• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAYA ANTIBAKTERI INFUSA UMBI RUMPUT TEKI TERHADAP Escherichia coli SECARA IN VITRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAYA ANTIBAKTERI INFUSA UMBI RUMPUT TEKI TERHADAP Escherichia coli SECARA IN VITRO"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

DAYA ANTIBAKTERI INFUSA UMBI RUMPUT TEKI TERHADAP Escherichia coli SECARA IN

VITRO

Nisa Amnifolia Niazta1, Bambang Hermanto2, Eddy Bagus Wasito2

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur nisaamnifolianiazta_6@yahoo.com

ABSTRAK

Escherichia coli merupakan bakteri patogen yang sering dijumpai pada infeksi urogenital pada wanita.

Masyarakat Indonesia sering mengonsumsi antibiotik tanpa pengawasan dokter sehingga mengakibatkan munculnya resistensi bakteri. Resistensi Escherichia coli terhadap Ampisililin mencapai angka 73% pada penderita yang dirawat di rumah sakit. Penelitian perlu dilakukan untuk mencari alternatif pengobatan selain menggunakan antibiotika. Pengobatan tradisional dengan menggunakan tumbuhan menjadi pilihan. Banyak masyarakat mengonsumsi rebusan umbi rumput teki karena dipercaya memiliki berbagai khasiat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat bahan aktif ekstrak umbi rumput teki yang larut dalam air sebagai antibakteri terhadap Escherichia coli. Sampel umbi rumput teki diperoleh dari Balai Materia Medica. Umbi rumput teki diolah menjadi simplisia. Serbuk simplisia yang digunakan adalah yang berasal dari bagian dalam umbi. Selanjutnya serbuk simplisia diolah menjadi infusa. Konsentrasi infusa yang digunakan adalah 25%(b/v). Daya antibakteri infusa umbi rumput teki terhadap Escherichia coli diuji dengan cara dilusi. Konsentrasi infusa yang dibandingkan yaitu 125 mg/ml, 62.5 mg/ml, 31.25 mg/ml, 15.63 mg/ml, 7.81 mg/ml, 3.90 mg/ml, 1.95 mg/ml dan 0.975 mg/ml. Hasil yang diperoleh diamati secara visual untuk menentukan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM). Hasil yang diperoleh adalah tampak adanya pertumbuhan bakteri pada tabung yang berisi infusa dengan konsentrasi 125 mg/ml. Kesimpulan penelitian daya antibakteri infusa umbi rumput teki terhadap Escherichia coli dengan cara dilusi ini menunjukkan bahwa infusa dengan konsentrasi mencapai 125 mg/ml tidak mampu menghambat pertumbuhan Escherichia coli.

Kata Kunci: infusa umbi rumput teki, Cyperus rotundus rhizom , Escherichia coli, uji antibakteri dilusi

ABSTRACT

Escherichia coli is a pathogenic bacteria that is commonly found in urogenital infections in women. Indonesian people tend to take antibiotics without a doctor's supervision. This leads to bacterial resistance. Resistance of Escherichia coli to Ampisililin reached 73% in hospitalized patients. Research needs to be done to look for an alternative treatment other than using antibiotics. Traditional medicine using herbs is the choice. Many people consume boiled Cyperus rotundus rhizomes because it is believed to have various benefits. The aim of this study was to find out the in vitro antimicrobial activity of the infusion of Cyperus rotundus rhizomes against Escherichia coli. Cyperus rotundus rhizomes were collected from the Institute of Materia Medica Batu. Bulbs sedges processed into simplicia. Simplicia powder that used is coming from the inside of the bulb. Furthermore, the powder is processed into infusion. The infusion concentration that used was 25% (w / v). Antibacterial activity of infusion Cyperus rotundus against Escherichia coli was tested by dilution. The concentration of the infusion compared are 125 mg / ml, 62.5 mg / ml, 31.25 mg / ml, 15.63 mg / ml, 7.81 mg / ml, 3.90 mg / ml, 1.95 mg / ml and 0.975 mg / ml. Broth dilution method was used for the determination of the Minimal Inhibitory Concentration (MIC). The highest concentration of the infusion (125 mg/ml) did not inhibit the growth of Escherichia coli. It was concluded that the infusion of Cyperus rotundus rhizome up to 125 mg/ml had no antibacterial activity against Escherichia coli.

