BATAS - BATAS KEMAMPUAN HUKUM (TINJAUAN FILSAFAT HUKUM)
Heru Drajat Sulistyo1)
1) Dosen Fakultas Hukum Universitas Soerjo Ngawi
Abstract
Implementation of Indonesian law in every day life give sablurred picture, and the legal field is a field that is veryc omplicated and difficult to overcome, the law can longer be a means to achievea sense of justice and the rule of law. This makes people more happy resolv elegal issues in its own way. This research is normativ and descriptive analysis of the data using qualitative analysis. The purpose ofthis research is to explain the law in following the development of society and performan analysis on the rule of law and the demands ofjustice can bedone. The law is always behind in following the progress of society, then society mustbe aware of the limitations ofthe law. Law and the rule of law and justice require appropriate interpretation aspirations of the people
Keyword : achievea sense of justice. the rule of law
Pendahuluan Latar Belakang
Situasi hukum dalam kehidupan keseharian di Indonesia memberi gambaran yang buram. Kesan ini terutama mengenai hukum dalam praktek, yaitu yang dijalankan setiap hari oleh hakim, polisi, jaksa, advokat dan pegawai pemerintah pada umumnya. Jadi yang ditekankan adalah hukum riil, yakni proses hukum yang dialami oleh mereka yang harus berurusan dengan hukum.
Berbagai sinisme negatif terhadap praktek hukum ini telah seringkali dilontarkan orang, diantaranya “KUHP” dianggap “Kasih Uang Habis Perkara”, demikian juga isu-isu negatif seperti “mafia peradilan” dan “komersialisasi jabatan”. Orang menjadi senang menyelesaikan permasalahan hukum dengan caranya sendiri, hukum lamban dalam menyelesaikan masalah sehingga orang cenderung untuk main hakim sendiri. Kesan yang sangat kuat bahwa bidang hukum merupakan satu bidang yang sangat ruwet dan sulit diatasi. Seolah-olah hukum tidak
dapat lagi menjadi sarana untuk mewujudkan rasa keadilan dan kepastian hukum. Padahal masyarakat sangat mengharapkan adanya hukum yang dapat menyelesaikan persoalan-persoalan hukum yang terjadi dalam masyarakat.
Hukum sebagai hasil ciptaan manusia tentu mempunyai batas-batas kemampuan dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam hukum itu sendiri
Penulis menguraikan batas-batas kemampuan hukum dilihat dari sudut padang fisafat hukum.
Dalam makalah ini membahas batas-batas kemampuan hukum dalam dua hal pokok. Pertama, pembahasan mengenai perubahan hukum dalam mengikuti perubahan masyarakat. Kedua tentang kepastian hukum dan keadilan
Kedua permasalahan tersebut harus dapat diselesaikan dalam aturan-aturan hukum positip, kenyataannya masalah-masalah tersebut tidak terselesaikan dengan baik dalam aturan hukum positip
sehingga berdampak pada kesan bahwa hukum merupakan salah satu bidang yang sangat ruwet.
Disinilah letak batasan-batasan hukum sebagai hasil ciptaan manusia untuk menjawab kedua masalah tersebut
Permasalahan
a. Bagaimana hukum mengikuti perubahan masyarakat ?
b. Bagaimana kepastian hukum dan tuntutan keadilan dilaksanakan ?
Tujuan Penelitian
a. Untuk menjelaskanhukum dalam mengikuti perubahan masyarakat
b. Untuk melakukan analisis mengenai kepastian hukum dan tuntutan keadilan dapat dilaksanakan.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah : a. Penelitian ini dapat memberikan
sumbangan pemikiran untuk menjelaskan hukum dalam mengikuti perubahan masyarakat.
b. Penelitian ini dapat menjelaskan implementasi kepastian hukum dan tuntutan keadilan dilaksanakan dalam masyarakat.
