• Tidak ada hasil yang ditemukan

IbM KERAJINAN: PENGERAJIN EMAS DAN PERAK DI DESA BERATAN, BULELENG, BALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IbM KERAJINAN: PENGERAJIN EMAS DAN PERAK DI DESA BERATAN, BULELENG, BALI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

IbM KERAJINAN: PENGERAJIN EMAS DAN PERAK DI DESA BERATAN, BULELENG, BALI

I Ketut Supir1, I Nyoman P. Suwindra(2), dan I Ketut Tika(2)

1

Jurusan Pendidikan Seni Rupa, FBS, Universitas Pendidikan Ganesha

2

Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Pendidikan Ganesha Jalan A. Yani 67 Singaraja Bali

Ringkasan Eksekutif

Desa Beratan, sudah sejak dikenal masyarakat kota Singaraja, sebagai pusat kerajinan emas dan perak. Keberadaan kerajinan emas dan perak di desa ini, melalui perjalan sejarah yang cukup panjang sampai saat ini dikenal sebagai sentra kerajinan emas dan perak di kabupaten Buleleng. Sekitar tahun 90-an hampir semua penduduk laki-laki di desa ini menekuni kerajinan emas dan perak. Namun sejak bom Bali sejalan dengan merosotnya industri pariwisata, sebagian besar dari mereka beralih profesi karena profesi sebagai pengerajin emas dan perak tidak menjamin kebutuhan hidup mereka. Saat ini masih tersisa 3 orangyang masih aktif menekuni kerajinan emas dan perak sebagai usaha mikro. Ketiga pengerajin menghadapi masalah yang sama, baik dalam bidang produksi, manajemen, maupun pemasaran. Dalam bidang produksi, permasalahannya adalah peralatan yang sudah sudah tua dan tradisional. Dalam bidang manajemen, mereka tidak memiliki pembukuan, sehingga tidak ada catatan yang jelas mengenai produk-produk yang telah dihasilkan dan manajemen keuangannya. Dalam bidang pemasaran, penjualan produk dari ketiga pengerajin sangat terbatas dan bergantung pada pesanan yang hanya mampu melayani dalam jumlah yang terbatas. Pesanan biasanya melalui perantara atau pengepul, sehingga harga sangat ditentukan oleh pengepul.

Terkait dengan permasalahan tersebut, solusi yang dapat dilakukan dalam program IbM ini, seperti (1) memodifikasi alat peleburan/pencairan emas dan perak yang digerakkan dengan tenaga listrik, sehingga tenaga pengerajin menjadi lebih ringan dan proses peleburan menjadi lebih cepat; (2) pengadaan alat-alat pendukung proses produksi, antara lain: bor listrik yang sangat membantu percepatan dalam proses pengerjaan produk asesoris dan pembuatan detail cetakan untuk cor emas dan perak; (3) pelatihan variasi atau penganekaragaman desain produk kerajinan sesuai perkembangan pasar, sehingga target pasar menjadi lebih luas; (4) pelatihan majemen usaha berbasis komputer terhadap mitra untuk meningkatkan profesionalisme dalam hal manajemen usahanya; dan perancangan dan pembuatan website atau ecommerce sebagai media promosi dan took online, agar lingkup pasar menjadi global.

Pemberian alat yang menggunakan tenaga, sangat membantu pengerajin dalam melakukan aktivitas produksi, sehingga lebih hemat tenaga, waktu, dan dapat menghasillkan produk secara kuantitas menjadi meningkat. Pelatihan desain diberikan kepada pengerajin dapat menambah wawasan pengerajin tentang desain-desain yang trend dan yang laku di pasaran.

(2)

Executive Summary

Beratan village until recently known as the center of gold and silver handicrafts in Buleleng district. Around the 90's almost all the male population in this village to his gold and silver worked handicraftsmen. But since the Bali bombing in line with the decline of the tourism industry, most of them switch professions because of the profession as gold and silver craftsmen do not guarantee their subsistence. Currently the remaining three who are still actively pursue crafting gold and silver as micro- businesses. Third craftsmen faced the same problem, both in the field of production, management, and marketing. In the field of production, the problem is the equipment that was already old and traditional. In the field of management, they do not have books, so there is no clear record of the products that have been produced and financial management. In the field of marketing, product sales from the three craftsmen are very limited and depends on the booking is only able to serve in limited numbers. Orders came usually through intermediaries or collectors, so the price is determined by the collector.

