• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Bus Rapid Transit

Bus Rapid Transit (BRT) merupakan suatu sistem bis yang telah disempurnakan dan beroperasi pada jalur bis atau jalur perpindahan dengan menggabungkan fleksibilitas dari bis dan efisiensi dari kereta api (Anonim, 2005). Dengan demikian, BRT beroperasi pada kecepatan tinggi yang juga menyediakan pelayanan yang lebih baik dan meningkatkan kenyamanan penumpangnya. Selain itu, BRT juga merupakan alternatif transportasi yang paling murah dibandingkan dengan moda transportasi lainnya seperti light rail (Slevin, 2007; Zimmerman & Levinson, 2006).

BRT pertama kali diimplementasikan di Curitiba, Brazil pada tahun 1974, dan menjadi global pada awal abad ke-21 (lihat pada gambar 2.1). Proyek BRT yang utama telah diterapkan sejak abad tersebut, yaitu antara lain di Afrika, Australia, China, India, Indonesia, Iran, Mexico, Turki, dan beberapa kota lainnya di Eropa, serta Amerika Latin.

Gambar 2.1 Implementasi BRT dan sistem rail-based (Campo, 2010)

2.2 Bus Rapid Transit di Indonesia

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Indonesia juga telah menerapkan sistem BRT tepatnya di Jakarta. Hal ini dipicu dengan

(2)

bertambahnya populasi di Jakarta, serta banyaknya pengguna kendaraan pribadi dibandingkan kendaraan umum yang berdampak pada kemacetan lalu lintas di Jakarta (Soehodho, Hyodo, Fujiwara, & Montalbo, 2005). Pada dasarnya, kebutuhan transportasi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, seperti ketersediaan fasilitas, infrastruktur kota, kecepatan pertumbuhan ekonomi, budaya setempat, dan sebagainya (Hyodo, Montalbo, Fujiwara, & Soehodho, 2005). Pemilihan sistem BRT ini sebenarnya dikarenakan BRT merupakan sistem yang tercepat dan termurah untuk diimplementasikan di Jakarta dengan kondisi saat ini (Alvinsyah, Soehodho, & Nainggolan, 2005). Sistem ini sebelumnya diimplementasikan di Bogota, Kolombia, yang mana di sanalah penerapan sistem BRT yang terbaik di seluruh dunia. Belajar dari kesuksesan sistem BRT tersebut, pemerintah daerah Jakarta mencoba untuk mengadopsi sistem BRT Bogota sebagai referensi utamanya, yang kemudian diberi nama TransJakarta yang mulai dioperasikan pada awal tahun 2004 (Alvinsyah & Zulkati, 2005). Sampai tahun 2012, BRT TransJakarta telah memiliki 11 koridor yang telah dioperasionalkan (lihat tabel 1 pada lampiran).

2.3 Standardisasi Sistem Bus Rapid Transit

Untuk mengukur kesuksesan dari sistem BRT yang telah diimplementasikan, Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) telah mengembangkan suatu standar penilaian untuk menentukan peringkat dari sistem BRT (Weinstock, Hook, Replogle, & Cruz, 2011). Sistem penilaian ini disebut dengan standar BRT, yang membagi sistem BRT ke dalam peringkat emas, perak, atau perunggu. Standardisasi ini terbagi ke dalam beberapa kelompok, antara lain: perencanaan pelayanan, infrastruktur, desain halte dan pandangan halte bus, dan kualitas dari pelayanan dan sistem informasi penumpang. Jumlah keseluruhan kriteria dari standard BRT ini adalah 30 kriteria yang akan dibahas satu per satu pada pembahasan selanjutnya.

(3)

2.3.1 Perencanaan Pelayanan

Salah satu tujuan dari sistem BRT adalah untuk mengurangi waktu perjalanan penumpang dan meningkatkan kualitas perjalanan mereka, sehingga perlu adanya perencanaan pelayanan agar tujuan sistem BRT tersebut dapat tercapai. Berikut ini merupakan kriteria dari standar BRT yang berada pada kelompok ini.

