja wibawa dan pengaruh mereka di tengah-tengah masyarakat. Mereka menjadi dibutuhkan tidak saja sebagai pelindung spiritual tetapi juga pelindung sosial dalam memerangi kemiskinan dan kebodohan (Muhammad, 1973: 1). Mereka adalah teladan dan panutan yang ditaati dengan

(45)

sepenuh hati karena bagi masyarakat hidup dan adanya mereka jadi keuntungan, mati dan tiada mereka berarti musibah.

3. Peran dan Tugas-Tugas Ulama’ a. Peran Ulama’

Berangkat dari rangkaian firman Allah surat Fatir ayat 32 yang intinya bahwa Allah mewariskan Al-kitab kepada hamba-hamba yang terpilih (Yunus, 2010: 642) dan surat Al-baqarah ayat 213 tentang Allah mengutus nabi-nabi dengan disertai kitab-kitab suci mereka agar mereka memberikan keputusan atau pemecahan terhadap apa yang diperselisihkan dalam masyarakat (Yunus, 2010: 45). Serta hadist Nabi yang menyatakan bahwa ulama’ adalah pewaris para Nabi. Dapat dipahami bahwa ulama’ berperan memberikan petunjuk dan bimbingan, guna mengatasi perselisihan-perselisihan pendapat, problem-problem sosial yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Dalam kaitannya dengan pemahaman, pemaparan, dan pengamalan kitab suci para Nabi (khususnya Nabi Muhammad SAW.) memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh ulama’ dalam arti mereka tidak dapat mewarisinya secara sempurna. Ulama’ dalam hal ini hanya sekedar berusaha untuk memahami Al-Qur’an sepanjang pengetahuan dan pengalaman ilmiah mereka,

(46)

untuk kemudian memaparkan kesimpulan-kesimpulan mereka kepada masyarakat. Dalam usaha ini mereka dapat saja mengalami kekeliruan ganda. Pertama pada saat memahami dan kedua pada saat memaparkan. Dua hal ini tidak mungkin dialami oleh nabi Muhammad SAW, berdasarkan firman Allah surat al-Qiyamah ayat 19:

    

“Kemudian sesungguhnya kami yang akan menjelaskannya”. QS. al-Qiyamah ayat 19 (Departemen Agama RI. 2005: 577).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa setelah Nabi Muhammad meninggalkan dunia, maka para ulama’ yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan al-Qur’an dan al-Hadist. Dengan demikian, peran yang dituntut dari para Ulama’ adalah berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan yang titik tolaknya adalah mendekati, karena tidak mungkin mencapai keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki oleh orang-orang yang diwarisinya, yakni pemahaman, pemaparan, dan pengamalan kitab suci.

Pemaparan atau penyajiannya menuntut kemampuan memahami materi yang disampaikan, bahasa yang digunakan, manusia yang dihadapi, keadaan ruang dan waktu, serta kemampuan memilih saat berbicara dan saat diam. Sementara pengalaman menurut penjelmaan

(47)

kongkret isi kitab suci dalam bentuk tingkah laku agar dapat menjadi panutan masyarakatnya (Sja’roni, 2007: 174).

Pemahaman tersebut menuntut adanya usaha pemecahan problem-problem sosial yang dihadapi. Pemecahan yang tidak mungkin dapat dicetuskan tanpa memahami metode integrasi antara wahyu dan perkembangan masyarakat dengan segala aspirasinya dan alam semesta. Kemampuan dan pemahaman tersebut digunakan untuk menjawab pertanyaan yang berkembang dan terus ada di masyarakat.

Beberapa penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa peran ulama’ sebagai pewaris Nabi, seperti yang pernah dilakukan oleh para Ulama’ terdahulu, sehingga terjalin hubungan yang sangat erat antara mereka dengan semua lapisan masyarakat. Sebab hubungan tersebut terjalin atas dasar pikiran dan rasa yang mendalam. Itulah sebabnya ulama’ mengerti problem-problem masyarakat. Pemahaman ulama’ tidak terbatas pada hukum-hukum agama tetapi mencakup seluruh problem kehidupan dan cara pemecahannya sebagai perwujudan dari pengembangan metode dakwah baru. Mereka bahkan mampu memimpin masyarakat untuk mengangkat senjata di hadapan penjajah, sejarah bangsa ini menjadi bukti kebenaran akan hal tersebut.

