Draft Revisi Renstra Ditjen Informasi dan
Komunikasi Publik 2015-2019
Disusun oleh Bagian Perencanaan Program dan Pelaporan Setditjen IKP
2
BAGAN REVISI RENSTRA IKP 2015-2019
DAFTAR ISI:
Daftar Isi... ... 3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Kondisi Umum... ... 4
1.2. Permasalahan & Tujuan ... ... 14
BAB 2 STRUKTUR ORGANISASI, VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS
2.1. Struktur Organisasi……… ... 18
2.2. Visi... ... 19
2.3. Misi……….. ... 19
2.4. Tujuan………. ... 20
2.5. Sasaran Stregis ... 20
BAB 3 ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI DAN KERANGKA REGULASI
3.1. Arah Kebijakan ... 26
3.2. Strategi ... 30
3.3. Kerangka Regulasi ... 39
BAB 4 TARGET KINERJA ... 41
BAB 5 PENUTUP ... 44
LAMPIRAN ... 45
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Kondisi Umum
Sejalan dengan perkembangan teknologi, peran komunikasi publik menjadi semakin dominan dalam usaha mencerdaskan dan memberdayakan masyarakat, membentuk opini publik, serta menjalankan fungsi-fungsi demokrasi dalam bernegara. Kegiatan komunikasi massa yang dilakukan untuk penyebaran informasi melalui berbagai media berbasis teknologi informasi diyakini dapat menjalin keterhubungan antar elemen masyarakat. Dalam sistem demokrasi, peran strategis komunikasi dan informatika adalah menyerap informasi yang berkembang di masyarakat, mengolah dan menyebarkan informasi tersebut kembali ke masyarakat dalam bentuk informasi yang faktual dan berimbang. Hal ini merupakan prasyarat bagi bangsa dalam meningkatkan apresiasi dan partisipasi masyarakat untuk iklim demokrasi yang sehat. Kemajuan sistem komunikasi dan informatika dan meningkatnya kemampuan masyarakat dalam menarik kesimpulan dari informasi akan mendorong partisipasi aktif masyarakat pada setiap proses demokrasi, yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu kerangka pendapat umum untuk menentukan masa depan bangsa.
Dalam kurun waktu 2010 – 2014, Kementerian Komunikasi dan Informatika secara konsisten terus melaksanakan strategi dan kebijakan pembangunan yang telah direncanakan sesuai dengan Visi dan Misi yang tertuang dalam dokumen Rencana Strategis Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2010-2014 yaitu “Terwujudnya Indonesia Informatif Menuju Masyarakat Sejahtera Melalui Pembangunan Kominfo Berkelanjutan yang Merakyat dan Ramah Lingkungan dalam Kerangka NKRI”. Dalam upaya mencapai visi, Kementerian Komunikasi dan Informatika diantaranya mencanangkan Program Informasi dan Komunikasi Publik sebagai salah satu program prioritas dengan meningkatkan kecukupan informasi masyarakat dengan karakteristik komunikasi lancar dan informasi benar menuju terbentuknya Indonesia informatif dalam kerangka NKRI, serta mendorong peningkatan tayangan dan informasi edukatif untuk mendukung pembangunan karakter bangsa. Ketersediaan layanan informasi publik yang berkualitas, serta dapat diakses secara mudah dan cepat merupakan salah satu ciri khas masyarakat informasi yang sejahtera dan memiliki daya saing. Dalam program pengembangan informasi publik, selain sebagai eksekutor, pemerintah juga berfungsi sebagai regulator yang memungkinkan bagi pemerintah untuk memperoleh ruang publik yang memadai dalam penyebaran informasi, dana yang cukup untuk menjalankan fungsi penyebaran, pembelajaran, pemberdayaan dan pemerataan informasi kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah melalui regulasi yang dibuatnya diperlukan untuk menjaga ruang privat masyarakat tidak dipergunakan untuk lalu lintas informasi yang tidak dikehendakinya.
Sejalan dengan target Millenium Development Goals (MDGs), Pemerintah Indonesia telah mengarus-utamakan MDGs dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-2009 dan 2010-2014, serta Rencana Kerja Tahunan berikut dokumen anggaran. Arah pembangunan bidang komunikasi dan informasi bermaksud mengurangi kesenjangan hasil pembangunan dan memberikan kesempatan dan akses yang sama antara masyarakat yang mampu dengan yang kurang mampu secara ekonomis, antara masyarakat berpendidikan dengan yang kurang berpendidikan, maupun antara masyarakat perkotaan dengan pedesaan.
Di bidang komunikasi dan informatika, sepanjang tahun 2010-2014 telah dilakukan peningkatan layanan informasi publik dalam rangka pelaksanaan sosialisasi kebijakan pemerintah. Selain itu, dilakukan pemanfaatan dan pengembangan media massa dan media komunikasi sosial (media tradisional) untuk mengembangkan akses komunikasi publik melalui pemanfaatan kearifan lokal maupun sinergi antar kelembagaan pemerintah dalam kerangka Government Public Relations.
Fungsi penyebarluasan informasi diarahkan untuk menyampaikan informasi kebijakan pemerintah secara utuh sehingga masyarakat memahami hasil pembangunan secara menyeluruh. Namun demikian, kemampuan sebagian masyarakat Indonesia dalam mengakses informasi tidak sama, baik terhadap media berbasis teknologi komunikasi dan informasi dan media konvensional/tradisional.
Menghadapi adanya perbedaan masyarakat dalam berinformasi dan berkomunikasi, pemerintah melakukan penyediaan, fasilitasi, dan pengembangan kemitraan dengan semua pihak agar berbagai sumber daya informasi dan komunikasi dapat dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat.
Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Ditjen IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika yang memiliki tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang informasi, komunikasi publik, dan hubungan masyarakat pemerintah, berusaha mengembangkan paradigma baru dalam mengembangkan layanan komunikasi dan informasi. Yakni, memberikan perhatian terhadap upaya pemenuhan hak tahu publik, khususnya masyarakat di kawasan yang sulit memperoleh informasi publik, serta mengakomodasi aspirasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan publik. Upaya-upaya tersebut diharapkan dapat meningkatkan citra positif penyelenggara negara. Itulah tujuan (goals) Pelayanan Informasi dan Komunikasi Publik atau Government Public Relations.
1.1 Kondisi Informasi Publik
Ketersediaan informasi yang mendidik, memberdayakan, mencerahkan, dan menanamkan rasa nasionalisme dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) perlu ditingkatkan sehingga masyarakat memperoleh beragam informasi. Jumlah informasi yang mampu memberi kejelasan persoalan, panduan masyarakat bertindak, memberi inspirasi kemajuan publik, dan menebalkan rasa cinta tanah air warga Indonesia kepada NKRI perlu ditingkatkan.
Memang, ketersediaan informasi saat ini sangat melimpah seiring dengan perkembangan munculnya sarana komunikasi dan informasi. Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan penyebaran informasi makin luas dan terbuka. Berdasarkan Buku Data Pers Nasional 2013, saat ini di Indonesia setidaknya terdapat 12 stasiun TV nasional. Lebih dari 991 stasiun radio dan 340 stasiun televisi milik negara dan swasta. Menurut data Dewan Pers, terdapat sekitar 396 media pers cetak dan media siber/online sebanyak 134. Di sisi lain, media massa Indonesia sudah mengalami metamorfosa menjadi sebuah industri yang berorientasi profit. Kepentingan ekonomis ini menguat ketika era perkembangan teknologi informasi dan komunikasi makin massif dan memungkinkan akses publik sedemikian luas.
Sumber: Buku Data Pers Nasional 2013 (Dewan Pers)
Sumber: Buku Data Pers Nasional 2013 (Dewan Pers) Sumber: Buku Data Pers Nasional 2013 (Dewan Pers)
Bisnis media cetak di Indonesia berkembang pesat sejak era reformasi membuat peran media cetak sangat strategis. Berkat kehadiran pemberitaan media, masyarakat menjadi memiliki wawasan luas. Selain itu, media dapat menjalankan fungsi kontrol sosialnya untuk mengawal kerja dan kinerja pemerintahan dan kenegaraan.