Pembelian Tiket di Luar Kendaraan (Off-vehicle Fare Collection). Pembelian tiket di luar kendaraan merupakan salah satu elemen terpenting dari keseluruhan sistem BRT. Sistem bis konvensional meminta para penumpang untuk membayar tiket mereka di dalam bis sebelum bis berangkat. Secara signifikan, hal ini membuat proses menjadi lama terutama ketika terdapat banyak penumpang di halte. Hal tersebut menyebabkan waktu penurunan per penumpang mencapai 5 detik, sedangkan dalam standar BRT waktu penurunan per penumpang berkisar 1–3 orang per detik. Sehingga perlunya pembelian tiket dilakukan di luar bis sebelum bis tiba agar lebih efisien.

Banyak Rute Menggunakan Infrastruktur BRT yang Sama (Multiple Routes Use Same BRT Infrastructure). Banyaknya jumlah bis yang menggunakan pemberhentian bis yang sama dan juga banyaknya penumpang yang naik turun, membuat waktu pemberhentian bis menjadi lama. Sehingga terkadang pihak pengelola perlu meminimalkan jumlah bis pada koridor tersebut untuk menghindari penumpukkan bis pada halte yang akan menyebabkan penundaan. Solusinya adalah seringkali untuk menciptakan layanan yang besar diartikulasikan dengan perjalanan kendaraan BRT sepanjang koridor-koridor saja, dan penumpang yang ingin bepergian ke luar bisa pindah dari koridor ke transportasi lainnya, seperti bus kecil pada terminal perpindahan, hal ini disebut dengan mode langsung. Mode layanan langsung memungkinkan bis-bis yang sama untuk melayani koridor BRT dan rute biasa, tanpa membutuhkan penumpang untuk berpindah. Sedangkan mode trunk membutuhkan perpindahan (transfer) dari luar koridor BRT untuk perjalanan di dalam koridor. Standar emas

(4)

BRT umumnya menggunakan mode trunk sebagai infrastrukturnya, dikarenakan mode ini menghasilkan kecepatan tinggi dan kualitas penumpang yang tinggi juga. Standar BRT memberikan 4 poin untuk sistem yang mencakup beberapa layanan yang menggunakan infrastruktur yang sama di segmen koridor terpadat. Poin yang paling kecil diberikan kepada rute yang lebih sedikit atau pelayanan yang kurang optimal.

Frekuensi Bis pada Jam Sibuk (Peak Period Frequency). Sebagai suatu sistem yang memiliki kualitas tinggi, frekuensi kedatangan bis pada jam sibuk setidaknya mencapai 3 menit (Neimat, 2010). Sesuai dengan standar Bus Rapid Transit (BRT), frekuensi jam sibuk dibagi ke dalam beberapa tingkatan yang dapat dilihat pada tabel 2.2 (Weinstock, Hook, Replogle, & Cruz, 2011).

Tabel 2.2 Standar penilaian frekuensi BRT pada jam sibuk Frekuensi Pelayanan (Menit) Nilai

< 3 4

3 – 5 3

5 – 7 2

7 – 10 1

Tabel 2.2 menjelaskan tentang standar penilaian BRT untuk frekuensi waktu kedatangan bis pada jam sibuk. Terdapat 4 tingkatan frekuensi kedatangan bis pada jam sibuk, yaitu kurang dari 3 menit, 3–5 menit, 5–7 menit, dan 7–10 menit.

Rute pada Top 10 Koridor (Routes in Top 10 Demand Corridors). Koridor BRT seharusnya diimplementasikan di lokasi yang permintaan penumpangnya sangat tinggi. Namun seringkali lokasi yang dipilih berada pada permintaan penumpang yang rendah hanya karena terdapat kapasitas jalan yang berlebih. Standar BRT memberikan nilai 4 untuk sistem yang mana koridor BRT berada pada permintaan penumpang yang tinggi dan nilai terkecil untuk koridor BRT yang ditempatkan pada permintaan penumpang yang rendah.

(5)

Pembelian Tiket yang Terintegrasi dengan Angkutan Umum Lainnya (Integrated Fare Collection with Other Public Transport). BRT adalah suatu moda transportasi pelengkap yang terhubung dengan transportasi umum lainnya, seperti bis, kereta api atau kereta listrik, dan lainnya. Hal ini sangat membantu penumpang jika sistem pembelian tiket BRT terintegrasi dengan sistem pembelian tiket di moda lain. Standar BRT memberikan nilai 3 bagi BRT yang memiliki integrasi pembelian tiket dengan moda transportasi lain.

