• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Cendawan Mikoriza Arbuskula (Cma) Terhadap Pemberian Pupuk Spesifik Lokasi Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektifitas Cendawan Mikoriza Arbuskula (Cma) Terhadap Pemberian Pupuk Spesifik Lokasi Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisol"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA)

TERHADAP PEMBERIAN PUPUK SPESIFIK LOKASI

TANAMAN JAGUNG PADA TANAH INCEPTISOL

TESIS

Oleh

M U S F A L

067002003/TNH

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

EFEKTIFITAS CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA)

TERHADAP PEMBERIAN PUPUK SPESIFIK LOKASI

TANAMAN JAGUNG PADA TANAH INCEPTISOL

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Tanah

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUSFAL

067002003/TNH

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : EFEKTIFITAS CENDAWAN MIKORIZA

ARBUSKULA (CMA) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK SPESIFIK LOKASI TANAMAN JAGUNG PADA TANAH INCEPTISOL

Nama Mahasiswa : Musfal Nomor Pokok : 067002003 Program Studi : Ilmu Tanah

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Delvian, SP, MP) (Ir. Ali Jamil,H, MP, PhD) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof.Dr.Ir.B.Sengli J.Damanik,MSc) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa,B,MSc)

(4)

Telah diuji pada Tanggal 10 Mei 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Delvian, SP, MP

(5)

ABSTRAK

M

usfal.067002003. Efektifitas Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) terhadap

Pemberian Pupuk Spesifik Lokasi Tanaman Jagung pada Tanah Inceptisol. Latar belakang penelitian adalah masih rendahnya hasil tanaman jagung ditingkat petani, karena pemberian pupuk yang tak seimbang. Tujuan penelitian untuk melihat efektifitas CMA dan tingkat rekomendasi pemberian pupuk spesifik lokasi terhadap pertumbuhan, serapan hara dan hasil tanaman jagung di tanah Inceptisol Tiga Binanga, Kabupaten Karo Sumatera Utara. Hipotesis CMA dapat meningkatkan efektifitas penggunaan pupuk,meningkatkan serapan hara N, P dan K serta hasil tanaman jagung. Penelitian dilaksanakan di Rumah Kasa Kebun Percobaan Pasar Miring, Kecamatan Pagar Marbau, Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, sejak bulan Oktober 2007 hingga Pebruari 2008. Perlakuan yang diuji terdiri dari dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama terdiri dari 5 taraf pemberian CMA (0, 5, 10, 15 dan 20 g pot-1) dan Faktor kedua 5 tingkat rekomendasi pemberian pupuk spesifik lokasi Tiga Binanga (0, 25, 50, 75, dan 100%). Rekomendasi pupuk tanaman jagung spesifik lokasi Tiga Binanga adalah 160:128:160 kg ha-1 Urea:SP-36:KCl. Peubah yang diamati : sifat kimia tanah sebelum perlakuan, sifat kimia tanah setelah perlakuan, derajat infeksi CMA, bobot kering tanaman, serapan hara N,P,dan K, hasil pipilan kering jagung, hubungan serapan hara NPK dengan hasil pipilan kering jagung dan efisiensi agronomis. Peubah dinalisis secara faktorial dengan program Irristat dan uji lanjut DMRT. Analisis regresi sederhana dengan program Excel. Kandungan N pada tanah yang digunakan sebelum penelitian digolongkan sangat rendah, P dan K digolongkan tinggi. Pemberian CMA dan pupuk meningkatkan N, P dan K tanah serta Bobot kering tanaman, serapan hara N, P, K, derajat infeksi CMA dan hasil pipilan kering. Pemberian pupuk sebanyak 160:128:160 kg ha-1 Urea:SP-36:KCl (100% rekomendasi) menghasilkan biji pipilan kering sebanyak 100.29 g batang-1 dan dengan penambahan 20 g CMA pot-1 hasil pipilan kering meningkat hingga 153.22 g batang-1 dan tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hasil tertinggi kedua diikuti oleh pemberian pupuk sebanyak 120:96:120 kg ha-1 Urea:SP-36:KCl (75% rekomendasi) dan 15 g CMA batang-1. Efektifitas CMA dalam mengefisienkan penggunaan pupuk terlihat pada pemberian pupuk sebanyak 120:96:120 kg ha-1 Urea:SP-36:KCl (75% rekomendasi) ditambah dengan 5 g pot-1 CMA dimana pada kombinasi ini menghasilkan pipilan kering sebanyak 113.47 g batang-1 dan lebih tinggi 13.18 g dibandingkan pemberian 100% pupuk. Dari hasil penelitian dapat disarankan pemberian pupuk pada lokasi Tiga Binanga adalah sebanyak 120:96:120 kg ha-1 Urea:SP-36:KCl (75% rekomendasi) dan 15 g CMA batang-1.

(6)

ABSTRACT

M

usfal.067002003. Vesicle Arbuscule Mycorhizal (VAM) effectivity by the maize

specific location fertilizers application in Inceptisol soil. Based of this research is the low yield of maize in the farmers, because of the anequivalence of the fertilizer application. The goal of this research is to know VAM effectivity and level of requirement in spesific location fertilizers application to the growth, nutrient absorption and the maize yield at the soil Inceptisol in Tiga Binanga, Karo, North Sumatera. VAM hypothesis can increase the effectivity of fertilizer application, nutrient absorption of N, P, K, and maize yield. The research was done in Rumah

Kasa Kebun Percobaan Pasar Miring, Pagar Merbau Subdistrict, Deli Serang

Regency, North Sumatera since October 2007 to February 2008. The tested applications content of two factors and three repetitions. The first factor contents of five VAM applications (0, 5, 10, 15 and 20 g pot -1) and the second factor contents of five requirements of recomendation in spesific location fertilizer application in Tiga Binanga (0, 25, 50, 75 and 100 %). The spesific location maize fertilizer requirement in Tiga Binanga is 160 : 128 : 160 kg ha-1 , Urea : SP-36 : KCl. The component variables : the effect chemical of soil before application, the effect chemical of soil after application, the infection level of VAM, the biomass weight of plant, nutrient absorption of N, P, K, the grain yield, relation between NPK nutrient absorption and the grain yield, and also agronomy efficiency. Parameter was analysed by factorial with Irristat program and DMRT continue test. Simple regration analysis used Excel program. N soil that was used before research was very low. P and K were high. Combination VAM and fertilizer can increase N, P and K soil and the biomass weight of plant, nutrient absorption N, P, K, the infection level of VAM and the grain yield. Fertilizer application were: 160 : 128 : 160 kg ha-1 Urea : SP-36 : KCl (100% recommendation) produces 100.29 g bar-1 and by adding 20g pot-1 VAM can increase grain yield become153.22 g bar-1 and be highest compare with the other applications. The second highest yield followed by fertilizer application 120:96:120 kg ha-1 Urea: SP-36:KCl (75 % recommendation) and 15 gVAM bar-1. VAM effectivity in fertilizer efficiency is in 75 % fertilizer application (120 : 96 : 120 kg ha-1 Urea : SP-36 : KCl) plus 5 g pot-1 VAM which in this combination can produced 113.47 g grain myield and 13.18 g more higher compared with 100% fertilizer. From the respon curve can be suggested that fertilizer application in Tiga Binanga about 75 % fertilizer (120 : 96 : 120 kg ha-1 Urea: SP-36 : KCl) and plus 15 g VAM bar-1.

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul : Efektifitas Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Terhadap Pemberian Pupuk Spesifik Lokasi Tanaman Jagung pada Tanah Inceptisol.

Dalam kesempatan ini penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr.Delvian,SP,MP selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak

membimbing penulis hingga selesainya penulisan tesis ini.

2. Bapak Ir.Ali Jamil H,MP,PhD selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membimbing penulis hingga selesainya tesis ini.

3. Bapak dan Ibu staf pengajar Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang tak dapat penulis sampaikan satu persatu, terima kasih penulis aturkan atas ilmu yang disampaikan dan bimbingannya selama penulis mengikuti perkuliahan hingga selesainya penulisan tesis ini.

4. Ibu Prof.Dr.Ir.Chairun Nisa.B,MSc sebagai Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dan Bapak Prof.Dr.Chairuddin,P Lubis selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

(8)

6. Para staf laboratorium BPTP Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Bapak Ir.T.Marbun,MP selaku kepala KP.Pasar Miring beserta staf yang telah membantu dan memberikan fasilitas kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian.

8. Kepada rekan-rekan mahasiswa SPs USU program studi Bioteknologi Tanah angkatan 2006 serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini

9. Analis laboratorium Biologi Tanah USU yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini

10.Istri dan anak-anaku yang selalu memberikan dorongan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Medan,……….. 2008

(9)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya serta kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul :Efektifitas Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Terhadap Pemberian Pupuk Spesifik Lokasi Tanaman Jagung pada Tanah Inceptisol.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan dalam maraih gelar Magister Pertanian pada Program Studi Ilmu Tanah kosentrasi Bioteknologi di Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari tesis yang penulis buat ini mungkin masih ada kekurangannya disana sini untuk itu atas kritik dan saran yang baik dari pembaca penulis aturkan terima kasih. Semoga karya ini bermanfaat adanya untuk orang orang yang berilmu pengetahuan serta kepada petani kita umumnya.

Medan …………2008 Hormat saya

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Nopember 1963 di Desa Balai Pinang, Kecamatan Bukit Sundi, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Penulis anak ke empat dari lima bersaudara dari Ayahanda Abdul Munir Rj.Bagindo (Almarhum) dan Ibunda Nursyiam Qhalid (Almarhumah). Penulis diberi nama Musfal

Pendidikan yang sudah penulis selesaikan adalah : 1. Sekolah Dasar di SD No.4 Muara Panas pada tahun 1976

2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri Muara Panas pada tahun 1980 3. Sekolah Analis Kimia Menengah Atas (SAKMA) di Padang tahun 1984. 4. Sarjana Pertanian (S.1) jurusan Budidaya Pertanian pada Fakultas Pertanian

Universitas Muhammad Yamin di Solok pada tahun 1993

5. Pada tahun 2006 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan Magister Pertanian (S.2) di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara jurusan Ilmu Tanah, kosentrasi Bioteknologi dan selesai pada tahun 2008.

