• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT AMPAS TEBU (Saccharum officinarum L.) TERHADAP KEKUATAN TEKAN RESIN KOMPOSIT NANOFIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN SERAT AMPAS TEBU (Saccharum officinarum L.) TERHADAP KEKUATAN TEKAN RESIN KOMPOSIT NANOFIL"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT AMPAS TEBU (Saccharum officinarum L.) TERHADAP KEKUATAN TEKAN

RESIN KOMPOSIT NANOFIL

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi

Oleh:

RIZKA FITHRIATUSSHALIHAH J 520 120 012

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016

(2)
(3)
(4)
(5)

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT AMPAS TEBU (Saccharum officinarum L.) TERHADAP KEKUATAN TEKAN

RESIN KOMPOSIT NANOFIL

Abstrak

Resin komposit nanofil merupakan formulasi baru dari partikel nanomeric dan nanocluster. Resin komposit nanofil memiliki kekuatan tekan lebih rendah dari komposit mikrohibrid dan komposit mikrofil. Upaya untuk meningkatkan kekuatan tekan ialah dengan penambahan material serat. Jenis serat ada 2 macam yaitu serat sintetik dan serat non-sintetik. Salah satu contoh serat non-sintetik ialah serat ampas tebu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan serat ampas tebu terhadap kekuatan tekan resin komposit nanofil. Penelitian ini menggunakan 27 sampel cetakan resin komposit nanofil, dibagi dalam 3 kelompok variabel. Kelompok I resin komposit nanofil tanpa serat, kelompok II resin komposit nanofil dengan serat ampas tebu, dan kelompok III resin komposit nanofil dengan serat sintetik (serat polietilen) sebagai kelompok kontrol. Sampel di rendam dalam aquades dan di inkubasi selama 24 jam dengan suhu 370C. Kemudian sampel diuji kekuatan tekan menggunakan universal testing machine. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan uji anava satu jalur dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kekuatan tekan yang signifikan antara tiga kelompok variabel yaitu p=0,000 (p<0,005). Resin komposit nanofil dengan serat polietilen memiliki nilai kekuatan tekan yang paling tinggi. Resin komposit nanofil dengan penambahan serat ampas tebu memiliki nilai kekuatan tekan yang hampir sama dengan resin komposit dengan serat polietilen. Kesimpulan dari penelitian ini ialah penambahan serat ampas tebu berpengaruh terhadap kekuatan tekan dan dapat meningkatkan kekuatan tekan resin komposit nanofil.

Kata Kunci: Kekuatan tekan, resin komposit nanofil, Serat ampas tebu, serat polietilen

Abstracts

Nanofill composite resin is a new formulation of nanomeric and nanocluster. Nanofill composite resin has a lower compressive strength rather than mikrohibrid and mikrofil composite. An effort to improve the compressive strength is by adding fiber material. There are two types of fiber, namely synthetic and non-synthetic fiber. One of examples from non-synthetic fiber is bagasse fiber. The aim of this research is, to know the effect by adding bagasse fiber towards compressive strength of nanofill composite resin. This research uses 27 samples of nanofill composite resin printer tool, compared into 3 variable groups. The group I is nanofill composite resin without fiber, group II is nanofill composite resin by using bagasse fiber, and group III is nanofill composite resin by using synthetic fiber (polyethylene) as a control group. The samples are submerged in aquades and incubationed for 24 hours by using temperature in 370C. Then the samples are tested in the compressive strength by using universal testing machine. The result data of this research is analyzed by using one way anova with 95% of confidence level. The research result shows the significance difference of compressive strength among three variable groups, that is p=0,000 (p<0,005). The nanofill composite resin by using polyethylene fiber has the higest compressive strength. The nanofill compressive resin by using bagasse fiber has the almost same compressive strength with composite resin by using polyethylene fiber.

(6)

The conclusion of this research is, by adding bagasse fiber can effect the compressive strength and improve the compressive strength of nanofill composite resin.

Keywords : compressive strength, nanofill composite resin, bagasse fiber, polyethylene fiber

PENDAHULUAN 1.

Penggunaan resin komposit sebagai bahan restorasi gigi anterior dan posterior dalam dunia kedokteran gigi terus mengalami peningkatan yang signifikan selama beberapa tahun terakhir ini. Permintaan pasien untuk restorasi yang sewarna dengan gigi menjadi salah satu pertimbangan dari penggunaan resin komposit (Arhun dkk, 2010). Kelebihan resin komposit sebagai bahan restorasi ialah memiliki faktor estetik yang baik, tidak peka terhadap dehidrasi, relatif murah, dan manipulasinya mudah sehingga banyak digunakan. Resin komposit memiliki kekurangan dapat menyebabkan kegagalan dalam restorasi karena memiliki sifat pengerutan polimerisasi dan koefisien ekspansi termal yang tinggi (Anusavice, 2004).