Pemberhentian Utama dan Kecil (Limited and Local Stop Services). Biasanya sebagian besar penumpang akan naik dan turun di beberapa halte utama. Bagi kebanyakan penumpang, berhenti di setiap halte akan membuat waktu perjalanan menjadi bertambah lama dan sebenarnya hal tersebut juga tidak akan memberikan keuntungan bagi operatornya sendiri. Dengan demikian, akan lebih baik apabila terdapat rute khusus bagi pemberhentian utama ke pemberhentian utama selanjutnya tanpa harus berhenti di setiap halte kecil yang dilaluinya, di mana permintaan penumpangnya tinggi. Standar BRT memberikan maksimal 3 poin untuk BRT yang menerapkan sistem ini.

Frekuensi Bis pada Jam Tidak Sibuk (Off-peak Frequency). Frekuensi jam tidak sibuk dibagi ke dalam beberapa tingkatan yang dapat dilihat pada tabel 2.3 (Weinstock, Hook, Replogle, & Cruz, 2011).

Tabel 2.3 Standar penilaian frekuensi BRT pada jam tidak sibuk Frekuensi Pelayanan (Menit) Nilai

< 7 3

8 – 15 2

>15 1

Tabel 2.3 memiliki 3 tingkatan penilaian untuk frekuensi kedatangan bis pada jam tidak sibuk, yaitu kurang dari 7 menit, 8 – 15 menit, dan lebih dari 15 menit.

(6)

Bagian dari (Perencanaan) Jaringan Multi Koridor (Part of (Planned) Multi-Corridor BRT Network). BRT sering dipandang sebagai satu koridor yang mirip dengan kereta api. Namun salah satu keuntungan terbesar BRT adalah kemudahan dalam membentuk koridor-koridor yang ada menjadi sebuah jaringan. Jaringan BRT dapat mencakup seluruh area metropolitan dengan membuatnya secara signifikan lebih menarik bagi pengguna potensial yang akan mengalami peningkatan akses terhadap tujuan yang mereka inginkan. Standar BRT memberikan penghargaan hingga 3 poin untuk keberadaan atau rencana jaringan BRT.

Kinerja yang Didasarkan Operator Terkait (Performance-based Contracting for Operators). Kontrak berbasis pada kinerja membuat suatu kompetisi dan insentif bagi operator yang berkinerja yang baik (hukuman untuk kinerja yang buruk) baik operator swasta maupun umum. Misalnya, TransMilenio di Bogota, ketika seorang operator bis berkinerja buruk, misalnya bis tidak bersih atau supir menunjukkan perilaku yang buruk atau tidak tepat waktu, maka perusahaan akan didenda. Sembilan puluh persen dari denda tersebut akan diberikan kepada operator yang memiliki kinerja tinggi. Standar BRT memberikan 3 poin bagi sistem BRT yang memiliki kontrak berbasis pada kinerja.

Perlindungan Hak untuk Jalan (Enforcement of Right-of-way). Menjaga kendaraan yang tidak sah untuk keluar dari jalur bis BRT adalah suatu tantangan, bahkan untuk jalur yang terpisah sekalipun. Di sebagian besar negara berkembang, di mana biaya tenaga kerja lebih rendah, masalah ini ditangani dengan menambahkan polisi lalu lintas ke lokasi sepanjang koridor BRT di mana invasi yang paling mungkin terjadi. Namun di negara maju yang memiliki biaya tenaga kerja tinggi, penggunaan kamera akan lebih hemat biaya. Idealnya dipasang pada bis untuk menjamin pergerakan konstan jalur bis. Standar BRT memberikan 2 poin untuk penggunakan kamera langsung pada bis.

(7)

Beroperasi Saat Malam Hari dan Waktu Akhir Pekan (Operates Late Nights and Weekends). Untuk memenuhi harapan masyarakat agar mengesampingkan mobil mereka dan berpindah ke BRT, perlu adanya jaminan bahwa mereka akan bisa pergi ke tempat tujuan mereka dan kembali ke tempat asal mereka. Dengan demikian, kebutuhan pelayanan harus ditawarkan sepanjang hari dan larut malam. Layanan akhir pekan pun juga penting, jika sistem ini ingin menjadi transportasi alternatif untuk pemilik mobil. Layanan larut malam dan akhir pekan diberikan maksimal 2 poin dari standar BRT.