Perkembangan teknologi informatika dan konvergensinya menuntut segalanya menjadi serba cepat dan instan, tak terkucuali media massa yang harus beradaptasi dengan perkembangan dunia modern. The world at
your fingertips, mungkin ungkapan itu sangat sesuai dengan perkembangan dunia online, yang mau tidak mau
memaksa pelaku bisnis media massa mengikuti pola pikir konsumen yang mengutamakan kecepatan dan kemudahan akses terhadap informasi. Hal-hal tersebut yang menjadi keunggulan media online, yang lambat laun mendesak eksistensi media tercetak.
Sumber: diolah dari berbagai sumber
Sumber: Laporan KPI Tahun 2013
Televisi saat ini seolah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, khususnya mereka yang tinggal di kawasan perkotaan. Selain menjadi sarana hiburan yang “murah meriah”, televisi juga memanjakan budaya yang berkembang di masyarakat Indonesia yakni budaya menonton.
Diperkirakan saat ini terdapat 100 juta lebih penonton televisi di Indonesia yang setia menyerap berbagai informasi dan hiburan melalui layar kaca. Bahkan setiap hari, rata-rata setiap keluarga Indonesia menghabiskan waktu antara 5 (lima) sampai 7 (tujuh) jam berada di depan televisi. Menurut data KPI tahun 2013 hampir 40% 0% penonton televisi adalah anak-anak atau usia anak dan mereka juga terbilang kelebihan menonton televisi yakni 35 jam selama seminggu.
Ketersediaan konten dan akses media memosisikan peran televisi sebagai penyebar informasi dan ruang pembelajaran bagi publik semakin terbuka lebar. Berita media merupakan produk yang dapat menjadi pengetahuan. Produk media menjadi “materi pelajaran publik” karena semua orang dapat mengaksesnya sebagai bahan belajar. Hanya saja, kecenderungan komodifikasi konten televisi yang lebih mementingkan komersialisasi dan mengecilkan konten tayangan yang kurang mendidik, mencerahkan, memberdayakan, dan menanamkan rasa nasionalisme. Oleh karena itulah, dari tahun ke tahun, pengaduan masyarakat terhadap tayangan siaran televisi tampak meningkat.
Data dari KPI Pusat pada 2013 sebanyak 12.809 dengan urutan terbanyak pengaduan tentang kaidah jurnalistik sejumlah 1525, SARA 1189, tampilan pria berpakaian dan berperilaku wanita 683, pelecehan 571, kekerasan 388, porno 139, dan norma kesopanan dan kesusilaan 134. Data tersebut menunjukkan bahwa tayangan (informasi) yang disajikan televisi belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat pemirsanya.
Membuka akses informasi merupakan kewajiban bagi pemerintah. Secara fundamental, sebuah informasi adalah milik publik, bukan milik pemerintah atau badan publik. Dalam pemahaman ini, maka konsensus sosial sebagai penerimaan atas dasar akal sehat (common sense) dan rasionalitas atas posisi suatu isu publik akan menjadi dasar bagi kebijakan publik/negara, baik berupa keputusan maupun tindakan pejabat publik dalam melayani warga masyarakat.
Oleh karena itu, diperlukan komunikasi yang baik dan efektif mencakup rangkaian proses dari kehidupan warga masyarakat. Komunikasi tersebut biasanya dicirikan dengan adanya fakta publik (public fact), kemudian menjadi masalah publik (public issue) serta dipublikasikan sebagai isu publik. Dengan begitu pejabat menjadi sumber dalam proses pembentukan opini publik, lebih jauh sebagai dasar dari kebijakan publik dalam memberikan pelayanan publik.
Muara dari seluruh proses ini adalah pelayanan dan akuntabilitas publik sebagai ciri pemerintahan dalam kehidupan negara atas dasar norma demokrasi.Diskusi publik merupakan proses dialektika antara nilai normatif dengan kenyataan empiris kehidupan publik.
Wacana tersebut berkembang sehingga nilai normatif menjadi shared values yang bersifat empiris.
Shared values sebagai suatu kontrak sosial seluruh warga dalam kehidupan publik, secara sederhana mencakup
kesepakatan dan penghayatan rasional tentang apa yang boleh (pantas) dan tidak pantas dilakukan dalam interaksi sosial. Nilai semacam ini akan berada dalam tataran etika sosial.
Basis kehidupan warga dalam ruang publik adalah adanya informasi menyangkut fakta publik yang bersifat benar, faktual dan obyektif sehingga dapat terbentuk pendapat publik secara rasional, untuk kemudian warga dapat ambil bagian sebagai stakeholders dalam kehidupan publik.
Sementara dalam pergaulan global, khususnya dalam mengatasi berbagai permasalahan global, seperti kebutuhan pangan dan energi, pengurangan kemiskinan, pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), dan dampak perubahan iklim, peran dan keberadaan informasi juga sangat penting.
Kiprah Indonesia dalam dunia internasional saat ini diperkuat dengan adanya keterlibatan dalam berbagai lembaga regional maupun internasional seperti ASEAN dan PBB. Selain membutuhkan pengelolaan citra secara positif, berbagai terobosan perlu dilakukan untuk memantapkan posisi Indonesia dalam kancah pergaulan dunia, tanpa harus melupakan warisan informasi dan warisan media.
Dalam waktu bersamaan, arus informasi begitu deras tak terbendung. Sekat-sekat negara seolah tidak ada, dan jarak antara pemerintah dengan masyarakat kian tipis. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah harus mampu memenuhi kebutuhan informasi masyarakatnya.
1.2.
Kondisi Sarana Komunikasi Publik
Ribuan pulau dan banyaknya sebaran kawasan perdesaaan menjadi penyebab terjadinya kesenjangan digital dan kesenjangan informasi. Guna mengoptimalkan aksesibilitas masyarakat atas sarana komunikasi, pemerintah berkomitmen mengatasi kesenjangan informasi dengan mempercepat penyediaan infrastruktur telekomunikasi dan informatika perdesaan melalui Program Universal Service Obligation (USO).
Sumber: Internet World Stats 2012
Pemanfaatan dana operator telekomunikasi untuk penyediaan akses telekomunikasi perdesaan itu, diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 15 Tahun 2005.
Bagan Jaringan Palapa Ring
Melalui Proyek Palapa Ring, pemerintah melibatkan swasta dalam pembangunan jaringan serat optik nasional berkapasitas besar yang menjangkau 33 ibukota propinsi dan 440 kota/kabupaten di seluruh Indonesia. Program USO mempercepat pembangunan akses telekomunikasi dan informasi di kawasan perdesaan. Program yang lebih dikenal sebagai Program Desa Berderingini mencakup 31.824 desa. Selain itu ada USO berbasis pengembangan akses internet dengan nama Program Desa Pinter yang mencakup 4.400 kecamatan.
Jika jaringan ini telah terbentuk tantangan utamanya adalah bagaimana mengisinya dengan konten yang bermanfaat bagi masyarakat. Sementara di sisi lain, juga memfasilitasi masyarakat agar bisa memanfaatkan dengan bijak dan untuk kebutuhan yang lebih produktif.
Di Indonesia sendiri, dari data APJII pada tahun 2013 pengguna internet baik sambungan tetap maupun mobile mencapai 71,19 juta orang, naik 13% dari tahun 2013 sebanyak 63 juta pengguna.Saat ini infrastruktur jaringan Internet terus bertambah, makin merata dan terjangkau. Jaringan Fiber Optik Proyek Palapa Ring ditargetkan menghubungkan 50 persen dari 465 kota di Indonesia dengan total kapasitas mencapai 600 Gbps.
Memperhatikan profil pengguna Internet di Indonesia, sebagian besar masih didominasi oleh penggunaan
E-mail, Instant Messaging dan Social Networking. Sisanya lebih banyak untuk mencari informasi atau berita, menulis
blog atau bermain game online. Jadi masih belum banyak yang benar-benar memanfaatkan Internet untuk riset, pemasaran, ataupun peningkatan produktivitas lainnya.
Kini adalah era demokrasi digital baru (new digital democracy). Demokrasi digital secara sederhana adalah aktivitas politik yang menggunakan saluran digital, terutama web 2.0, sebagai bentuk partisipasi politik atau penggalangan dukungan publik.Transformasi sosial makin nyata ketika media menggulirkan platform baru: multimedia, multiplatform, multichannel. Akibatnya, informasi berjalan cepat-aktual, bersifat global, serentak, dan interaktif. Media elektronik tak lagi terkendala periodisitas.