Sistem nanoteknologi dalam dunia kedokteran gigi berhasil menciptakan jenis baru dari bahan restorasi resin komposit yang sudah ada sebelumnya. Salah satunya adalah resin komposit nanofil yang merupakan penggabungan dari

partikel nanomeric dan nanocluster (Rosa dkk, 2012). Matriks resin komposit ini

mengandung partikel pengisi nanomeric yang memiliki ukuran jauh lebih kecil

dari panjang gelombang cahaya, dan berada dalam rentang nanometer yaitu

0,1-100 nm. Formulasi dari nanoclusternya mampu mengisi celah kosong antara filler

dan matriks, sehingga mengurangi celah antar partikel dan membentuk interaksi molekul dengan matriks (Sakaguchi dan Power, 2012). Resin komposit nanofil hadir dengan sifat estetik yang lebih baik dari resin komposit sebelumnya (Hegde dkk, 2011). Tingkat keausan yang cukup tinggi, Kekuatan tekan dan kekuatan fleksuralnya yang lebih rendah dari komposit sebelumnya, yaitu komposit mikrohibrid dan komposit mikrofil menjadi kekurangan dari resin ini (Hamouda dkk, 2012).

Pemilihan bahan menjadi faktor penting dalam menentukan keberhasilan restorasi. Bahan yang digunakan harus memiliki ketahanan yang baik sehingga

(7)

umur restorasi lebih panjang.Aplikasi klinis dari resin komposit untuk restorasi gigi harus mempertimbangkan mengenai kekuatan tekan dan kelenturan bahan yang menggambarkan ketahanan terhadap tekanan dan ketegangan tekanan, terutama untuk restorasi gigi posterior dengan beban pengunyahan yang besar (Sonwane dan Hambire, 2015).

Bahan restorasi yang tahan terhadap tekanan pengunyahan bisa didapatkan dengan melakukan uji kekuatan tekan dari resin komposit tersebut (Sakaguchi dan Power, 2012). Kekuatan tekan adalah ketahanan internal dari suatu benda untuk menahan beban dari tekanan yang diberikan. Uji kuat tekan dilakukan untuk mengetahui kekuatan tekan suatu benda. Biasanya tekanan ini disertai dengan regangan kompresi (Anusavice, 2004). Salah satu upaya untuk menambah kekuatan tekan pada resin komposit dapat dilakukan dengan menambah lapisan daya elastis yang berupa serat (Natarajan dan Thulasingam, 2013).

Jenis serat terdiri dari dua macam, yaitu serat sintetik dan serat non-sintetik. Serat sintetik merupakan serat buatan pabrik yang sudah siap pakai. Serat jenis ini sering digunakan dalam kedokteran gigi. Kelebihan serat sintetik ialah lebih praktis pada penggunaannya, tetapi harganya yang mahal menjadi kekurangan dari bahan ini. Pemanfaatan serat non-sintetik dapat menjadi alternatif dari kekurangan serat sintetik tersebut. Serat non-sintetik merupakan serat alami yang berasal dari alam. Serat jenis ini bisa diperoleh dari tanaman, misalnya seperti tanaman tebu, jerami dan rotan (Mulyatno dan Jokosisworo, 2008).

Budidaya tanaman tebu, yang merupakan bahan baku utama dalam pembuatan gula, mengalami peningkatan yang sangat pesat disebabkan oleh kebutuhan gula yang meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan dan gaya hidup masyarakat. Peningkatan produksi gula berdampak pada peningkatan produksi ampas tebu. Ampas tebu merupakan limbah dari tanaman tebu yang sudah dilakukan penggilingan untuk proses pembuatan gula (Rokhman dkk, 2014). Ampas tebu merupakan salah satu potensi serat alam dengan jumlah yang melimpah yaitu sekitar 30% dari berat tanaman tebu tersebut (Purnawan dkk, 2012). Sejauh ini pemanfaatan ampas tebu belum maksimal, sebagian besar hanya digunakan sebagai bahan bakar. Beberapa penelitian

(8)

menyatakan ampas tebu dapat digunakan sebagai penguat material lain seperti

serat sintetik dalam pembuatan kapal, papan partikel, mortar dan tapak rem

(Andriyanti dkk, 2012).

