• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Perbedaan Sanksi Pidana dan Sanksi Tindakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Perbedaan Sanksi Pidana dan Sanksi Tindakan"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

12

BAB II

KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A.

KERANGKA TEORI

1.

Perbedaan Sanksi Pidana dan Sanksi Tindakan

Indonesia merupakan Negara hukum. Sebagai Negara hukum, maka setiap penyelenggara Negara, masyarakat, maupun badan hukum harus tunduk pada hukum yang berlaku. Tindak pidana terdiri dari dua suku kata yang meliputi:

1) Tindakan; dan 2) Pidana1

Sanksi pidana bersumber pada ide dasar: mengapa diadakan pemidanaan. Sedangkan sanksi tindakan bertolak dari ide dasar: untuk apa diadakan pemidaan itu. Dengan kata lain, sanksi pidana sesungguhnya reaktif terhadap suatu perbuatan, sedangkan sanksi tindakan bersifat antisipatif terhadap pelaku perbuatan tersebut. Fokus sanksi pidana ditujukan pada perbuatan salah yang telah dilakukan seseorang melalui pengenaan penderitaan agar yang bersangkutan menjadi jera. Fokus sanksi

1 Rodliyah dan Salim, Hukum Pidana Khusus Unsur dan Sanksi Pidananya, Raja Grafindo

(2)

13

tindakan lebih terarah pada upaya memberi pertolongan pada pelaku agar Ia berubah.2

Sudarto berpendapat bahwa sanksi pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sanksi dalam hukum pidana modern, juga meliputi apa yang disebut dengan tindakan tata tertib.3 Selanjutnya sudarto juga menjelaskan bahwa sanksi pidana adalah pembalasan terhadap kesalahan si pembuat, sedangkan sanksi tindakan adalah untuk perlindungan masyarakat dan untuk pembinaan atau perawatan si pembuat. Meskipun perbedaan sanksi pidana dan sanksi tindakan menurut Andi Hamzah agak samar, tetapi dia memberi penjelasan singkat bahwa sanksi pidana bertititk berat pada pengenaan sanksi pada pelaku suatu perbuatan, sedangkan sanksi tindakan bertujuan melindungi masyarakat.

Utrech secara teoritis melihat perbedaan sanksi pidana dan sanksi tindakan dari tujuannya. Sanksi pidana bertujuan memberi penderitaan istimewa kepada pelanggar suapaya ia merasakan akibat perbuatannya. Sedangkan sanksi tindakan tujuannya lebih bersifat mendidik. Dengan mengutip pendapat pompe, Utrech menjelaskan lebih lanjut bahwa sanksi tindakan itu bila ditinjau dari teori-teori

2 Sholehuddin, op. cit., hlm.17. 3 Ibid.,hal.51.

(3)

14

pemidanaan merupakan sanksi yang tidak membalas, melainkan semata-mata ditujukan pada prevensi khusus.4

Double track system kedua-duannya yakni sanksi pidana dan sanksi tindakan,

Double track system tidak sepenuhnya memakai satu diantara dua jenis sanksi itu. Sistem dua jalur itu menempatkan dua jenis sanksi tersebut dalam kedudukan yang setara. Penekanan pada kesetaraan sanksi pidana dan sanksi tindakan dalam kerangka

double track system, sesungguhnya terkait dengan fakta bahwa unsur pencelaan/penderitaan (lewat sanksi pidana) dan unsur pembinaan (lewat sanksi tindakan) sama-sama penting.5

Pada dasarnya pidana dan tindakan adalah sama, yaitu berupa penderitaan. Perbedaannya adalah penderita pada tindakan lebih kecil atau ringan dari pada penderitaan yang diakibatkan oleh penjatuhan pidana. Hakim dapat menjatuhkan tindakan berupa menyerahkan anak yang berhadapan dengan hukum kepada Negara untuk pembinaan, adalah juga penderitaan bagi anak tersebut. Akan tetapi penderitan itu masih ringan dibandingkan ia harus di pidana penjara dan melayaninya. Menjalankan pendidikan/pembinaan anak karena putusan hakim yang menjatuhkan tindakan ini lebih ringan dari pada menjalani pidana penjara. Pidana berasal dari kata

starf (Belanda), yang adakalanya disebut dengan istilah hukuman. Istilah pidana lebih tepat dari istialh hukuman, karena hukum sudah lazim merupakan terjemahan dari

recht.