Interaksi melalui jejaring sosial melalui internet telah menjadi gaya hidup bagi sebagian besar pengguna internet. Salah satunya adalah facebook. Saat ini, Indonesia merupakan pengguna facebook nomor 4 di dunia setelah USA, Brazil dan India. Selain facebook, twitter pun menjadi salah satu jejaring sosial yang popular saat ini dengan lebih dari 19, 5 juta pengguna. Selain Twitter, jejaring sosial lain yang dikenal di Indonesia adalah Path dengan jumlah pengguna 700.000 di Indonesia. Line sebesar 10 juta pengguna, Google+ 3,4 juta pengguna dan Linkedlin 1 juta pengguna Peningkatan pesat ini salah satunya dipicu penggunaan jejaring sosial melalui telepon seluler.
Kondisi ini membawa konsekuensi pada tantangan komunikasi publik pemerintah. Paradigma berkomunikasi yang terjadi di dalam jaringan informasi ini sebaiknya mengikuti pola many-to-many, dan bukan mengikuti pola tradisional one-to-many. Pada pola one-to-many, arus informasi hanya berasal dari satu sumber dan diteruskan ke banyak penerima.
Sementara pada pola many-to-many, informasi berasal dari banyak sumber (sekaligus penerima) dan diteruskan ke banyak penerima (yang juga sebagai sumber). Sifat pola many-to-many ini adalah saling memberikan feedback dengan pada tingkatan yang sama.
Saat terjadi peristiwa besar, serentak beredar dan membangkitkan interaksi. Karena interaktif, informasi pun sekaligus bermakna komunikasi. Inilah realitas baru informasi: berkat revolusi informasi & komunikasi, sehingga publik menjadi konsumen sekaligus produsen (news maker) informasi.
Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan pula pendekatan komunikasi publik yang tidak hanya sekadar menyebarluaskan informasi saja, melainkan memberi ruang akses kepada publik sekaligus lebih memahami dan merespons aspirasi publik, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.Perkembangan media komunitas memiliki peran penting dalam membangun kesadaran publik akan pentingnya informasi dan mendorong terciptanya aliran informasi dua arah.
1.3. Kondisi Kehumasan Pemerintah
Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah
Masyarakat memandang penting keberadaan bagian hubungan masyarakat (humas) pemerintah. Hal ini terjadi karena humas mengelola beragam kegiatan, peristiwa, atau kasus kejadian yang melibatkan kepentingan masyarakat.
Sumber: Kemkominfo, 2013
Sumber: Bakohumas 2013
Kehumasan lembaga pemerintah dibentuk untuk mempublikasikan atau mempromosikan kebijakan dan hasil kerja lembaga. Memberi informasi secara teratur tentang program kerja dan peraturan-peraturan, atau prosedur pelayanan publik yang bisa diakses publik. Secara khusus, tugas utama humas lembaga pemerintah terkait dengan pemberian pengertian kepada publik tentang kebijakan yang berpengaruh terhadap masyarakat luas.
Dalam kasus tertentu, humas juga bertugas memantau, mengelola dan memberikan rekomendasi kebijakan komunikasi terkait dengan adanya opini atau isu negatif mengenai kinerja institusi, selain itu juga menyebarluaskan informasi mengenai kebijakan institusi agar mendapatkan dukungan dan partisipasi publik.
Persoalan kehumasan pemerintah adalah masalah sharing of information yang belum tertata dengan baik. Praktik kehumasan pemerintah cenderung bersifat satu arah dan kurang proaktif dalam mendekati publik. Di lain pihak, publik merasa belum puas dengan layanan informasi yang dikelola (humas) pemerintah. Dengan demikian, ada kesenjangan antara tuntutan dan harapan masyarakat yang amat tinggi dengan kemampuan humas pemerintah yang terbatas dalam menyediakan informasi atau mengembangan opini publik yang baik.
Pembangunan Media Center Daerah
Untuk meningkatkan perhatian masyarakat terhadap berbagai permasalahan pembangunan dan kebijakan pemerintah, pemerintah membangun dan mengembangkan Pusat Pelayanan Informasi Publik dan menyediakan sarana akses timbal balik bagi masyarakat dalam wadah Media Center di daerah, tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Dari tahun 2007 hingga 2013 telah terbangun sebanyak 156 Media Center.
Melalui kerjasama antar instansi pemerintah/swasta/lembaga telah dilakukan kerjasama dengan kelembagaan komunikasi dan informasi melalui dana Bantuan Operasional dan Penguatan Media Center yang dimulai sejak tahun 2007. Kegiatan komunikasi publik dilakukan untuk penyebaran informasi melalui berbagai media, dengan memanfaatkan teknologi informasi seoptimal mungkin guna menjalin keterhubungan antar elemen masyarakat. Keterlibatan publik menjadi prasarat bagi terwujudnya pemerintahan yang baik good governance.
Prinsip dasar yang mengemuka adalah lembaga pemerintah harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada atasan langsung dan masyarakat dan publik. Pertanggungjawaban ini bisa dalam bentuk transparansi pengelolaan sumberdaya dan penyediaan akses informasi mengenai kegiatan lembaga kepada publik dan masyarakat luas.
Pranata Humas Aparat Permerintah
Salah satu tantangan dalam bidang komunikasi adalah dukungan layanan informasi dan
komunikasi publik, khususnya dalam aspek sumber daya manusia. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
upaya pemerintah dalam memberikan pelayanan dan penyebaran informasi kepadamasyarakat,
Kementerian Komunikasi dan Informatika memfasilitasi pembinaan dan pengembangan profesi sumber
daya manusia yang menjadi motor penggerak pelayanan informasi.
Sejak tahun 2005, sumber daya pelayanan informasi dan kehumasan ditetapkan dalam jabatan
fungsional Pranata Hubungan Masyarakat. Pranata Humas berkedudukan sebagai pelaksana teknis
dalam melakukan kegiatan informasi dan kehumasan pada instansi pemerintah. Jabatan fungsional itu
bersifat terbuka bagi PNS yang bekerja di bidang pelayanan informasi dan kehumasan. Sesuai Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor. 109/M.PAN/11/2005. Pasal 4, tugas pokok
pranata humas adalah melakukan kegiatan pelayanan informasi dan kehumasan, meliputi perencanaan
pelayanan informasi dan kehumasan, pelayanan informasi, hubungan kelembagaan, hubungan personil,
dan pengembangan pelayanan informasi dan kehumasan.
Jika dicermati, sejak tahun 2010, jumlah pranata hubungan masyarakat cenderung mengalami
penurunan. Hal itu disebabkan karena belum optimalnya pembinaan yang dilakukan pada setiap level
kepegawaian, sehingga pejabat fungsional pranata hubungan masyarakat beralih ke jabatan struktural
maupun jabatan fungsional lainnya.
Tabel. Jumlah Juru Penerang dan Pranata Humas dari tahun ke tahun
Sebagai instansi Pembina, Kementerian Komunikasi dan Informatika memiliki tugas menetapkan
formasi; standar kompetensi; pengusulan tunjangan; melakukan sosialisasi; penyusunan kurikulum
pendidikan dan pelatihan; penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; pengembangan sistem informasi;
12
8000
1600
1200
1000
800
fasilitasi pelaksanaan jabatan; pembentukan organisasi profesi; penyusunan dan penetapan etika
profesi; serta melakukan monitoring dan evaluasi.
Oleh karena itu, sejak tahun 2009, Kementerian Komunikasi dan Informatika mendorong
optimasi pembinaan dan pengembangan profesi Jabatan Fungsional Pranata Humas. Salah satu
langkah yang dilakukan adalah melakukan revisi peraturan mengenai Jabatan Fungsional Pranata
Humas agar lebih adaptif sesuai dengan tantangan zaman.Sesuai dengan Peraturan Menteri
Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 6 Tahun 2014 tentang Jabatan
Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat dan Angka Kreditnya, tugas pokok pranata humas adalah
melakukan kegiatan pelayanan informasi dan kehumasan, meliputi perencanaan pelayanan informasi
dan kehumasan, pelayanan informasi, pelaksanaan hubungan internal dan eksternal, audit komunikasi
kehumasan, dan pengembangan pelayanan informasi dan kehumasan.
.