Metode Penelitian
Menurut Setiono (2005:3) metode adalah alat untuk mencari jawab. Jadi menggunakan suatu metode (alat) harus mengetahui dulu apa yang dicari. Abdul Kadir Muhammad (2004:7) penelitian adalah terjemahan dari istilah bahasa Inggris research, yang terdiri dari re dan search artinya mencari. Jadi research atau penelitia adalah kegiatan mencari ulang, mengungkapkan kembali gejala atau kenyataan yang sudah ada untuk direkontruksi dan diberi arti guna memperoleh kebenaran yang dipermasalahkan. Metode penelitian digunakan untuk mengumpulkan data
guna mendapat jawaban atas pokok permasalahan, sehingga data yang diperoleh dari penelitian dapat dipertanggungjawabkan dan tidak menyimpang dari pokok permasalahan.
Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder (bahan pustaka), maka tipe penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Menurut Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji (2004:13) penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka
Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji (2004:7) pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang bertitik tolak dari ketentuan peraturan perundang-undangan dan diteliti dilapangan untuk memperoleh faktor pendukung dan hambatan-hambatannya.
Sumber Data
Sumber datanya adalah data sekunder, yaitu berupa buku-buku literartur.
Analisis Data
Lexy J. leong (1990:3) analisis data adalah proses mengatur urutann data mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Model analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu data yang terkumpulkan kemudian dikelompokan selanjutnya dihubungkan satu sama lainnya sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan bermakna serta dilakukan penilaian-penilaian kualitatif (non statistik).
Hukum Mengikuti Perubahan Masyarakat
Menurut Satjipto Rahardjo (1986 : 95), masyarakat tidak hanya sejumlah manusia, melainkan ia tersusun pula
dalam
pengelompokan-pengelompokan dan pelembagaan-pelembagaan kepentingan para anggota masyarakat tidaklah sama.
Jadi manusia hidup dalam masyarakat tidak dapat dihindarkan dari pertentangan kepentingan, sebab masing-masing anggota masyarakat secara pribadi maupun kelompok mempunyai kepentingan sendiri-sendiri bahkan kepentingan itu satu sama lain saling bertentangan.
Konflik kepentingan akan terjadi apabila dalam mengejar kepentingan merugikan orang lain. Kebutuhan rasa aman, tentram, tertib, dan teratur dapat terpenuhi, apabila kepentingan-kepentingan anggota masyarakat dilindungi dari gangguan dan bahaya yang mengancamnya. Gangguan kepentingan atau konflik harus dicegah karena akan mengganggu keseimbangan tatanan dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu keseimbangan tatanan yang telah terganggu haruslah segera dipulihkan ke keadaan semula. Kepentingan manusia di dalam masyarakat akan terlindungi secara memuaskan melalui hukum. Hukum memberikan penyelesaian terhadap konflik-konflik yang timbul.
Hukum merupakan sarana untuk mengatur kehidupan masyarakat, akan tetapi suatu hal yang menarik untuk dikaji secara filosofis adalah hukum senantiasa tertinggal di belakang objek yang diaturnya.
Hukum selalu ketinggalan dengan peristiwa-peristiwa dalam perkembangan masyarakat. Hal ini disebabkan karena peraturan hukum itu bersifat statis, sedangkan masyarakat dinamis sesuai dengan berubahnya kemajuan jaman. Oleh
karena itu agar tujuan hukum dapat tercapai perlu diadakan perubahan untuk mewujudkan tatanan yang lebih baik dan lebih adil.
Keadaan yang serasi dalam masyarakat merupakan suatu yang dicita-citakan oleh hukum. Bila hukum diserasikan dengan kebudayaan suatu bangsa itu menjadi bagian integral bangsa tersebut, menjadi unsur budaya juga, seperti adat istiadat, bahasa, kesenian, moral, agama. Dalam membentuk suatu tata hukum nasional nilai-nilai dan cita-cita bangsa itu harus diindahkan. (Theo Huijbers, 1991 : 144).Dengan keserasian tersebut dimaksudkan sebagai suatu keadaan di mana lembaga-lembaga sosial benar-benar berfungsi dan senantiasa saling mengisi, Soerjono Soekamto (1991:25) menyatakan, dalam keadaan para warga masyarakat merasakan adanya suatu ketentraman, oleh karena tidak ada konflik yang destruktif antara norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku. Setiap kali terjadi gangguan terhadap keserasian tersebut, masyarakat dapat menolaknya atau mengubahnya susunan lembaga-lembaga sosial yang ada dengan maksud untuk menerima suatu unsur yang baru.