Keywords: Antibacterial, Cyperus rotundus rhizomes, aqueous extract, Escherichia coli

PENDAHULUAN

Masyarakat Indonesia sudah memanfaatkan tumbuhan yang terdapat di lingkungan sekitar sebagai salah satu upaya menanggulangi masalah

kesehatan. Penggunaan herbal sebagai obat cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 dan 2010. Jamu atau tanaman obat dapat bermanfaat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat bila

(2)

dipergunakan secara tepat. Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional harus ditunjang dengan penelitian agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya secara ilmiah. Contoh tanaman yang diyakini memiliki manfaat sebagai obat adalah rumput teki.

P

enelitian sebelumnya membuktikan bahwa ekstrak umbi rumput teki memiliki efek sebagai antimikroba[1,2], anti-oksidan[1–4], anti-inflamasi[5], antialergi[6], antidiabetus[7], dan antidiarrhea[8].

Penyakit infeksi kerap dijumpai di wilayah negara tropis, misalnya di Indonesia. Salah satu bakteri patogen yang sering menyebabkan infeksi adalah

Escherichia coli. Escherichia coli menjadi

penyebab dari 70-90% infeksi yang terjadi di masyarakat[9]. Escherichia coli merupakan bakteri patogen yang sering dijumpai pada infeksi saluran kencing (ISK) pada wanita. Selain itu, Escherichia coli dapat menyebabkan terjadinya infeksi di daerah cervix dan vagina (cervico-vaginal

infections)[10]. Penelitian yang menunjukkan

bahwa resistensi bakteri terhadap antibiotik semakin meningkat[11]. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa umbi rumput teki dalam pelarut etanol mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli[12]. Umbi rumput teki yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia adalah dengan cara direbus[13,14]. Fenomena ini memicu peneliti untuk melakukan uji antibakteri umbi rumput teki yang diproses dengan cara direbus atau dibuat infusa terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli.

METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian. Rancangan penelitian yang digunakan yaitu post-test only control group design.

Sampel. Sampel tumbuhan penelitian ini adalah umbi rumput teki (Cyperus rotundus) yang dibeli dan diidentifikasi di Balai Materia Medica kota Batu. Sampel bakteri Escherichia coli didapatkan dari Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang telah diisolasi dan dibiakkan dengan media Mueller Hinton Agar (MHA).

Variabel. Variabel independen pada penelitian ini adalah konsentrasi infusa umbi rumput teki. Sedangkan variabel dependen pada penelitian ini adalah pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Bahan. Bahan yang digunakan adalah umbi rumput teki (Cyperus rotundus), aquadest,

Escherichia coli, Mueller Hinton Broth, dan NaCl

0.9%.

Alat. Alat yang digunakan yaitu tabung reaksi, beker glass, toples, timbangan, ose, pemanas spiritus, korek api, rak tabung reaksi, vorteks, inkubator, kain flanel, gunting, blender, termometer, panci, kompor, gelas ukur, dan spatula.

Pembuatan simplisia. Umbi rumput teki dibersihkan dari tanah dan akar. Umbi dicuci dengan air mengalir untuk membersihkan sisa tanah yang masih menempel. Kemudian umbi ditiriskan dan dihindarkan dari kontaminasi langsung dengan tanah atau lantai. Umbi diiris dengan ketebalan minimal 4 mm untuk memperluas permukaan sehingga proses pengeringan lebih cepat. Umbi dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dan dihindarkan dari sinar matahari langsung hingga kadar air <10% (mudah dipatahkan). Umbi yang telah dikeringkan diblender hingga menjadi serbuk. Serbuk simplisia dari bagian dalam umbi berwarna putih kecoklatan, sedangkan serbuk simplisia yang berasal dari kulit umbi berwarna coklat gelap. Serbuk simplisia yang digunakan adalah yang berasal dari bagian dalam umbi. Sedangkan bagian kulit (berwarna gelap) dibuang. Serbuk simplisia disimpan di dalam plastik bersih kemudian diletakkan di dalam ruangan dengan kelembaban rendah, suhu kamar (15°-30°C), sirkulasi udara lancar, dan tidak terkena cahaya matahari secara langsung[15–17]. Pembuatan infusa. Infusa dibuat di Laboratorium Departemen Farmakologi Fakultas kedokeran Universitas Airlangga Surabaya.10 gram simplisia dimasukkan ke dalam tabung kaca kemudian ditambahkan air sampai dengan 40 ml sehingga didapat konsentrasi 25%(b/v), artinya 25 gram simplisia umbi rumput teki dalam 100 ml air, sama dengan 250 mg/ml. Masukkan tabung kaca ke dalam panci yang telah berisi air. Memanaskan panci hingga air di dalamnya mencapai suhu 90°C. Larutan infusa dipanaskan pada suhu 90°C selama 15 menit sambil sesekali diaduk. Saring infusa selagi masih panas dengan menggunakan kain flanel. Saat proses penyaringan, infusa tidak boleh diperas karena mengandung lendir. Infusa harus segera digunakan dalam waktu 12 jam sejak proses pembuatan[18–20].