Sistem Kontrol Operasional untuk Mengurangi Bunching (Operational Control System to Reduce Bus Bunching). Sistem BRT yang telah diberikan jalur sendiri ternyata juga dapat mengalami keterlambatan akibat ketidakteraturan jumlah penumpang yang naik dan turun. Terkadang sekelompok bis yang telah dijadwalkan, tetapi tetap berdekatan antara bis satu dengan yang lainnya. Akibatnya terjadi selang waktu dalam jadwal dan juga semakin lamanya waktu tunggu penumpang yang berikutnya. Sehingga perlu adanya sistem kontrol operasional, baik dengan elektronik maupun manual untuk mengatur posisi bis agar mengurangi penumpukkan bis. GPS atau teknologi telepon seluler digunakan untuk mengetahui lokasi bus relatif terhadap jadwal dan menunjukkan di mana bis berkumpul. Sistem tersebut dapat mengirim pesan ke supir bis, baik kenaikan atau penurunan kecepatan, dan untuk melakukan penyesuaian jadwal. Standar BRT memberikan 2 poin untuk BRT yang menerapkan sistem kontrol operasional.

Biaya pada Jam Sibuk (Peak-period Pricing). Untuk membantu penyebaran penumpang lebih merata di sepanjang hari dan menghindari lonjakan tajam penumpang yang sering terjadi selama jam sibuk, sistem BRT yang berkualitas harus memberikan harga khusus pada jam sibuk. Harga yang meningkat selama jam sibuk membuat penumpang akan berpindah untuk melakukan perjalanan di jam tidak sibuk. Hal ini akan menurunkan biaya perjalanan yang biasanya perlu mengerahkan lebih banyak kendaraan untuk melayani permintaan yang tinggi

(8)

selama jam sibuk. Standar BRT memberikan 2 poin untuk penerapan harga waktu sibuk.

2.3.2 Infrastruktur (Infrastructure)

Jalur Bis yang Berada di Tengah Jalan/Jalur Cepat (Bus Lanes in Central Verge of The Road). Menempatkan jalur khusus di tengah jalan/jalur cepat cenderung meningkatkan kecepatan bus karena meminimalkan pertemuan dengan kendaraan yang belok, parkir, pengendara sepeda, pejalan kaki, dan keadaan lalu lintas lainnya. Karena menempatkan jalur bis di tengah dari setiap jalan mengharuskan pembangunan halte di tengah jalan, bukan di trotoar, akibatnya jalur lain seringkali diambil untuk halte serta jalur khusus bis. Sehingga perlunya BRT memiliki halte bis tunggal yang dapat digunakan oleh bus di kedua arah. Standar BRT memberikan 7 poin untuk hal ini, dimana diberikan untuk sistem yang mencakup jalur tengah di segmen permintaan tinggi.

Jalur Khusus Bis yang Terlindungi Secara Fisik (Physically-separated Right-of-way). Menyediakan bis dengan hak eksklusif di busway memungkinkan bis untuk bergerak pada kecepatan arus bebas dan menghindari kemacetan di lalu lintas campuran. Selama kemacetan, hak khusus jalan ini memungkinkan kecepatan bis melampui kecepatan kendaraan lain yang berada di jalur campuran. Pada sistem yang terbaik, perlindungan hak untuk jalan ini dibantu oleh penghalang fisik untuk melindungi jalur dari kendaraan yang melanggar. Secara teknis, pemisahan fisik hanya diperlukan di mana ada kemacetan lalu lintas dan berisiko kendaraan lain akan mengganggu hak khusus jalan ini. Karena pemisahan fisik membuat sistem merasa lebih resmi, umumnya direkomendasikan sepanjang koridornya. Namun hal tersebut tidak bersifat kaku dan sebenarnya bis pun bisa keluar dari jalur tanpa mengganggu kendaraan lain atau penghalang. Perlindungan hak khusus jalan ini adalah salah satu hal yang paling penting dari standar BRT, tabel 2.4 merupakan pengelompokkan poin yang diberikan BRT untuk kriteria ini.

(9)

Tabel 2.4 Standar Penilaian Jalur Khusus Bis Terlindungi Secara Fisik Berdasarkan Lokasinya

Lokasi Diberlakukannya Hak Khusus Jalan Poin

Di segmen permintaan yang tinggi 7

Hanya di segmen permintaan rendah 3

Tidak ada di manapun 0

Perlakuan Khusus untuk Bis (Intersection Treatments). Hal ini penting untuk mengurangi waktu perjalanan bis dan lalu lintas lainnya yang banyak menghabiskan waktu di lampu lalu lintas. Waktu dapat dihemat secara signifikan dengan menghilangkan belokan kiri di seluruh sistem tengah pusat BRT. Hal ini sebagian karena keterlambatan yang disebabkan oleh belokan kiri seperti yang dijelaskan di atas dan karena tambahan hak jalan yang diperlukan di persimpangan. Salah satu alasan standar BRT emas meliputi penempatan tengah pusat karena lebih mudah untuk mengeliminasi belokan kiri di seluruh sistem tengah BRT.