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi
Guna menjamin pelayanan informasi publik, kiranya penting dan sangat mendesak untuk
menidaklanjuti amanat dalam undang-undang Keterbukaan Informasi Publik, khususnya Pasal 13,
dimana untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan sederhana setiap Badan Publik menunjuk
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi. Melalui Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik
Kementerian Kominfo yang salah satu tupoksinya melaksanakan sosialisasi kebijakan pemerintah
berupaya mendorong terbentuknya PPID di badan publik daerah dengan memberikan advokasi terhadap
Pemprov, Pemkab/kota yang belum memiliki PPID dengan melaksanakan rapat koordinasi dan advokasi
pembentukan PPID. Dengan demikian diharapkan amanat Undang-undang KIP dalam pembentukan
PPID dapat terwujud secepatnya.
Dalam rangka implementasi UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan
PP No.61 tahun 2010 tentang pelaksanaan UU No.14 Tahun 2014, Direktorat Jenderal Informasi dan
Komunikasi Publik telah melaksanakan berbagai kegiatan advokasi maupun sosialiasi UU KIP kepada
masyarakat luas. Kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya adalah: Sosialisasi dengan format dialog
interaktif melalui TV/Radio nasional maupun daerah mengenai Keterbukaan Informasi Publik,
Pelaksanaan dan FGD Monitoring dan Evaluasi Implementasi UU No.14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik. Rapat Penyusunan Pedoman Pengelolaan Informasi Bagi Pejabat PPID
yang menghasilkan dokumen Surat edaran Menteri Kominfo tentang Pedoman Pengelolaan Informasi
dan Dokumentasi bagi Badan Publik Negara. Advokasi pembentukan PPID di di 34 Kementerian (100%),
41 Lembaga Negara Non Kementerian, 29 Provinsi, 167 Kabupaten, dan 59 Kota.
Tabel. Rekap Pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi
*per Juni 2014
No Lembaga
Jumlah
Telah Menunjuk Pejabat
Pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID)
Persentase
(%)
1
Kementerian
34
34
100,00%
2
Lembaga Negara/Lembaga Setingkat
Menteri/LNS/LPP
129
41
31,78%
3
Provinsi
34
30
88,24%
4
Kabupaten
399
168
42,11%
5
Kota
98
59
60,20%
TOTAL
694
332
47,84%
13
2. Permasalahan dan Tujuan
Pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komuikasi, telah mendorong perluasan jaringan akses informasi dan komunikasi dalam lingkup global, sehingga komunikasi antar negara dan lalu lintas informasi menjadi seolah-olah tanpa batas kewilayahan, tanpa batas negara, tanpa batas jarak dan waktu.
Perkembangan dan kemajuan tersebut secara mendasar telah mengubah dan mentransformasikan pola hidup dan cara berbisnis, penyelenggaraan industri, perdagangan, pemerintahan dan juga pendidikan untuk peningkatan taraf hidup. Revolusi digital yang berlangsung juga menjanjikan adanya kemudahan dalam melakukan pertukaran informasi, data dan pengetahuan, yang memberikan nuansa baru guna mewujudkan masyarakat berbasis ilmu pengetahuan (knowledge-based society).
Perkembangan pemanfaatan teknologi informasi di tanah air dewasa ini cukup menggembirakan, namun di sisi lain perlu tetap diwaspadai dampak negatifnya karena mempengaruhi cara berpikir (mind set) dan perlilaku bangsa secara keseluruhan.
2.1
Permasalahan
a. Informasi Pemerintah Belum Sinergis
Informasi pemerintah belum sinergis dan belum memiliki Agenda Setting. Agenda setting kebijakan adalah proses dan mekanisme penetapan jenis informasi tentang hasil kinerja pemerintahan yang penting dan perlu untuk disampaikan kepada masyarakat. Pemilihan isu strategis bertujuan untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat sehingga tersedia alternatif dan pengayaan informasi yang beredar di masyarakat. Mekanisme yang dilakukan untuk mendapatkan isu strategis kebijakan pemerintah (capaian kinerja K/L) vis a vis agenda setting media.
Secara internal pemerintahan, informasi lembaga/instansi, baik di Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D), dan pemerintah belum dikelola dengan baik. Karena belum dikelola dengan baik, maka belum ada agenda setting (pembentukan agenda) versi pemerintah untuk disampaikan kepada masyarakat/ publik luas dalam maupun luar negeri. Belum adanya agenda setting membuat informasi yang berada di berbagai institusi kementerian dan lembaga tersebut, menemui kendala ketika hendak didiseminasi kepada masyarakat melalui berbagai jaringan diseminasi informasi yang ada, baik melalui jaringan kehumasan pemerintah, media cetak, media penyiaran, media publik, media center, dan kemitraan komunikasi. Ini karena, jaringan diseminasi informasi memerlukan paket-paket informasi yang telah diolah dan dikemas sesuai dengan karakteristik simpul-simpul diseminasi informasi sehingga dapat mudah diterima masyarakat/publik.
b. Akses Informasi Terbatas dan Tak Terkoordinir
Belum terjalinnya sebuah mekanisme kerjasama dan dukungan lalu lintas informasi antar lembaga kehumasan pemerintah yang ada, sehingga mempengaruhi kelancaran proses penyebarluasan informasi publik.
Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah cenderung menimbulkan persepsi yang beragam mengenai kebutuhan atas lembaga komunikasi dan informasi. Bentuk dan fungsi institusi/lembaga pemerintah di bidang komunikasi dan informasi yang ada di daerah cenderung tidak memiliki standar yang sama. Ada yang berbentuk biro, bagian, badan, atau dinas. Kondisi ini juga mengakibatkan hubungan koordinasi antara aktivitas kehumasan pemerintah pusat dan daerah tidak berjalan sinergis dan optimal terutama dalam pelaksanaan diseminasi informasi nasional.
Dalam konteks penyebaran dan pemerataan informasi publik ke seluruh lapisan masyarakat dibutuhkan sebuah aktivitas pelancaran arus informasi publik yang ditunjang oleh adanya jaringan komunikasi dan koordinasi antar lembaga-lembaga pemerintahan di pusat dan daerah dalam penyediaan dan pelayanan informasi publik, serta terciptanya program-program komunikasi yang konvergen dan sirkular antara lembaga publik dengan masyarakat.
Kehadiran UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, juga menjadi acuan ke arah pengembangan layanan dan sinergitas baik dengan pemerintah pusat maupun daerah. Namun demikian, pelaksanaan diseminasi informasi pemerintah masih lemah karena belum mantapnya koordinasi dan sinergi pelaksanaan diseminasi informasi penyelenggaraan negara, pemerintahan dan kemasyarakatan, antar pemerintah, dan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Kebutuhan sinergi layanan informasi perlu dilakukan dalam bentuk pelayanan informasi publik dengan mengembangkan jejaring kerjasama penyebarluasan informasi publik bersama instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah dan kelembagaan komunitas dan sosial serta media massa. Hal ini tentu membutuhkan sebuah sinergi antarlini instansi pemerintah, tak hanya yang bersifat vertikal saja. Namun harus turut merambah lini horizontal, menyatukan pola informasi instansi pusat dan daerah.
c.
Apriori Terhadap Kinerja Pemerintah/NegaraDewasa ini, begitu kuatnya tren penilaian subjektif yang apriopri terhadap kinerja lembaga pemerintahan dan kenegaraan. Pemberitaan media cenderung memberi ruang kepada para tokoh-tokoh atau opiniom maker kalangan yang menilai secara subjektif bahwa kinerja pemerintah atau negara tidak memuaskan. Dengan demikian, masyarakat menerima informasi yang kurang seimbang dan kurang lengkap.
Akibat masyarakat kurang memperoleh informasi publik yang komprehensif adalah turunnya tingkat kepercayaan publik terhadap instansi pemerintah dan/atau lembaga kenegaraan. Pemerintah selalu menjadi pihak yang bersalah saat merespon dinamika perkembangan kebijakan publik.
Dalam beberapa kasus, pemerintah tampak menjadi juru bantah dalam menghadapi kasus-kasus yang berkembang di masyarakat. Dalam posisi seperti itu, niscaya pemerintah sulit memperoleh legitimasi dari masyarakat dalam melaksanakan kebijakan publik yang dipersoallan. Akibat lebih jauh, kebijakan publik menjadi tidak efektif, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaannya, sebab berjalan tanpa partisipasi publik berupa feed-back.