Riwayat pekerjaan penulis adalah :

1. Pada bulan Desember tahun 1984 penulis diterima bekerja di Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukarami Sumatera Barat sebagai staf laboratoium tanah. Pada tahun 1994 pada instansi yang sama penulis beralih profesi sebagai peneliti pada kelompok kacang-kacangan hingga tahun 1998.

(11)
(12)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1 Hasil analisis contoh tanah Tiga Binanga sebelum perlakuan……… 22 2 N-total tanah setelah perlakuan (VI MST) terhadap pemberian

CMA dan pupuk………. 23 3 Ketersediaan P di tanah setelah perlakuan (VI MST) terhadap

peberian CMA dan pupuk……… 24 4 K-dd tanah setelah perlakuan (VI MST) terhadap pemberian

CMA dan pupuk……….. 24 5 Rata-rata bobot kering tanaman pada VI MST terhadap pemberian

CMA dan pupuk……….. 25 6 Serapan N tanaman jagung pada VI MST terhadap pemberian

CMA dan pupuk……….. 26 7 Serapan P tanaman jagung pada VI MST terhadap pemberian

CMA dan pupuk……….. 27 8 Serapan K tanaman jagung pada VI MST terhadap pemberian

CMA dan pupuk……….. 27 9 Derajat Infeksi CMA pada akar tanaman jagung umur VI MST

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1 Respon hasil tanaman jagung terhadap pemberian CMA dan

Beberapa tingkat pemberian pupuk spesifik lokasi Tiga Binanga ……... 29 2 Hubungan Serapan N dengan Hasil Pipilan Kering Jagung

Terhadap Pemberian CMA dan Pupuk……….. 30 3 Hubungan Serapan P dengan Hasil Pipilan Kering Jagung

Terhadap Pemberian CMA dan Pupuk………... 31 4 Hubungan Serapan K dengan Hasil Pipilan Kering Jagung

Terhadap Pemberian CMA dan Pupuk……… 31 5 Efisiensi Agronomis Tanaman Jagung terhadap Pemberian

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1 Analisis Sidik Ragam N total tanah setelah perlakuan ………... 49

2 Analisis Sidik Ragam P-tersedia tanah setelah perlakuan ………...…… 49

3 Analisis Sidik Ragam K-dd tanah setelah perlakuan ……….. 49

4 Analisis Sidik Ragam bobot kering tanaman pada VI MST ………...…… 49

5 Analisis Sidik Ragam serapan N tanaman pada VI MST ………... 50

6 Analisis Sidik Ragam serapan P tanaman pada VI MST ………... 50

7 Analisis Sidik Ragam serapan K tanaman pada VI MST …………...…… 50

8 Analisis Sidik Ragam Derajat Infeksi CMA pada akar VI MST …....…… 50

9 Analisis Sidik Ragam hasil pipilan kering jagung ……….. 51

10 Analisis Regresi serapan N dan hasil pipilan kering ………. 51

11 Analisis Regresi serapan P dan hasil pipilan kering ……….. 51

12 Analisis Regresi serapan K dan hasil pipilan kering ………. ….. 51

13 Deskripsi Jagung varietas DK-3 ……….. 52

14 Prosedur analisis tanah ………. 53

15 Prosedur analisis total serapan hara tanaman ………... 57

16 Analisis Derajat Infeksi CMA pada akar tanaman ……... ………... 59

(15)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kebutuhan jagung Nasional setiap tahunnya terus mengalami peningkatan baik untuk kebutuhan pangan, bahan baku industri maupun pakan ternak. Pada saat produksi tidak memadai impor jagung terpaksa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan. Pada tahun 2005 Indonesia mengimpor jagung sebanyak 1.80 juta ton dan pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 2.20 juta ton kalau produksi Nasional tidak segera dipacu (Warta Badan Litbang Pertanian, 2007).

Terjadinya ketidak seimbangan laju produksi jagung dengan kebutuhan antara lain disebabkan hasil jagung rata-rata ditingkat petani relatif masih rendah. Rendahnya hasil yang dicapai salah satunya disebabkan oleh kebanyakan petani memberikan pupuk tidak berdasarkan kebutuhan tanaman serta jumlah hara yang tersedia di tanah. Jamil dkk (2006) mengemukakan bahwa di Kabupaten Karo, Dairi dan Simalungun beberapa petani memberikan pupuk Urea pada tanaman jagung hingga 700 kg ha-1 dengan tingkat produksi berkisar 6 hingga 7 t ha-1 sementara kebanyakan petani lainnya memberikan pupuk masih dibawah rata-rata rekomendasi umum yaitu 300 kg Urea, 200 kg SP-36 dan 100 kg KCl ha-1 .

International Food and Agriculture (2002) mengestimasikan secara umum pemberian pupuk pada tanaman jagung adalah sebanyak 85 kg N, 25 kg P2O5 dan 8

kg K2O ha-1 setiap musim tanam. Cooke (1985) melaporkan untuk menaikan hasil

(16)

Untuk itu guna mendapatkan hasil jagung yang optimal diperlukan pengelolaan hara yang tepat agar kebutuhan hara tanaman dapat terpenuhi. Syafruddin dkk (2006) melaporkan bahwa melalui pengujian pupuk N, P dan K pada tanaman jagung varietas Lamuru di tanah Inceptisol Wolangi memberikan hasil sebesar 8,66 t ha-1. Untuk mendapatkan potensi hasil 90-95% (hasil 7,76-8,19 t ha-1) dibutuhkan kombinasi pupuk N berkisar antara 122-133 kg N; 13-28 kg P2O5 ; dan

12-18 kg K2O ha-1.

Tanah Inceptisol di Indonesia memiliki tingkat kesuburan yang bervariasi mulai dari rendah hingga tinggi. Sifat tanahnya bereaksi masam hingga agak netral. Kadar bahan organik tanah berkisar dari rendah hingga sedang. Sedangkan kandungan hara N dan P potensial rendah sampai tinggi. K potensial digolongkan sedang sampai tinggi dan kejenuhan basa tinggi sampai sangat tinggi (Subagyo dkk., 2000).

Perbaikan kesuburan pada tanah Inceptisol dapat dilakukan dengan pemberian pupuk yang seimbang, artinya pemberian pupuk disesuaikan dengan tingkat kebutuhan hara tanaman guna mencapai hasil yang optimal. Pemupukan berimbang adalah konsep Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL), sehingga efektifitasnya sangat bergantung pada keadaan tanah menyediakan hara secara alami dilokasi penanaman (Dobermann dkk., 2003).

(17)

ton ha-1 dengan rata-rata hasil mencapai 10,69 ton ha-1 pada musim tanam ke empat (Jamil dkk, 2006).

Upaya untuk lebih mengefisienkan penggunaan pupuk NPK, pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) adalah salah satu alternatif yang menjanjikan. Hal yang sama dikemukakan oleh Nuhamara (1993) bahwa CMA dapat meningkatkan serapan hara N, P, K dan hasil tanaman jagung.

Cendawan Mikoriza Arbuskula adalah termasuk jenis cendawan yang hidup bersimbiosis mutualisme dengan tanaman inangnya. Cendawan ini dapat menginfeksi hampir semua jenis tanaman dipermukaan bumi baik pada tanaman pangan, tanaman perkebunan, kehutanan maupun tanaman penghijauan (Kilham,1994).

(18)

dibebaskan dan tersedia bagi tanaman. Selanjutnya hasil penelitian Bolan. (1991) menunjukan bahwa kecepatan masuknya P kedalam hifa CMA dapat mencapai enam kali lebih cepat dari pada kecepatan masuknya P melalui rambut akar tanaman.

Disamping hara P tanaman yang terinfeksi CMA juga memperlihatkan terjadinya peningkatan terhadap serapan hara N, K, Ca dan beberapa unsur mikro essensiel lainnya. Meningkatnya serapan hara oleh tanaman yang terinfeksi CMA juga akan berdampak positif terhadap efisiensi penggunaan pupuk buatan.

Rumusan Masalah

Hasil jagung saat ini masih rendah dan dibawah potensi hasil. Penyebabnya karena kebanyakan petani belum memberikan pupuk berdasarkan kebutuhan tanaman dan tidak mempertimbangkan tingkat ketersediaan hara yang tersedia ditanah. Disamping itu harga pupuk yang mahal dan terjadinya kelangkaan pupuk pada beberapa tahun terakhir menyebabkan petani memberikan pupuk pada tanaman tidak optimal.

(19)

menimbulkan pencemaran lingkungan dan, f) tidak merusak sifat fisik dan kimia tanah. Tanaman yang terinfeksi CMA dapat meningkatkan serapan hara N, P, K dan akan memberikan hubungan yang positif terhadap peningkatan hasil pada tanaman jagung.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk melihat efektifitas CMA dan tingkat rekomendasi pemberian pupuk spesifik lokasi terhadap pertumbuhan, serapan hara dan hasil tanaman jagung pada tanah Inceptisol Tiga Binanga, Kabupaten Karo Sumatera Utara.

Keluaran

Diperoleh dosis CMA dan dosis pupuk yang sesuai untuk meningkatkan hasil tanaman jagung.