(48)

b. Tugas-Tugas Ulama’

Terdapat empat tugas utama yang harus dijalankan ulama’ sesuai dengan tugas kenabian dalam mengembangkan kitab suci al-Qur’an.

1) Menyampaikan ajaran-ajarannya (tabligh)

Tugas yang ditanggung seorang ulama’ bukan sebuah tugas yang ringan. Ia harus selalu menyampaikan segala yang tersurat dan tersirat dalam al-Qur’an sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan. Tugas ulama’ menyampaikan ajaran-ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an merupakan proses kewajiban kelanjutan yang terus menerus dan tidak ada henti-hentinya, karena tugas tersebut telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW dan diserahterimakan langsung kepada sahabat-sahabat beliau, lalu dilanjutkan kepada para tabi’in sesudah mereka, kemudian diteruskan oleh para ulama’ sebagai pewaris nabinya dan secara estafet dilanjutkan oleh generasi ulama’ berikutnya sampai hari kiamat.

2) Menjelaskan ajaran-ajaran-Nya sebagaimana Nabi Muhammad SAW, berfungsi dan mempunyai tugas menjelaskan makna yang dimaksud oleh ayat-ayat al-Quran

(49)

Dalam hal ini, seorang ulama’ tidak dapat berpegang hanya satu penafsiran ayat al-Qur’an saja. Tetapi ia harus dapat mengembangkan prinsip-prinsip yang ada dalam menjawab tantangan yang selalu berubah. Hal ini bukan berarti bahwa al-Qur’an mengakui begitu saja perkembangan masyarakat tetapi sesuai dengan fungsinya sebagai petunjuk ia harus dapat mendorong dan mengakomodasikan perkembangan-perkembangan positif yang dilakukan potensi masyarakat. Ulama’ harus dapat memberikan petunjuk dan bimbingan yang mengarahkan perkembangan budaya modern atau teknologi yang canggih sekalipun.

3) Memutuskan perkara atau problem yang dihadapi masyarakat.

Ulama’ tentunya selalu tanggap terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul dalam masyarakat, apabila terjadi masalah keagamaan yang aktual dalam masyarakat dan amat memerlukan kepastian jawaban tentang status jawabannya baik dengan cara memberikan fatwa kepada masyarakat atau dengan cara ikut berperan memberikan suatu keputusan sebagai hakim agama lewat peradilan agama, manakala hal tersebut menyangkut tuntutan persengketaan kedua belah pihak yang harus

(50)

diputuskan melalui institusi dan lembaga peradilan agama yang resmi.

4) Memberikan contoh pengamalan sebagai suri tauladan yang baik.

Ulama’ di mata masyarakat dipandang sebagai sosok figur yang kharismatik dan tokoh spiritual tentunya harus mencerminkan yang baik dan terpuji, baik ucapan, sikap dan perilakunya, sehingga mampu menjadi suri tauladan yang baik atau dalam ungkapan bahasa Arab menjadi Uswah hasanah bagi masyarakat, sebagaimana halnya Nabi Muhammad SAW yang harus menjadi rujukan dan panutan mereka (Sja’roni, 2007: 176).

Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 21:

           ْ                

“Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat ) Allah dan kedatangan hari kiamat serta yang banyak mengingat Allah (Departemen Agama RI, 2005: 430)

Tugas ulama’ yang lain dijelaskan Jalaluddin Rahmat dalam (Eksan, 2000: 10) sebagai berikut:

(51)

1) Tugas intelektual (al-amal al-fikriya); ia harus mengembangkan berbagai pemikiran sebagai rujukan umat

2) Tugas bimbingan keagamaan; ia harus menjadi rujukan (marja’) dalam penjelasan halal dan haram 3) Tugas komunikasi dengan umat (al-ittishal

bilummah); ia harus dekat dengan umat yang dibimbingnya

4) Tugas menegakkan syi’ar Islam; ia harus memelihara, melestarikan, dan menegakkan berbagai manifestasi ajaran Islam

5) Tugas mempertahankan hak-hak umat, ia harus tampil membela kepentingan umat

6) Tugas berjuang melawan musuh Islam dan muslimin Ulama’ yang dapat memberikan contoh dan keteladanan yang baik dalam masyarakat berarti telah dapat menerapkan metode dakwah bil-haal yang paling efektif karena dapat memberikan umpan balik pada masyarakat yang dihadapi.

