7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Pengembangan
Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral sesuai dengan kebutuhan Sedangkan untuk usaha yang berskala besar dan mapan , terutama di bidang teknologi industri yang terkait “Pengembangan usaha” istilah yang sering mengacu pada pengaturan dan mengelola hubungan strategis dan aliansi dengan yang lain, perusahaan” Dalam hal ini perusahaan dapat memanfaatkan satu sama lain keahlian , teknologi atau kekayaan intelektual untuk memperluas kapasitas mereka untuk mengidentifikasi, meneliti, menganalisis dan membawa bisnis dan spare partproduk baru, pengembangan bisnis berfokus pada implementasi dari rencana bisnis strategis melalui ekuitas pembiayaan, akuisisi/divestasi teknologi, produk, dan lain-lain.
2.2. Definisi Strategi
Pengertian strategi ada beberapa macam sebagaimana dikemukakan oleh para ahli dalam buku karya mereka masing - masing. Kata strategi berasal dari kata Strategos dalam bahasa Yunani merupakan gabungan dari Stratos atau tentara dan ego atau pemimpin. Suatu strategi mempunyai dasar atau skema untuk mencapai sasaran yang dituju. Jadi pada dasarnya strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan.
Menurut Marrus dalam Leopard (2011) strategi didefinisikan sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Selanjutnya Quinn dalam Budiantoro (2010) mengartikan strategi merupakan pola atau rencana yang mengintegrasikan tujuan tujuan utama, kebijakan kebijakan, urutan urutan aksi ke dalam keseluruhan yang saling terkait. Strategi diformulasikan dengan
baik akan membantu penyusunan dan pengalokasian sumber daya yang dimiliki perusahaan menjadi suatu bentuk yang unik dan dapat bertahan. Strategi yang baik disusun berdasarkan kemampuan internal dan kelemahan perusahaan, antisipasi perubahan dalam lingkungan, serta kesatuan pergerakan yang dilakukan oleh mata-mata musuh.
Dari kedua pendapat diatas, maka strategi dapat diartikan sebagai suatu rencana yang disusun oleh manajemen puncak untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Rencana ini meliputi : tujuan, kebijakan, dan tindakan yang harus dilakukan oleh suatu organisasi dalam mempertahankan eksistensi dan menenangkan persaingan, terutama perusahaan atau organisasi harus memilki keunggulan kompetitif. Hal ini seperti yang diungkapkan Ohmae dalam Tommy (2010) bahwa strategi bisnis, dalam suatu kata, adalah mengenai keunggulan bersaing. Satu-satunya tujuan dari perencanaan strategis adalah memungkinkan perusahaan memperoleh, seefisien mungkin, keunggulan yang dapat mempertahankan atas saingan mereka. Strategi koorperasi dengan demikian mencerminkan usaha untuk mengubah kekuatan perusahaan relatif terhadap saingan dengan seefisien mungkin.
Setiap perusahaan atau organisasi, khususnya jasa, bertujuan untuk memberikan pelayanan yang baik bagi pelanggannya. Oleh karena itu, setiap strategi perusahaan atau organisasi harus diarahkan bagi para pelanggan. Hal ini seperti yang dijelaskan Hamel dan Prahalad dalam Karsidi (2012) “bahwa strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental(senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan”. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Misalnya strategi itu mungkin mengarahkan organisasi itu ke arah pengurangan biaya, perbaikan kualitas, dan memperluas pasar. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.
Goldworthy dan Ashley dalam Lusi (2012: 12) mengusulkan tujuh aturan dasar dalam merumuskan suatu strategi sebagai berikut :
a. Harus menjelaskan dan menginterpretasikan masa depan, tidak hanya masa sekarang.
b. Arahan strategi harus bisa menentukan rencana dan bukan sebaliknya. c. Strategi harus berfokus pada keunggulan kompetitif, tidak semata - mata
pada pertimbangan keuangan.
d. Harus diaplikasikan dari atas ke bawah, bukan dari bawah ke atas. e. Strategi harus mempunyai orientasi eksternal.
f. Fleksibilitas adalah sangat esensial.Strategi harus berpusat pada hasil jangka panjang.
Untuk menjamin agar supaya strategi dapat berhasil baik dengan meyakinkan bukan saja dipercaya oleh orang lain, tetapi memang dapat dilaksanakan, Hatten dan hatten dalam Ajang (2013: 423) memberikan beberapa petunjuknya sebagai berikut :
a. Strategi haruslah konsisten dengan lingkungannya. b. Setiap organisasi tidak hanya membuat satu strategi.
c. Strategi yang efektif hendaknya memfokuskan dan menyatukan semuasumber daya dan tidak menceraiberaikan satu dengan yang lain. d. Strategi hendaknya memusatkan perhatian pada apa yang
merupakankekuatannya dan pada titik-titik yang justru adalah kelemahannya.
e. Sumber daya adalah sesuatu yang kritis.
f. Strategi hendaknya memperhitungkan resiko yang tidak terlalu besar. g. Strategi hendaknya disusun diatas landasan keberhasilan yang
telahdicapai. Jangan menyusun strategi diatas kegagalan.
h. Tanda-tanda dari suksesnya strategi ditampakkan dengan adanya dukungan dari pihak-pihak yang terkait, dan terutama dari para eksekutif, dari semua pimpinan unit kerja dalam organisasi.
Sementara itu menurut Argyris, Mintzberg, Steiner, dan Miner dalam Batin (2013) menyatakan bahwa strategi merupakan respon secara
terus-menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi. Bryson dalam Lusi (2012: 14) menjelaskan bahwa strategi dapat dipandang sebagai pola tujuan, kebijakan, progam tindakan, keputusan atau alokasi sumber daya yang mendefinisikan bagaimna organisasi itu, apa yang dilakukan dan mengapa organisasi melakukannya.