Related to these problems, solutions that can be done in this IbM program, such as (1) modify the tool smelting / melting gold and silver which is driven by electricity, so power craftsmen become lighter and more rapid melting process, (2) the procurement of equipment -support tools of production processes, among others: an electric drill that is very helpful to accelerate the process of product accessories and detailing mold to cast gold and silver, (3) training of variation or diversification of product design craft appropriate development of the market, so the target market is becoming more widespread , (4) computer-based training business management of partners to enhance professionalism in terms of business management, and design and ecommerce website creation or a media campaign and online stores, so that the scope of the global market.

Providing a tool that uses energy, helps the craftsmen in the production activities, resulting in more efficient energy, time, and can increase product quantity. Design of training given to craftsmen can add insight on trend designs and are sold in the market.

Keywords: gold, silver, crafts A. PENDAHULUAN

Desa Beratan, sudah sejak dikenal oleh masyarakat kota Singaraja, sebagai pusat kerajinan emas dan perak. Keberadaan kerajinan emas dan perak di desa ini, melalui perjalan sejarah yang cukup panjang. Masyarakat Bali, dalam kehidupan sosial, dibedakan atas warna (di India disebut dengan kasta, meskipun sesungguhnya pengertian warna dan kasta sangat berbeda)(1). Masyarakat Bali teridiri dari berbagai klan (soroh) yang memiliki tugas dan peran masing-masing dalam kehidupan sosial. Klan Pande, misalnya, bergelut dalam dunia kepandean yang bertugas menyediakan peralatan dan perabotan yang terbuat dari logam –keris, alat pertanian, rumah tangga, sampai asesoris. Masyarakat desa Beratan termasuk keturunan klan Pande, oleh karena, dahulu, hampir semua masyarakatnya menjadi pengerajin logam, khusunya membuat perlengkapan upacara agama Hindu, dan perhiasan dari emas dan perak (cincin, kalung, subang, dan sebagainya)(2).

Kerajinan emas dan perak Desa Beratan, sempat menikmati masa jaya seiring dengan perkembangan industri pariwisata di Bali. Pengerajin, ketika itu, banyak

(3)

menerima pesanan baik dari konsumen lokal maupun mancanegara. Produk kerajinan emas dan perak lebih diorientasikan sebagai benda cenderamata, dengan kata lain seni diproduksi sebagai psudo-art(3). Setelah meledaknya bom Bali I dan disusul oleh bom Bali II, situasi berubah total, semua pelaku pariwisata menjerit dan terutama pemilik modal kecil –termasuk pengerajin emas dan perak Desa Beratan—mati pelan-pelan. Sejurus dengan kebutuhan hidup dalam keluarga terus meningkat, menjadi sebab hampir semua pengerajin, yang dulunya sukses, beralih kepada pekerjaan lain yang lebih menjajikan. Banyak para remaja laki-laki di Desa Beratan meninggalkan kampung halamannya untuk bekerja di Kapal Pesiar. Bahkan, sekarang ini, remaja Desa Beratan tidak bangga menjadi pengerajin emas dan perak. Kejayaan masa lalu dan keterampilan yang telah diwarisi sirna begitu saja.

Dalam kondisi kerajianan emas dan perak yang getir ini, masih ada segelintir pengerajin yang masih setia mewarisi kekayaan nenek moyangnya, meskipun umur mereka rata-rata 40 tahun ke atas. Mereka adalah tiga orang pengerajin yang masih dalam satu keluarga –seorang bapak dan dua orang anaknya, tetapi mereka mengelola usahanya secara sendiri-sendiri. Ketiga pengerajin tersebut adalah: (1) I Ketut Dibya (75 tahun), (2) Ketut Widiana (48 tahun), dan (3) I Nyoman Suweden (43 tahun) yang sampai sekarang masih setia mengeluti kerajinan emas dan perak. Alasan mereka masih menekuni kerajinan ini, pertama, karena faktor umur, tidak mungkin mereka pergi ke luar desa mencari pekerjaan lain. Kedua, mereka masih setia menjunjung bhisama (keputusan) leluhurnya untuk menekuni profesi sebagai Pande. Ketiga pengerajin tersebut, dalam berproduksi, mengadapi berbagai persoalan yang menyebabkan produksinya secara kuantitas dan kualitas belum mampu bersaing di pasaran. Persoalan-persoalan yang dihadapi, antara lain, dalam bidang produksi dan bidang manajemen. Permasalahan produksi yang paling mendesak, antara lain: (a) alat peleburan/pencairan emas dan perak, selama ini, bekerja secara manual, menyebabkan proses produksi lambat dan cukup melelahkan; (b) alat penggiling manual yang kondisinya sudah tua, komponennya sudah haus tidak bisa menghasilkan benang-benang emas dan perak dengan baik; (c) bor dan alat kilap yang bekerja secara manual, sangat menghambat proses produksi.