Tersedianya Jalur untuk Melewati Bis Lain pada Pemberhentian Bis (Physically-separated Passing Lanes at Station Stops). Pentingnya desain passing lanes di halte BRT agar bis lain yang ingin mengakses halte dapat langsung mengakses tanpa harus menunggu bis sebelumnya yang sedang mengakses halte. Selain itu juga, bis yang setelah selesai mengakses halte dapat langsung bergerak keluar tanpa menunggu bis yang berhenti di depannya. Dengan adanya desain ini, frekuensi kedatangan bis menjadi lebih cepat walaupun berada pada frekuensi yang tinggi. Standar BRT memberikan hingga 4 poin untuk BRT yang membuat kriteria ini.

Halte Menempati Jalan Umum/Tengah Jalan(Bukan Trotoar) (Stations Occupy Former Road/Median Space (Not Sidewalk Space). Kapasitas jalan seringkali dianggap suatu komoditas yang berharga, sehingga agen perjalanan terkadang lebih memilih untuk membangun halte pada trotoar daripada di lalu

(10)

lintas umum atau jalur parkir. Hal ini membuat akses jalan pejalan kaki dibatasi dan membuat pejalan kaki harus jalan di pinggir jalan akibat adanya halte di sepanjang trotoar. Selanjutnya, halte biasanya akan menjadi sempit agar berusaha untuk tidak memblokir seluruh trotoar.

Halte Diatur dari Persimpangan (minimal 100 kaki / 30 meter) (Stations Set Back from Intersections (100 feet min)). Salah satu kesalahpahaman yang paling umum tentang perencanaan sistem BRT adalah keyakinan bahwa halte harus ditempatkan berdekatan dengan persimpangan jalan, sehingga pejalan kaki dapat menyeberang jalan lewat lampu lalu lintas. Alasan utama halte BRT harus dipisahkan dari persimpangan, yaitu ketika selesai menaikturunkan penumpang, bis harus bisa secepatnya bergerak dari halte agar bis lainnya di belakang dapat segera melakukan proses menaikturunkan penumpang. Jika halte dekat dengan persimpangan (sebelum perempatan), dan bis berhenti pada lampu merah akan mengakibatkan semua bis dibelakangnya tertunda untuk mengakses halte. Standar BRT memberikan 3 poin untuk halte yang kira-kira berada seratus kaki dari persimpangan jalan.

Halte Berada di Tengah dan Terbagi Menjadi 2 Arah Layanan (Stations are in Center and Shared by Both Directions of Service). Secara umum, lebih baik jika terdapat satu halte di tengah jalan yang terbagi untuk dua arah layanan, daripada harus membagi halte pada masing-masing arah. Sebagai suatu koridor yang saling terhubung, penumpang akan sering berpindah dari bis satu ke bis lainnya. Akan lebih nyaman, jika satu orang dapat langsung berpindah bis di satu tempat daripada jika harus keluar halte dan masuk lagi di halte lainnya. Oleh karena itu, standar BRT memberikan 4 poin bagi halte yang dapat mengakses kedua arah layanan dan berada di tengah jalan.

(11)

2.3.3 Desain Halte dan Tampilan Halte Bis (Station Design and Station-Bus Interface)

Tinggi Lantai Bis Sejajar dengan Tinggi Lantai Halte (Platform-level Boarding). Untuk mengurangi waktu kenaikan dan penurunan penumpang, standar emas dari sistem BRT memperkenalkan platform-level boarding. Dermaga halte didesain setara tingginya dengan lantai bis. Hal ini dibuat agar penumpang dapat lebih cepat naik dan turun dari bis, juga memberikan kemudahan akses bagi penumpang yang menggunakan kursi roda, orang tua dengan kereta bayi, anak-anak muda, dan lainnya. Standar BRT memberikan 5 poin untuk sistem BRT yang memiliki platform level boarding.