Uji antibakteri. Uji Antibakteri dikerjakan di Laboratorium Departemen Mikrobiologi Universitas Airlangga Surabaya pada bulan Maret-April 2014. Melakukan uji kepekaan antibakteri secara dilusi dengan menggunakan infusa umbi rumput teki yang telah dibuat. Menyediakan 10 tabung yang

(3)

terdiri dari 1 tabung kontrol positif, 1 tabung kontrol negatif, dan 8 tabung uji dengan berbagai konsentrasi. Konsentrasi tertinggi yang diujikan dalam penelitian ini adalah 125 mg/ml. Konsentrasi 125 mg/ml diperoleh dengan cara memasukkan 1 ml infusa umbi rumput teki dengan konsentrasi 25%(b/v) dan 1 ml suspensi bakteri Escherichia coli, sebelumnya telah dibuat dengan tingkat kekeruhan sama dengan 0.5 Mc. Farland, ke dalam tabung uji 1. Tabung uji 2 hingga ke-10 masing – masing diisi 1 ml MHB. Tambahkan 1 ml infusa dengan konsentrasi 25%(b/v) ke dalam tabung uji ke-2 yang telah terisi 1 ml MHB, kemudian divorteks. Mengambil 1 ml larutan dari tabung uji ke-2, lalu masukkan ke tabung uji ke-3 yang sebelumnya telah diisi 1 ml MHB sehingga didapatkan konsentrasi tabung uji ke-3 setengah dari konsentrasi larutan tabung uji ke-2. Melakukan hal yang sama dengan cara mengambil 1 ml larutan dari tabung uji sebelumnya, kemudian dicampurkan ke tabung uji berikutnya dan divorteks. Tambahkan 1 ml suspensi bakteri

Escherichia coli pada tabung uji ke-2 sampai ke-8.

Dengan demikian diperoleh 8 tabung uji dengan konsentrasi terbesar hingga terkecil sebagai berikut: 125 mg/ml, 62.5 mg/ml, 31.25 mg/ml, 15.63 mg/ml, 7.81 mg/ml, 3.90 mg/ml, 1.95 mg/ml dan 0.975 mg/ml. Tabung kontrol positif berisi MHB dan suspensi bakteri Escherichia coli. Sedangkan tabung kontrol negatif hanya berisi MHB dan infusa, tanpa suspensi bakteri. Kemudian 10 tabung tersebut diinkubasi pada suhu

37°C selama 24 jam.

Penelitian ini dikerjakan sebanyak 4 kali replikasi.

Pengumpulan data. Data pada penelitian ini diambil secara observasi laboratorik in vitro. Mengamati kekeruhan yang terjadi secara visual. Tabung dengan kekeruhan yang mulai tampak jernih merupakan KHM yaitu konsentrasi minimal ekstrak yang mampu menghambat pertumbuhan

Escherichia coli dalam media perbenihan setelah

diinkubasi 24 jam

Analisis data. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan cara membandingkan tingkat kekeruhan masing-masing larutan dalam tabung.