Hipotesis

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Mikoriza

Cendawan mikoriza adalah salah satu bentuk asosiasi antara akar tanaman tingkat tinggi dengan cendawan tertentu yang saling memberikan keuntungan (Nuhamara, 1993). Berdasarkan struktur tubuh dan tanaman inangnya mikoriza dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Namun ada juga yang mengelompokan dalam tiga kelompok yaitu adanya kelompok peralihan yang disebut ektendomikoriza (Rao,1994). Kelompok ektomikoriza jaringan hifanya tidak masuk sampai ke sel korteks tetapi berkembang antara sel tersebut membentuk mantel dipermukaan akar. Kelompok endo mikoriza jaringan hifanya masuk kedalam sel korteks membentuk struktur yang khas seperti oval (vesikula) dan bercabang (arbuskula) dengan demikian pada kelompok endo mikoriza disebut juga vesicle arbuscule mycorhizal (VAM) atau cendawan mikoriza arbuskula (CMA).

(21)

upaya bioremidiasi lahan kritis. Ekosistem alami CMA didaerah tropika dicirikan oleh keragaman spesies yang sangat tinggi khusus dari jenis ektomikoriza. Hutan alami dengan beragam umur tanaman serta jenisnya sangat mendukung terhadap pertumbuhan CMA. Konservasi hutan untuk pertanian akan mengurangi keragaman jenis dan jumlahnya. Karena jenis tanaman, unsur hara yang tersedia dan kandungan bahan organik sudah berobah.

Praktek pertanian seperti pengolahan tanah, ameliorasi bahan organik, pemupukan, dan penggunaan pestisida sangat berpengaruh terhadap keberadaan CMA (Zarate dan Cruz,1995). Pengolahan tanah yang intensif akan merusak jaringan hifa eksternal, sebaliknya pengolahan tanah minimum akan meningkatkan populasi CMA. Sistim pertanian tumpang sari atau pergiliran tanaman dilaporkan juga dapat meningkatkan populasi CMA (Mc Gonigle dan Miller,1993)

(22)

ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim, d) meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya seperti auxin, e) menjamin terselengaranya proses biogeokemis namun demikian respon tanaman tidak hanya ditentukan oleh kerakteristik tanaman dan CMA tetapi juga oleh kondisi tanah dimana tanaman itu berada. Efektifitas CMA ditentukan oleh faktor abiotik seperti pH, kadar air, kosentrasi hara, suhu, pengolahan tanah dan pemberian pupuk serta pestisida. Faktor biotik seperti interaksi CMA dengan akar, tanaman inangnya, tipe perakaran tanaman inangnya, dan kompetisi antar cendawan itu sendiri. Adanya kolonisasi akar oleh CMA tetapi respon tanaman rendah atau tidak ada hal ini menunjukan bahwa CMA sama sekali lebih bersifat parasit.

Cendawan Mikoriza Arbuskula melalui jaringan hifa eksternalnya dapat memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Sekresi senyawa-senyawa polisakarida, asam organik dan lendir jaringan hifa mampu mengikat butir-butir primer menjadi agregat mikro. Selanjutnya agregat mikro melalui proses mekanikal oleh hifa eksternal akan membentuk agregat makro yang mantap. Menurut Wright dan Uphadhyaya (1998) CMA menghasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang sangat berkorelasi dengan peningkatan kemantapan agregat. Kosentrasi glomalin lebih tinggi ditemukan pada tanah-tanah yang tidak diolah. Glomalin dihasilkan dari sekresi hifa eksternal bersama enzim-enzim dan senyawa polysakarida lainnya.

(23)

nyata menyebabkan agregat tanah menjadi lebih baik, lebih berpori dan memiliki permeabilitas yang tinggi. Namun tetap memiliki kemampuan memegang air yang baik dan tetap menjaga kelembaban tanah. Struktur tanah yang baik akan meningkatkan aerasi dan laju infiltrasi serta mengurangi erosi tanah, yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Terhadap serapan hara jaringan hifa eksternal CMA akan memperluas bidang serapan air dan hara. Disamping itu ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar memungkinkan hifa dapat menyusup kepori-pori tanah yang paling halus, sehingga hifa dapat menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah (Kilham,1994). Serapan air yang lebih besar oleh tanaman bermikoriza juga akan membawa unsur hara yang mudah larut seperti N, K, dan S, sehinga serapan hara tersebut juga meningkat. Disamping serapan hara melalui aliran massa serapan P yang tinggi juga disebabkan karena hifa CMA juga mengeluarkan enzim fosfatase yang mampu melepaskan P dari ikatannya sehingga tersedia bagi tanaman.

Cendawan Mikoriza Arbuskula diketahui juga berintegrasi dengan bakteri pelarut P atau bahteri pengikat N. Inokulasi bahteri pelarut fosfat dan CMA dapat meningkatkan serapan P oleh tanaman tomat (Kim dkk, 1998). Adanya interaksi yang sinergis antara CMA dan bakteri penambat N dilaporkan oleh Al-Atrash (1997) bahwa pembentukan bintil akar meningkat bila tanaman di inokulasi dengan Glomus

mosseae. Sebaliknya kolonisasi oleh CMA meningkat bila tanaman kedelai juga di

(24)

Acoulospora dan Gigaspora (Widada dan Kabirun, 1997). Aluminium tidak menjadi

penghambat terhadap perkembangan CMA tetapi akan berdampak terhadap beberapa tanaman pangan. Selanjutnya dilaporkan bahwa pada tanaman kedelai dilahan Podzolik Merah Kuning yang bermikoriza dapat meningkatkan seapan P, bobot tanaman dan hasil. Dibandingkan tanpa CMA hasil kedelai meningkat dari 2.84 g biji tanaman-1 menjadi 5.98 g biji tanaman-1. Pada tanaman padi menggunakan pupuk P pada tanah ultisol menunjukan bahwa serapan P total maupun yang berasal dari pupuk meningkat nyata pada tanaman yang di inokulasi dengan CMA (Ali

dkk,1997). Disamping tanaman pangan, tanaman penghijauan ataupun alang-alang

sangat berfungsi untuk perbaikan sistem hydrologi diwilayah tersebut. Lahan kritis yang sistim hidrologinya sudah rusak, persediaan air bawah tanah menjadi masalah utama karena tanahnya padat infiltrasi dari air hujan rendah, sehingga walaupun curah hujan tinggi tetapi cadangan air pemukaan tetap sangat terbatas. Kegagalan penghijauan pada lahan kritis akan dapat teratasi dengan pemberian CMA melalui biji tanaman penghijauan.

Unsur Hara N, P, dan K

Nitrogen (N)

(25)

Bahan organik mengandung protein, karbohidrat dan lemak. Protein adalah bahan organik yang mengandung N oleh mikroba dihancurkan untuk mendapatkan energi dan unsur hara. Proses pelapukan bahan organik oleh mikroba dapat terjadi melalui proteolisis, ammonifikasi, nitrifikasi (Delwiche,1970).

Aktifitas jasad mikro lainnya yang cukup berperan adalah proses fiksasi N bebas diudara oleh bakteri Leguminose yaitu yang dikenal dengan nama bahteri Rhizobium. Bakteri Rhizobium hidup bebas didalam tanah pada zona perakaran tanaman. Selanjutnya akan bersimbiosis dengan tanaman kacang-kacangan melalui infeksi akar dan membentuk bintil akar. Ketersediaan N didalam tanah rata-rata sangat rendah sekali, tetapi kebutuhannya oleh tanaman adalah yang paling banyak dibandingkan unsur hara lainnya. Ketersediaan N dalam bentuk N-organik relatif tidak mobil didalam tanah, sedangkan N inorganik umumnya bersifat sangat mobil sehingga mudah dibawa oleh air atau penguapan.

Nitrogen yang dapat diambil oleh tanaman adalah dalam bentuk ion nitrat (NO3¯) dan Ammonium (NH4+). Ammonium didalam tanah relative stabil

(26)

umumnya adalah mempunyai pH dibawah netral. Dengan demikian tanaman pada iklim tropis lebih banyak mengambil N dalam bentuk Nitrat. Pemberian pupuk N dalam bentuk Ammonium seperti pupuk Ammonium Sulfat (ZA) tidaklah menjadi suatu kendala karena Ammonium didalam tanah melalui proses nitrifikasi akan dirobah menjadi bentuk Nitrat (Mengel dan Kirkby, 1979).

Phosfor (P)

Phosfor didalam tanah dapat digolongkan dalam beberapa bentuk yaitu bentuk P-organik, anorganik dan yang ada dalam larutan tanah. P anorganik didalam tanah jumlahnya rata-rata lebih banyak dibandingkan P organik. P anorganik didalam tanah dapat pula dibagi dalam bentuk keterikatannya yaitu dalam bentuk Ca-P, Fe-P dan Al-P (Buckman dan Brady,1964).

(27)

apatit, golongan ini adalah yang sukar larut. Mineral flour apatit terdapat didalam tanah yang sudah mengalami proses pelapukan lanjut pada horizon bawah.

Phosfor organik tanah berasal dari sisa bahan organik yang melapuk seperti serasah tanaman dan hewan. Kebanyakan P organik mudah tersedia oleh tanaman melalui proses mineralisasi oleh mikroba. Enzym yang dikeluarkan oleh mikroba akan memisahkan asam fosfat dari senyawa P organik. Senyawa organik yang terpenting adalah asam fitat, fosfolipida dan asam nukleat (Anderson, 1966). Senyawa P yang dapat diambil oleh tanaman terdapat dalam berbagai bentuk seperti H2PO4¯, HPO4¯ 2 dan PO4 ¯ 3Senyawa P yang diambil oleh tanaman berfungsi dalam

pembentukan nukleotida untuk penyusunan RNA, DNA, NADP, ATP dan lain sebagainya.