Fungsi komunikasi pemerintah menyampaikan informasi secara utuh sehingga masyarakat memahami problem pembangunan menjadi buntu. Saluran komunikasi menjadi tidak lancar dan informasi yang diterima oleh masyarakat menjadi bias.
Tantangan terbesar pelayanan informasi dan komunikasi publik adalah pengemasan agenda setting dan kelancaran diseminasinya kepada masyarakat sehingga masyarakat terdorong untuk memberi umpan balik dalam proses pembuatan kebijakan publik.
2.2
Tujuan
Tujuan pelayanan informasi dan komunikasi publik tersebut adalah:
a. Pemenuhan Hak Tahu Publik
Dalam amandemen UUD 1945, Pasal 28 F ditegaskan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Oleh karena itu, pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 diarahkan untuk Mewujudkan Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan. Salah satu prioritas pembangunan adalah peningkatan kualitas demokrasi yang bisa diupayakan melalui peningkatan layanan informasi dan komunikasi.
Setiap lembaga negara berkewajiban memberikan layanan informasi bagi setiap warga negara agar dapat mengakses, memanfaatkan, dan berbagi informasi, yang memungkinkan tiap individu, komunitas, dan masyarakat, untuk mengembangkan potensi dan kualitas hidup agar lebih baik.
Salah satu hal mendasar yang perlu terus dilakukan pemerintah adalah memberi kesempatan pengaksesan informasi secara terbuka (berkualitas) sebagai upaya pemerintah menunaikan hak publik.
Pada posisi demikian, pemerintah mengambil peran utama dalam proses penyediaan informasi masyarakatnya dengan jalan merancang program komunikasi yang bisa memenuhi kebutuhan publik dan mengajak masyarakat untuk melek informasi (well-informed).
b. Mengakomodasi Aspirasi Masyarakat
Partisipasi publik menjadi prasyarat bagi terwujudnya pemerintahan yang baik. Agar keterlibatan publik bisa berlangsung optimal dibutuhkan saluran komunikasi yang transparan.
Oleh karena itu, setiap lembaga negara wajib menyediakan jaringan akses informasi dan komunikasi publik agar masyarakat memiliki kesempatan mengetahui segala informasi yang berkaitan dengan kebijakan, program dan kegiatan lembaga negara.
Semua itu dilakukan pemerintah dalam kerangka mewadahi atau mengakomodasi aspirasi publik yang berkembang sebagai bentuk dari partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan publik. Proses pembuatan publik tidak hanya didekati dari perspektif top down (dari pemerintah/negara ke masyarakat) tapi juga dari perspektif bottom up, dari masyarakat ke pemerintah/negara. Dengan demikian, proses demokratisasi dapat berjalan dengan baik melalui dalam bidang informasi dan komunikasi.
c. Meningkatkan Citra Positif Lembaga Penyelenggara Negara
Citra positif atau legitimasi lembaga pemerintah/lembaga negara merupakan legitimasi atau pengakuan masyarakat atas kinerja pemerintah/negara. Kinerja positif ini merupakan buah dari kebijakan pemerintah/negara yang memuaskan publik akan kebutuhan informasi dan komunikasi. Terutama, informasi publik yang dapat digunakan masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup sehari-hari.
Selain itu, citra positif lembaga penyelenggara negara di mata masyarakat merupakan hasil dari kinerja pengelola pemerintah/negara yang mampu mengakomodasi aspirasi masyarakat dalam berinformasi dan berkomunikasi. Informasi publik yang cepat, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan (speed, accuracy, accountable) serta dapat diakses dengan mudah dan murah merupakan karakter kebutuhan utama masyarakat akan informasi.
Kondisi tersebut mensyaratkan lembaga penyelenggara negara/pemerintahan yang mampu mengelola informasi dan komunikasi publik yang handal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
DIREKTORAT JENDERAL INFORMASI DAN KOMUNIKASI
PUBLIK SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL DIREKTORAT PENGELOLAAN MEDIA PUBLIK DIREKTORAT PENGOLAHAN DAN PENYEDIAAN INFORMASI DIREKTORAT KOMUNIKASI PUBLIK SUBBAGIAN TATA USAHA SUBBAGIAN TATA USAHA SUBBAGIAN TATA USAHA SUBDIREKTORAT TATA KELOLA KOMUNIKASI PUBLIK SUBDIREKTORAT PENGELOLAAN OPINI PUBLIK SUBDIREKTORAT LAYANAN KOMUNIKASI PUBLIK SUBDIREKTORAT INFORMASI POLITIK, HUKUM, DAN
KEAMANAN SUBDIREKTORAT INFORMASI PEREKONOMIAN SUBDIREKTORAT INFORMASI KESEJAHTERAAN RAKYAT SUBDIREKTORAT MEDIA CETAK SUBDIREKTORAT MEDIA ONLINE SUBDIREKTORAT MEDIA PAMERAN DAN LUAR RUANG
BAGIAN PENYUSUNAN PROGRAM DAN LAPORAN BAGIAN HUKUM DAN KERJASAMA BAGIAN KEUANGAN BAGIAN UMUM DAN ORGANISASI
DIREKTORAT KEMITRAAN KOMUNIKASI DIREKTORAT LAYANAN INFORMASI INTERNASIONAL SUBBAGIAN TATA USAHA SUBBAGIAN TATA USAHA SUBDIREKTORAT KEMITRAAN PEMERINTAH
DAN LEMBAGA NEGARA
SUBDIREKTORAT KEMITRAAN MEDIA DAN DUNIA USAHA
SUBDIREKTORAT KEMITRAAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DAN PROFESI SUBDIREKTORAT LAYANAN INFORMASI MASYARAKAT LUAR NEGERI SUBDIREKTORAT LAYANAN I NFORMASI MEDIA ASING
SUBDIREKTORAT LAYANAN INFORMASI PERWAKILAN NEGARA
ASING DAN LEMBAGA INTERNASIONAL
MUSEUM PENERANGAN MONUMEN PERS
BAB 2
STRUKTUR ORGANISASI, VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS
2.1 Struktur Organisasi
Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik mempunyai tugas merumuskan serta
melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang informasi, komunikasi publik, dan
hubungan masyarakat pemerintah. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud sesuai
dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI No.1 Tahun 2016 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika, Direktorat Jenderal Informasi dan
Komunikasi Publik menyelenggarakan fungsi:
1)
perumusan kebijakan di bidang pengelolaan dan penyebaran informasi publik,
peningkatan peran media publik, serta pengembangan lembaga informasi dan
kehumasan pemerintah;
2)
pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan dan penyebaran informasi publik,
peningkatan peran media publik, serta pengembangan lembaga informasi dan
kehumasan pemerintah;
3)
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan dan
penyebaran informasi publik, peningkatan peran media publik, serta pengembangan
lembaga informasi dan kehumasan pemerintah;
4)
pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengelolaan dan
penyebaran informasi publik, peningkatan peran media publik, serta pengembangan
lembaga informasi dan kehumasan pemerintah;
5)
pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengelolaan dan penyebaran informasi
publik, peningkatan peran media publik, serta pengembangan lembaga informasi dan
kehumasan pemerintah;
6)
Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik; dan
pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
Rencana Strategis (Renstra) Kemenkominfo Tahun 2015-2019 disusun dengan
berpedoman kepada RPJPN Tahun 2005-2025 dan RPJMN Tahun 2015-2019. Renstra
Kemenkominfo Tahun 2015-2019 adalah pedoman untuk arah pembangunan di bidang
komunikasi dan informatika.
Pembangunan bidang komunikasi dan informatika dalam periode 2015-2019
diprioritaskan kepada upaya mendukung pencapaian kedaulatan pangan, kecukupan energi,
pengelolaan sumber daya maritim dan kelautan, pembangunan infrastruktur, percepatan
pembangunan daerah perbatasan, dan peningkatan sektor pariwisata dan industri, berlandaskan
keunggulan sumber daya manusia dan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam mendukung pencapaian Agenda Prioritas RPJMN 2015-2019, Kemenkominfo
menggulirkan koridor penyusunan program kerja terpilih untuk Renstra 2015-2019. Koridor
penyusunan Renstra 2015-2019 dibatasi oleh janji Trisakti dan Nawa Cita.