Dari berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pengembangan strategi harus memperhatikan tujuan dan sasaran yang akan dicapai di waktu yang akan datang, selain itu suatu organisasi harus senantiasa berinteraksi dengan lingkungan dimana strategi tersebut akan dilaksanakan, sehingga strategi tersebut tidak bertentangan melainkan searah dan sesuai dengan kondisi lingkungan dan melihat kemampuan internal dan eksternal yang meliputi kekuatan dan kelemahan
organisasinya. Oleh karena itu, strategi merupakan perluasan misi guna menjembatani organisasi dengan lingkungannya. Strategi itu sendiri biasanya dikembangkan untuk mengatasi isu strategis, dimana strategi menjelaskan respon organisasi terhadap pilihan kebijakan pokok. Strategi secara umum akan gagal, pada saat organisasi tidak memiliki konsisten antara apa yang dikatakan, apa yang di usahakan dan apa yang dilakukan.
2.2.1. Peranan Strategi
Dalam lingkungan organisasi atau perusahaan, strategi memiliki peranan yang sangat penting bagi pencapaian tujuan, karena strategi memberikan arah tindakan, dan cara bagaimana tindakan tersebut harus dilakukan agar tujuan yang diinginkan tercapai. Menurut Grant dalam Lusi (2012) strategi memiliki 3 peranan penting dalam mengisi tujuan manajemen, yaitu :
1. Strategi sebagai pendukung untuk pengambilan keputusan. Strategi sebagai suatu elemen untuk mencapai sukses. Strategi merupakan suatu bentuk atau tema yang memberikan kesatuan hubungan antara keputusan-keputusan yang diambil oleh individu atau organisasi.
2. Strategi sebagai sarana koordinasi dan komunikasiSalah satu peranan penting strategi sebagai sarana koordinasi dan komunikasi adalah untuk memberikan kesamaan arah bagi perusahaan.
3. Strategi sebagai target konsep strategi akan digabungkan dengan misi dan visi untuk menentukan di mana perusahaan berada dalam masa yang akan datang. Penetapan tujuan tidak hanya dilakukan untuk memberikan arah bagi penyusunan strategi, tetapi juga untuk membentuk aspirasi bagi perusahaan. Dengan demikian, strategi juga dapat berperan sebagai target perusahaan.
2.2.2. Klasifikasi strategi
Seperti yang dipaparkan oleh Umar (2002:31) bahwa strategi perusahaan dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis perusahaan dan tingkatan tugas. Dilihat dari jenis perusahaan, ada strategi perusahaan konglomerasi yang memiliki beberapa Strategic Bussiness Unit (SBU), dan strategi perusahaan kecil dan hanya memiliki satu SBU. Sedangkan dilihat dari tingkatan tugas, strategi dapat diklasifikasikan menjadi : strategi generik (generic strategy), strategi utama/induk(grand strategy), dan strategi fungsional.
1. Strategi generik,
Menurut Porter dalam Umar (2002:34) strategi generik adalah suatu pendekatan strategi perusahaan dalam rangka mengungguli pesaing dalam industri sejenis. Dalam praktek, setelah perusahaan mengetahui strategi generiknya, untuk implementasinya akan ditindaklanjuti dengan langkah penemuan strategi yang lebih operasional. Kemudian Wheelen dan Hunger dalam Umar (2002:33) membagi strategi generik ini menjadi 3 macam yaitu :
a. Strategi Stabilitas (stability).
Pada prinsipnya, strategi ini menekankanpada tidak bertambahnya produk, pasar, dan fungsi-fungsi perusahaan lain, karena perusahaan berusaha untuk meningkatkan
efisiensi di segala bidang dalam rangka meningkatkan kinerja dan keuntungan. Strategi ini resikonya relatif rendah dan biasanya dilakukan untuk produk yang tengah berada pada posisi kedewasaan (mature).
b. Strategi Ekspansi (Expansion).
Pada prinsipnya, strategi ini menekankan pada penambahan atau perluasan produk, pasar, dan fungsi-fungsi perusahaannya, sehingga aktivitas perusahaan meningkat. Tetapi, selain keuntungan yang ingin diraih lebih besar, strategi ini juga mengandung resiko, kegagalan yang tidak kecil.
c. Strategi Penciutan (Retrenchment).
Pada prinsipnya, strategi ini dimaksudkan untuk melakukan pengurangan atas produk yang dihasilkan atau pengurangan atas pasar maupun fungsi-fungsi dalam perusahaan, khususnya yang chasflow negative. Strategi ini biasanya diterapkan pada bisnis yang berada pada tahap menurun (decline).
2. Strategi Utama
Strategi utama merupakan strategi yang lebih operasional dan merupakan tindak lanjut dari strategi generik.
3. Strategi Fungsional
Strategi fungsional merupakan turunan strategi utama dan lebih bersifat spesifik serta terperinci tentang pengelolaan bidang - bidang fungsional tertentu, sperti bidang pemasaran, bidang keuangan, bidang SDM, bidang pelayanan, dan lain sebagainya.
2.3. Definisi Peningkatan Kualitas (Pelayanan Jasa)
Pada saat berbicara mengenai kualitas pelayanan, maka salah satu konsep yang harus dipahami bersama adalah : apakah yang dimaksud dengan pelayanan atau jasa? serta bagaimana kaitannya antara pelayanan itu sendiri dengan pemasaran. Dalam pemasaran, produk mempunyai arti yang luas, yaitu suatu kesatuan yang ditawarkan pada pasar baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Produk yang berwujud biasa disebut barang (goods) dan produk yang tidak berwujud biasa disebut jasa (service). Seperti yang diungkapkan oleh Kotler dan Armstrong dalam Nugraha (2009) jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Proses produksinya mungkin juga tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik.