Kalium (K)

(28)

disumbangkannya juga relatif tinggi. Walaupun K yang diberikan cukup tinggi namun akan terkendala dengan adanya mineral type 2:1 seperti illit, vermikulit dan mika, yang berpotensi terjadinya fiksasi K baik pada tanah keadaan kering atau basah. Kalium dengan unsur Ca dan Mg didalam tanah bersifat antagonis, dimana salah satu ketersediaannya didalam tanah cukup tinggi akan dapat menekan terhadap ketersediaan unsur lainnya (Boyer, 1972).

Unsur K+ dalam tanaman berada dalam cairan sel, sangat mobil sehingga mudah bergerak dari jaringan tua ke jaringan muda. K berfungsi dalam proses membuka dan menutupnya stomata serta mengatur pH cairan sel dan tekanan turgor (Suseno, 1974).

Tanah Inceptisol

Tanah Inceptisol Tiga Binanga yang digunakan termasuk kedalam klasifikasi Andic Eutrudept. Isa dkk (2005) melaporkan tanah Inceptiol Tigabinanga terletak pada ketinggian 620 m diatas permukaan laut, horizon Ap 0-5 cm, Bw 25-100 cm, warna tanah 10 YR 3/2 dan tekstur lempung berdebu. Reaksi tanah berkisar dari masam hingga agak asam dengan nilai pH berkisar 4 hingga 5. Tanah ini merupakan tanah muda dan mulai berkembang dengan tingkat perkembangan yang sangat lambat.

(29)

umumnya memiliki tingkat kesuburan yang bervariasi mulai dari rendah hingga tinggi. Sifat tanahnya bereaksi masam hingga agak netral. Kadar bahan organik tanah berkisar dari rendah hingga sedang. Sedangkan kandungan hara N dan P potensial rendah sampai tinggi. Kalium potensial digolongkan sedang sampai tinggi dan kejenuhan basa dari tinggi sampai sangat tinggi (Subagyo dkk, 2000).

(30)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Rumah Kasa Kebun Percobaan Pasar Miring, Kecamatan Pagar Marbau, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2007 hingga Pebruari 2008.

Contoh tanah sebelum dan sesudah perlakuan serta daun dianalisis di Laboratorium Tanah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Utara. Analisis derajat infeksi CMA pada akar tanaman umur VI MST dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : inokulum CMA merek Mycofer mengandung spesies Gigaspora mangarita, Glomus manihotis,

Glomus etunicatum dan Acaulospora tuberculata dengan carier batuan zeolit berasal

dari IPB Bogor, pupuk Urea, SP-36, KCl, benih jagung hybrida (DK-3), tanah Inceptisol yang berasal dari Tiga Binanga Kabupaten Karo. Insektisida Diafentiuron 500 g l-1dan Fungisida Isoprothiolane 400 g l-1 digunakan sesuai dosis anjuran serta melalui konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

(31)

Ammonium Molibdat, Kalium Antimonitartarat, Asam Askorbat, Larutan Bray.I, Kalium Dicromat 4 N, Glucose, Kalium Klorida 1 M, Ammonium

Asetat 1 N pH 7, Sodium Asetat 1 N, Alkohol 96%, Asam Klorida 0,1 dan 0,02 N, Natrium Hydroksida 0,02 N, Natrium Florida 4%, Indikator Phenol Ptalein, Natrium Pirophosfat, Kalium Hydroksida 10%, Asam Klorida 2%, Trypan Blue 0,05%, dan larutan Lacto Glycerol.

Peralatan yang digunakan untuk kegiatan dilapangan antara lain ; plastik poly bag ukuran 10 kg, timbangan analitik, timbangan kapasitas 10 kg, cangkul untuk pengambilan contoh tanah, ayakan kawat ukuran 2 mm, gelas ukur 1000 ml, sprayer isi 14 liter dan ember plastik.

Peralatan laboratorium antara lain: Kjeldhal, Spectrophoto meter, Atomic Absorption Spectrophotometer, pH meter, Digestor, Mikroscop Binokuler, Botol kocok plastik ukuran 100 ml, Tabung reaksi, Labu Ukur 100 ml, Labu Kjeldahl 100 ml, Erlenmayer 125 ml, Gelas piala 250 ml, Gelas Ukur 100 dan 500 ml, Pipet gondok 1 dan 10 ml, dan Oven.

Metode Penelitian

(32)

pupuk spesifik lokasi yang digunakan diperoleh dari hasil penelitian PHSL jagung di tanah Inceptisol Tiga Binanga Kabupaten Karo dengan dosis anjuran Urea sebanyak 160 kg ha-1, SP-36 128 kg ha-1 dan KCl 160 kg ha-1 (Jamil dkk, 2006).

Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap kegiatan. Kegiatan pertama dilakukan hingga masa primordia atau vegetatif maksimum (VI MST) untuk melihat tingkat serapan hara, derajat infeksi CMA pada akar, bobot kering tanaman dan ketersediaan hara N, P, dan K. Sedangkan untuk kegiatan kedua dilaksanakan hingga vase generatif untuk melihat respon hasil yang diberikan.

Tanah jenis Inceptisol diambil dari tanah petani Tiga Binanga Kabupaten Karo, secara komposit pada kedalaman lebih kurang 20 cm, diaduk merata, dipisahkan dari batuan dan sisa tanaman. Kemudian dikering anginkan dan diayak lolos ukuran 2 mm. Selanjutnya contoh tanah ditimbang sebanyak 10 kg untuk masing-masing pot percobaan.

(33)

sebanyak 2 biji pot-1, selanjutnya pada umur 1 minggu setelah tanaman diperjarang menjadi satu tanaman.

Pada awal penanaman, tanah disiram dengan air kran hingga 75% kapasitas lapang. Selanjutnya penyiraman disesuaikan dengan kondisi curah hujan pada lokasi penelitian.

Selama pertumbuhan tanaman dibersihkan dari gulma yang tumbuh. Untuk pencegahan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman disemprot dengan insektisida dan fungisida sesuai dosis anjuran dengan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

Panen pada kegiatan pertama dilakukan pada umur VI MST, dan untuk kegiatan kedua dilakukan sesuai dengan umur deskripsi varietas yaitu 100 hingga 110 hari setelah tanam, atau ditandai dengan sudah mengeringnya kelobot yang membungkus biji dan biji sudah mengeras serta warna biji merah kekuningan.

Peubah yang diamati

(34)

Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan program Irristat secara faktorial dalam RAL dan dilanjutkan dengan uji DMRT 5% bila dalam uji F memperlihatkan pengaruh yang nyata. Sedangkan untuk melihat hubungan antar parameter dianalisis secara regresi menggunakan aplikasi MS. Excel.

Disamping analisis diatas juga dilakukan analisis efisiensi agronomis untuk melihat peningkatan hasil biji per kg pupuk yang diberikan (Sing dkk,1998).

Efisiensi Agronomis ... Aex = (Ynpk – Yox)/Fx

Keterangan :

Aex = Peningkatan hasil biji per g pupuk yang diberikan Ynpk = Hasil biji dengan pemupukan

Yox = Hasil biji tanpa pemberian pupuk Fx = Takaran pupuk yang digunakan

1. Analisis Tanah Sebelum Perlakuan

Tanah sebelum perlakuan dianalisis terhadap perubahan sifat kimia antara lain : pH H2O 1:5 (metode elektrometry), C-organik (metode Spectrophotometry),

N-total (metode Kjeldahl), P-Bray.I (metode Spectrophotometry), K-dd (metode Ammonium Asetat 1 N pH 7) dan Kapasitas Tukar Kation (KTK) ekstrak Ammonium Asetat 1 N pH 7 (metode AAS). Prosedur analisis sifat kimia tanah adalah seperti Lampiran 14.

2. Analisis Tanah Setelah Perlakuan

(35)

diambil dengan cara mencabut tanaman, selanjutnya tanah yang ada dalam poly bag dikeluarkan, dibersihkan dari sisa akar yang tertinggal, diaduk merata dan diambil lebih kurang ½ kg. Kemudian dikering anginkan, diayak lolos ukuran 0,5 mm dan siap untuk dianalisis. Peubah yang diamati adalah ; N-total (metode Kjeldahl), P-tersedia (metode Bray.I) dan K-dd (metode Ammonium Asetat 1 N pH 7).

3. Bobot Kering Tanaman

Bobot kering tanaman diamati dari kegiatan tahap pertama pada umur VI MST. Batang dipotong dari pangkal batang selanjutnya batang dan daun dipotong-potong sepanjang lebih kurang 5 cm, dan dimasukan kedalam kantong kertas dikeringkan dalam oven pada suhu 70oC dan ditimbang.

4. Serapan Hara N, P, dan K

Total serapan hara NPK dianalisis dari contoh daun pada kegiatan tahap pertama (VI MST). Contoh daun dari pengamatan bobot kering tanaman yang sudah kering dihaluskan dengan grinder dan selanjutnya dianalisis terhadap serapan hara ; N (metode Kjeldahl), P ekstrak Asam Nitrat Perklorat (metode Spectrophotometry) dan K ekstrak Asam Nitrat Perklorat (metoda AAS). Hasil analisis selanjutnya dikonfersikan dengan bobot kering tanaman. Cara kerja penetapan masing-masing unsur disajikan pada Lampiran 15.

(36)

Pengamatan kolonisasi CMA pada akar tanaman dilakukan dari kegiatan tahap pertama (VI MST) melalui teknik pembersihan dan pewarnaan akar (staining) dengan metoda Kormanik dan Mc Graw (1982). Langkah selanjutnya disajikan pada Lampiran 16.

6. Hasil Pipilan Kering Jagung

Tongkol yang sudah dipanen dibersihkan dari kelobot yang menempel selanjutnya dikeringkan pada panas matahari selama 2 hari. Biji yang sudah kering dipipil dari tongkolnya dan ditimbang. Dari biji yang dipipil ditetapkan kadar airnya untuk mengkonfersi bobot hasil pada kadar air 14%.