Masalah kelemahan dalam desain produk sangat dirasakan pengerajin. Pengetahuan dan kemampuan dalam pengembangan desain baru sangat terbatas, sehingga produk yang dibuat monotun tidak mampu mengikuti selera pasar. Sebenarnya, kerajinan desa Beratan, pada masa lalu, secara teknik dan motif hias, memiliki gaya tersendiri, oleh masyarakat menyebutnya sebagai gaya Beratan.

Pemisahan manajemen keuangan usaha dan rumah tangga tidak jelas, sehingga mereka tidak mengetahui apakah usahanya dalam keadaan untung atau rugi; (b) pengerajin/mitra tidak pernah melakukan promosi terhadap produk yang mereka hasilkan, baik di media cetak maupun media elektronik. Mereka juga tidak pernah mengikuti atau diikutsertakan dalam pameran baik di dalam maupun di luar negeri. Mitra juga belum memiliki website/ecommerce sebagai media promosi/took online.

B. SUMBER INSPIRASI

Permasalahan yang dihadapi pengerajin di Desa Beratan yaitu masalah peralatan, desain, manajemen merupakan penyebab laten terhadap keberlangsungan hidup para pengerajin karena hasil kerajinan mereka sulit bersaing dengan kerajinan

(4)

sejenis dari berbagai sentra kerajinan di Bali Selatan. Hal tersebut telah disinyalir menjadi penyebab banyaknya pengerajin beralih profesi dan anak-anak muda kurang berminat lagi menjadi pengerajin. Permasalahan ini pula, yang menjadi penyebab makin menurunnya kualitas dan kuantitas produksi, yang tentu menyebabkan semakin sulit mencapai kejayaan yang telah dicapai pada masa lalu. Beberapa tindakan dan bantuan nyata dari para akademisi sangat diperlukan untuk: (1) Mengatasi masalah peralatan yang hampir semuanya masih bekerja secara manual. Kondisi alat yang sebagian sudah tua dan haus, tidak mampu menghasilkan produk yang maksimal dalam jumlah maupun kualitas; (2) Mengatasi keterbatasan desain kerajinan emas dan perak desa Beratan yang cendrung monotun dari tahun ke tahun. Kondisi ini sangat berbanding terbalik dengan kekuasaan pasar, sekarang ini, yang menghendaki desain-desain yang inovatif dan menarik; (3) Perluasan sistem pemasaran, yang selama ini, hanya menunggu pembeli datang ke rumah. Jaringan pasar masih terbatas dalam lingkup lokal.

C. METODE

Metode penerapan IPTEKS dalam pengabdian ini adalah (1) Metode observasi dan Wawancara; (2) Metode Penyuluhan dan pelatihan. Penerapan metode ini dilakukan secara terpisah dan secara bersama terkombinasi.

1. Metode Observasi dan Wawancara

Pembinaan terhadap pengerajin emas dan perak desa Beratan dilakukan secara bertahap. Sebelum pelaksanaan program dilakukan observasi dan wawancara dengan menerapakan model partisipatory rural apprasial. Model ini digunakan untuk mengidentifikasi masalah yang dialami mitra atau kelompok masyarakat. Dalam merumuskan masalah, mengatasi masalah, penentuan proses dan kriteria masalah harus, mitra harus diikutsertakan. Penggunaan model pendekatan ini diharapkan akan: (1) dikenalnya masalah secara tepat/efektif sesuai dengan persepsi, kehendak, dan ukuran/kemampuan serta kebutuhan mereka, (2) tumbuhnya kekuatan (enpowering) masyarakat atau kelompok sasaran dalam pengalaman merancang, melaksanakan, mengelola dan mempertanggungjawabkan sebagai upaya peningkatan/pertumbuhan diri dan ekonominya, dan (3) efektifitas dan efisiensi penggunaan sumber daya mitra atau kelompok masyarakat. Observasi dilakukan terus menerus sejalan dengan setiap langkah yang akan ditempuh.

