• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

5. Derajat Infeksi CMA pada Akar Tanaman

Banyaknya infeksi CMA pada akar tanaman sangat dipengaruhi oleh pemberian pupuk dan CMA. Rata-rata infeksi CMA meningkat dengan

meningkatnya pemberian pupuk dan CMA. Pemberian pupuk saja rata-rata persen infeksi lebih rendah bila dibandingkan dengan pemberian pupuk yang diikuti dengan penambahan CMA. Persen infeksi terendah (10%) terlihat pada tanpa pemberian pupuk dan CMA. Pemberian pupuk hingga 75% rekomendasi tanpa diikuti penambahan CMA persen infeksi meningkat hingga 30%. Hal ini memperlihatkan bahwa CMA alami yang terdapat ditanah kosentrasinya masih rendah dengan penambahan pupuk dapat meningkakan aktifitasnya. Nuhamara (1993) mengemukakan bahwa aktifitas CMA ditanah juga dipengaruhi oleh sifat kimia tanah. Pemberian CMA hingga 15 g pot-1 serta 75% rekomendasi pupuk memperlihatkan peningkatan aktifitasnya dalam menginfeksi akar tanaman dan memberikan persen infeksi yang tertinggi (63.33%). Peningkatan dosis CMA dan pupuk rata-rata memberikan persen infeksi yang menurun. Muzar (2006) mengemukakan hal yang sama bahwa tinggi rendahnya persen infeksi CMA pada akar tanaman jagung sangat dipengaruhi oleh pemberian CMA dan pupuk fosfat. Meskipun pemberian CMA menunjukan persen infeksi CMA lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian, tetapi besarnya peningkatan sangat dipengaruhi oleh takaran pupuk fosfat yang diberikan. Pemberian 1-2 t ha-1 fosfat alam (KSP) persen infeksi nyata yang tertinggi dan peningkatan hingga 3-4 t ha-1 persen infeksi cenderung menurun.

Hasil pipilan kering jagung sangat dipengaruhi oleh pemberian CMA dan tingkat rekomendasi pupuk. Perlakuan yang diuji juga memberikan hubungan interaksi. Rata-rata pipilan kering meningkat dengan meningkatnya tingkat rekomendasi pupuk hingga 100%. Pemberian 100% rekomendasi pupuk menghasilkan pipilan kering sebanyak 100.29 g. Sedangkan pada tanpa pemberian pupuk hasil pipilan kering yang diperoleh hanya sebanyak 10.55 g batang-1. Rendahnya hasil yang diperoleh pada tanpa pemberian pupuk diduga sangat berkaitan dengan tingkat ketersediaan hara N ditanah yang digolongkan rendah, walaupun ketersediaan P dan K sudah digolongkan tinggi. Ketidak seimbangan hara N, P dan K ini memberikan pengaruh terhadap penyerapan hara lainnya sebagai mana telah diuraikan pada pembahasan bobot kering tanaman sebelumnya. Hasil yang sama juga dilaporkan Girsang (2007) bahwa tanpa pemberian pupuk hasil pipilan kering jagung yang diperoleh pada tanah Inceptisol Tiga Binanga hanya 528 g. Namun bila dilakukan pemberian pupuk melalui pendekatan PHSL yang didasarkan kepada tingkat keseimbangan hara dengan kebutuhan tanaman hasil pipilan kering yang diperoleh nyata lebih tinggi seberat 1476.5 g. Pemberian 100% rekomendasi pupuk saja dan selanjutnya yang diikuti dengan penambahan CMA sebanyak 20 g pot-1 mampu meningkatkan hasil pipilan kering dari 100.29 g hingga 153.22 g batang-1 dan ini merupakan hasil pipilan kering tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Meningkatnya hasil tanaman jagung dengan pemberian CMA dilaporkan berturut-turut oleh Muzar (2006), Hasanudin (2003) serta pada tanaman kacang tanah dilaporkan oleh Endang dan Santosa (2005). Meningkatnya hasil pipilan kering

jagung dengan penambahan CMA pada pemberian 100% rekomendasi pupuk dimungkinkan karena tanaman yang terinfeksi CMA melalui jaringan hifanya mampu memperluas bidang serapan akar sehingga tanaman mendapatkan suplai hara yang cukup untuk pertumbuhan dan peningkatan hasil tanaman (Cruz, 1991).