HASIL

Penelitian ini menggunakan infusa umbi rumput teki dengan konsentrasi tertinggi sebesar 125 mg/ml. Konsentrasi infusa yang dibandingkan yaitu 125 mg/ml, 62.5 mg/ml, 31.25 mg/ml, 15.63 mg/ml, 7.81 mg/ml, 3.90 mg/ml, 1.95 mg/ml dan 0.975 mg/ml. Hasil yang diperoleh yaitu tabung kontrol

positif (berisi Escherichia coli dan MHB) tampak keruh. Tabung kontrol negatif (berisi infusa dan MHB) tampak jernih. Dari keseluruhan replikasi yang dilakukan, tampak tabung dengan konsentrasi infusa sebesar 0.975 mg/ml sama keruhnya dengan kontrol positif. Kekeruhan masing-masing tabung semakin berkurang seiring dengan bertambah besarnya konsentrasi infusa yang digunakan. Pada tabung dengan konsentrasi sebesar 125 mg/ml tampak paling jernih diantara 7 tabung lainnya, tetapi tidak sejernih larutan pada tabung kontrol negatif.

Gambar 1: Hasil uji kepekaan antibakteri secara dilusi infusa umbi rumput teki (rhizome Cyperus

rotundus) yang dilakukan pada bulan Maret 2014

di laboratorium Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Tampak perubahan tingkat kekeruhan dari konsentrasi terendah (tabung 8A) hingga konsentrasi tertinggi

(tabung 1A).

PEMBAHASAN

Masyarakat Indonesia sejak dahulu sudah memanfaatkan tumbuhan yang terdapat di lingkungan sekitar sebagai salah satu upaya menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang penggunaan tanaman sebagai obat merupakan warisan budaya bangsa yang didasari atas pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan[21]. Penggunaan tanaman sebagai obat oleh masyarakat ditunjang dengan berlimpahnya keanekaragaman hayati yang terdapat di Indonesia. Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman berbunga dan sekitar 1.000 tanaman telah diketahui bermanfaat sebagai tanaman obat[22]. Penggunaan herbal sebagai obat cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 menunjukkan bahwa 35.7% masyarakat Indonesia menggunakan jamu dan lebih dari 85% diantaranya mengakui bahwa jamu memiliki manfaat bagi kesehatan[23]. Sedangkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 menunjukkan

(4)

bahwa pemanfaatan jamu oleh masyarakat Indonesia mengalami peningkatan menjadi 59.12% dan 95.6% diantaranya mengakui terdapat manfaat bila mengonsumsi jamu[24]. Jamu atau tanaman obat dapat bermanfaat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat bila dipergunakan secara tepat. Ketepatan tersebut menyangkut tepat dosis, cara, waktu penggunaan, pemilihan bahan, dan kesesuaian indikasi penggunaan[25]. Oleh karena itu pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional harus ditunjang dengan penelitian agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya secara ilmiah. Tantangan yang muncul pada penggunaan tanaman sebagai obat adalah kurangnya data ilmiah yang mendukung efikasi dan keamanan tanaman obat[22].

Salah satu tanaman yang diyakini memiliki manfaat sebagai obat adalah rumput teki. Rumput teki terdiri dari beberapa bagian yaitu: akar, umbi, batang, daun, bunga, buah dan biji. Umbi rumput teki selama ini dikenal sebagai tanaman obat yang mampu mengatasi masalah gangguan haid, gangguan pencernaan, obat borok, bisul, dan obat cacingan[14,21]. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa ekstrak umbi rumput teki memiliki efek sebagai antimikroba[1,2], anti-oksidan[1–4], anti-inflamasi[5], antigenotoksik[1,26], antimutagenesis[26], antialergi[6], antidiabetus[7], antidiarrhea[8], antiplatelet[27], neuroprotektif[28,29], dan anxiolytic[4]. Pada penelitian sebelumnya, Ekstrak umbi rumput teki dengan pelarut air terbukti mampu menghambat pertumbuhan Salmonella

typhimurium[26]. Umbi rumput teki juga telah

terbukti memiliki potensi daya hambat terhadap beberapa jenis uropatogen yang telah mengalami resistensi terhadap beberapa obat[30]. Ekstrak umbi rumput teki terbukti memiliki khasiat sebagai masker peel off yang selanjutnya diuji aktivitas antibakterinya terhadap bakteri Staphylococcus

epidermidis[31]. Penelitian tentang efektivitas umbi

rumput teki sebagai antibakteri sebelumnya dilakukan dengan menggunakan umbi rumput teki dalam pelarut etanol. Umbi rumput teki yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia adalah dengan cara dikeringkan, digiling, lalu direbus atau diseduh dengan air panas dengan konsentrasi mulai dari 15 mg/ml hingga 70 mg/ml [13,14]. Hal tersebut memicu peneliti untuk melakukan uji antibakteri umbi rumput teki yang diproses dengan cara direbus atau dibuat infusa. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak etanol umbi rumput teki dengan konsentrasi 10% mampu menghambat pertumbuhan Escherichia coli[12]. Penelitian ini menggunakan infusa umbi rumput teki dengan konsentrasi sebesar 25%(b/v) yang