Sementara itu Robert D. Reid dalam Nugraha (2009) memberikan penjelasan mengenai jasa adalah sesuatau yang tidak berwujud, tidak seperti produk yang berwujud Jasa bukan barang fisik, tetapi sesuatu yang menghadirkan kegiatan atau perbuatan. Kehadirannya ini umumnya dilakukan atas dasar personal sering berhadap-hadapan langsung antara individu. Christian Gonroos dalam Nanda (2010) mencoba memadukan pengertian jasa sebagai aktivitas dari suatu hakikat yang tidak berwujud yang berinteraksi antara konsumen dan pemberi jasa dan/sumber daya fisik atau barang dan/ system yang memberikan jasa, yang memberikan solusi bagi masalah-masalah konsumen.
2.3.1. Faktor-faktor dalam Pelayanan Jasa
Sistem pelayan jasa terdiri dari faktor-faktor fisik dan tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi jasa tersebut. Pada umumnya kelima faktor-faktor berikut merupakan bagian yang perlu dipertimbangkan dalam sistem pelayanan jasa:
1. Teknologi.
Derajat otomatisasi, peralatan, derajat integrasi vertikal. 2. Aliran Proses.
Urutan kejadian yang digunakan untuk memproduksi jasa. 3. Tipe Proses.
Jumlah kontak yang terlibat (tinggi atau rendah), derajat pelayanan, dan integrasi.
4. Lokasi dan ukuran.
Tempat dimana proses jasa dilokasikan, ukuran setiap tempat jasa tersebut dilaksanakan.Tenaga Kerja. Ketrampilan, jenis oraganisasi, sistem imbalan, derajat partisipasi.
1.3.2.Analisis Aliran Proses
Sebagian besar proses, untuk jasa ataupun manufaktur, dapat diperbaiki dengan membuat diagram alirnya. Ide dasarnya adalah menentukan setiap langkah dalam proses dan menggambarkan suaru diagram alir dari seluruh tahap dan hubunganya. Sebagai hasil dari diagram ini, proses dapat dianalisis untk meningkatkan efisiensi dan pelayanan jasa.
Diagram alir tersebut juga cocok untuk menganalisis cara penggunaan karyawan / mekanik dalam proses. Diagram alir cenderung menimbulkan pertanyaan-pertanyaan, sebab manager dapat dengan mudah menvisualisasikan proses. Dengan lewat aliran fisik, aliran informasi, dan penggunaan karyawan / mekanik, persoalan yang penting menjadi semakin jelas. Diagram alir proses dapat dilihat pada gambar 2.1.
Prosedur Total Care
Casier Customer Management Mekanik
2.3.3. Karakteristik Jasa
Dari pengertian tentang jasa, dapat dikatakan bahwa jasa, mempunyai beberapa karkteristik. Menurut Philip Kotler dalam
Service
Setuju Bayar
Gambar 2.1. Diagram Proses Penyerahan Jasa (service)
Selesai
Check
Ganti Oli Finishing Total Pengeceka Gear dan Rantai
Pengecekan Aki Pengecekan Busi Pengecekan Karbulator Melepas Interior Parkir motor Start
Nugraha (2009), ada empat karekteristik utama jasa yang berpengaruh besar pada perencanaan program pemasaran yaitu :
1. Intangibility (tidak berwujud)
Jasa bersifat intangible, artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Bila barang merupakan suatu objek, alat, material, atau benda; maka jasa justru merupakan perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja (performance), atau usaha.
2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan)
Kegiatan jasa tidak dapat dipisahkan dari pemberi jasa, baik perorangan ataupun organisasi serta perangkat mesin/teknologi. 3. Variability (berubah-ubah/aneka ragam)
Bahwa kualitas jasa yang diberikan oleh manusia dan mesin/peralatan berbedabeda, tergantung pada siapa yang memberi, bagaimana, memberikannya, serta waktu dan tempat jasa tersebut diberikan.
4. Perishability (tidak tahan lama)
Bahwa jasa tidak bisa disimpan untuk kemudian dijual atau digunakan, sehingga pada dasarnya jasa langsung dikonsumsi pada saat diberi. Daya tahan suatu jasa tidak akan menjadi masalah jika permintaan selalu ada dan mantap karena menghasilkan jasa di muka dengan mudah. Bila permintaan turun, maka masalah yang sulit akan segera muncul. Sementara itu Lovelock menyatakan bahwa jasa mempunyai tiga karakteristik utama :
1. More intangible than tangible (cenderung tidak berwujud)
Jasa merupakan perbuatan, penampilan, atau suatu usaha sehingga bila konsumen membeli jasa maka umumnya jasa tersebut tidak berwujud, tetapi bila konsumen membeli suatu barang maka pada umumnya barang tersebut berwujud sehingga dapat dipakai atau ditempatkan disuatu tempat.