B. Prostitusi dan Problematikanya 1. Pengertian Prostitusi

Prostitusi adalah jasa seksual, seperti oral seks atau hubungan seks, untuk memperoleh keuntungan komersial. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, dan sekarang pelacur sering disebut dengan istilah Pekerja Seks

(52)

Komersial (PSK). Perubahan penyebutan itu bukannya melindungi nasib kaum perempuan, tetapi mengaburkan tindakan penipuan, eksploitasi, dan penindasan yang berlangsung dalam industri pelacuran. Dalam kasus seperti ini istilah pekerja seks komersial menjadi kurang tepat, walaupun masih bisa, secara tegas dimaksudkan ke dalam kategori tindak pelacuran (Purnomo, 1985: 29).

Pelacuran identik dalam bahasa asing “prostitution” yang diartikan sebagai perilaku yang terang-terangan menyerahkan diri pada perzinaan. Sementara perzinaan diartikan sebagai perbuatan-perbuatan percintaan sampai bersetubuh antara seseorang yang telah berkeluarga (baik istri maupun suami) dengan orang lain bukan isteri atau suaminya.

Berkaitan dengan makna pelacuran dan perzinaan tersebut, berikut adalah beberapa pendapat para ahli mengenai prostitusi: “Pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri (persundalan) dengan jalan memperjualbelikan badan, kehormatan, dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu seks, dengan imbalan pembayaran” (Kartono, 1999: 185). Bonger dalam Kartono (1999: 213) berpendapat bahwa: “prostitusi adalah gejala sosial terhadap wanita yang menyediakan dirinya untuk perbuatan seksual sebagai mata pencahariannya”. Selain itu, Commenge dalam Dirdjosisworo (1997: 18) menyatakan “prostitusi adalah suatu perbuatan seorang wanita memperdagangkan atau menjual

(53)

tubuhnya, yang dilakukan untuk memperoleh pembayaran dari laki-laki yang datang untuk membayarnya, dan wanita tersebut tidak ada pencaharian nafkah lain dalam hidupnya, kecuali dengan hubungan sebentar-sebentar dengan banyak orang”.

Berdasarkan definisi para ahli di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan prostitusi, pelacuran, penjajaan seks, atau persundalan adalah “peristiwa penyerahan oleh wanita kepada banyak lelaki (lebih dari satu) dengan imbalan pembayaran guna disetubuhinya dan sebagai pemuas nafsu seks si pembayar, yang dilakukan di luar pernikahan”.

Pelacuran merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang akan selalu ada pada semua negara yang berbudaya, sejak zaman purba hingga sekarang dan senantiasa menjadi masalah sosial atau objek hukum dan tradisi. Disebut penyakit masyarakat karena merupakan tingkah laku asusila, lepas kendali dan cabul, karena pelampiasan hubungan seksual tanpa mengenal batas norma dan agama. Oleh karena itu harus diberantas dan diberhentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikannya (Kartono, 1999: 203).

2. Latar Belakang Timbulnya Pelacuran

Pelaku pelacuran sebenarnya mengetahui bahwa perbuatan ini sangat terlarang, tetapi karena banyak faktor

(54)

yang menyebabkan mereka tetap melakukan hal itu. Faktor-faktor penyebabnya di antaranya adalah pelacur tidak dapat membendung hawa nafsu atau bisa dikatakan hiperseks, kemudian faktor ekonomi yang banyak menjadikan alasan mereka, kurang pengetahuan dan kemungkinan besar faktor yang lainnya adalah keimanan mereka yang kurang. Selanjutnya adanya kesenjangan sosial yang semakin tajam sehingga membuat mereka melakukannya, dan semakin kendornya sanksi moral. Praktek pelacuran merupakan suatu bentuk kemaksiatan yang berpengaruh merusak masyarakat. Dampaknya tidak hanya pada orang dewasa, tetapi juga pada anak-anak remaja.