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

Hasil penelitian membahas : (1) sifat kimia tanah sebelum penelitian, (2) ketersediaan hara N, P dan K ditanah setelah perlakuan pada VI MST, (3) bobot kering tanaman pada VI MST, (4) total serapan hara N, P dan K tanaman pada VI MST, (5) derajat infeksi CMA pada akar tanaman VI MST, (6) hasil pipilan kering, (7) hubungan serapan hara N, P dan K dengan hasil pipilan kering, (8) efisiensi agronomis.

1. Sifat Kimia Tanah Sebelum Perlakuan

Hasil analisis contoh tanah sebelum perlakuan memperlihatkan (Tabel 1) rekasi tanah (pH H2O) digolongkan asam, C-organik sangat rendah, N-total sangat

rendah, P-tersedia tinggi dan K yang dapat dipertukarkan digolongkan tinggi dan Kapasitas Tukar Kation (KTK) digolongkan rendah.

Tabel 1. Hasil analisis contoh tanah Tiga Binanga sebelum perlakuan Laboratorium Tanah BPTP Sumatera Utara (2007)

No Sifat Kimia Nilai 1

2 3 4 5 6

pH (H2O)

C-organik (%) N-total (%)

P-tersedia Bray.I (ppm) K-dd (me 100g-1) KTK (me 100g-1)

(38)

2. Sifat Kimia Tanah Setelah Perlakuan 2.1 Nitrogen (%)

Rata-rata N-total tidak nyata dipengaruhi oleh kombinasi pupuk dan CMA. Analisis sidik ragam kedua perlakuan tidak memperlihatkan adanya interaksi (Lampiran 1). Namun ada kecenderungan kombinasi pupuk dan CMA memberikan N-total yang lebih tinggi (Tabel 2). N-total tertinggi yaitu 0.13% terlihat pada pemberian 75% rekomendasi pupuk yang dikombinasikan dengan pemberian CMA sebanyak 10 dan 15 g pot-1. Pemberian CMA saja tanpa diikuti pemberian pupuk rata-rata memberikan N-total yang lebih tinggi bila dibandingkan tanpa pemberian pupuk dan CMA. N-total terendah diperoleh pada tanpa pemberian pupuk dan CMA yaitu sebesar 0.08%. Peningkatan dosis pupuk cenderung meningkatkan N-total. Tabel 2. N-total (%) tanah setelah perlakuan (VI MST) terhadap pemberian CMA dan pupuk

Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

(39)

Peningkatan dosis pupuk dan CMA tidak memberikan peningkatan yang

nyata terhadap ketersediaan P di tanah. Analisis sidik ragam (Lampiran 2) kedua perlakuan yang diuji juga tidak memperlihatkan adanya hubungan interaksi.

Pemberian CMA sebanyak 10 g pot-1 tanpa diikuti pemberian pupuk mampu memberikan ketersediaan P yang tertinggi yaitu 36.87 ppm. P terendah diperoleh dari tanpa pemberian pupuk dan CMA yaitu 19.93 ppm (Tabel 3).

Tabel 3. Ketersediaan P (ppm) ditanah setelah perlakuan (VI MST) terhadap pemberian CMA dan pupuk Rataan 21.31 22.85 25.21 22.88 22.19

Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

2.3. Kalium yang dapat dipertukarkan (me 100g-1)

Analisis sidik ragam Kalium yang dapat dipertukarkan setelah perlakuan memperlihatkan pengaruh yang sangat nyata dengan perlakuan yang diberikan. Kedua perlakuan memperlihatkan adanya interaksi yang sangat nyata (Lampiran 3). Tabel 4. K-dd (me 100 g-1)tanah setelah perlakuan (VI MST) terhadap

pemberian CMA dan pupuk

CMA (g pot-1) Rataan

Rekomendasi

(40)

0

Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

Rata-rata K tertinggi (1.33 me 100g-1) terlihat pada pemberian 100% pupuk dan diikuti (1.28 me 100g-1) oleh 75% pemberian pupuk saja (Tabel 4). K terrendah (0.82 me 100g-1) terlihat pada tanpa pupuk dan CMA.

3. Bobot Kering Tanaman (g batang-1)

Bobot kering tanaman pada VI MST sangat nyata meningkat dengan pemberian pupuk dan CMA dan kedua perlakuan memberikan hubungan interaksi yang sangat nyata (Lampiran 4). Bobot tertinggi (93.58 g batang-1) terlihat pada pemberian 15 g CMA pot-1 yang diikuti dengan pemberian 100% rekomendasi pupuk.. Bobot terendah 19.82 g batang-1 pada tanpa pemberian CMA dan pupuk (Tabel 5)

Rata-rata pemberian pupuk memperlihatkan peningkatan bobot kering tanaman sejalan dengan peningkatan dosis rekomendasi pupuk. Hal yang sama juga terlihat dengan rataan CMA hingga pemberian 15 g pot-1. Peningkatan dosis CMA hingga 20 g pot-1, bobot kering yang dihasilkan cenderung menurun.

Tabel 5. Rata-rata bobot kering tanaman (g batang-1) pada VI MST terhadap pemberian CMA dan pupuk

(41)

Pupuk (%) 0 5 10 15 20 Rataan 44.04 47.19 49.48 51.60 43.96

DMRT Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

Rata-rata pemberian pupuk memperlihatkan peningkatan bobot kering tanaman sejalan dengan peningkatan dosis rekomendasi pupuk. Hal yang sama juga terlihat dengan rataan CMA hingga pemberian 15 g pot-1. Peningkatan dosis CMA hingga 20 g pot-1, bobot kering yang dihasilkan cenderung menurun.

4. Serapan Hara N, P, dan K Tanaman 4.1. Serapan N (g batang-1)

Serapan N tanaman sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan yang diuji dan kedua perlakuan memberikan hubungan interaksi yang juga sangat nyata (Lampiran 5). Rata-rata serapan N tanaman meningkat dengan pemberian pupuk dan CMA. Kombinasi pemberian 5 g pot-1 CMA dan 100% pupuk memberikan serapan yang tertinggi (2.59 g batang-1) selanjutnya diikuti oleh kombinasi pemberian 15 g pot-1 CMA dan 100% pupuk yaitu 2.27 g batang-1 (Tabel 6). Serapan N terendah (0.25 g batang-1) terlihat pada tanpa pemberian CMA dan pupuk. Rata-rata dengan peningkatan dosis pupuk serapan N oleh tanaman meningkat pula.

(42)

CMA (g pot-1) Rataan

Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT

4.2. Serapan P (mg batang-1)

Serapan P tanaman sangat nyata meningkat dengan pemberian CMA dan pupuk begitu juga terhadap hubungan kedua perlakuan memberikan interaksi yang sangat nyata (Lampiran 6). Pemberian pupuk saja tanpa diikuti pemberian CMA serapan P nyata meningkat sejalan dengan meningkatnya dosis pupuk yang diberikan. Pemberian 100% rekomendasi pupuk saja memberikan serapan P sebanyak 82.96 mg batang-1. Namun bila diikuti dengan penambahan CMA sebanyak 15 g pot-1 mampu memberikan serapan P sebanyak 90.15 mg batang-1 dan merupakan tertinggi dari semua perlakuan yang diuji. Serapan P terendah (17.42 mg batang-1) adalah pada tanpa pemberian CMA dan pupuk (Tabel 7)

(43)

Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT

4.3. Serapan K (g batang-1)

Serapan K tanaman sangat nyata meningkat dengan pemberian pupuk yang diuji. Walaupun CMA tidak memberikan pengaruh yang nyata, namun kedua perlakuan kombinasi memperlihatkan adanya interaksi yang sangat nyata (Lampiran 7). Pemberian 100% pupuk memberikan serapan K tertinggi (2.84 g batang-1) dan terrendah (0.75 g batang-1) pada pemberian 20 g pot-1 CMA (Tabel 8). Rata-rata CMA memberikan serapan K yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian.

Tabel 8. Serapan K (g batang-1) tanaman jagung pada VI MST terhadap pemberian CMA dan pupuk

Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT

5. Derajat Infeksi CMA (%)

(44)

Tabel 9. Derajat Infeksi CMA (%) pada akar tanaman jagung umur VI MST

Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

Infeksi tertinggi 63.33% terlihat pada kombinasi pemberian 15 g pot-1 CMA dan 75% rekomendasi pupuk. Sedangkan derajat infeksi terendah 10% diberikan oleh tanpa pupuk dan CMA.

6. Hasil Pipilan Kering (g batang-1)

(45)

Tabel 10. Hasil pipilan kering (g batang-1) jagung terhadap pemberian

Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT

Gambar 1. Respon hasil tanaman jagung terhadap pemberian CMA dan beberapa tingkat pemberian pupuk spesifik lokasi Tiga Binanga

(46)

hasil pipilan kering jagung tertinggi diperoleh pada penambahan 15 g CMA pot-1 yaitu 128.35 dan 93.97 g batang-1.

7. Hubungan Serapan N, P, dan K dengan Hasil Pipilan Kering

Hubungan serapan hara N, P dan K tanaman dengan hasil pipilan kering jagung (Gambar 1, 2 dan 3) bersifat kuadratik. Keeratan hubungan dengan hasil pipilan kering jagung tertinggi (R2 = 0.7448) terlihat pada serapan N tanaman dan selanjutnya diikuti oleh serapan P (R2 = 0.6953) dan K (R2 = 0.6517).

Y=-27.219+164.29x-43.326x2

R2 = 0.7448

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

Serapan N (g batang-1)

H

a

s

il (g

b

a

ta

n

g

-1 )

Gambar 2. Hubungan serapan N dengan Hasil pipilan kering jagung terhadap

(47)

Y=-40.082+3.6027x-0.0214x2

Gambar 3. Hubungan Serapan P dengan Hasil pipilan kering jagung terhadap pemberian CMA dan pupuk

(48)

8. Efisiensi Agronomis

Efisiensi agronomis memperlihatkan bahwa pemberian pupuk pada tingkat rekomendasi yang lebih tinggi, rata-rata cenderung memberikan tingkat efisinsi yang lebih rendah. Sebaliknya dengan pemberian pupuk yang lebih rendah rata-rata memberikan tingkat efisiensi yang lebih tinggi (Gambar 4).