2.2 Visi Kementerian
Visi Kemenkominfo
untuk tahun 2015-2019, mengacu kepada visi dan misi
pembangunan nasional tahun 2015-2019 sebagaimana tercantum dalam RPJMN 2015-2019
yakni
“Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian
berlandaskan gotong royong“.
Visi digunakan sebagai arahan kepada semua jajaran Kemenkominfo dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya. Kemenkominfo diharapkan dapat memberikan kontribusi
melalui upaya mewujudkan masyarakat yang berpengetahuan, mandiri, dan berdaya saing
tinggi melalui pemanfaatan TIK
2.3
M
ISIK
EMENTERIANDalam upaya mencapai visi pembangunan tersebut, melalui misi pembangunan nasional,
yaitu :
Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang
kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan
kepribadian Indonesia sebagai Negara kepulauan;
Mewujudkan masyarakat maju berkesinambungan dan demokrastis berlandaskan negara
hukum;
Mewujudkan politik luar negeri bebas aktif dan memperkuat jati diri sebagai Negara
maritime;
Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi maju dan sejahtera;
Mewujudkan bangsa yang berdaya saing; dan
Mewujudkan Indonesia menjadi Negara maritim yang mandiri, maju kuat dan berbasisi
kepentingan nasional; serta
Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
2.4 Tujuan Kementerian
Sementara itu,
tujuan Kemenkominfo
antara lain:
1.
Mengelola sumber daya spektrum frekuensi radio secara optimal;
2.
Mewujudkan tata kelola komunikasi dan informatika yang sehat, efisien dan aman;
3.
Meningkatkan efisiensi industri komunikasi dan informatika;
4.
Meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi;
5.
Menciptakan sumber daya TIK yang unggul, produktif dan berdaya saing;
6.
Meningkatkan partisipasi publik terhadap pengambilan kebijakan publik;dan
7.
Menyediakan dukungan TIK dalam rangka pencapaian fokus pembangunan
pemerintah Indonesia.
2.5 Sasaran Strategis Kementerian
Adapun
Sasaran Strategis Pembangunan Komunikasi dan Informatika tahun
2015-2019
disusun dengan 4 fokus utama yakni:
1.
Kemenkominfo sebagai pendukung dari fokus pembangunan pemerintah di bidang
pangan, maritim, energi, pariwisata, industri, infrastruktur, sumber daya manusia dan
wilayah perbatasan
2.
Kemenkominfo sebagai
leading sector
di bidang Telekomunikasi, Internet dan
Penyiaran
3.
Kemenkominfo sebagai regulator yang mengatur kebijakan di bidang Telekomunikasi,
internet dan penyiaran
4.
Kemenkominfo sebagai bagian dari sistem birokrasi pemerintah yang harus dibenahi
dalam rangka memberikan pelayanan publik yang prima.
Program Utama Kemenkominfo
Berdasarkan Nawacita dan Agenda Pembangunan Nasional
Tahun 2016 menjadi tahun kedua bagi Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam
mengimplementasikan Renstra Kemkominfo Tahun 2015—2019 yang ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 22 Tahun 2015 tentang Rencana
Strategis Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2015—2019, yang kemudian
direviu dan disusun perubahannya dengan turut mengadopsi tantangan dan masalah strategis
terkini. Perubahan atas Renstra Kemkominfo Tahun 2015—2019 akhirnya ditetapkan tanggal
2 Desember 2016, dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 21 Tahun
2016. Perubahan terhadap sasaran dan indikator dalam Renstra Kemkominfo Tahun 2015—
2019 antara sebelum dan sesudah perubahan dapat dilihat pada tabel berikut:
TABEL PERUBAHAN SASARAN DAN INDIKATOR RENSTRA 2015 – 2019
SEBELUM DAN SESUDAH REVISI
PM Kominfo No. 22 Tahun 2015 (RENSTRA 2015-2019)
PM Kominfo No. 21 Tahun 2016 Perubahan PM Kominfo No. 22 Tahun 2015
(RENSTRA 2015—2019) Sasaran Strategis (SS) / Indikator Kinerja
Sasaran Strategis (IKSS)
Sasaran Strategis (SS) / Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS)
SS.1 Terwujudnya ketersediaan dan
meningkatnya kualitas layanan komunikasi dan informatika untuk mendukung fokus pembangunan pemerintah sebagai wujud kehadiran negara dalam menyatakan kedaulatan dan pemerataan pembangunan
SS.1 Tersedianya Infrastruktur TIK serta pengembangan ekosistem TIK yang merata dan efisien di seluruh wilayah Indonesia
IKSS.1 Jumlah pembangunan sarana/Tugu Berkode Pos di wilayah perbatasan dan pulau terdepan di Indonesia
IKSS.1 Persentase (%) Kab/Kota terhubung jaringan backbone serat optik Nasional (Jumlah Kab/kota: 514) IKSS. 2 Persentase (%) penyelesaian
Redesain USO
IKSS.2 Persentase (%) Kab/Kota terlayani akses broadband 4G LTE (Jumlah Kab/kota: 514)
IKSS. 3 Jumlah BTS yang dibangun di daerah blankspot layanan telekomunikasi (tertinggal, terluar, terpencil)
IKSS.3 Persentase (%) desa di wilayah tertinggal termasuk lokpri terlayani jasa akses telekomunikasi (Jumlah desa di wilayah tertinggal termasuk lokpri: 5.520 Desa)
- Desa 3T tanpa sinyal: 5.087 desa
-
Desa 3T + Lokpri tanpa sinyal: 433 desaIKSS.4 Jumlah penyediaan akses pitalebar internet
IKSS.4 Persentase (%)kawasan perbatasan terlayani jasa akses telekomunikasi (Jumlah kawasan perbatasan: 187 Kecamatan)
-
Total kecamatan Lokpri berdasarkan Perka BNPP No.1/2015= 187 lokasi prioritas IKSS.5 Persentase (%) tersedianya satelitpitalebar nasional
IKSS.5 Persentase (%) harga layanan pita lebar terhadap PDB per kapita IKSS.6 Persentase (%) implementasi
digitalisasi penyiaran/Analog Switch Off (ASO)
IKSS.7 Persentase (%) nelayan dan petani go digital (Jumlah petani + nelayan per Tahun 2013: 28,7 Juta)
PM Kominfo No. 22 Tahun 2015 (RENSTRA 2015-2019)
PM Kominfo No. 21 Tahun 2016 Perubahan PM Kominfo No. 22 Tahun 2015
(RENSTRA 2015—2019) Sasaran Strategis (SS) / Indikator Kinerja
Sasaran Strategis (IKSS)
Sasaran Strategis (SS) / Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS)
IKSS.8 Persentase (%) UMKM go digital (Jumlah UMKM per Tahun 2012: 56 juta)
IKSS.9 Persentase (%) desa di wilayah perbatasan, daerah tertinggal termasuk lokpri tersedia layanan digital ((Jumlah desa di wilayah tertinggal termasuk lokpri: 5.520 Desa)
- Desa 3T tanpa sinyal: 5.087 desa
-
Desa 3T + Lokpri tanpa sinyal: 433 desaIKSS.10 Jumlah anak-anak, wanita, disabilitas dan pelajar yang memperoleh literasi TIK
IKSS.11 Jumlah masyarakat umum yang memperoleh literasi TIK
IKSS.12 Jumlah angkatan kerja yang tersertifikasi keahlian dan kompetensi sektor TIK SS.2 Tersedianya akses pitalebar nasional,
internet dan penyiaran digital yang merata dan terjangkau untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan
SS.2 Tersedianya akses dan kualitas informasi publik terkait kebijakan dan program prioritas pemerintah yang baik, cepat, tepat dan obyektif kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia
IKSS.1 Persentase (%) ketersediaan spektrum frekuensi radio untuk mendukung layanan akses bergerak pitalebar
IKSS.1 Persentase (%) kepuasan masyarakat terhadap akses dan kualitas informasi publik (Survei Responden/Publik)
IKSS.2 Persentase (%) kab/kota yang terhubung jaringan tulang punggung serat optik nasional Palapa Ring IKSS.3 Persentase (%) selesainya migrasi
sistem penyiaran televisi dari analog ke digital (
IKSS.4 Jumlah Kab/Kota yang melaksanakan nomor panggilan tunggal darurat nasional (single public emergency number)
PM Kominfo No. 22 Tahun 2015 (RENSTRA 2015-2019)