Konflik akan terjadi apabila dalam mengejar kepentingannya itu merugikan orang lain. Kepentingan dikejar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai manusia pribadi maupun sebagai kelompok. Hukum sebagai alat untuk melindungi kepentingan manusia, harus dapat menyalurkan kebutuhan manusia melalui suatu proses yang direncanakan secara rasional. Kebutuhan yang harus dipenuhi tersebut bukanlah hanya kebutuhan fisik/jasmani saja akan tetapi juga meliputi kebutuhan rohani.
Setiap individu atau kelompok selalu mempunyai dorongan/ motivasi melakukan perbuatan untuk mencapai
tujuan tertentu. Kalau ditinjau lebih jauh diantara alasan-alasan yang mendorong individu atau kelompok melakukan sesuatu itu karena mempunyai kebutuhan-kebutuhan untuk dipenuhi.
Masyarakat senantiasa mengalami perubahan. Proses perubahan dapat berupa secara revolusi maupun secara revolusi, dapat menyangkut soal-soal yang mendasar bagi kehidupan masyarakat yang bersangkutan atau hanya perubahan yang kecil saja, begitu juga hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat selalu senantiasa mengalami perubahan mengikuti perubahan masyarakat.
Menurut Soerjono
Soekamto(1991:18), perubahan diperlukan dengan sengaja, oleh karena sifat hakikat dari pada perikelakuan-perikelakuan manusia dalam masyarakat.Artinya, karena manusia selalu mengadakan interaksi dengan sesamanya maka perubahan memang diperlukan.
Hukum itu berkembang dengan mengikuti tahap-tahap perkembangan masyarakat, selalu terjadi dalam kehidupan masyarakat hukum tertinggal dibelakang peristiwa dan perilaku manusia yang nyata.
Kenyataan mengenai tertinggalnya hukum dibelakang masalah yang diatumya sering dikatakan sebagai ciri hukum yang khas. Akan tetapi ketinggalan ini akan betul-betul menimbulkan suatu persoalan pada saat jarak yang memisahkan antara peraturan formal dengan kenyataan yang terjadi telah melewati batas-batasnya yang wajar.
Di dalam kenyataan, peristiwa baru dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan di dalam masyarakat. Perubahan-perubahan yang bersifat teknis banyak terjadi, seperti penemuan-penemuan baru (misalnya mesin-mesin), namum yang
lebih mendasar adalah perubahan dibidang kehidupan manusia itu sendiri. Suatu hal yang penting untuk dikemukakan adalah perubahan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dari bertani ke Industri. Dengan terjadinya perubahan semacam itu akan membawa terjadinya perubahan hukum dalam mengatur kehidupan manusia.
Menurut Soerjono Soekamto (1991:77), Pengaruh politik, agama, dan ekonomi terhadap perkembangan hukum, maka akan tebentuk empat tipe ideal dari hukum sebagai berikut : 1. Hukum irrasional dan materiil yakni
di mana pembentuk undang-undang dan hakim mendasarkan keputusan-keputusanya semata-mata pada nilai-nilai emosionil. 2. Hukum irrasional dan formal, yaitu
di mana pembentuk Undang-undang dan hakim berpedoman pada kaedah di luar akal, oleh karena didasarkan pada wahyu atau ramalan.
3. Hukum rasional dan materiil, di mana keputusan-keputusan para pembentuk Undang-undang dan hakim menunjuk pada suatu kitab suci, kebijaksanaan-kebijaksanaan penguasa Ideologi.
4. Hukum rasional dan formal, yakni di mana hukum dibentuk semata-mata atas dasar konsep-konsep dari ilmu hukum
Ide tentang perubahan hukum agar dapat berlaku efektif harus didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan manusia
Ukuran untuk mengetahui efektivitas hukum, harus digambarkan seluruh siklus input-proses-output, tidak hanya output saja, juga harus digambarkan hubungan timbal-balik antara hukum dengan lingkungan yang lebih luas tempat hidupnya hukum tersebut. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa efektivitas adalah konsep/ide vang sangat luas
yang mencakup sejumlah komponen konsep. Untuk mempertahakan keseimbangan yang optimal perlu adanya manajeman disemua komponen yang berkaitan dengan hukum.