selanjutnya dibuat larutan sehingga konsentrasi tertinggi yang diujikan adalah 125 mg/ml. Konsentrasi infusa dibuat lebih tinggi dari konsentrasi ekstrak karena senyawa fitokimia yang larut dalam air lebih sedikit dibandingkan dengan senyawa fitokimia yang larut dalam etanol[32,33]. Kandungan umbi rumput teki yang dapat larut dalam air yaitu tannin, flavonoid, dan saponin[26]. Mekanisme kerja tannin dalam menghambat pertumbuhan bakteri adalah dengan cara mengganggu integritas membran, menghambat fosforilasi oksidatif, dan inhibisi enzim ekstraseluler[34]. Flavonoid dapat mengganggu fungsi membran sel dan menghambat metabolisme energi[35].

Tannins. Tannin merupakan senyawa polifenol yang dapat larut dalam air. Tannin turunan dari 3,4,5-trihydroxyl benzoic acid. Tannin memiliki kemampuan untuk berikatan dengan protein. Ikatan tannin dengan protein ini dipengaruhi oleh suhu, pH, komposisi larutan, dan rasio tannin:protein. Tannin juga disebut-sebut sebagai

“Metal Ion Chelators” karena dapat mengikat ion

logam, misalnya zat besi. Sehingga penggunaan bahan dengan tannin konsentrasi tinggi dapat menyebabkan anemia. Tannin juga memiliki potensi sebagai antioksidan. Antioksidan diperlukan untuk melawan penyakit-penyakit seperti arthritis, kanker, PJK, dan penuaan. Tannin terbukti dapat menghambat pertumbuhan C.

perfringens dan methicillin-resistant

Staphylococcus aureus secara in vitro[36–38].

Flavonoid. Flavonoid memiliki senyawa dasar 2-phenyl-benzol[α]pyrane. Flavonoid terdapat di buah, sayur, batang, bunga, dan madu. Flavonoid telah dilaporkan memiliki banyak manfaat, yaitu anti-inflamasi, antialergi, antifungal, anti virus, antioksidan dan vasodilator. Flavonoid memiliki kemampuan untuk menghambat enzim. Enzim berinteraksi dengan cincin fenil, fenol, atau cincin benzopyrone dari flavonoid. Flavonoid memiliki toksisitas yang rendah tetapi perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang efek samping secara

in vivo. Mekanisme flavonoid sebagai antibakteri

melalui inhibisi sintesis asam nukleat, fungsi membran sel, dan metabolisme energi[35,39]. Saponin. Saponin merupakan suatu mekansime pertahanan diri tumbuhan untuk melindungi diri dari bakteri maupun serangga yang akan memangsa tumbuhan tersebut. Berdasarkan struktur gugus gulanya, saponin dibagi menjadi dua kelas, yaitu steroid glikosida dan triterpenoid. Dari penelitian sebelumnya diperoleh hasil bahwa saponin memiliki efek anti-inflamasi, antifungi, antibakteri, antiparasit, antitumor, dan antivirus.

(5)

Kemampuan saponin sebagai antibakteri terhadap bakteri gram negatif dan gram positif ditentukan oleh struktur aglikonnya. Saponin dapat menyebabkan gangguan membran sel. Gangguan membran sel berawal dari terbentuknya kompleks saponin dan kolesterol membran secara spontan dan akan berakhir dengan terbentuknya celah. Celah yang terbentuk di membran sel akan meningkatkan permeabilitas membran yang akan berujung pada kematian sel[40–42].