PM Kominfo No. 21 Tahun 2016 Perubahan PM Kominfo No. 22 Tahun 2015
(RENSTRA 2015—2019) Sasaran Strategis (SS) / Indikator Kinerja
Sasaran Strategis (IKSS)
Sasaran Strategis (SS) / Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS)
IKSS.5 Persentase (%) Kab/Kota yang memiliki infrastruktur pasif telekomunikasi melalui supervisi Kemenkominfo
IKSS.6 Persentase (%) penetapan dan impelementasi Permen kominfo tentang TKDN 4G LTE
IKSS.7 Persentase (%) instansi pemerintah yang terintegrasi layanan
e-government Nasional
IKSS.8 Jumlah penyelenggara jaringan telekomunikasi yang
mengimplementasikan DNS Nasional IKSS.9 Persentase (%) peningkatan
perlindungan keamanan kepada penyelenggara, serta kualitas dan keamanan informasi kepada pengguna layanan komunikasi dan informatika (ID-SIRTII dan KAMINFO)
SS.3 Terselenggaranya tata kelola
Komunikasi dan Informatika yang efisien, berdaya saing, dan aman
SS. 3 Terwujudnya tata kelola Kementerian Komunikasi dan Informatika yang bersih, efisien dan efektif
IKSS.1 Jumlah dokumen regulasi dan kebijakan bidang telekomunikasi
IKSS.1 Opini laporan keuangan
IKSS.2 Jumlah Peraturan Menteri terkait Penyelenggaraan National Chief Information Officer (NCIO)
IKSS.2 Indeks Reformasi Birokrasi
IKSS.3 Jumlah Peraturan Menteri terkait penyelenggaraan sertifikasi elektronik dan penyelenggaraan sertifikasi keandalan
IKSS.3 Nilai akuntabilitas kinerja
IKSS.4 Jumlah regulasi untuk penyebaran dan pemerataan informasi publik
IKSS.5 Jumlah regulasi terkait implementasi Government Publik Relations (GPR) IKSS.6 Jumlah kebijakan terkait diseminasi
Kampanye Nasional Revolusi Mental SS. 4 Terciptanya budaya pelayanan, revolusi mental, reformasi birokrasi dan tata kelola
-
PM Kominfo No. 22 Tahun 2015 (RENSTRA 2015-2019)
PM Kominfo No. 21 Tahun 2016 Perubahan PM Kominfo No. 22 Tahun 2015
(RENSTRA 2015—2019) Sasaran Strategis (SS) / Indikator Kinerja
Sasaran Strategis (IKSS)
Sasaran Strategis (SS) / Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS)
Kementerian Komunikasi dan Informatika yang berintegritas, bersih, efektif, dan efisien IKSS.1 Persentase (%) rekomendasi kebijakan
berbasis penelitian/kajian (termasuk studi dampak sosial ekonomi implementasi pitalebar, internet, dan Digitalisasi Penyiaran)
- -
IKSS.2 Jumlah peserta sertifikasi, pelatihan, bimtek, dan ToT SKKNI bagi angkatan kerja muda
IKSS.3 Jumlah Rancangan Regulasi SKKNI Bidang Kominfo
IKSS.4 Jumlah peserta bimtek literasi bagi kalangan wanita, anak-anak, dan disabilitas
IKSS.5 Opini BPK-RI atas Laporan Keuangan Kementerian Komunikasi dan
Informatika
IKSS.6 Persentase (%) penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di lingkungan Kemenkominfo IKSS.7 Persentase (%) terselesaikannya
pelaksanaan kebijakan Change Management
IKSS.9 Persentase (%) tersedianya sistem dan mekanisme Partisipasi Publik (Planning, design, execution dan monitoring) anggaran dan kebijakan
Dari sasaran strategis Kementerian tersebut Direktorat Jenderal Informasi dan
Komunikasi Publik mendukung terwujudnya sasaran strategis Kementerian nomor 2 yakni
Tersedianya akses dan kualitas informasi publik terkait kebijakan dan program prioritas
pemerintah yang baik, cepat, tepat dan obyektif kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
BAB 3
ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI DAN KERANGKA REGULASI
3.1 Arah Kebijakan
Merujuk pada kondisi umum dan permasalahan dalam pengelolaan informasi dan
komunikasi public serta dalam rangka mewujudkan sasaran strategis Kementerian dan
dengan telah diterbitkannya Instruksi Presiden No.9 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan
Komunikasi Publik
dalam rangka menunjang keberhasilan Kabinet Kerja, menyerap aspirasi
publik, dan mempercepat penyampaian informasi tentang kebijakan dan program
Pemerintah. Pemerintah menunjuk Kemkominfo, dalam hal ini Ditjen IKP untuk:
•
Mengkoordinasikan perencanaan, penyiapan, dan pelaksanaan komunikasi publik
terkait kebijakan dan program pemerintah;
•
Melakukan kajian terhadap data dan informasi yang disampaikan kementerian dan
lembaga pemerintah non kementerian;
•
Melakukan
media monitoring
dan analisis konten media terkait kebijakan dan
program pemerintah;
•
Menyusun narasi tunggal terkait dengan kebijakan dan program pemerintah kepada
publik sesuai arahan Presiden;
•
Melaksanakan diseminasi dan edukasi terkait kebijakan dan program pemerintah
melalui seluruh saluran komunikasi yang tersedia;
•
Melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan komunikasi publik;
•
Dapat mengundang dan mengikutsertakan Menteri, Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non Kementerian dan/atau pihak ain dalam merumuskan materi informasi yang akan
dikomunikasikan kepada publik.
Dengan adanya Inpres No. 9 Tahun 2015 ini, Ditjen IKP diharapkan dapat melaksanakan
tugas dan fungsi koordinasi kehumasan pemerintah (
Government Public Relation
“GPR”).
Sehingga, penyampaian informasi kepada masyarakat diharapkan dapat dilakukan dengan
cepat, tepat, dan berkualitas baik. Selain itu, penyusunan narasi tunggal sebagai agenda
setting akan memberikan informasi pemerintah yang konsisten, sehingga terdapat
informasi yang berimbang terhadap kinerja pemerintah sebagai perimbangan opini yang
dibentuk oleh arus pemberitaan media yang cenderung kritis (negatif) terhadap
pemerintah.
Maraknya berita negatif di berbagai media, serta informasi yang tidak terverifikasi maupun
hoax yang beredar secara masif di media sosial di beberapa tahun belakangan ini sering
menjadikan situasi yang tidak kondusif di masyarakat. Hal ini tentunya merupakan suatu
isu yang harus segera dicari solusinya karena dapat menurunkan kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah. Salah satu solusinya adalah dengan meningkatkan kualitas di bidang
pengelolaan komunikasi publik, dimana pemerintah setiap saat wajib memonitor isu yang
sedang berkembang, menyiapkan respons melalui koordinasi dengan mekanisme yang
lebih efektif.
Berbagai kebijakan pemerintah yang baru terkadang kurang tersampaikan dengan baik
kepada masyarakat, dimana penyampaian informasi terkadang terkesan
sebagian-sebagian dan tidak menyeluruh, sehingga menimbulkan kesimpangsiuran di masyarakat.
Oleh karena itu, dalam rangka mempercepat penyampaian informasi kepada masyarakat,
telah dilakukan evaluasi secara berkala yang dilakukan selama tahun 2016. Hasil evaluasi
menyimpulkan adanya restrukturisasi organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal
Informasi dan Komunikasi Publik terkait peranannya sebagai Pengelola Komunikasi Publik
Pemerintah.
Rencana perubahan struktur yang telah disepakati adalah mengikuti pola sektoral
kementerian koordinator, sehingga pembagian direktorat menjadi: 1 (satu) direktorat
untuk menjalankan fungsi penyusunan kebijakan dan NSPK, dan 4 (empat) direktorat
lainnya menjalankan fungsi taktis dan operasional, yaitu: direktorat polhukam,
perekonomian, pembangunan manusia dan kebudayaan dan kemaritiman, sehingga
masing-masing direktorat nantinya akan fokus untuk mengurusi isu, program dan kebijakan
di sektornya masing-masing.