Bentuk serat ampas tebu hampir menyerupai bentuk fiber sintetik yang

tersedia di pasaran. Kandungan ampas tebu terdiri dari selulosa (52,42%), hemiselulosa (25,8%), lignin (21,69%), abu (2,73%) dan ethanol (1,66%) (Tewari dkk, 2012). Kadar serat pada ampas tebu yang cukup tinggi sekitar 44%-48% menyebabkan material ini dapat digunakan sebagai material tambahan untuk memberikan kekuatan pada material lain. Kandungan selulosa yang cukup tinggi juga memberikan sifat kuat pada serat ampas tebu. Kelebihan lain dari penggunaan serat ampas tebu sebagai material penguat ialah jumlahnya yang cukup banyak, mudah dijumpai dan harganya yang terjangkau (Agunsoye dan Aigbodion, 2013). Dari berbagai sifat dan kelebihan ampas tebu diatas, peneliti ingin mengetahui pengaruh penambahan serat ampas tebu terhadap kekuatan tekan resin komposit nanofill.

METODE 2.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu eksperimental laboratoris murni. Subyek dalam penelitian ini menggunakan serat ampas tebu. Obyek dalam penelitian ini menggunakan cetakan resin komposit nanofil dengan ukuran diameter 3 mm dan tinggi 6 mm.

Penelitian ini menggunakan bahan resin komposit nanofil (Filtek

Z350XT,3M ESPE St. Paul, USA), serat ampas tebu (Saccharum officinarum L.),

bahan adhesif (single bond universal, 3M ESPE Stt. Paul, USA), serat polietilen (construct, kerr, USA), dan aquades . Prosedur penelitian yang pertama dilakukan adalah pembuatan cetakan resin komposit menggunakan bahan akrilik dengan ukuran diameter 3 mm dan tinggi 6 mm. Langkah selanjutnya yaitu persiapan

serat ampas tebu. Ampas tebu direndam menggunakan air panas (800C) selama 1

jam, kemudian disisir menggunakan sikat kawat untuk menghilangkan gabus yang melekat pada serat. Serat yang akan digunakan disamakan diameternya antara 0,05-0,1 mm menggunakan stereomikroskop, selanjutnya serat diletakkan diatas

(9)

Sampel yang digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi tiga kelompok variabel, yaitu kelompok I resin komposit tanpa serat, kelompok II resin komposit nanofil dengan penambahan serat ampas tebu, dan kelompok III yaitu kelompok kontrol dengan menggunakan serat polietilen. Resin komposit diaplikasikan ke dalam cetakan menggunakan teknik layering dengan ketebalan 2 mm per layer.

Setiap layernya dilakukan kondensasi kemudian dilakukan penyinaran. Serat yang

sebelumnya te;ah dibasahi bahan bonding diaplikasikan setelah pengaplikasian resin komposit lapisan kedua, setelah diaplikasikan kemudian dilakukan penyinaran kembali. Setelah selesai, semua hasil cetakan direndam dalam aquades dan di simpan dalam inkubator dengan suhu 370C selama 24 jam. Selanjutnya

dilakukan pengujian kekuatan tekan menggunakan universal testing machine.

HASILDANPEMBAHASAN

3.

Rerata kekuatan tekan antara tiga kelompok variabel dapat ditunjukkan oleh tabel berikut ini.

Tabel 1. Nilai Rerata Kekuatan Tekan (MPa)

Perlakuan ± SD

Kelompok I 352,72 ± 2,11

Kelompok II 801,32 ± 1,32

Kelompok III 842,47 ± 1,43

Keterangan :

Kelompok I : Resin komposit tanpa penambahan serat ampas tebu

Kelompok II : Resin komposit dengan penambahan serat ampas tebu

Kelompok II : Resin komposit dengan serat polietilen (kontrol)

X : Rerata

SD : Simpangan baku

Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai rerata kekuatan tekan paling tinggi adalah kelompok kontrol resin komposit dengan serat polietilen dibandingkan dengan kelompok resin komposit dengan penambahan serat ampas tebu dan kelompok resin komposit tanpa penambahan serat ampas tebu.

Data penelitian ini selanjutnya dilakukan uji normalitas Shaphiro-Wilk dan

menunjukkan nilai probabilitas (p > 0,05) pada tiga kelompok tersebut sehingga data berdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji homogenitas dengan Levene

(10)

Test dan didapatkan signifikasi sebesar 0,252 sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga kelompok data memiliki varian sama. Langkah selanjutnya dilakukan uji

One Way Anova dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Hasil Uji Anava Satu Jalur

*= Terdapat perbedaan yang bermakna (p < 0,05)

Hasil uji Anava satu jalur pada tabel 2 menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p>0,05), sehingga dapat diartikan terdapat perbedaan rerata pengaruh penambahan serat ampas tebu terhadap kekuatan tekan resin komposit nanofil. Selanjutnya untuk mengetahui signifikansi perbedaan rerata pada tiap

kelompok dilakukan uji Post Hoc menggunakan Least Significance Difference

(LSD).