Penelitian ini dilakukan sebanyak empat kali replikasi. Dari keempat replikasi menunjukkan hasil yang sama, yaitu infusa umbi rumput teki

(Cyperus rotundus) dengan konsentrasi mencapai

125 mg/ml tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Terdapat beberapa dugaan yang mendasari ketidakmampuan infusa umbi rumput teki dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, misalnya terdapat perbedaan kadar fitokimia tumbuhan di masing-masing daerah, bahan aktif dalam umbi belum terekstrak secara sempurna, dan diperlukan konsentrasi infusa yang lebih besar dari 125 mg/ml untuk menghambat dan membunuh bakteri. Kadar flavonoid, tannin, saponin, dan fitokimia lainnya diduga terlalu rendah sehingga tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah infusa umbi rumput teki (Cyperus rotundus) dengan konsentrasi sebesar 125 mg/ml tidak mampu menghambat pertumbuhan Escherichia coli pada uji antibakteri secara dilusi. Peneliti menyarankan tidak mengonsumsi infusa (rebusan) umbi rumput teki untuk mencegah infeksi Escherichia coli. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas antibakteri ekstrak umbi rumput teki (Cyperus

rotundus) untuk mengetahui kadar efektif dan

aman yang dapat menghambat dan membunuh pertumbuhan bakteri Escherichia coli.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bambang Hermanto, dr, MS, AFK selaku dosen pembimbing pertama, Prof Dr Eddy Bagus Wasito, dr, MS, SpMK (K) selaku dosen pembimbing kedua, Dr. Florentina Sustini,dr., MS selaku Penanggung Jawab Modul Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu proses penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kilani-Jaziri S, Bhouri W, Skandrani I, Limem I, Chekir-Ghedira L, Ghedira K. Phytochemical, antimicrobial, antioxidant and antigenotoxic potentials of Cyperus rotundus extracts. South African J Bot [Internet]. SAAB; 2011 Aug [cited 2014 Oct 3];77(3):767–76.

Available from:

http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S025 4629911000482

2. Kilani S, Ben Sghaier M, Limem I, Bouhlel I, Boubaker J, Bhouri W, et al. In vitro evaluation of antibacterial, antioxidant, cytotoxic and apoptotic activities of the tubers infusion and extracts of Cyperus rotundus. Bioresour Technol [Internet]. 2008 Dec [cited 2014 Oct 14];99(18):9004–8. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1853856 3

3. Kilani-Jaziri S, Neffati A, Limem I, Boubaker J, Skandrani I, Sghair M Ben, et al. Relationship correlation of antioxidant and antiproliferative capacity of Cyperus rotundus products towards K562 erythroleukemia cells. Chem Biol Interact [Internet]. 2009 Sep 14 [cited 2014 Oct 14];181(1):85–94. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1944653 9

4. Hemanth Kumar K, Razack S, Nallamuthu I, Khanum F. Phytochemical analysis and biological properties of Cyperus rotundus L. Ind Crops Prod [Internet]. Elsevier B.V.; 2014 Jan [cited 2014 Oct 3];52:815–26. Available from:

http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S092 6669013006663

5. Seo W, Pae H, Oh G, Chai K, Kwon T. Inhibitory effects of methanol extract of Cyperus rotundus rhizomes on nitric oxide and superoxide productions by murine. J Ethnopharmacol. 2001;76:59–64.

6. Jin JH, Lee D-U, Kim YS, Kim HP. Anti-allergic activity of sesquiterpenes from the rhizomes of Cyperus rotundus. Arch Pharm Res [Internet]. 2011 Feb [cited 2014 Oct 14];34(2):223–8. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2138080 5

7. Raut N a, Gaikwad NJ. Antidiabetic activity of hydro-ethanolic extract of Cyperus rotundus in alloxan induced diabetes in rats. Fitoterapia [Internet]. 2006 Dec [cited 2014 Oct 14];77(7-8):585–8. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1705620 2

8. Uddin SJ, Mondal K, Shilpi J a, Rahman MT. Antidiarrhoeal activity of Cyperus rotundus.

(6)

Fitoterapia [Internet]. 2006 Feb [cited 2014 Oct 14];77(2):134–6. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1637602 4

9. Vosti KL. A prospective, longitudinal study of the behavior of serologically classified isolates of Escherichia coli in women with recurrent urinary tract infections. J Infect [Internet]. 2007 Jul [cited 2014 Oct 14];55(1):8–18.

Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1733158 3

10. Rashki A. Cervico-vaginopathogenic Escherichia coli in Iran: Serogroup distributions, virulence factors and antimicrobial resistance properties. Microb Pathog [Internet]. Elsevier Ltd; 2014 Oct [cited 2014 Oct 14];75:29–34. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2519349 7

11. Duerink O, Lestari ES, Hadi U, Nagelkerke N, Verbrugh H, Keuter M, et al. Determinants of Carriage of Resistant Escherichia coli in the Indonesian Population Inside and Outside Hospitals. J Antimicrob Chemother. 2007;60(2):377–84.