7. Hubungan Serapan N, P, dan K dengan Hasil Pipilan Kering

Hubungan serapan hara N, P dan K tanaman dengan hasil pipilan kering jagung (Gambar 1, 2 dan 3) bersifat kuadratik. Keeratan hubungan antara serapan hara N, P, dan K dengan hasil pipilan kering jagung adalah searah yaitu meningkatnya serapan hara diikuti oleh peningkatan hasil pipilan kering jagung. Korelasi tertinggi (R2 = 0.7448) adalah pada serapan N tanaman dan selanjutnya diikuti oleh serapan P (R2 = 0.6953) dan K (R2 = 0.6517). Data korelasi ini menggambarkan bahwa serapan N dalam penelitian ini sangat menentukan terhadap kenaikan hasil. Sedangkan terhadap unsur P dan K tidaklah menjadi faktor pembatas. Hasil yang sama dilaporkan oleh Syafruddin dkk (2006) bahwa unsur N menjadi faktor pembatas yang dominan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan hasil pipilan kering jagung ditanah Inceptisol Wolangi setelah itu disusul oleh hara K dan P.

Berdasarkan analisis korelasi dari masing-masing serapan hara, maka hasil pipilan kering jagung maksimum yang diperoleh adalah 128.06 ; 111.17 dan 108.31 g batang-1 masing-masing terhadap serapan hara N, P, dan K. Hara yang diserap untuk menghasilkan 1 kg biji kering dibutuhkan 15.61 g N, 0.72 g P dan 23.08 g K atau setara dengan 34.69 g Urea, 4.58 g SP-36 dan 46.16 g KCl. Lebih banyaknya K yang

dibutuhkan untuk mendapatkan 1 kg biji kering, dalam penelitian ini sejalan pula dengan serapan hara tanaman dimana unsur K merupakan hara yang terbanyak diserap oleh tanaman. Banyaknya K yang diserap juga sangat berkaitan dengan K yang tersedia ditanah yaitu digolongkan tinggi. Hasil yang sama juga diungkapkan oleh Mosier dkk (1988) bahwa untuk mendapatkan 1 ton biji kering jagung dibutuhkan 6.53 kg N, 0.84 kg P dan 16.53 kg K dalam brangkasan. Sementara terhadap unsur P walaupun dibutuhkan sangat rendah untuk menghasilkan 1 kg biji kering jagung Bila dilihat dari kadar hara N, P, dan K yang ada di tanah sebelum perlakuan hal ini memberikan hubungan yang sama dimana ketersediaan N ditanah digolongkan sangat rendah sedangkan P dan K digolongkan tinggi sehingga dalam hal ini tanaman sangat membutuhkan hara N yang lebih banyak. Dobermann dkk (2003) menyatakan bahwa tanaman jagung membutuhkan hara yang seimbang terutama antara hara N, P, dan K. Selanjutnya Lingga dan Marsono (2001) mengatakan bahwa unsur N dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil.

8. Efisiensi Agronomis

Pemberian pupuk pada tingkat rekomendasi yang lebih tinggi, rata-rata memberikan tingkat efisinsi yang lebih rendah. Sebaliknya dengan pemberian pupuk yang lebih rendah rata-rata memberikan tingkat efisiensi yang lebih tinggi. Kombinasi pemberian CMA sebanyak 10 g pot-1dan tingkat rekomendasi pemberian pupuk sebanyak 25% memberikan tingkat efisiensi yang tertinggi (93.93 g) dan ada

kecenderungan tingkat efisiensi menurun dengan meningkatnya pemberian CMA. Sebaliknya pemberian 100% dari rekomendasi pupuk, tingkat efisiensi meningkat dengan meningkatnya pemberian CMA. Tingkat efisiensi terendah adalah 40.06 g diperoleh pada pemberian 100% dari rekomendasi pupuk.

Menurut Witt (2007) bahwa tingkat efisiensi agronomis pada suatu lokasi sangat menentukan terhadap jumlah pupuk yang diberikan. Semakin tinggi efisiensi agronomis maka semakin kecil jumlah pupuk yang diberikan. Sebaliknya semakin rendah efisiensi agronomis maka jumlah pupuk yang diberikan semakin banyak. Banyaknya jumlah pupuk yang diberikan tidak menjamin terhadap peningkatan hasil. Terlihat pada pemberian 100% dari rekomendasi pupuk tingkat efisiensi yang dihasilkan sangat rendah (40.06g). Bila pemberian 100% rekomendasi pupuk ditambahkan CMA hingga 20g pot-1 tingkat efisiensi meningkat hingga 63.69g. Dari data ini tercermin bahwa pemberian CMA dapat mengefisienkan penggunaan pupuk.

Dokumen terkait