2. Simultaneous production and consumption (produksi dan konsumsi serentak)
Jasa diproduksi dan dikonsumsi dalam waktu yang sama artinya penghasil jasa hadir secara fisik pada saat konsumsi berlangsung. 3. Less standardized and uniform (kurang terstandarisasi dan
seragam)
Industri jasa cenderung dibedakan berdasarkan orang (people based) dan peralatan (equipment based). Hasil jasa orang kurang memiliki standarisasi dibandingkan dengan hasil jasa yang menggunakan peralatan. Dengan karakteristik jasa seperti diatas maka bagi konsumen akan menimbulkan kesulitan yang lebih besar dalam mengevaluasi kualitas jasa (service quality) dibanding kualitas barang (good quality). Bagaimana konsumen mengevaluasi investasi jasa /pelayanan yang ditawarkan lebih rumit dan beragam dari pada mereka mengevaluasi penggunaan bahan/material. Konsumen tidak mengevaluasi kualitas jasa hanya pada hasilnya saja, tetapi juga mempertimbangkan penyampaiannya. Misalnya orang yang makan disebuah rumah makan tidak hanya menilai enaknya makanan yang tersedia, tetapi juga akan menilai bagaimana pelayanan yang diberikan, keramahan para pelayannya dan juga kecepatan dalam memberikan pelayanan, dan lainnya. Dan juga kriteria yang digunakan konsumen dalam mengevaluasi kualitas jasa/pelayanan menjadi lebih sulit bagi pemasar (marketer) untuk memahami. Dari beberapa pengalaman menunjukan bahwa atas pemberian suatu kualitas jasa/pelayanan tertentu akan menimbulkan penilaian yang berbeda dari setiap konsumen, karena tergantung dari bagaimana konsumen mengharapkan kualitas jasa/pelayanan tersebut. Sehingga kualitas jasa/pelayanan yang diterima konsumen (perceived service quality) diartikan oleh Valerie A. Zeithmal, dalam Nugraha
((2009) sebagai perbedaan antara harapan atau keinginan konsumen (expected service) dengan persepsi mereka (perceived service).
2.3.4. Dimensi Kualitas Jasa
Melalui serangkaian penelitian terhadap berbagai macam industri jasa Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Nugraha (2009) berhasil mengidentifikasi sepuluh dimensi pokok kualitas jasa :
1. Reliabilitas, meliputi dua aspek utama, yaitu kosistensi kinerja (performance) dan sifat dapat dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan mampu menyampaikan jasanya secara benar sejak awal (right from the first time), memenuhi janjinya secara akurat dan andal (misalnya, menyampaikan jasa sesuai dengan janji yang disepakati), menyampaikan data (record) secara tepat, dan mengirimkan tagihan yang akurat.
2. Responssivitas atau daya tanggap, yaitu kesediaan dan kesiapan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan menyampaikan jasa secara cepat. Beberapa contoh diantaranya : ketepatan waktu pelayanan, pengiriman slip transaksi secepatnya, kecepatan menghubungi kembali pelanggan, dan penyampaian layanan secara cepat.
3. Kompetensi, yaitu penguasaan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat menyampaikan jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Termasuk didalamnya adalah pengetahuan dan keterampilan karyawan kontak, pengetahuan dan keterampilan personil dukungan operasional, dan kapabilitas riset organisasi. 4. Akses, meliputi kemudahan untuk dihubungi atau ditemui
(approachability) dan kemudahan kontak. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa mudah dijangkau, waktu mengantri atau menunggu tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan mudah
dihubungi (contohnya, telepon, surat, email, fax, dan seterusnya), dan jam operasi nyaman.
5. Kesopanan (courtesy), meliputi sikap santun, respek, atensi, dan keramahan para karyawan kontak (seperti resepsionis, operator telepon, bell person, teller bank, kasir, dan lain-lain).
6. Komunikasi, artinya menyampaiakan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang mudah mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Termasuk didalamnya adalah penjelasan mengenai jasa/layanan yang ditawarkan, biaya jasa, trade off antara jasa dan biaya, serta proses penanganan masalah potensial yang mungkin timbul.Kredibilitas, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya.
7. Kredibilitas mencangkup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakter pribadi karyawan kontak, dan interaksi dengan pelanggan (hard selling versus soft selling approach).
8. Keamanan (security), yaitu bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan. Termasuk didalamnya adalah keamanan secara fisik (physical safety), keamanan financial (financial security), privasi, dan kerahasiaan (confidentiality).
9. Kemampuan memahami pelanggan, yaitu berupaya memahami pelanggan dan kebutuhan spesifik mereka, memberikan perhatian individual, dan mengenal pelanggan regular.
10. Bukti fisik (tangibles), meliputi penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan bahan-bahan komunikasi perusahaan (seperti kartu bisnis, kop surat, dan lain-lain).
Dalam riset selanjutnya Parasuraman, Zeithaml, dan Berry menemukan adanya overlapping diantara beberapa dimensi diatas. Oleh sebab itu, mereka menyederhanakan sepuluh dimensi tersebut menjadi lima dimensi pokok. Kompetensi, kesopanan, kredibilitas, dan keamanan disatukan menjadi jaminan (assurance). Sedangkan akses,
komunikasi, dan kemampuan memahami pelanggan diintregasikan menjadi empati (empathy). Dengan demikian, terdapat lima dimensi utama yang disusun sesuai dengan urutan tingkat kepentingan relatifnya, yaitu:
1. Reliabilitas (rebility), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.
2. Daya tanggap (responssiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para mekanik untuk membantu para pelanggan dan merespons permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat.
3. Jaminan (assurance), yakni perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bias menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan.
4. Empati (empathy), berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.
5. Bukti fisik (tangibles), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.
2.3.5.Prinsip-Prinsip Kualitas Jasa
Dalam rangka menciptakan gaya manajemen dan lingkungan yang kondusif bagi organisasi jasa untuk menyempurnakan kualitas, organisasi bersangkutan harus mampu mengimplementasikan enam
prinsip utama yang berlaku bagi perusahaan manufaktur maupun organisasi jasa. Keenam prinsip ini sangat bermanfaat dalam membentuk mempertahankan lingkungan yang tepat untuk melaksanakan penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan dengan didukung oleh para pemasok, karyawan, dan pelanggan. Keenam prinsip tersebut terdiri atas (Wolkins, dalam Nugraha , 2009): 1. Kepemimpinan
Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin dan mengarahkan organisasinya dalam upaya peningkatan kinerja kualitas. Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen puncak, usaha peningkatan kualitas hanya akan berdampak kecil.