Kombinasi pemberian CMA sebanyak 10 g pot-1 dan rekomendasi pupuk sebanyak 25% memberikan tingkat efisiensi yang tertinggi (93.93 g). Sebaliknya kombinasi pemberian 100% rekomendasi pupuk tingkat efisiensi meningkat dengan meningkatnya pemberian CMA. Tingkat efisiensi terendah (40.06 g) adalah pada pemberian 100% dari rekomendasi pupuk yang diberikan.

78.75

(49)

PEMBAHASAN

1. Sifat Kimia Tanah Sebelum Perlakuan

Sifat kimia tanah sebelum perlakuan memperlihatkan reaksi tanah yang asam serta kandungan bahan organik dan nitrogen yang sangat rendah. Sementara kandungan P dan K dapat digolongkan tinggi.

Hasil analisis pendahuluan memperlihatkan bahwa tanah yang digunakan dalam penelitian ini terjadi ketidak seimbangan antara hara N, P dan K. Terutama unsur hara N dengan tingkat ketersediaan yang sangat rendah ditanah dimungkinkan karena tingkat pencucian yang tinggi serta sumber N yang berasal dari bahan organik sangat rendah. Dalam pengelolaan tanah ini walaupun unsur P dan K sudah digolongkan sangat tinggi pemberian bahan organik dan penambahan sumber N dari pupuk adalah sangat diperlukan. Menurut Mengel dan Kirby (1979) tanaman untuk pertumbuhannya memerlukan unsur hara yang seimbang. Kekurangan N dapat menyebabkan terganggunya penyerapan P dan K. Selanjutnya Taslim dkk (1993) melaporkan bahwa pupuk N dibutuhkan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan P dan K untuk masa pertumbuhan tanaman. Khususnya penggunaan tanaman hybrida sangat respon terhadap pemupukan N.

2. Sifat Kimia Tanah Setelah Perlakuan

(50)

memperlihatkan perbedaan yang nyata. Lebih responnya pengaruh pupuk dalam penelitian ini dikarenakan tanah yang digunakan mengandung unsur N yang sangat rendah. Namun bila pemberian pupuk sebanyak 75% dari dosis rekomendasi dan diikuti dengan penambahan 10 atau 15 g CMA pot-1 mampu memberikan N-total yang tertinggi (0.13%).

Ketersediaan P dan K tidak memperlihatkan peningkatan yang nyata dengan pemberian pupuk dan CMA. Namun ada kecenderungan terjadinya peningkatan. Tidak nyatanya peningkatan unsur P dan K ditanah dalam penelitian ini dikarenakan tanah yang digunakan mengandung P dan K yang sangat tinggi. Ketersediaan P tertinggi 36.87 ppm adalah pada pemberian 10 g CMA bila dibandingkan dengan tanpa pemberian P tersedia meningkat hingga 16.94 ppm. Hal ini memperlihatkan bahwa CMA sangat berperan dalam mengambil P melalui jaringan hifa ekternalnya serta dengan enzim fosfatase yang dikeluarkannya mampu melepaskan P yang terfiksasi ditanah (Bolan, 1991). Hasil penelitian yang sama juga dilaporkan oleh Hasanudin (2003) bahwa dengan pemberian CMA ketersediaan P meningkat hingga 14.75 ppm pada tanah ultisol.

(51)

berkurang. Pendapat yang sama juga dikemukkan oleh Bolan (1991) bahwa tanaman yang terinfeksi CMA melalui jaringan hifanya mampu menyerap air dan sekali gus membawa unsur hara seperti N, P dan K yang selanjutnya ditransfer ke tanaman.

Untuk pengelolaan pada tanah yang digunakan dalam penelitian ini sangat perlu dilakukan secara pendekatan PHSL dan pemberian CMA. Cara ini kebutuhan pupuk disesuaikan dengan kandungan hara ditanah dan kebutuhan tanaman (Dobermann dkk, 2003). Sedangkan CMA sendiri dapat memperbaiki sifat kimia dan biologi tanah. Selanjutnya menurut Buckman dan Brady (1964) pemberian pupuk yang berlebihan terutama pada tanah-tanah yang bereaksi masam akan dapat meningkatkan fiksasi hara tersebut serta terjadinya defisiensi terhadap hara lainnya.

3. Bobot Kering Tanaman

(52)

Rata-rata dengan peningkatan dosis pupuk hingga 100% rekomendasi memberikan peningkatan bobot kering tanaman. Hal yang sama juga terlihat dengan pemberian CMA. Bobot kering tanaman terendah (19.82 g batang-1) diperoleh pada tanpa pemberian pupuk dan CMA. Rendahnya bobot kering tanaman yang dihasilkan dibandingankan perlakuan lainnya diduga tanaman walaupun sudah mengambil hara P dan K yang cukup tersedia ditanah, namun yang menjadi faktor untuk pertumbuhan seperti unsur hara N ketersediaannya ditanah yang digunakan sangat rendah sehingga memberikan pertumbuhan tanaman yang kurang sempurna. Syafruddin dkk, (2006) mengemukakan hasil yang sama dimana hara N adalah menjadi faktor pembatas yang dominan untuk mendapatkan pertumbuhan dan peningkatan hasil tanaman jagung.

4. Serapan Hara N, P, dan K Tanaman

Serapan hara N, P, dan K oleh tanaman sangat dipengaruhi oleh pemberian pupuk dan CMA serta kedua perlakuan yang diuji memberikan interaksi yang sangat nyata. Serapan N, tertinggi (2.59 g batang-1) adalah pada kombinasi pemberian 100% dari rekomendasi pupuk dan 5 g pot-1 CMA. Serapan P tertinggi 90.15 mg batang-1 atau 0.09 g batang-1 pada kombinasi 100% dari rekomendasi pupuk dan 15 g pot-1 CMA dan serapan K terbanyak yaitu 2.84 g batang-1 adalah pada pemberian 100% dari rekomendasi pupuk. Serapan hara N, dan P terendah adalah pada tanpa pemberian pupuk dan CMA (0.25 g dan 17.42 mg) dan K (0.75 g batang-1) pada pemberian 20 g pot-1 CMA.

(53)

berhubungan dengan tingkat ketersediaan K ditanah yaitu digolongkan tinggi, sementara terhadap unsur P walaupun ketersediaannya ditanah tinggi, tanaman sangat terbatas kemampuannya dalam mengambil karena unsur P tidak mobil ditanah serta mudah terfiksasi oleh mineral liat. Menurut Buckman dan Brady (1964) disamping kelarutan hara ditanah faktor yang menentukan terhadap serapan hara oleh tanaman adalah jumlah falensi atom yang bersangkutan. Jumlah falensi yang kecil lebih mudah terserap dibandingkan jumlah falensi tinggi.

Tingginya serapan K oleh tanaman juga didapatkan oleh Syafruddin dkk (2006) dimana serapan N, P dan K tanaman jagung pada tanah Inceptisol berturut-turut 39.8 ; 7.4, dan 74.3 kg ha-1. Tingginya serapan K oleh tanaman sangat berguna dalam memperkuat dinding sel tanaman serta mengaktifkan enzim terutama terkosentrasi pada meristem. Kalium juga berfungsi dalam pertumbuhan sel, pembentukan gula, pati dan karbohidrat (Dobermann dan Fairthurts, 2000). Mosier

dkk (1988) untuk mendapatkan hasil tanaman jagung sebanyak 9,5 t ha-1 pipilan

kering diserap unsur hara N sebanyak 62 kg, P 8 kg dan K sebanyak 157 kg ha-1 dalam brangkasan.

(54)

tanaman lebih cenderung mengambil K yang bersumber dari pupuk. Hara N dan P sama-sama dipengaruhi oleh pupuk dan CMA. Terjadinya hal ini karena umumnya CMA lebih cenderung mengambil N dan P serta hara lainnya melalui serapan air oleh jaringan hifa. Adanya enzim fosfatase yang dihasilkan oleh CMA akan mempercepat kelarutan P ditanah. Bolan (1991) melaporkan bahwa kecepatan masuknya P kedalam tanaman yang terinfeksi CMA dapat mencapai enam kali lebih cepat dari pada kecepatan masuknya P melalui rambut akar tanaman yang tidak terinfeksi CMA. Kabirun (2002) melaporkan pemberian beberapa jenis CMA pada padi gogo serapan P (37.65 mg pot-1) nyata lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian (20.09 mg pot-1).

Endang dan Santosa (2005) menyatakan hal yang sama pemberian CMA sangat nyata meningkatkan serapan P tanaman kacang tanah serta hasil tanaman. Serapan N juga meningkat sejalan dengan meningkatnya serapan P oleh tanaman. Azcon dkk, (1992) menyatakan bahwa khususnya pada tanaman kacang-kacangan interaksi CMA dengan bakteri penambat N saling memberikan keuntungan. Unsur N yang dilepaskan oleh penambat N akan dimanfaatkan oleh CMA sementara P yang dilepaskan oleh CMA akan dimanfaatkan oleh penambat N, sehingga kedua bentuk hubungan ini akan memberikan keuntungan ganda bagi tanaman dalam penyerapan hara N dan P.