Dalam menjalankan fungsi GPR, saat ini Ditjen IKP telah memiliki alur proses yang dilakukan
dengan rutin. Namun demikian, terdapat berbagai tantangan dalam pelaksanaan setiap
alurnya, sebagai berikut:
1. DATA DAN INFORMASI
Dalam menjalankan peran sesuai Inpres No. 9 Tahun 2015 sebagai koordinator
perencanaan, penyiapan, dan pelaksanaan komunikasi publik, diperlukan peran serta
dan komitmen dari K/L/D terkait dalam hal pengumpulan data dan analisis informasi.
Kegiatan pengumpulan data dan analisis informasi merupakan langkah pertama dalam
alur proses GPR, di mana informasi dari K/L/D terkait ini digunakan sebagai rujukan
utama. Data dan informasi yang valid, tepat waktu, dan berkualitas merupakan langkah
awal yang penting untuk menghasilkan keluaran baik berupa narasi tunggal maupun
respon lainnya atas opini maupun permasalahan yang berkembang di masyarakat dan
menetapkan agenda setting yang diharapkan pemerintah.
Sejak tahun 2015, telah ditempatkan Tenaga Humas Pemeritah (THP) pada 34
Kementerian. Tujuan dari penempatan THP ini adalah untuk memperlancar masukan
data dan informasi terkait program prioritas pemerintah. Penempatan THP ini cukup
membantu kelancaran data dan informasi yang dibutuhkan oleh Kominfo dalam rangka
menyusun narasi tunggal baik untuk penyampaian maupun manajemen isu terkait
program prioritas pemerintah.
Namun demikian, penempatan THP ini direncanakan hanya berdurasi 2 tahun, yakni
hingga akhir tahun 2017. Setelah masa penempatan THP ini selesai, belum ada
mekanisme lain yang direncanakan utnuk menggantikan peran THP dalam memastikan
kelancaran informasi dan keikutsertaan K/L/D dalam rangka mendukung Inpres No. 9
Tahun 2015.
2. AGENDA SETTING
Agenda setting
merupakan kegiatan pengelolaan informasi publik pada GPR, yang
secara umum terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:
•
Tematik/Generik Program Prioritas: Penyusunan agenda berdasarkan tematik
sesuai dengan program prioritas pemerintah; dan
•
Isu Prioritas: Penyusunan agenda berdasarkan analisa isu/opini publik di bidang
Polhukam, Perekonomian, Maritim dan Sumberdaya serta Pembangunan Manusia
dan Kebudayaan.
Dalam
pengelolaan i
su
,
terdapat dua pendekatan
yaitu:
pemberitaan
tematik/
campaign
yang
sifatnya adalah ofensif atau pemberitahuan
dan
pemberitaan
secara insidental
yang bersifat
defensive atau merupakan
counter attack
atas
pemberitaan terkait program pemerintah yang tidak sesuai. Meskipun demikian, tujuan
dari kedua agenda setting ini sama, yakni untuk menyiapkan suatu narasi tunggal untuk
membentuk persepsi yang sama dan positif pada masyarakat atas program prioritas
Pemerintah. Sehingga, informasi yang disebarkan kepada masyarakat harus memenuhi
suatu standar kualitas yang baik dan konsisten.
3. KONTEN
Produksi konten merupakan penerjemahan atas
agenda setting
ke dalam jenis
informasi yang akan disebarluaskan. Konten atas satu informasi yang sama dapat
diterjemahkan menjadi namun tidak terbatas pada
briefing notes
, siaran pers,
infografis, videografis artikel, advertorial, dan sebagainya.
Jenis dan kuantitas informasi yang akan dihasilkan pada saat penyusunan konten
idealnya akan sangat ditentukan oleh (1) banyaknya objek informasi yang akan
disebarluaskan, dan (2) profil dari target penerima informasi. Informasi yang menjadi
objek GPR adalah program prioritas pemerintah yang kontennya perlu disesuaikan
dengan profil target penerima informasi. Kedua hal ini nantinya akan menentukan
jumlah dan kualifikasi sumber daya manusia yang diperlukan untuk memenuhi
permintaan akan jumlah dan jenis konten yang harus diproduksi. Dengan banyaknya
jenis dan jumlah konten yang harus diproduksi, sangat penting untuk tetap mampu
menjaga standar dan kualitas, agar informasi yang dihasilkan memiliki mutu yang sama
antara satu topik dengan topik lainnya.
Saat ini, jenis dan jumlah informasi yang digunakan untuk suatu
agenda setting
sangat
tergantung dari ketersediaan dan kualifikasi sumber daya manusia (SDM) yang tersedia.
Sehingga, tidak semua agenda dapat memiliki jenis dan jumlah informasi yang sama.
Selain itu, saat ini juga belum terdapat suatu standar pemrosesan konten yang dapat
memastikan tingkat kualitas yang seragam antar topik yang diangkat.
4. DISEMINASI
Kegiatan diseminasi merupakan aktivitas penyebaran informasi yang dilakukan dengan
basis komunikasi langsung dan tidak langsung. Namun demikian, sebagai negara
dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia dan negara kepulauan terbesar di
dunia, kegiatan diseminasi ini perlu memiliki suatu strategi tersendiri. Hal ini
dikarenakan kedua faktor tersebut berperan dalam membentuk struktur demografi di
Indonesia, di mana pembangunan yang belum merata berakibat pada perbedaan akses
masyarakat terhadap pendidikan, teknologi, dan informasi. Struktur demografi ini
memberi tantangan tersendiri bagi proses diseminasi informasi, yakni bagaimana agar
diseminasi informasi mampu menjangkau masyarakat Indonesia dengan struktur
demografi yang beragam.
Dalam suatu strategi komunikasi, sangat penting untuk mengetahui profil dari target
informasi (
audience
). Struktur demografi yang beragam tadi akan membentuk profil
audience
yang berbeda pada suatu daerah/komunitas/profesi, dan sebagainya. Dengan
mengetahui profil dari
audience
ini, maka media diseminasi yang akan digunakan untuk
penyebaran informasi juga akan disesuaikan. Pemetaan target informasi dan media
diseminasi ini bermanfaat agar suatu informasi dapat tersampaikan kepada target yang
tepat dengan cepat melalui media yang tepat. Namun demikian, saat ini kemkominfo
belum memililki peta profil target diseminasi. Sehingga variasi media komunikasi untuk
meningkatkan ketepatan informasi yang disampaikan masih kurang maksimal,
terutama untuk variasi media komunikasi dalam rangka penyampaian informasi kepada
masyarakat rural, di daerah 3T, dan minim akses TIK.
Pelaksanaan diseminasi informasi juga melibatkan jaringan kelembagaan komunikasi,
informasi dan kehumasan (KIK), yang secara potensi mencapai 956 lembaga dengan
rincian 34 Kementerian, 129 lembaga pemerintah non Kementerian, 34 Pemerintah
Provinsi, 420 Pemerintah Kabupaten, 94 Pemerintah Kota, 141 Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) dan 104 Perguruan Tinggi Negeri (PTN), yang masing-masing memiliki
media/kanal penyebaran informasi seperti website, videotron, dan sebagainya.
Banyaknya jenis dan jumlah kanal informasi pemerintah ini memiliki potensi jangkau
yang luas, terlebih lagi beberapa kanal-kanal informasi ini juga menjangkau hingga ke
daerah-daerah.
Pemanfaatan kanal informasi pemerintah secara optimal mampu memberikan efek
penyebaran informasi yang masif. Misalnya ketika diterbitkan suatu
campaign
tetang
Tax Amnesty, dan disebarkan melalui seluruh kanal informasi pemerintah secara
serentak dan konsisten dalam rentang waktu tertentu, maka akan ada banyak
masyarakat akan menerima terpaan informasi yang konsisten, sehingga diharapkan
akan memunculkan rasa keingintahuan lebih lanjut, hingga menjadi suatu topik
pembicaraan di masyarakat, sehingga penyebaran informasi bisa menjadi lebih luas
lagi. Namun demikian, fungsi Kemkominfo sebagai kooridinator kehumasan
Pemerintah masih belum maksimal karena belum maksimalnya strategi komunikasi
yang dimiliki Kemkominfo untuk menyinergikan kekuatan penyebaran informasi di
seluruh K/L/D. Hal ini tercermin dari belum seluruh kanal/media informasi yang dimiliki
K/L/D digunakan untuk mendukung penyebaran informasi terkait program prioritas
pemerintah.
5. MONITORING DAN EVALUASI