2. Metode Penyuluhan dan Pelatihan

Pelatihan desain lebih ditekankan pada penguasaan keterampilan (skill) dalam mendesain. Di sela-sela pelatihan disisipkan pengetahuan tentang desain --pengertian, fungsi, dan makna desain. Desain yang telah dirancang, dicoba perujudannya sesuai dengan kemampuan teknik yang dikuasai.

Penumbuhan kesadaran pengerajin tentang pentingnya pencatatan dan pendokumentasian produk yang telah dibuat. Pendokumentasian produk adalah cara efektif dalam meyakinkan calon konsumen, yakni dengan memperlihatkan gambar produk yang telah dibuat dalam bentuk album atau barang aslinya. Dalam kegiatan ini diterapkan model enthrepreneurship capasity building (ECB), model Teknologi Tepat Guna (TTG), model Technology Transfer (TT), dan model Information Technology (IT). Model ECB terkait erat dengan kemampuan berwirausaha dari mitra. Dengan model ini diharapkan: (1) memberikan wawasan, sikap, dan keterampilan usaha, (2) memberikan peluang, (3) memfasilitasi (modal pinjamaan

(5)

dsb.), dan (4) memonitor dan mengevaluasi bagaimana perkembangan usahanya. Model Technology Transfer (TT). Model TT dilakukan agar mitra atau kelompok masyarakat menguasai prinsip-prinsip penerapan teknologi terutama yang berkaitan dengan program yang sedang/akan dilaksanakan. Model Teknologi Tepat Guna (TTG). Model TTG digunakan jika teknologi yang diterapkan dirasakan terlalu rumit untuk menyelesaikan masalah/kebutuhan mereka. Ketua program mempunyai kewajiban untuk menyederhanakan pelaksanaan kegiatan melalui penerapan TTG, membuat alat sederhana yang dapat menyelesaikan masalah/kebutuhan mereka. Model Information Technology (IT). Model ini digunakan untuk menyebarluaskan informasi dan sosialisasi program dengan hasil penerapan TTG yang cukup layak dikemas dalam bentuk kemasan informasi media cetak/elektronik. Dengan demikian, model IT dalam program IbM ini digunakan untuk menyebarluaskan hasil modifikasi TTG yang aplikasinya benar-benar telah teruji secara layak.

Penyerahan alat peleburan emas dan perak

Seorang pengerajin sedang membuat cincin

Mewujudkan desain pin dengan teknik cetak

Pelatihan computer untuk desain dan pemasaran

Gambar 1. Kegiatan Pelatihan Desain, Pewujudan Produk dan Pemasaran D. KARYA UTAMA

Karya utama dalam kegiatan ini adalah rancangan desain alternatif (Gambar 2), perwujudan desain (Gambar 3), dan metode pemasaran. Metode pemasaran yang dikembangkan adalah pemasaran melalui internet (on-line) melalui pembuatan website disamping pembuatan brosur atau leaflet.

(6)

(a) (b) (c)

Gambar 2. Desain (a) Patung Singa Ambara Raja (Simbol Kota Singaraja), (b) Asesoris, dan (c) Pin.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 3. Perwujudan (a) Pin dari Emas dan Perak, (b) Cincin Ganesha dari Perak Dilapisi Emas, (c) Subang dari Perak Dilapisi Emas, dan (d) Gagang Keris dari Perak Dilapisi Emas

E. ULASAN KARYA

Desain dalam proses perwujudan karya. Mendesain adalah langkah pertama yang harus dilakukan pengerajin. Rancangan desain terdapat dalam pikiran pengerajin yang langsung diwujudkan dalam bentuk produk jadi. Ada rancangan desain dibuat di atas kertas dengan teknik manual atau menggunakan bantuan komputer, tujuan agar setiap saat dapat digunakan sebagai acuan ketika mewujudkannya.