Didalam praktek usaha untuk melakukan perubahan hukum yang efektif tidak mudah, ada batasan-batasan hukum dalam mengikuti perubahan masyarakat.
Perubahan hukum harus melalui aturan-aturan normatif sedangkan perubahan masyarakat secara spontan terjadi sesuai kemajuan jaman.
1. Kepastian Hukum dan Keadilan Van Apeldoorn (1978:22) menyatakan, tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup secara damai. Keadaan damai dalam masyarakat dapat terwujud apabila keseimbangan kepentingan masing-masing anggota masyarakat benar-benar dijamah oleh hokum. Selanjutnya Subekti dalam Kansil (1984:41) menyatakan, hukum itu mengabdi pada tujuan negara dan kebahagiaan rakyat. Hukum melayani tujuan dari negara tersebut dengan menyelenggarakan Keadilan dan Ketertiban.
Dari pengertian tujuan hukum tersebut, maka pada dasarnya fungsi pokok hukum adalah untuk mengatur hubungan antar manusia dan hubungan antara manusia dengan negara agar segala sesuatunya berjalan dengan tertib. Oleh karena itu tujuan hukum adalah mencapai kedamaian dengan mewujudkan kepastian dan keadilan serta kegunaan di dalam masyarakat. Berdasarkan pertimbangan tentang fungsi hukum tersebut, dapat ditarik suatu kesimpulan: hukum secara hakiki harus pasti dan adil. Pasti sebagai pedoman kelakuan dan adil karena sebagai pedoman kelakuan hukum itu harus menunjang suatu
tatanan yang dinilai wajar. Apabila bersifat adil dan dilaksanakan dengan pasti, hukum akan menjalankan fungsinya. Maka kepastian dan keadilan bukanlah sekedar tuntutan moral melainkan secara faktual sebagai pencerminan darihukum, atau kepastian dan keadilan sebagai gambaran nyata adanya hukum.Bila suatu hukum yang kongkret yakni, undang-undang bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan maka hukum itu tidak bersifat normatif lagi dan sebenarnya tidak dapat disebut hukum (Theo Huijbers, 1986:69).
Jadi syarat pertama agar hukum dapat berfungsi adalah adanaya kepastian. Kepastian hukum yang pertama-tama adalah kepastian dalam pelaksanaannya. maksudnya ialah bahwa hukum yang resmi diperundangkan harus dilaksanakan dengan pasti oleh negara. Kepastian hukum berarti bahwa setiap orang dapat menuntut agar hukum dilaksanakan dan tuntutan itu pasti di penuhi, dan bahwa setiap pelanggaran hukum akan ditindak dan dikenakan sanksi menurut hukum juga. Di sini termasuk bahwa alat-alat negara dalam menjamin pelaksanaan hukum bertindak sesuai dengan norma-norma hukum itu sendiri. Juga termasuk bahwa pengadilan mengambil keputusan harus berdasarkan penilaian terhadap status hukum masalah yang diperkarakan dan tidak menurut kepentingan-kepentingan pihak-pihak tertentu. Maka keputusan pengadilan harus bebas dari berbagai pengaruh kekuasaan politik maupun uang.
Selanjutnya, agar hukum dapat dilaksanakan dengan pasti, hukum itu sendiri harus jelas. Hukum harus sedemikian jelas sehingga masyarakat dan para penegak hukum dapat berpedoman padanya. Itu berarti setiap istilah dalam hukum harus dirumuskan dengan jelas dan
tegas sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan tentang tindakan apa yang dimaksud. Begitu pula aturan-aturan hukum harus dirumuskan dengan ketat dan singkat agar tidak ditafsirkan secara subyektif dan selera pribadi para penegak hukum. Kepastian hukum menuntut agar ada prosedur pembuatan dan peresmian hukum yang transparan dan dapat diketahui umum. Masyarakat selalu harus dapat mengetahui apa yang dilarang atau diwajibkan oleh hukum. Kepastian hukum juga menuntut agar hukum dikembangkan secara kontinu dan taat asas. Undang-undang harus saling kait-mengait dan berorientasi ke depan agar masyarakat dapat membuat rencana ke masa yang akan datang. Begitu pula undang-undang seharusnya tidak dibuat saling bertentangan.