Bis Memiliki 3+ Pintu pada Bis Artikulasi atau 2+ Pintu yang sangat Lebar untuk Bis Standar (Buses have 3+ Doors on Articulated Buses or 2+ very Wide Doors on Standard Buses). Fitur lengkap sistem BRT biasanya menggunakan tiga pintu atau lebih di setiap bis, di mana penumpang dapat naik atau turun secara bersamaan. Jika permintaan rendah, mungkin cukup untuk bis yang memiliki dua pintu, asalkan cukup luas untuk menaiki penumpang dengan cepat. Standar BRT memberikan 4 poin untuk ukuran ini.

Beberapa Dermaga dan Pemberhentian (dipisahkan oleh setidaknya setengah panjang bis) (Multiple Docking Bays and Sub-stops (separated by at least half a bus length). Pada rute di mana jumlah penumpang cukup tinggi, multiple docking bays dan sub-stops pada halte menjadi penting untuk meminimalkan penundaan di halte. Adanya beberapa dermaga pemberhentian yang berada cukup jauh terpisah dari satu ke lainnya dapat membuat bis lain berhenti di depan bis yang sedang berhenti atau di belakangnya. Hal ini dapat menghemat waktu dari perjalanan penumpang karena dapat langsung mengakses halte. Hal ini juga memerlukan passing lanes pada setiap halte agar bis yang ingin mengakses halte dapat langsung melewati bis di depannya yang sedang berhenti. BRT memberikan penghargaan hingga 3 poin untuk standar ini.

(12)

2.3.4 Kualitas Pelayanan dan Sistem Informasi Penumpang (Quality of Service and Passenger Information Systems)

Menampilkan Brand Kendaraan dan Sistem (Branding of vehicles and system). Untuk mengenalkan BRT kepada masyarakat umum, sangat penting untuk membuat brand sistem tersebut berbeda dan lebih baik dari sistem yang sebelumnya ada. Hal ini membutuhkan komunikasi yang kuat dan perencanaan pemasaran untuk mengawali peluncuran sistem. Sebaiknya branding mampu menyentuh semua elemen dari sistem tersebut, dari komunikasi produk sampai map dan logo di bis itu sendiri. Standar BRT memberikan 3 poin untuk ukuran ini.

Halte yang Aman, Lebar, Terlindungi dari Cuaca, dan Memiliki Keindahan (>/= 8 kaki ) (Safe, Wide, Weather-protected Stations with Artwork ( >/=8 feet wide )). Halte harus aman dengan pencahayaan yang baik, personil keamanan, dan perlindungan dari cuaca yang buruk. Halte perlu juga memiliki ruangan yang cukup besar, kira-kira memiliki lebar 11 meter sehingga dapat memberikan kesan keterbukaan dan arus penumpang menjadi lancar. Standar BRT memberikan 3 poin untuk halte yang setidaknya memiliki lebar 8 kaki, aman, dan terlindungi dari cuaca.

Informasi Penumpang Mengenai Pemberhentian dan Kendaraan (Passenger Information at Stops and on Vehicles). Kualitas yang tinggi dari sistem BRT seharusnya mudah untuk dimengerti dan digunakan. Sistem tersebut tentu harus menyediakan informasi yang jelas untuk penumpang yang berada di halte maupun di dalam bis. Hal ini mencakup peta, timetables, waktu kedatangan dan juga informasi pemberhentian berikutnya. Standar BRT memberikan 2 poin untuk ukuran ini.

2.3.5 Integrasi dan Akses (Integration and Access)

Jalur Sepeda pada Koridor (Bicycle Lanes in Corridor). Seringkali sebuah koridor BRT dipilih berdasarkan permintaan penumpang yang tinggi. Hal ini

(13)

karena koridor mencakup asal usul dan tujuan-tujuan yang diinginkan. Sehingga memungkinkan perlunya pembuatan jalur sepeda pada koridor agar penumpang dapat mengakses koridor dengan menggunakan sepeda. Standar BRT memberikan maksimal 2 poin untuk koridor BRT yang memiliki jalur sepeda.

Sistem BRT yang Terintegrasi dengan Sistem Sepeda (Bicycle Sharing Systems at BRT Stations). Sistem BRT yang terintegrasi dengan sistem sepeda memberikan penduduk kota kemudahan untuk mengakses sepeda dengan biaya murah atau bahkan tidak perlu biaya, telah mendapatkan popularitas yang luas dalam beberapa tahun terakhir. Halte BRT memfasilitasi akses bagi penumpang BRT dengan peminjaman sepeda, keamanan dan penyimpanan. Standar BRT memberikan hingga 2 poin untuk sistem BRT yang terintegrasi dengan sistem sepeda.