Tabel 3. Hasil Uji Post Hoc LSD

Perlakuan Non-Serat Serat Ampas Tebu Serat Polietilen

Non-Serat - ,000* ,000*

Serat Ampas Tebu ,000* - ,000*

Serat Polietilen ,000* ,000* -

*= Terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05)

Hasil uji Post Hoc LSD menunjukkan bahwa seluruh hasil antara

kelompok perlakuan memiliki nilai (p<0,05) hal ini berarti masing-masing kelompok perlakuan memiliki perbedaan kekuatan tekan terhadap resin komposit nanofil yang bermakna.

Penambahan serat ampas tebu dinilai dapat menghambat retakan yang

terjadi pada resin komposit karena tekanan yang diberikan.Kandungan utama dari

serat ampas tebu merupakan senyawa lignoselulosa yang merupakan penyusun dinding sel tumbuhan. Komponen utama senyawa ini terdiri dari selulosa,

Perlakuan Sig

Antar Kelompok ,000

Dalam Kelompok Total

(11)

hemiselulosa dan lignin yang berikatan dan membentuk ikatan yang kompleks. Masing-masing dari komponen penyusunnya memiliki sifat yang menguntungkan terhadap serat ampas tebu.

Selulosa merupakan senyawa penyusun kayu dalam bentuk microfibril

yang jumlahnya sekitar 40-50% bagian kayu. Kadar selulosa pada serat ampas tebu mencapai 52,42%, senyawa ini memiliki sifat yang kuat dan kaku sehingga diduga menjadi faktor utama dapat menambah kekuatan pada serat ampas tebu. Senyawa lainnya yaitu hemiselulosa yang berada diantara kumpulan selulosa. Hemiselulosa merupakan pengikat antar senyawa selulosa, sehingga ikatan antar selulosa menjadi lebih kuat. Sedangkan senyawa lignin merupakan pembungkus dari dua senyawa lainnya. Selulosa dan hemiselulosa akan berikatan membentuk ikatan silang, kemudian dikelilingi dan dibungkus oleh lignin. Senyawa lignin berstruktur kuat, keras, sulit diurai oleh mikroorganisme, tahan terhadap serangan enzim dan degradasi serta tidak larut dalam air (Yuanisa dkk, 2015).

Penambahan bahan adhesif bonding untuk impregnasi serat merupakan

satu faktor penting yang mempengaruhi kekuatan fiber reinforced composite,

dimana matriks resin berkontak rapat dengan serat. Bahan bonding yang digunakan harus memiliki sifat hidrofobik dan hidrofilik. Sifat dari matriks resin komposit ialah hidrofobik, dimana nantinya akan berikatan dengan bahan bonding yang juga memiliki sifat hidrofobik. Sedangkan sifat hidrofilik dari bahan bonding akan berikatan dengan serat yang juga memiliki sifat hidrofilik sehingga akan membentuk ikatan yang kuat (Mozartha dkk, 2010).

PENUTUP 4.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa bahwa:

1. Terdapat pengaruh penambahan serat ampas tebu (Saccharum officinarum L.)

terhadap kekuatan tekan resin komposit nanofil

2. Penambahan serat ampas tebu (Saccharum officinarum L.) dapat meningkatkan

kekuatan tekan resin komposit nanofil

3. Kelompok kontrol yaitu resin komposit nanofil dengan serat polietilen

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Agunsoye, J.O., & Aigbodion, V.S. (2013). Bagasse Filled Recycled Polyethylene

Bio-Composites : Morphological and Mechanical Properties Study. Results

And Physic, 3(1): 187-194.

Andriyanti, R., Suyanti, & Ngasifudin. (2012). Pembuatan dan Karakterisasi

Polimer Superabsorben dari Ampas Tebu. Prosiding Pertemuan dan

Presentasi Ilmiah Teknologi Akselerator dan Aplikasinya, 13(1): 1-7.

Anusavice, K.J. (2004). Phillips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Edisi:

10. Jakarta: EGC. 40-43, 51, 227-232, 237-243.

Arhun, N., Celik, C., & Yamanel, K. (2010). Clinical Evaluation of Resin-Based

Composites In Posterior Restorations: Two-Year Results. Operative

Dentistry, 35(4): 397-404.