Faktor-faktor di atas muncul karena kompleksnya permasalahan hidup manusia baik dalam kehidupan individu maupun masyarakat, faktor tersebut menyebabkan lemahnya pemahaman terhadap nilai-nilai dan norma-norma agama atau dengan kata lain kesadaran beragamanya kurang. Secara garis besar, faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pekerja seks komersial (PSK) yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik, antara lain pendidikan rendah yang mengakibatkan mereka tidak mampu mendapatkan pekerjaan yang layak (Karinina, 2001: 9).

Keterbatasan pendidikan dan keterampilan yang dimiliki PSK, menyebabkan mereka sulit memperoleh sumber nafkah yang sah. Hal ini sering membuat pekerja seks

(55)

komersial (PSK) tidak sadar apabila memasuki jebakan oknum-oknum yang berdalih memberikan pekerjaan. Selain itu adanya keinginan untuk cepat memperoleh penghasilan tinggi, gaya hidup konsumtif, dan pola hidup glamour. Kemudian adanya rasa kecewa yang mendalam dari perlakuan suami, dan dorongan biologis yang tidak dapat dikendalikan, serta lemahnya pemahaman nilai dan norma-norma agama. Kemudian kondisi sosial budaya dari pekerja seks komersial (PSK) yang dibesarkan dalam kelonggaran terhadap norma-norma kesusilaan. Kondisi tersebut diperkuat dengan perubahan sosial masyarakat yang semakin bergeser ke arah corak kekotaan, hal ini ditandai dengan cara hidup individualis dan cenderung permisif terhadap perilaku yang sebenarnya sudah tidak sesuai dengan norma sosial maupun ajaran agama (Karinina, 2001: 10).

Faktor-faktor lain yang mendukung berjalannya perbuatan dosa ini menurut Akbar dalam Purnomo (1985: 101) sebagai berikut:

a. Adanya tekanan ekonomi, karena tidak ada pekerjaan, terpaksa mereka menjual diri sendiri dengan jalan dan cara yang paling mudah.

b. Karena tidak puas dengan posisi yang ada, walaupun sudah mempunyai pekerjaan, belum puas juga karena tidak bisa membeli barang-barang ataupun perhiasan yang mahal.

Gambar

Tabel 1.1. Daftar Jenis Pekerjaan desa Selempung  No.  Jenis Pekerjaan  Jumlah Jiwa
Gambar 2 Pengurus BPD Dukuhseti Kecamatan Dukuhseti Kabupaten  Pati
Gambar 4 Yayasan Pondok Pesantren AKN. Marzuqi yang diasuh  oleh H. Nasikin
Gambar 5 salah satu tempat yang dijadikan tempat prostitusi ilegal
+3

Referensi

Dokumen terkait

Setelah diberi perlakuan panas berupa hardening pada temperatur 950 o C dan tempering dengan variasi pada temperatur dan waktu tahan, spesimen diuji metalografi

Proporsi biaya tenaga kerja dan sewa lahan usahatani tebu di lahan sawah dan tegalan di Jawa Timur mencapai sekitar 70 persen terhadap total biaya usahatani tebu, Sewa lahan

Peneliti telah berusaha semaksimal mungkin mencurahkan segenap kemampuan dan kesabarannya untuk menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Keterampilan Dasar

STANDAR BIAYA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2014 ANALISA HARGA SATUAN PEKERJAAN KONSTRUKSI. Upah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Departemen Pendidikan Kimia Fakultas Pendidikan. Matematika dan Ilmu

Dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan. Hasil penelitian pemberian pupuk kompos kulit kakao menunjukan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kombinasi abu terbang dan abu dasar sebagai bahan substitusi pada campuran beton terhadap sifat mekanis

Bagi siswa dengan adanya model pembelajaran cooperative script dapat. meningkatkan keaktifan dan keberanian dalam mengungkapkan ide