Sifat hakiki hukum yang kedua adalah keadilan. Konsepsi keadilan di mana pun selalu berakar pada kondisi masyarakat yang diinginkan. Lazimnya konsepsi ini dinyalakan dengan tegas manakala orang dihadapkan pada situasi ketidakadilan. Konsepsi ini dapat dibagi secara analitis ke dalam unsur-unsur yang bersifat prosedural dan substantif, yang biasa disebut dengan keadilan prosedural dan keadilan subtantif.
Sistem hukum "the Rule of Law" dan "Negara Hukum" (rechlstaat) adalah konsep-konsep keadilan prosedural. Keadilan substantif terkait dengan apa yang dewasa ini disebut "hak-hak sosial" (social rights), dan memberi corak terhadap tata politik dan tata ekonomi dalam masyarakat. Hubungan antara konsep prosedural dan konsep substantif keadilan terletak dalam asas-asas keabsahan yang menjadi tumpuan kekuasaan dalam masyarakat.
Pancasila sesungguhnya sarat dengan nilai-nilai keadilan. Sila
keadilan sosial sebagai landasan dan tujuan hidup bernegara harus diupayakan tanpa mengabaikan tuntutan keadilan individual yang ditegaskan dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila persatuan Indonesia menuntut perlindungan seluruh rakyat dan tidak menghendaki adanya diskriminasi yang tidak wajar. Demokrasi yang menjadi esensi sila keempat akan mencerminkan keadilan, kalau dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan melibatkan rakyat melalui para wakilnya yang dipilih secara adil. Semuanya itu harus selaras dengan nilai-nilai keadilan yang dipersepsikan dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dengan demikian keadilan mempunyai kedudukan sentral dalam sistem hukum yang berdasarkan Pancasila. Analisis keadilan yang membedakan antara keadilan prosedural dan keadilan substantif dapat ditelusuri pula dalam UUD 1945. Dalam arti formal atau prosedural, keadilan menuntut bahwa hukum berlaku umum. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menegaskan: "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan ilu dengan tidak ada kecualinya". Sedangkan dalam arti material atau substantif, keadilan menuntut agar hukum dilaksanakan sesuai dengan cita-cita keadilan dalam masyarakat. Adanya pengakuan dan penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia dalam UUD 1945 dan perundang-undangan menunjuk kepada keadilan substantif.
Oleh karena itu tuntutan keadilan dapat diterjemahkan ke dalam tuntutan bahwa hukum harus sesuai dengan cita-cita keadilan dalam masyarakat. Hukum sangat erat hubungannya dengan keadilan. Bahkan ada orang berpandangan
bahwa hukum harus digabungkan dengan keadilan supaya sungguh-sungguh berarti sebagai hukum (Theo Huijbers, 1986:63).
Masyarakat tidak menilai menurut prinsip-prinsip abstrak, melainkan menurut apa yang dalam situasi konkret terasa adil. Demi tuntutan keadilan ini, maka hukum hendaknya dirumuskan secara luwes, sehingga hakim dapat mempunyai kebebasan penuh untuk memperhatikan semua unsur konkret dalam kasus yang dihadapinya. Jadi mengarah pada pelaksanaan keadilan merupakan prasyarat hakiki bagi hukum.