Hamouda, I.M., & Elkader, H.A. (2012). Evaluation The Mechanical Properties of

Nanofilled Composite Resin Restorative Material. Journal of Biomaterials

And Nanobiotechnology, 3: 238-242.

Hegde, M.N., Hegde, P., Bhandary, S., & Deepika, K. (2011). An Evaluation of

Compressive Strength Of Newer Nanocomposite : An in vitro Study. J of

Conserv. Dent., 12(1): 36-39.

Mozartha, M., Herda, E., & Soufyan, A. (2010). Pemilihan Resin Komposit dan Fiber Untuk Meningkatkan Kekuatan Fleksural Fiber Reinforced

Composite (FRC). Jurnal PDGI, 59(1): 29-34.

Mulyatno, I.P., & Jokosisworo, S. (2008). Analisa Teknis Penggunaan Serat Kulit

Rotan Sebagai Penguat Pada Komposit Polimer Dengan Matriks Polyester

Yukalac 157 Ditinjau Dari Kekuatan Tarik Dan Kekuatan Tekuk. Kapal,

5(3): 173-180.

Natarajan, P., & Thulasingam, C. (2013). The Effect of Glass and Polyethylene Fiber Reinforcement on Flexural Strength of Provisional Restorativeresin:

An In Vitro Study. J Indian Prosthodont Soc, 13(4): 421-427.

Purnawan, C., Hilmiyana, D., Wantini., & Fatmawati, E. (2012). Pemanfaatan Limbah Ampas Tebu Untuk Pembuatan Kertas Dekorasi Dengan Metode

Organosolv. Jurnal EKOSAINS, 4(2): 1-6.

Rokhman, H., Taryono, & Supriyanta. (2014). Jumlah Anakan dan Rendemen

Enam Klon Tebu (Saccharum officinarum L.) Asal Bibit Bagal, Mata Ruas

Tunggal, Dan Mata Tunas Tunggal. Vegetalika, 3(3): 89-96.

Rosa, R.S., Balbinot, C.E.A., Blando, E., Mota, E.G., Oshima, H.M.S., Hirakata, L., Pires, L.A.G., & Hubler, R. (2012). Evaluation of Mechanical

Properties On Three Nanofilled Composites. Stomatologija, Baltic Dental

and Maxillofacial Journal, 14(4): 126-130.

Sakaguchi, R.L., & Powers, J.M. (2012). Craig’s Restorative Dental Materials. Thirtheenth Edition. USA: Elsevier Mosby.

Sonwane, S.R., & Hambire, U.V. (2015). Comparison Of Flexural & Compressive

Strength Of Nano Hybrid Composites. International Journal of

(13)

Tewari, M., Singh, V.K., Gope, P.C., & Chaudhary, A.K. (2012). Evaluation of

Mechanical Properties of Bagasse-Glass Fiber Reinforced Composite. J.

Mater. Environ. Sci., 3(1): 187-194.

Yuanisa, A., Ulum, K., & Wardani, A.K. (2015). Pretreatment Lignoselulosa Batang Kelapa Sawit Sebagai Langkah Awal Pembuatan Bioetanol Generasi Kedua : Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3(4): 1620-1626.

Gambar

Tabel 2. Hasil Uji Anava Satu Jalur

Referensi

Dokumen terkait

dilakukan oleh Intan Dhamayanti dan Tunjung Nugraheni pada tahun 2013 menyatakan kombinasi dari resin komposit flowable dengan polyethylene fiber akan menambah kekuatan

5 penggunaan obat kumur berbasis klorheksidin 0,2% terhadap kekuatan tekan bahan restorasi resin komposit nanofil, serta dapat digunakan sebagai referensi

Resin komposit flowable mengalami penambahan matriks TEGDMA sehingga viskositasnya menjadi rendah dan mudah dalam pengaplikasiannya, namun kekuatan mekanik resin

Sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan serat kepompong ulat sutra berpengaruh terhadap kekuatan fleksural resin komposit flowable. Penambahan serat kepompong ulat

ulat sutra ( Bombyx mori L.) terhadap kekuatan fleksural resin komposit flowable. Berdasarkan sepengetahuan penulis, pengaruh penambahan serat

Dewasa ini resin komposit banyak digunakan dalam kedokteran gigi khususnya dalam ilmu konservasi gigi untuk dijadikan bahan restorasi gigi anterior dan posterior

Pengaruh yang tidak bermakna pada kelompok resin komposit nanofil yang direndam dalam saliva buatan pH 7 dan pH 8 kemungkinan dapat disebabkan oleh beberapa hal antara

Berdasarkan uraian di atas dan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa, resin komposit flowable tanpa penambahan serat daun nanas memiliki kekuatan fleksural