Perwujudan dari desain berupa pin dan cincin Ganesha dibuat dari bahan emas, perak, tembaga, dan kuningan. Pin lambang Undiksha dirancang untuk dijual kepada mahasiswa Undiksha. Desain pin ini juga dengan ukuran yang lebih besar berbahan kuningan atau tembaga yang diberikan kepada setiap wisudawan Undiksha.Cincin ganesha dipasarkan kepada masyarakat umum sebagai cenderamata. Perhiasan bros, cincin, mainan kalung, subang dengan teknik trap-trapan cukup di minati oleh konsumen lokal Bali maupun oleh touris manca negara.

(7)

Desainnya dirancang dengan menggali kembali gaya khas lokal Beratan. Gagang keris diproduksi untuk memenuhi permintaan para pembuat keris yang belakang ini banyak dipesan oleh konsumen mancanegara.

F. KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan IbM kerajinan yang dilaksanakan terhadap pengerajin emas dan perak di Desa Beratan, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng telah berlangsung dengan lancar. Hasil yang dihasilkan berupa rancangan desain dan produk emas dan perak.

G. DAMPAK DAN MANFAAT KEGIATAN

Pelatihan ini mendapat apresiasi baik dari pengerajin. Mereka sangat antusias mengikuti kegiatan ini. Tiga orang pengerajin ini yang akan menjadi pioner dalam menggairahkan kembali kerajinan emas dan perak Desa beratan yang hampir punah ini. Melalui mereka bertiga, diharapkan mantan pengerajin yang lain tertarik menggeluti kembali kerajinan ini, sehingga ke depan keluarga Pande desa Beratan bisa mengidupi dirinya dari profesi sebagai pengerajin, selain dalam usaha melanjutkan bhisama leluhurnya.

H. DAFTAR PUSTAKA

(1) Wiana, Ketut. 1993. Kasta dalam Hindu: Keslahpahaman Berabad-abadDenpasar: Yayasan Dharma Naradha

(2) Sugriwa, I Gusti Bagus. 1958. Prasasti Pande. Denpasar: Pustaka Balimas (3) Soedarsono, R.M. 2003. Seni Pertunjukan: Dari Perspektif Sosial dan Ekonomi.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

H. PESANTUNAN

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi disampaikan kepada pengerajin emas dan perak Desa Beratan Buleleng. Ucapan terima kasih yang setinggi-tinginya juga dihaturkan kepada DP2M DIKTI atas dana Hibah Program Pengabdian IbM tahun 2011, Rektor Undiksha atas izin dan dorongannya selama ini, Ketua LPM Undiksha, serta rekan-rekan dosen di Jurusan Pendidikan Seni Rupa, FBS Undiksha.

Gambar

Gambar 2.   Desain (a) Patung Singa Ambara Raja (Simbol Kota Singaraja),  (b) Asesoris, dan (c) Pin

Referensi

Dokumen terkait

Berbeda halnya dengan Sumur BO235, dengan menggunakan kapasitas daya output yang lebih besar, dengan kedalaman yang lebih kecil dari Sumur BK180 dan spesifikasi

Dengan demikian apabila Pemohon merasa dirugikan hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya karena tidak dapat memberikan izin dalam pemanfaatan kawasan hutan yang berada di

Sistem layanan yang digunakan dalam kegiatan pelayanan sirkulasi di perpustakaan SMK Negeri 2 Palembang menggunakan layanan terbuka (Open Access), yaitu pengguna diberikan

Dari data yang telah diperoleh maka dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan dari 10 (28,5%) hasil pemeriksaan yang sesuai dengan nilai rujukan menjadi 19 (54,28%)

bahan baku tepung pisang berasal dari buah pisang dengan tingkat kematangan tiga perempat matang belum tereduksi menjadi gula sehingga tidak ada rasa manis pada

Hasil uji statistik ini kemudian di bandingkan dengan nilai dalam tabel untuk menerima atau menolak hipotesis nol (H o ) yang di kemukakan. 2) Pengujian hipotesis beda

1) Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan selaku pemimpin yang memiliki kewenaan untuk memajukan pendidikan sehingga dapat menentukan kemajuan belajar mahasiswa dengan cara

1 Pendataan kasus diare 30 Maret 2016 30 Maret 2016 Puskesmas II Negara Penderita diare 2 Penyuluhan diare 12 Maret 2016 12 Maret 2016 Posyandu Kerobokan Ibu bayi / balita 3