Peningkatan Keamanan dan Ketertarikan Pejalan Kaki untuk Mengakses Sistem dan Lingkungan Koridor (Improved Safe and Attractive Pedestrian Access System and Corridor Environment). Kebanyakan perjalanan angkutan dimulai atau diakhiri dengan berjalan kaki, oleh karena itu pentingnya untuk membuat lingkungan pejalan kaki di sekitar halte bis aman dan menarik. Hal ini berarti semua halte harus memiliki area pejalan kaki atau fasilitas-fasilitas lainnya untuk memastikan keamanan jalan dan trotoar di area terdekat. Agar lingkungan pejalan kaki menjadi indah dan nyaman, perlu juga diberikan hiasan seperti lukisan pada dinding jalanan maupun pohon-pohon di pinggir jalan. Standar BRT memberikan 2 poin untuk ukuran ini.

Keamanan Parkir Sepeda pada Pemberhentian Halte (Secure Bicycle Parking at Station Stops). Berdasarkan petunjuk perencanaan BRT, "keamanan infrastruktur tempat parkir sepeda adalah suatu hal yang sangat penting bagi pengendara sepeda, agar pengendara sepeda merasa nyaman meninggalkan sepeda mereka sebelum masuk ke sistem. Adanya fasilitas tempat parkir sepeda pun juga dapat menjadi suatu alat pemasaran yang mendorong penggunaan

(14)

sepeda." Standar BRT memberikan 2 poin bagi halte yang memiliki keamanan tempat parkir sepeda.

2.4 Boxplot

Boxplot merupakan sebuah alat sederhana yang sangat baik dalam memetakan sekumpulan data tunggal (Benjamini, 1988). Data-data penting yang diperoleh dari boxplot adalah kuartil pertama (Q1), kuartil kedua atau median (Q2) , kuartil ketiga (Q3), nilai observasi terkecil, nilai obsevasi terbesar, serta nilai outlier atau ekstrim. Pada umumnya sumbu vertikal menyatakan satuan yang digunakan untuk pengukuran data, sedangkan sumbu horizontal menjelaskan tentang jenis data yang sedang diteliti (sebagai contoh lihat gambar 2.2).

Gambar

Gambar 2.1 Implementasi BRT dan sistem rail-based (Campo, 2010)
Tabel 2.2 Standar penilaian frekuensi BRT pada jam sibuk  Frekuensi Pelayanan (Menit)  Nilai
Tabel 2.4 Standar Penilaian Jalur Khusus Bis Terlindungi Secara Fisik  Berdasarkan Lokasinya
Gambar 2.2. Salah satu contoh boxplot (ConnectMV, 2011)

Referensi

Dokumen terkait

Besarnya peningkatan permintaan jagung Indonesia pada penghapusan tarif impor jagung Indonesia dari negara AFTA (S1) (0,02%) Peningkatan permintaan jagung Indonesia

Dengan sholat jum’at tersebut hampir seluruh warga masyarakat berkumpul untuk secara langsung mendengar khutbah dari Nabi Muhammad SAW dan shalat jama’ah jum’at Rasa harga

Variebel dalam penelitian ini adalah gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakaktifan lansia ke posyandu dengan definisi operasional pengetahuan lansia tentang

Rencana Penarikan Dana dan Perkiraan Penerimaan yang tercantum dalam Halaman III DIPA diisi sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan.. Tanggung jawab terhadap penggunaan anggaran

Namun, belum dioptimalkan sehingga produksi grade unggul (A dan B) masih rendah. Perbedaan harga jual sesuai grade menimbulkan dugaan adanya gap antara pembudidaya dan

Pembelajaran dimulai dengan pengamatan terhadap beberapa ilustrasi yang tertera pada buku teks. Peserta didik secara klasikal/kelompok diminta untuk mencermati ilustrasi.

Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengidentifikasi residu pestisida Chlorpyrifos dalam sayuran sawi hijau ( Brassica rapa var. ) di Pasar Terong Kota

Pada lingkungan tertutup, signage yang berisi pesan primer dipasang pada zona overhead dengan tujuan agar informasi utama tidak terhalang obyek dan mudah ditemukan