2. Pendidikan
Semua karyawan perusahaan, mulai dari manajer puncak sampai karyawan operasional, wajib mendapatkan pendidikan mengenai kualitas. Aspek-aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut antara lain konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi strategi kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi strategi kualitas.
3. Perencanaan strategik
Proses perencanaan strategik harus mencakup pengukuran dan tujuan kualitas yang digunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk mencapai visi dan misinya.
4. Review
Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk mengubah perilaku organisasi. Proses ini menggambarkan mekanisme yang menjamin adanya perhatian terus-menerus terhadap upaya mewujudkan sasaransasaran kualitas.
5. Komunikasi
Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses komunikasi organisasi, baik dengan karyawan, pelanggan, maupun stakeholder lainnya.
6. Total Human Reward
Reward dan recognition merupakan aspek krusial dalam
implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan berprestasi perlu diberi imbalan dan prestasinya harus diakui. Dengan cara seperti ini, motivasi, semangat kerja, rasa bangga dan rasa memiliki (sense of belonging) setiap anggota organisasi dapat meningkat, yang pada akhirnya berkontribusi pada peningkatan produktifitas dan profitabilitas bagi perusahaan, serta kepuasan dan loyalitas pelanggan.
2.3.6 Strategi Pemasaran Perusahaan Jasa
Strategi pemasaran jasa ada 3 tipe , yaitu : 1. Pemasaran Eksternal
Strategi pemasaran eksternal ini dikenal dengan 7 P (product, price,place, promotion, process, personil, and physical facility). 2. Pemasaran Internal
Untuk pemasaran jasa tidak cukup hanya dengan pemasaran eksternal (7 P) tetapi harus diikuti pula dengan peningkatan kualitas atau keterampilan para personil yang ada dalam perusahaan. Selain itu juga harus ada kekompakan atau suatu tim yang tangguh dari personil yang ada dalam perusahaan tersebut, khususnya dalam menghadapi para pelanggan sehingga membawa kesan tersendiri yang meyakinkan pelanggan.
3. Pemasaran Interaktif (Interaktif Marketing)
Kepuasan konsumen tidak hanya terletak pada mutu jasa, misalnya, restorannya yang megah dan makanannya yang bergizi. Tetapi, juga harus dipadukan dengan melakukan service quality improvement supaya peningkatan pelayanan benar-benar meyakinkan. Secara visual ketiga strategi pemasaran jasa.
Secara ringkas dapatlah disimpulkan bahwa pengelolaan jasa dapat disimpulkan bahwa pengelolaan jasa menghadapi tugas-tugas pokok, yaitu :
1. Meningkatkan Differensiasi Kompetitif Mereka (Increasing Their Competitive Differntiation)
Di dalam menghadapi persaingan yang semakin tajam, perusahaan dapat menciptakan inovatif dan citra yang berbeda dibandingkan dengan pesaingnya. Penciptaan inovatif ini harus dikembangkan sesuai dengan keinginan konsumen dan secara agresif harus lebih dahulu dari pesaing dan bukan meniru pesaing.
2. Meningkatkan Mutu Jasa
Kunci keberhasilan dalam pemasaran jasa adalah memenuhi atau melebihi pengharapan konsumen sasaran mengenai mutu jasa. Pengharapan konsumen tersebut suatu citra di mata konsumen, sehingga menjadi buah pembicaraan rekan-rekan konsumen lainnya. Pelayanan yang memuaskan merupakan salah satu bentuk pengharapan konsumen tersebut.Ada 10 faktor dalam service quality, yaitu :
Kesiapan sarana jasa (access).
Komunikasi harus baik (communication). Karyawan yang terampil (competence). Hubungan baik dengan konsumen (courtesy).
Perusahaan / bengkel dan mekanik harus berorientasi pada konsumen (credibility).
Harus konsisten dan cermat (responsiveness). Cepat tanggap (responsiveness).
Keamanan konsumen terjaga (security). Harus bisa dilihat (tangibles).
Memahami keinginan konsumen (understanding knowing the costumer).
3. Meningkatkan produktifitas
Ada tujuh pendekatan untuk meningkatkan produktivitas, yaitu : Bekerja keras dengan keterampilan yang tinggi.
Meningkatkan kuantitas.
Menindustrikan jasa, maksudnya lebih memperluas aktivitas bisnis jasa tersebut dengan menggunakan peralatan yang lebih canggih.
Memodernisasi peralatan jasa yang dibutuhkan. Merancang jasa yang lebih efektif.
Produktifitas tinggi tanpa mengurangi mutu. Memberikan insentif pada pelanggan.
2.4.Quality Function Deployment(QFD)
Quality Function Deployment(QFD) diperkenalkan oleh Yoji Akao, Professor of Management Engineering dari Tamagawa University yang dikembangkan dari praktek dan pengalaman industri-industri di Jepang. Pertama kali dikembangkan pada tahun 1972 oleh perusahaan Mitsubishi di Kobe Shipyard, dan diadopsi oleh Toyota pada tahun 1978, dan tahun-tahun selanjutnya dikembangkan oleh perusahaan lainnya.
Fokus utamanya dari QFD ini yaitu melibatkan pelanggan pada proses pengembangan produk sedini mungkin. Filosofi yang mendasarinya adalah bahwa pelanggan tidak akan puas dengan suatu produk meskipun
suatu produk yang dihasilkan sempurna, seperti yang kemarin dikatakan diposting sebelumnya mengenai kualitas bahwa produk yang superior atau sempurna belum tentu di butuhkan oleh konsumen.