12. Roekistiningsih, Sujuti H, Iswara BLDW. Uji Ekstrak Etanol Rimpang Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) sebagai Antimicroba terhadap Escherichia coli secara in vitro. 2012.

13. Putih G, WIlanda S, Rosa S, Adisatria MA, Nababan JM, Nikolai, et al. Kearifan Lokal Obat-Obatan di Indonesia. Bandung; 2010. 14. Chusnul J. Rumput Teki , Menjengkelkan

Tetapi Banyak Khasiat. Pikiran Rakyat. Bandung; 2011 Feb;23.

15. Herawati D, Sumarto LN. Cara Produksi Simplisia yang Baik. Bogor; 2012 p. 11–21. 16. Azizah N. Buku Panduan Praktikum

Matakuliah Produksi Tanaman Obat & Aromatik. Malang; 2008 p. 7–11.

17. Fahma F, Jauhari WA, Kusumawardhani PN. Perancangan Standard Operating Procedures (SOP) Pengolahan Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat dan Identifikasi Good Manufacturing Practices (GMP) di Klaster Biofarakan Karanganyar. Semarang; 2012 p. 6–11.

18. Singh J. Maceration, Percolation and Infusion Techniques for the Extraction of Medicinal and Aromatic Plants. In: Handa SS, Khanuja SPS, Longo G, Rakesh DD, editors. Extraction Technologies for Medicinal and Aromatic Plants. Trieste: ICS-UNINDO; 2008. p. 81.

19. Farmakope Indonesia. 3rd ed. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 1979.

20. BPOM. Acuan Sediaan Herbal. 1st ed. Jakarta: Direktorat OAI, Deputi II; 2010. 21. Wijayakusuma H. H. Potensi Tumbuhan Obat

Asli Indonesia sebagai Produk Kesehatan. Risal Pertem Ilm Penelit dan Pengemb Teknol Isot dan Radiasi. 2000;25–31.

22. Moeloek FA. Herbal and Traditional Medicine: National Perspectives and Policies in Indonesia (Obat Herbal dan Tradisional: Perspektif dan Kebijakan Nasional di Indonesia). J Bahan Alam Indones. 2006;5(1):293–7.

23. Riset Kesehatan Dasar 2007. 2008. 24. Riset Kesehatan Dasar 2010. 2010.

25. Sari LORK. Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya. Maj Ilmu Kefarmasian. 2006;III(1):1–7.

26. Kilani S, Bouhlel I, Ammar RBEN, Sghair MBEN, Skandrani I, Boubaker J. Chemical investigation of different extracts and essential oil from the tubers of ( Tunisian ) Cyperus rotundus . Correlation with their antiradical and antimutagenic properties. Ann Microbiol. 2007;57(4):657–64.

27. Seo EJ, Lee D-U, Kwak JH, Lee S-M, Kim YS, Jung Y-S. Antiplatelet effects of Cyperus rotundus and its component (+)-nootkatone. J Ethnopharmacol [Internet]. Elsevier Ireland Ltd; 2011 Apr 26 [cited 2014 Oct 14];135(1):48–54. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2135429 4

28. Rabiei Z, Hojjati M, Rafieian-Kopaeia M, Alibabaei Z. Effect of Cyperus rotundus tubers ethanolic extract on learning and memory in animal model of Alzheimer. Biomed Aging Pathol [Internet]. Elsevier Masson SAS; 2013 Oct [cited 2014 Oct 14];3(4):185–91. Available from:

http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S221 0522013000385

29. Hemanth Kumar K, Tamatam A, Pal A, Khanum F. Neuroprotective effects of Cyperus rotundus on SIN-1 induced nitric oxide generation and protein nitration: ameliorative effect against apoptosis mediated neuronal cell damage. Neurotoxicology [Internet]. Elsevier B.V.; 2013 Jan [cited 2014 Oct 14];34:150–9. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2317467 2

(7)

30. Sharma A, Verma R, Ramteke P. Cyperus rotundus: A potential novel source of therapeutic compound against urinary tract pathogens. J Herb Med [Internet]. Elsevier GmbH.; 2014 Jun [cited 2014 Oct 14];4(2):74–

82. Available from:

http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S221 0803314000050

31. Rahim F, Nofiandi D. Formulasi Masker Peel Off Ekstrak Rimpang Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) sebagai Anti Jerawat. 2014 p. 64–72.