5. Derajat Infeksi CMA pada Akar Tanaman

(55)

meningkatnya pemberian pupuk dan CMA. Pemberian pupuk saja rata-rata persen infeksi lebih rendah bila dibandingkan dengan pemberian pupuk yang diikuti dengan penambahan CMA. Persen infeksi terendah (10%) terlihat pada tanpa pemberian pupuk dan CMA. Pemberian pupuk hingga 75% rekomendasi tanpa diikuti penambahan CMA persen infeksi meningkat hingga 30%. Hal ini memperlihatkan bahwa CMA alami yang terdapat ditanah kosentrasinya masih rendah dengan penambahan pupuk dapat meningkakan aktifitasnya. Nuhamara (1993) mengemukakan bahwa aktifitas CMA ditanah juga dipengaruhi oleh sifat kimia tanah. Pemberian CMA hingga 15 g pot-1 serta 75% rekomendasi pupuk memperlihatkan peningkatan aktifitasnya dalam menginfeksi akar tanaman dan memberikan persen infeksi yang tertinggi (63.33%). Peningkatan dosis CMA dan pupuk rata-rata memberikan persen infeksi yang menurun. Muzar (2006) mengemukakan hal yang sama bahwa tinggi rendahnya persen infeksi CMA pada akar tanaman jagung sangat dipengaruhi oleh pemberian CMA dan pupuk fosfat. Meskipun pemberian CMA menunjukan persen infeksi CMA lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian, tetapi besarnya peningkatan sangat dipengaruhi oleh takaran pupuk fosfat yang diberikan. Pemberian 1-2 t ha-1 fosfat alam (KSP) persen infeksi nyata yang tertinggi dan peningkatan hingga 3-4 t ha-1 persen infeksi cenderung menurun.

(56)
(57)

jagung dengan penambahan CMA pada pemberian 100% rekomendasi pupuk dimungkinkan karena tanaman yang terinfeksi CMA melalui jaringan hifanya mampu memperluas bidang serapan akar sehingga tanaman mendapatkan suplai hara yang cukup untuk pertumbuhan dan peningkatan hasil tanaman (Cruz, 1991).

7. Hubungan Serapan N, P, dan K dengan Hasil Pipilan Kering

Hubungan serapan hara N, P dan K tanaman dengan hasil pipilan kering jagung (Gambar 1, 2 dan 3) bersifat kuadratik. Keeratan hubungan antara serapan hara N, P, dan K dengan hasil pipilan kering jagung adalah searah yaitu meningkatnya serapan hara diikuti oleh peningkatan hasil pipilan kering jagung. Korelasi tertinggi (R2 = 0.7448) adalah pada serapan N tanaman dan selanjutnya diikuti oleh serapan P (R2 = 0.6953) dan K (R2 = 0.6517). Data korelasi ini menggambarkan bahwa serapan N dalam penelitian ini sangat menentukan terhadap kenaikan hasil. Sedangkan terhadap unsur P dan K tidaklah menjadi faktor pembatas. Hasil yang sama dilaporkan oleh Syafruddin dkk (2006) bahwa unsur N menjadi faktor pembatas yang dominan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan hasil pipilan kering jagung ditanah Inceptisol Wolangi setelah itu disusul oleh hara K dan P.

(58)

dibutuhkan untuk mendapatkan 1 kg biji kering, dalam penelitian ini sejalan pula dengan serapan hara tanaman dimana unsur K merupakan hara yang terbanyak diserap oleh tanaman. Banyaknya K yang diserap juga sangat berkaitan dengan K yang tersedia ditanah yaitu digolongkan tinggi. Hasil yang sama juga diungkapkan oleh Mosier dkk (1988) bahwa untuk mendapatkan 1 ton biji kering jagung dibutuhkan 6.53 kg N, 0.84 kg P dan 16.53 kg K dalam brangkasan. Sementara terhadap unsur P walaupun dibutuhkan sangat rendah untuk menghasilkan 1 kg biji kering jagung Bila dilihat dari kadar hara N, P, dan K yang ada di tanah sebelum perlakuan hal ini memberikan hubungan yang sama dimana ketersediaan N ditanah digolongkan sangat rendah sedangkan P dan K digolongkan tinggi sehingga dalam hal ini tanaman sangat membutuhkan hara N yang lebih banyak. Dobermann dkk (2003) menyatakan bahwa tanaman jagung membutuhkan hara yang seimbang terutama antara hara N, P, dan K. Selanjutnya Lingga dan Marsono (2001) mengatakan bahwa unsur N dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil.

8. Efisiensi Agronomis

(59)

kecenderungan tingkat efisiensi menurun dengan meningkatnya pemberian CMA. Sebaliknya pemberian 100% dari rekomendasi pupuk, tingkat efisiensi meningkat dengan meningkatnya pemberian CMA. Tingkat efisiensi terendah adalah 40.06 g diperoleh pada pemberian 100% dari rekomendasi pupuk.

(60)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. CMA dan pupuk dapat meningkatkan N-total, P-tersedia dan K-dd tanah serta bobot kering tanaman dan serapan hara N, P dan K oleh tanaman.

2. Pemberian pupuk sebanyak 160:128:160 kg ha-1 Urea:SP-36:KCl (100% rekomendasi) menghasilkan pipilan kering jagung sebanyak 100.29g batang-1 namun bila ditambahkan 20g CMA pot-1 hasil pipilan kering meningkat hingga 153.22g batang-1 dan tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya.

(61)

4. Efektifitas CMA dalam mengefisienkan penggunaan pupuk terlihat pada pemberian 75% pupuk (120:96:120kg ha-1 Urea:SP-36:KCl) yang diikuti dengan penambahan 5g CMA pot-1 pada kombinasi ini mampu menghasilkan pipilan kering sebanyak 113.47g batang-1 dan lebih tinggi 13.18 g dibandingkan pemberian 100% pupuk saja.

Saran

Dari hasil penelitian dapat disarankan rekomendasi pupuk pada lokasi Tiga Binanga adalah sebanyak 120:96:120 kg ha-1 (Urea:SP-36:KCl) yang diikuti dengan penambahan 15 g CMA.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Atrash. 1997. Influence of arbuscular mychorhizae and phosphorus on growth, nodulation and N2 fixation N in Medicago sativa at four salinity level. Biol.

Fertil. Soils : 24.81- 86p

Ali, G, M., E. F, Husin., N. Hakim dan Kasli. 1997. Pemberian mikoriza arbuskula untuk meningkatkan efisiensi pemupuk an fosfat Tanaman padi gogo pada tanah ultisol dengan perunut P.32. Hal 597-605 Prosiding kongres Nasional VI. HITI . Jakarta

Anderson, G. 1966. Nucleic acids, derivatives and organik Phosphates in soil Biochemistry. Ed A. D. Mc. Laren and G.H. Peterson. Marcel Dekker. Inc New York

Azcon, R., Rubio, R.,and Barea, J.M. 1991. Selective interactions between Different spesies of mycorrhizal fungi and Rhizobium meliloti strains and theirs effects

(62)

Bolan, N. S. 1991. A critical review on the role of mycorrhizal fungi in the uptake of phosforus by plants. Plant and Soil 134: 189-207p

Boyer. 1972. Soil Potasium In Soil the Humid Tropics : p 102 -135 ed. M.Drosdoff National Academic of Science. Washington DC

Buckman, H.O dan N.C.Brady. 1964. The Nature and Properties of Soils. The Mc Millan Co. New York. 569p

Cooke, G .W. 1985. Fertillizing for maximum yield. Granada Publishing Lmt London. 75-87p

Cruz, De La, R.E. 1991. Final report of the consultant on mycorrhizal Program Development in the IUC Biotechnology Center. PAU-IPB, Bogor.

Delwiche, C. C. 1970. The biosphere. Scientific Amer : p 71 – 80 . W.H.Freeman Inc, San Fransisco.

Dobermann, A and T. Fairthurts. 2000. Rice nutrient disorders and nutrient management. International Rice Research Institute (IRRI). Los Banos.192p

Dobermann, A., T. Arkebauer., K. G. Casman., R. A. Drijber., J. L. Lindquist., J. E. Specht., D .T. Walters.,H. Yang.,D. Miller.,D.L. Binder., G.Teichmeir R.B. Ferguson and C. S. Wortmann. 2003. Understanding com yield potential in different Enfironments. p 67-82. In L. S. Murphy (ed) Fluid focus : the third decade. Proceedings of the 2003 Fluid forum, Vol. 20 Endang., P dan Santosa. 2005. Efisiensi pemupukan Fosfat ketahanan terhadap

kekeringan dan pertumbuhan kacang tanah (Arachis hypogae.L) dengan

inokulasi jamur mikorizavesikular-arbuskular pada tanah berkapur. Program

Studi Biologi Sekolah Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta.15 hal

Girsang, S. S. 2007. Pengujian pengelolaan hara spesifik lokasi pada tanaman jagung (Zea mays.L) di tanah Andic Eutrudept Kecamatan Tiga Binanga Kabupaten

Karo. Tesis Pasca Sarjana USU Program Studi Ilmu Tanah. 83 hal.

(63)

Hasanudin. 2003. Peningkatan ketersediaan dan serapan N dan P serta hasil tanaman jagung melalui inokulasi mikoriza, azotobahter dan bahan organik

pada ultisol. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Jurnal Ilmu Pertanian

Indonesia. Vol 5 (2). Hal 83-89.

Harjowigeno. S. 1985. Genesis dan klasifikasi tanah. Fakultas Pasca Sarjana IPB Bogor.

Isa.,A.F.K. Nugroho., Sukarman., dan F. Agus. 2005. Final report soil profil Description site spesific nutrient management for mize experimental site in

North Sumatera, Lampung. Central Java. East Java and south Sulawesi Indonesian Soil Research Institute in colaboration with PPI/PPIC/IPI and

SEAP. September 2005.3-8p

Jamil. A., S. S.Girsang., D. Parhusip., Helmi., M. P. Yufdy., Akmal, K. El-Ramija N. Chairuman dan D. R .Siagian. 2006. Pendampingan pengelolaan hara

spesifik lokasi jagung di Sumatera Utara Laporan Pengkajian BPTP Sumut

Kabirun, S. 2002. Tanggap padi gogo terhadap inokulasi mikoriza arbuskula dan pemupukan fosfat dientisol. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Vol 3 (2) hal 49-56.