Quality Function Deployment (QFD) merupakan suatu metodologi yang digunakan oleh perusahaan untuk mengantisipasi dan menentukan prioritas kebutuhan dan keinginan konsumen, serta menggabungkan kebutuhan dan keinginan konsumen tersebut dalam produk dan jasa yang disediakan bagi konsumen.
Berikut ini dikemukan beberapa definisi dari Quality Function Deployment (QFD) antara lain :
a. Quality Function Deployment (QFD) adalah suatu metodologi untuk menterjemahkan kebutuhan dan keinginan konsumen ke dalam suatu rancangan produk yang memiliki persyaratan teknik dan karakteristik kualitas tertentu. (Akao Yoji, 1990).
b. Quality Function Deployment (QFD) adalah suatu metodologi terstruktur yang digunakan dalam proses perencanaan dan pengembangan produk untuk menetapkan spesifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen, serta mengefaluasi secara sistematis kapabilitas suatu produk atau jasa dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.
c. Menurut Oakland dalam Jaelani (2009), Quality Function Deployment (QFD) adalah suatu sistem untuk mendesain sebuah produk atau jasa yang berdasarkan permintaan pelanggan, dengan melibatkan partisipasi fungsi-fungsi yang terdapat dalam organisasi tertentu.
d. Quality Function Deployment (QFD) juga dapat diartikan sebagai penyebaran fungsi-fungsi yang terkait dengan pengembangan produk dan pelayanan dengan mutu yang memenuhi kepuasan konsumen. (Revelle., Frigon., dan Jackson dalam Jaelani, 2009).
Berdasarkan definisinya, Quality Function Deployment (QFD) merupakan praktek untuk merancang suatu proses sebagai tanggapan
terhadap kebutuhan pelanggan. Quality Function Deployment (QFD) menterjemahkan apa yang dibutuhkan pelanggan menjadi apa yang dihasilkan oleh organisasi. Quality Function Deployment (QFD) memungkinkan organisasi untuk memprioritaskan kebutuhan pelanggan, menemukan tanggapan inovatif terhadap kebutuhan tersebut dan memperbaiki proses hingga tercapainya efektifitas maksimum. Quality Function Deployment (QFD) juga merupakan praktik menuju perbaikan proses yang dapat memungkinkan organisasi untuk melampaui harapan pelanggan.
Manfaat Quality Function Deployment (QFD) bagi perusahaan yang berusaha meningkatkan daya saingnya melaui perbaikan kualitas dan produktifitasnya secara berkesinambungan adalah sebagai berikut :
1. Fokus pada pelanggan
Quality Function Deployment (QFD) memerlukan pengumpulan masukkan dan umpan balik dari pelanggan.
2. Efisiensi waktu
Quality Function Deployment (QFD) dapat mengurangi waktu pengembangan produk karena memfokuskan pada persyaratan pelanggan yang spesifik dan telah diidentifikasikan dengan jelas.
3. Orientasi kerja sama tim (Teamwork Oriented)
Quality Function Deployment (QFD) merupakan pendekatan kerjasama tim. Semua keputusan dalam proses didasarkan konsensus dan dicapai melalui diskusi mendalam dan brainstorming.
4. Orientasi pada dokumentasi
Salah satu produk yang dihasilkan dari proses Quality Function Deployment (QFD) adalah dokumen komprehensif mengenai semua data
yang berhubungan dengan segala proses yang ada dan perbandingannya dengan persyaratan pelanggan.
Dari ke empat point diatas, dapat kita ketahui bahwa secara spesifik manfaat penerapan QFD adalah sebagai berikut :
Meningkatkan Keandalan Jasa. Meningkatkan Kualitas Jasa.
Meningkatkan Kepuasan Konsumen. Memperpendek time to market. Meningkatkan Produktivitas. Mereduksi biaya perancangan. Meningkatkan Komunikasi.
Meningkatkan keuntungan perusahaan.
Menurut Colen L (1995), manfaat utama yang diperoleh dari penerapan QFD yaitu:
Rancangan produk dan jasa baru fokus pada kebutuhan pelanggan karena kebutuhan pelanggan tersebut sudah lebih dipahami.
Kegiatan desain dapat lebih diutamakan dan dipusatkan pada kebutuhan pelangggan.
Dapat menganalisis kinerja produk/jasa perusahaan terhadap pesaing utama dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan utama pula.
Dapat memfokuskan pada upaya rancangan sehingga akan mengurangi waktu untuk perubahan rancangan secara keseluruhan sehingga akan mengurangi waktu pemasaran produk baru.
Dapat mengurangi frekuensi perubahan suatu desain setelah dikeluarkan dengan memfokuskan pada tahap perencanaan sehingga akan mengurangi biaya untuk memperkenalkan desain baru.
Dapat menyediakan cara untuk membuat dokumentasi proses dan dasar yang kuat untuk pengambilan keputusan.
2.4.1. Tahapan Implementasi Quality Function Deployment (QFD)
Implemtasi Quality Function Deployment (QFD) mempunyai beberapa fase, dimana seluruh kegiatan yang dilakukan pada masing-masing fase dapat diterapkan seperti layaknya suatu proyek. Secara garis besar implementasi Quality Function Deployment (QFD) terdiri dari 3 fase utama yang sebelumya didahului oleh fase perencanaan dan persiapan .
Berikut ini adalah ketiga fase utama tersebut adalah :
1. Tahap pengumpulan suara pelanggan , voice of customer (VOC). 2. Tahap penyusunan rumah kualitas, house of quality (HOQ). 3. Tahap analisa dan interprestasi.