32. Sunder J, Singh DR, Jeyakumar S, Kundu A, De AK. Antibacterial Activity in Solvent Extract of Different Parts of Morinda citrifolia Plant. J Pharm Sci Res. 2011;3(8):1404–7.

33. Cam AJT, Traditional AJ. Screening of Antibacterial Potentials of Some Medicinal Plants from Melghat Forest in India. Afr J Tradit. 2009;6(3):228–32.

34. Scalbert A. Antimicrobial properties of tannins. Phytochemistry [Internet]. 1991 Jan [cited 2014 Oct 14];30(12):3875–83. Available from: http://www.sciencedirect.com/science/article/p ii/003194229183426L

35. Cushnie TPT, Lamb AJ. Antimicrobial activity of flavonoids. Int J Antimicrob Agents [Internet]. 2005 Nov [cited 2014 Jul 10];26(5):343–56. Available from: http://www.sciencedirect.com/science/article/p ii/S0924857905002554

36. Elizondo AM, Mercado EC, Rabinovitz BC, Fernandez-miyakawa ME. Effect of tannins on the in vitro growth of Clostridium perfringens. Vet Microbiol [Internet]. Elsevier B.V.; 2010;145(3-4):308–14. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.vetmic.2010.04.003 37. Hagerman AE. What Is a Tannin? 2002. p.

2002.

38. Hatano T, Kusuda M, Inada K, Ogawa T. Effects of tannins and related polyphenols on methicillin-resistant Staphylococcus aureus. Phytocemistry. 2005;66:2047–55.

39. Ng TB, Ling JML, Wang Z, Cai JN, Xu GJ. Examination of Coumarins , Flavonoids and Polysaccharopeptide for Antibacterial Activity. Gen Pharmac. 1996;27(7):1237–40.

40. Cheok CY, Salman HAK, Sulaiman R. Extraction and quantification of saponins : A review. Food Res Int. 2014;59:16–40.

41. Augustin JM, Kuzina V, Andersen SB, Bak S. Phytochemistry Molecular activities , biosynthesis and evolution of triterpenoid saponins. Phytochemistry [Internet]. Elsevier Ltd; 2011;72(6):435–57. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.phytochem.2011.01 .015

42. Hassan SM, Haq AU, Byrd JA, Berhow MA, Cartwright AL, Bailey CA. Haemolytic and antimicrobial activities of saponin-rich extracts from guar meal. Food Chem [Internet]. Elsevier Ltd; 2010;119(2):600–5. Available from:

http://dx.doi.org/10.1016/j.foodchem.2009.06. 066

Gambar

Gambar 1: Hasil uji kepekaan antibakteri secara  dilusi infusa umbi rumput teki (rhizome Cyperus

Referensi

Dokumen terkait

Pemilihan bahan koagulan yang ramah lingkungan merupakan faktor penting dalam pemurnian air sehingga tidak mencemari lingkungan.Tujuan penelitian ini adalah

Berdasarkan hasil penelitian data rekapitulasi kelompok antara kelompok kontrol dan eksperimen membuktikan bahwa kelompok eksperimen yang mendapat perlakuan

Dari jenis hukum disiplin yang ada diatas, bila dibandingkan dengan jenis hukuman disiplin yang ada pada Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Disiplin

Laporan keuangan konsolidasian disusun berdasarkan konsep harga perolehan, kecuali untuk persediaan yang dinyatakan sebesar nilai yang lebih rendah antara biaya

Berdasarkan data pada Tabel 2 diketahui r 2 = 0,483, jadi nilai koefisien determinasinya adalah 0,483 x 100% = 48,3% berarti variabel Perhatian Orang Tua dan Kedisiplinan

Analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pola makan dan status sosial ekonomi keluarga dengan prestasi belajar anak stunting usia 9-12 tahun.. Kesimpulan:

Bucket wheel excavator (B.W.E) adalah alat berat yang digunakan pada surface mining , dengan fungsi utama sebagai mesin penggali terus menerus ( continuous digging

[r]