Kilham,K. 1994. Soil Ecology. Cambridge Univercity Press

KimK, Y., D. Jordan, and Mc Donald. 1998. Effect of phosphate Solubilizing bacteria and vesicular arbuscular mcorhizal on tomato growth and soil

microbial activity. Biol. Fertil. Soils 26 : 79-87p

Kormanik, P. P dan Mc Graw, A. C. 1982. Quantification of VA mycorrhizae in plant root.Dalam N.C.Schenk (Ed) Methodsand principles of mycorrhizae research. The American Phytop. Soc 46:37-45p

(64)

Mansur, I. 2003. Gambaran umum cendawan mikoriza arbuskula (CMA). Makalah (tidak dipublikasikan) pada teknikal asistensi dalam penelitian mikoriza Fakultas Pertanian Haluoleo Kendari.

Marschner, H. 1995. Mineral nutrition of higher plants. Academic Press. New York p 265-587.

Mc Gonigle, T, P ,M., dan M, H, Miller. 1993. Mycorhizal development and phosphorus absorption in mize under conventional and reduced tillage. Soil

Sci.Soc.Am.J. 57(4):1002-1006p

Mengel. K dan E. A .Kirkby. 1979. Principles of plant nutrition. 593p. Internatio- al Potash Institute, Werblanfen Bern. Switzerland

Mosse, B. 1981. Vesicular arbuscular Mycorhizal research for tropical agriculture Res Bull, 194. Hawaii Inst. Of Trop. Agric and human resources. Univ

of Hawaii, Honolulu. Morte, A., C. Lovisolo dan A. Schubert. 2000. Effect

of drught stress on growth and water relations ofthe mycorrhizal

association Hellianzemun almerianse, tervesia claveryl Mycorrhizal. J.10/ 3:115-119.

Mosier, Olson, R. A and D. H. Sander. 1988. Corn production In Monograph Agronomy vorn and corn improvement. Wisconsin. 639-686p.

Muzar, A. 2006. Respon tanaman jagung (Zea mays.L) kultifar arjuna dengan populasi tanaman bervariasi terhadap mikoriza vesikular arbuskular

(MVA) dan kapur pertanian super fosfat (KSP) pada Ultisol. Jurnal Akta Agrosia Vol.9 No.2 hal 75-85.

Nuhamara, S. T. 1993. Peranan mikoriza untuk reklamasi lahan kritis Program pelatihan Biologi dan Bioteknologi Mikoriza

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 2002. Peta potensi pengembangan lahan jagung di Indonesia. Bahan pameran pada festival jagung pangan pokok

(65)

Rao, N. S. Shuba. 1994. Mikroorganisme tanah dan petumbuhan tanaman. Edisi 2 Universitas Indonesia

Singh, U,.J. K. Ladha,. E. G. Castilo,.G. Punzalan,.A. Tiro,.Padre,.M Duqueza. 1998 Genotype variation in nitrogen use efficiency in medium and long duration

rice. Field Crops Research 58:35-53

Soelaiman, M, Z.,dan H. Hirata. 1995. Effect of indigenos arbuscular mycorhizal Fungi in paddy fields rice growth and NPK nutrition under different water regimes. Soil Sci.Plant Nutr :41(3)505-514

Subagyo, H., N. Suharta dan A. B. Siswanto. 2000. Tanah-tanah pertanian di Indonesia. Dalam Sumberdaya lahan Indonesia dan pengelolaannya.

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. 21-65 hal.

Suseno, H. 1974. Fisiologi tumbuhan dan metabolisme dasar dan beberapa aspek nya. Departemen Botani, Fakultas Pertanian IPB Bogor.

Syafruddin., M. Rauf ., Rahmi. Y., Arvan dan M. Akil. 2006. Kebutuhan pupuk N, P, dan K tanaman jagung pada tanah Inceptisol Haplustepts. PP Pusat

Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Vol 25 No.1:1-8

Taslim, H., Soetjipto, P., dan Subandi. 1993. Pemupukan padi sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor

Thomas,R, S.,R .L. Franson and G. J. Bethlenvalvay.1993. Sepration of arbuscular mycorhizal fungus and root effect on soil aggregation. Soil Sci.Am.J 57: 77-81p.

Warta Badan Litbang Pertanian. 2007. Jagung hibrida unggul baru. Vol.29 No.4 Jakarta.

Widada, J dan S, Kabirun. 1997. Peranan mikoriza vesicular arbuskular dalam pengelolaan tanah mineral masam. Hal 589-595 Prosiding konggres Nasional VI. HITI . Jakarta

Witt, C. 2005. The development of site specific nutrient management for maize in Asia. Makalah pada seminar dan lokakarya Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi untuk tanaman jagung Medan.

(66)

stability and glomalin, a glycoprotein produced by hyphae of arbuscular

mycorhizal fungi. Plant and Soil 198 : 97-107

(67)

Lampiran 1. Analisis sidik ragam N-total tanah setelah perlakuan

Lampiran 2. Analisis sidik ragam P-tersedia tanah setelah perlakuan

db JK KT F.hit F.5% F.1%

Lampiran 3. Analisis sidik ragam K-dd tanah setelah perlakuan

db JK KT F.hit F.5% F.1%

Lampiran 4. Analisis sidik ragam bobot kering tanaman pada VI MST

(68)

Lampiran 5. Analisis sidik ragam serapan N tanaman pada VI MST

Lampiran 6. Analisis sidik ragam serapan P tanaman pada VI MST

db JK KT F.hit F.5% F.1%

Lampiran 7. Analisis sidik ragam serapan K tanaman pada VI MST

db JK KT F.hit F.5% F.1%

Lampiran 8. Analisis sidik ragam derajat infeksi CMA pada akar VI MST

(69)

Lampiran 9. Analisis sidik ragam hasil pipilan kering jagung

Lampiran 10. Analisis regresi serapan N dan Hasil pipilan kering

db JK KT F Significance F

Regression 1 13996.07 13996.07 20.849658 0.000151348

Residual 22 14768.28 671.2856

Total 23 28764.36

Lampiran 11. Analisis regresi serapan P dan Hasil pipilan kering

db JK KT F Significance F Regression 1 17828.94 17828.945 35.86849 4.99954E-06 Residual 22 10935.41 497.06421

Total 23 28764.36

Lampiran 12. Analisis regresi serapan K dan Hasil pipilan kering

db JK KT F Significance F Regression 1 17593.167 17593.167 34.6471294 6.35882E-06 Residual 22 11171.19 507.78138

(70)

Lampiran 13. Deskripsi jagung varietas DK.3

Umur : 95-105 hari Batang : Tegak Tinggi Tanaman : 240 cm

Daun : Panjang, lebar dan sedikit tegak Warna Daun : Hijau

Bobot Tongkol : 395 g

Tipe Biji : Mutiara Baris Biji : Rapat Warna Biji : Kuning kemerahan Jumlah baris biji/tongkol : 14-16 baris

Bobot 100 biji : 41 g Hasil rata-rata : 7.8 t/ha

Potensi Hasil : 12.1 t/ha

Ketahanan terhadap penyakit : Tahan terhadap hawar daun dan karat daun

(71)

Lampiran 14. Prosedur Analisis Tanah 14.1. pH (H2O) 1 : 5

Metode : Elektrometry Cara Kerja :

Timbang 10 g contoh tanah lolos ukuran 2 mm dan pindahkan kedalam botol kocok. Tambahkan 50 ml aquades, kocok selama 30 menit dan baca pH nya dengan alat pH meter yang terlebih dahulu sudah distandarisasi dengan larutan buffer pH 4 dan pH 7.

14.2. C-organik

Metode : Spectrophotometry Cara Kerja :

Gambar

Tabel 1.  Hasil analisis contoh tanah Tiga Binanga sebelum perlakuan                Laboratorium Tanah BPTP Sumatera Utara (2007)
Tabel 2.  N-total (%) tanah setelah perlakuan (VI MST) terhadap pemberian                CMA dan pupuk Rekomendasi CMA (g pot-1)
Tabel 3.  Ketersediaan P (ppm) ditanah setelah perlakuan (VI MST) terhadap                 pemberian CMA dan pupuk Rekomendasi CMA (g pot-1) Rataan
Tabel 5.  Rata-rata bobot kering tanaman (g batang-1               pemberian CMA dan pupuk ) pada VI MST terhadap RekomendasiCMA (g pot-1) Rataan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil uji skala Lickert, sebesar 81.3% masuk kategori sangat setuju, maka dapat disimpulkan bahwa aplikasi sistem pakar yang dibangun sudah sesuai dengan tujuannya

Mereka menjelaskan gaya hidup ini dengan menggunakan prinsip jahiliyyah (ketidaktahuan), dengan alasan bahwa mereka yang tidak menjalankan agama seperti mereka adalah

spektr anya dan kemometr ika (SIMCA dan PCA) digunakan untuk mengolah data spektr anya dengan menggunakan bahan kopi Ar abika dan Robusta yang ber asal dar i Lampung Bar at

menyatakan bahwa kerekteristik TI yang berpengaruh pada keputusan mengadopsi TI adalah manfaat relative, kesesuain TI dengan pengguna, biaya yang digunakan untuk

Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe make a match adalah suatu pembelajaran yang mencari pasangan sambil berjalan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respons pastura campuran pada berbagai tingkat naungan dan pemupukan terhadap produksi hijauan (bahan kering), kandungan

UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK MELALUI BERMAIN AIR”BERENANG” KELOMPOK B TK PERTIWI TOYAREJA KECAMATAN PURBALINGGA KABUPATEN PURBALINGGA.. SEMESTER GENAP TAHUN