1. Mengumpulkan Suara Pelanggan (Voice Of Customer)
Pada tahap ini akan dilakukan survey untuk memperoleh suara pelanggan yang tentu akan memakan waktu dan membutuhkan waktu keterampilan mendengar. Proses Quality Function Deployment (QFD) membutruhkan data pelanggan yang ditulis sebagai atribut-atribut dari pokok atau service. Atribut-atribut atau kebutuhan-kebutuhan ini merupakan keuntung potensial yang dapat diterima pelanggan dari produk atau servicenya. Setiap atribut mempunyai beberapa data numerik yang berkaitan dengan kepentingan relatif atribut bagi pelanggan dan tingkat performasi kepuasan pelanggan dari produk yang mirip berdasarkan atribut tersebut. Atribut ini bisa disebut jjuga data pelanggan kualitatif dan informasi numerik tiap atribut sebagai data kuantitatif. Prosedur umum dalam perolehan suara pelanggan adalah untuk menentukan atribut-atribut pelanggan (data kualitatif) dan
mengukur atribut-atribut (data kuantitatif). Data kualitatif secara umum diperoleh dari pembicaraan dan observasi dengan pelanggan sementara data kuantitatif diperoleh dari survey atau penarikan suara (polling). 2. Menyusun Rumah Kualitas (House Of Quality)
Penerapan metode Quality Function Deployment (QFD) dalam proses perancangan produk dan jasa diawali dengan pembentukan matriks perencanaan produk atau sering disebut House Of Quality (HOQ).
Gambar 2.1 Data Kualitatif dan Kuantitatif HOQ 3. Tahap analisa dan interpretasi
Tahap analisa dan interpretasi merupakan tahap teknis dan implementasi quality function deployment. Disini dilakukan analisis dan interpretasi terhadap rumah kualitas yang sudah disusun pada tahap sebelumnya. Dan bila dilanjutkan pada pembuatan suatu produk/jasa, maka akan dapat dihasilkan produk/jasa yang mempunyai karakteristik yang kuat dalam memenuhi keinginan konsumen
Customer Need Relationship Tekhnical Response Tekhnical Correlation Planning Matrix Technicak Matrix Te chnicak Matrix
2.4.2. Penyatuan Suara Pelanggan (Voice Of Customer)
Bagian dari Kebutuhan Pelanggan pada House Of Quality (HOQ) yang berisi susunan daftar kebutuhan para pelanggan untuk jasa yang sedang direncanakan. Bagian ini pada umumnya diperoleh dari “Suara Pelanggan” dikotak keluhan, laporan keuangan atau fragmen laporan keuangan yang dibuat oleh para pelanggan atau para pelanggan potensial. Langkah-langkah umum didalam menciptakan bagian kehidupan-kehidupan pelanggan adalah sebagai berikut :
1. Mengumpulkan suara pelanggan a. Wawancara pada para pelanggan. b. Laporan keluhan pada kotak pelanggan.
2. Kategori utama dari jenis suara pelanggan, termasuk : a. Kebutuhan / keinginan.
b. Persyaratan Keahlian.
c. Karakteristik Kualitas Pengganti.
3. Struktur Kebutuhan dalam suatu diagram hubungan. 4. Menyusun Kebutuhan pada bagian Kebutuhan Pelanggan. 2.4.3. Matrik Perencanaan
Terbentuknya diagram afinitas yang siap untuk mengkuantifikasi data. Data yang dibutuhkan adalah:
1. Kepentingan relative dari kebutuhan-kebutuhan tersebut.
2. Tingkat performansi kepuasan konsumen untuk masing-masing kebutuhan.
3. Tingkat kompetetisi performansi kepuasan konsumen.
Pengumpulan data kuantitatif ini merupakan tahap matrik perencanaan QFD karena disini akan diketahui, bagaimana konsumen melkukan prioritas.
Berdasarkan buku standart matriks perencanaan biasanya terdiri dari tujuh tipe data yang berbeda, yang masing-masing akan digambarkan secara berbeda.
Ketujuh data tersebut adalah : 1. Importance to Customer
2. Customer Satisfaction Performance 3. Competitive Satisfaction Performance 4. Goal
5. Improvement Ratio 6. Sales poin
Nilai sales point yang paling umum digunakan adalah : 1 : Tidak ada pengaruh
1.2 : Titik pengaruh menengah 1.5 : Titik pengaruh kuat 7. Raw Weight
8. Normalized Raw Weight 2.4.4. Benchmarking
Benchmarking adala sebuah proses mengukur kinerja internal organisasi, membandingkan dengan performa yang terbaik di kelas yang sama dan menganalisa bagaimana mereka mencapai standart tersebut. Informasi tersebut digunakan untuk menyusun target, strategi dan implementasi perusahaan / bengkel. Adapun proses-proses benchmarking adalah sebagai berikut :
1. Planning
Tentukan parameter atau proses apa yang ingin dibandingkan. Tentukan Perusahaan / bengkel pembandinganya.
Mengumpulkan data-data yang relevan. 2. Analisa
Menentuan kinerja antara perusahaan saat ini dan kinerja perusahaan / bengkel pembanding.
Memproyeksikan tingkat kinerja yang di inginkan dimasa yang akan datang.
3. Integrasi
Komunikasi hasil perbandingan dan disepakati bersama seluruh jajaran organisasi yang relevan.
Menetapkan tujuan dan target dari tiap fungsi dalam organisasi. 4. Action
Pembuatan rencana kerja (action plan) Melakukan monitor perkembangan Melakukan perbandingan kembali 5. Aplikasi
Menerapkan business practice yang baru dan telah disempurnakan Menggunakan prosedur yang sama untuk proses bisnis yang lain
2.5.
SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats)Analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities and threats) adalah suatu teknik yang dirancang khusus untuk membantu mengidentifikasi strategi pemasaran yang harus dijalankan perusahaan. Analisis SWOT mencakup lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Secara internal, kerangka kerjanya menguraikan kekuatan dan kelemahan pada dimensi kunci misalnya kinerja keuangan dan sumber daya; sumber daya manusia, fasilitas dan kapasitas produksi; pangsa pasar; persepsi pelanggan terhadap kualitas produk, harga dan ketersediaan produk; organisasi komunikasi . Penilaian terhadap lingkungan eksternal termasuk informasi pasar (pelanggan dan persaingan), kondisi ekonomi, tren sosial, teknologi dan peraturan pemerintah. Ketika semua dijalankan dengan benar, analisis SWOT dapat mengarahkan proses pembuatan rencana strategis yang baik. Analisis SWOT dapat bermanfaat dalam menemukan keunggulan strategis yang dapat dieksploitasi dalam strategi pemasaran perusahaan.
Penggunaan analisis SWOT yang efektif memberikan 4 manfaat bagi manager dalam membuat strategi pemasaran; 1) simplicity: analisis SWOT tidak memerlukan training khusus atau etrampilan teknis; 2) collaboration: karena sederhananya, analisis SWOT mendorong adanya kerjasama dan pertukaran informasi antara manager dari area fungsional yang berbeda; 3) flexibility: dapat membesarkan kualitas perencanaan strategi organisasi meskipun tanpa sistem informasi pemasaran; 4) integration: analisis SWOT dapat berhubungan dengan berbagai macam sumber informasi.
Syarat bagi analisis SWOT efektif dan produktif adalah Sejauh mana perusahaan menerima manfaat penuh dari analisis SWOT akan bergantung pada bagaimana kerangka kerjanya digunakan. Jika dikerjakan dengan benar, SWOT dapat menjadi katalis yang kuat untuk proses perencanaan. Jika dikejakan dengan salah, akan menjadi sia-sia dari segi waktu dan sumber daya lainnya. Agar analisis SWOT memberikan manfaat, maka anda harus: tetap fokus (stay focused); bekerja sama dengan area fungsional lainnya ( collaborate with other functional areas); teliti isue dari perspektif pelanggan (research issues from the customer’s perspective); dan pisahkan isue internal dari isue eksternal (separate internal issues from external issues).
SWOT-driven strategic marketing planning; Ada 2 tahap dalam analisis SWOT (lihat Figure 7.2). Dalam proses ini, penilaian kekuatan dan kelemahan perusahaan dilakukan dengan melihat produk saat ini. Manager juga harus menilai proses bisnis yang menjadi kunci dalam memenuhi masalah pelanggan. Tahap 1, memadukan kekuatan dan peluang; kunci keberhasilan mencapai tujuan perusahaan bergantung pada kemampuan perusahaan mentransform kekuatan kunci menjadi kemampuan dengan memadukannya dengan peluan dalam lingkungan pemasaran. Kemampuan dapat menjadi keunggulan kompetitif jika memberikan nilai lebih baik dari yang ditawarkan pesaing. Tahap 2, merubah kelemahan dan ancaman; perusahaan dapat merubah kelemahan menjadi kekuatan, dan bahkan
kemampuan, dengan investasi strategis pada area kunci (misalnya R&D, dukungan pelanggan, promosi, pelatihan karyawan) dan dengan menghubungkan area kunci lebih efektif (misalnya menghubungkan sumber daya manusia dengan pemasaran). Begitu juga dengan ancaman, dapat dirubah menjadi peluang jika sumber daya yang tepat tersedia.Kerangka pengembangan strategi dapat dilihat pada gambar 2.3.
Kerangka 2.5.1. Pengembangan Strategi Berdasarkan Analisa SWOT
Faktor Internal Faktor Eskternal O T S W S-O W-O S-T W-T
2.6. Data Penelitian Sebelumnya : 1. Muhammad Shohib
Judul skripsi “ Rancang bangun pintu otomatis dengan menggunakan metode pendekatan Quality Function Deployment (QFD).
Untuk memperbaiki kualitas sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan oleh user digunakan metode Quality Function Deployment (QFD). Prioritas kebutuhan user produk rancang bangun pintu otomatis adalah :
1.) Bahan baku kuat dan tahan lama 2.) Tidak perlu perawatan khusus 3.) Mudah digunakan
4.) Desain
5.) Kemampuan untuk membuka dan menutup
Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan kebutuhan konsumen RSUD Ibnu Sina Gresik memperhatikan factor pengembangan produk atau komplain-komplain dari konsumen. Sehingga perusahaan dapat mengetahui tingkat kepuasaan konsumen.
2. Muhammad Aris Sadin
Judul skripsi “ Rancang bangun produk pemotong kertas dengan menggunakan Quality Funcyion Deployment dan PUGH ”
Untuk memperbaiki kualitas sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan oleh user digunakan metode Quality Function Deployment (QFD). Prioritas kebutuhan user produk rancang bangun pintu otomatis adalah :
1. Bahan baku terbuiat dari material yang berkualitas 2. Ketelitian dalam pembuatan produk
3. Mudah dilakukan perawatan 4. Komponen mudah diperbaiki
6. Mudah digunakan karena sudah ada tombol On/Off 7. Bisa menampung potongan kertas banyak
8. Dapat menghemat waktu pembangun ilmiah kertas karena tidak dilakukan setiap saat
Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan kebutuhan harus memperhatikan kualitas dan diprioritaskan untuk dikembangakn kepada konsumen.