Kepastian hukum menuntut agar hukum dirumuskan secara sempit dan ketat agar tidak ada kekaburan sedikitpun. Tetapi makin sempit, ketat dan terperinci perumusan hukum, makin kaku hukum itu dan makin sempit ruang kebebasan hakim untuk memperhatikan pelbagai faktor subyektif. Dengan demikian mungkin saja bahwa suatu keputusan sesuai dengan norma-norma hukum, tetapi tidak sesuai dengan keadilan menurut pandangan masyarakat. Di lain pihak, apabila hakim terlalu banyak diberi kebebasan, akan terbuka peluang bagi segala macam penyelewengan, sedangkan penyelesaian suatu kasus hukum menuntut mutu profesional dan integritas pribadi hakim dan tidak lagi tergantung dari peraturan hukum. Begitu pula, agar hukum sesuai dengan perasaan keadilan masyarakat, hukum seharusnya terus menerus disesuaikan dengan perubahan-perubahan dalam ma-syarakat. Tetapi tuntutan ini bertentangan dengan tuntutan kontinutas agar hukum jangan cepat-cepat diubah.
Jelaslah bahwa antara tuntutan keadilan dan kepastian hukum terdapat ketegangan. Antara keadilan dan kepastian dihadapkan pada situasi dilematis. Di satu pihak,
ternyata hukum positif tidak dapat dipertahankan secara konsekuen karena melekat di dalamnya benih-benih ketidakadilan substantif. Sedangkan di pihak lain mensyaratkan berlakunya hukum positif dengan norma-norma keadilan substantif akan membahayakan kepastian hukum. Kiranya harus diakui bahwa dilema ini tidak akan dapat dipecahkan seratus persen. Akan tetapi, meskipun ketegangan antara kepastian hukum dan keadilan substantif tidak seluruhnya dapat dielakkan, kedua-duanya tetap dapat diusahakan bersama secara terus menerus, dalam tingkat yang makin lama makin baik. Dengan perkataan lain, hukum tidak perlu menghadapi titik kebekuannya dan selalu membutuhkan interpretasi dan yurisprudensi dalam penerapannya, demi memenuhi tuntutan keadilan dalam masyarakat.
Kesimpulan
a. Hukum selalu ketinggalan dalam mengikuti kemajuan masyarakat, oleh karena itu agar hukum ditaati dan dapat berlaku secara efektif maka perlu dilakukan perubahan-perubahan berdasarkan kebutuhan dan kepentingan masyarakat. b. Kepastian hukum dan tuntutan
keadilan tidak dapat dipecahkan atau diselesaikan secara seratus persen. Kepastian hukum dan keadilan membutuhkan interprestasi sesuai aspirasi masyarakat.
Saran-Saran
a. Hukum harus menyesuaikan perubahan-perubahan dalam masyarakat, tetapi masyarakat harus sadar akan kemampuan hukum dalam mengikuti perubahan masyarakat.
b. Ada batas-batas kemampuan hukum dalam menyelesaikan masalah kepastian hukum dan tuntutan keadilan, hal ini harus disadari dan dimengerti oleh masyarakat.
Daftar Pustaka
Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan
Penelitian Hukum,Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2004.
Budiono Kusumo Hamidjojo, Filsafat
Hukum, Problematika Ketertiban yang Adil, Grasindo, Jakarta,
2004
Kansil, Pengantar Ilmu hukum dan
Tata Negara, cet. 6, Balai
Pustaka, Jakarta 1984
Lili Rasjidi, Filsafat Hukum, Apakah
Hukum Itu? Remaja Karya, Bandung
1985.
Roscoe Pound, Pengantar Filsafat
Hukum, terjemahan Mohammad
Radjolo, Bhratara, Jakarta, 1996. Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, cet.2, Alumni Bandung, 1986.
Setiono, Pemahaman Terhadap Metodelogi Penelitian Hukum,
UNS, Surakarta, 2005.
Soerjono Soekamto, Fungsi Hukum
dan Perubahan Sosial, cet. 3,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991.
Soerjono Soekamto dan Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum
Dalam Masyarakat, Jakarta,
Rajawali, 1982
Soejono Soekamto dan Sri Mamudji,
Penelitian Hukum Normatif
Suatu Tinjauan Singkat,
Grafindo Persada, Jakarta, 2004 Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam
Lintasan Sejarah, Ghalia,
Jakarta, 1986.
---,Filsafat Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 1991.
Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum terjemahan mr. Oertarid
Sadino, cet.15, Pradnya Paramito, Jakarta, 1978