4Ibid.,hal. 52.

(4)

15

Pidana lebih tepat di definisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja di jatuhkan/diberikan oleh Negara pada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat (sanksi) baginya atas perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana. Pidana dalam hukum pidana merupakan suatu alat dan bukan tujuan dari hukum pidana, yang apabila dilaksanakan tiada lain adalah berupa penderitaan atau rasa tidak enak bagi yang bersangkutan atau disebut terpidana. Tujuan utama hukum pidana adalah ketertiban, yang secara khusus dapat disebut terhindarnya masyarakat dari perkosaan-perkosaan terhadap kepentingan hukum yang dilindungi. Di samping untuk bertujuan untuk kepastian hukum dan dalam rangka membatasi kekuasaan Negara juga bertujuan untuk mencegah bagi orang yang berniat untuk melanggar hukum pidana.6

Penjatuhan pidana oleh hakim bukanlah merupakan suatu hal yang salah. Akan tetapi sebaiknya harus menimbang kembali apakah putusan hukuman yang dijatuhkan telah memberikan perlindungan terhadap kepentingan si anak. Pertanyaan ini muncul karena setelah si terpidana anak selesai menjalani masa hukumannya, dapatkah ia menjadi orang yang baik dan tidak akan melakukan tindakan criminal

lagi.

Berkaitan dengan pemidanaan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dalam system peradilan anak di Indonesia, berdasarkan ketentuan UU No. 11/2012, pemidanaan yang dapat dijatuhkan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum

(5)

16

yaitu berupa pidana dan tindakan. Terkait dengan sanksi pidana dan tindakan, Teguh Prasetyo dan Halim Barkatullah berpendapat bahwa sanksi pidana sesungguhnya bersifat reaktif terhadap suatu perbuatan, sedangkan sanksi tindakan lebih bersifat antipatif terhadap pelaku perbuatan tersebut. Jika fokus sanksi pidana tertuju kepada perbuatan salah seseorang lewat pengenaan penderitaan maka fokus sanksi tindakan terarah pada upaya untuk memberi pertolongan agar pelaku berubah.7

Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan Negara, agar kelak mampu bertanggung jawab dalam keberlangsungan bangsa dan negara, setiap Anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial.Untuk itu, perlu dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan Anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya tanpa perlakuan diskriminatif. Negara menjunjung tinggi hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak asasi Anak yang ditandai dengan adanya jaminan perlindungan dan pemenuhan Hak Anak dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan baik yang bersifat nasional maupun yang bersifat internasional. Jaminan ini dikuatkan melalui ratifikasi konvensi internasional tentang Hak Anak, yaitu pengesahan Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun

7 Teguh Prasetyo, Mekanisme Diversi Dalam Penyelesaian Tindak pidana Anak Perspektif

(6)

17

1990 tentang Pengesahan Convention OnThe Rights Of The Child (Konvensi Tentang Hak-Hak Anak).

Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga dan Orang Tua berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan menjamin terpenuhinya hak asasi Anak sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. Perlindungan terhadap Anak yang dilakukan selama ini belum memberikan jaminan bagi Anak untuk mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sesuai dengan kebutuhannya dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga dalam melaksanakan upaya perlindungan terhadap Hak Anak oleh Pemerintah harus didasarkan pada prinsip hak asasi manusia yaitu penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan atas Hak Anak. Perlindungan Anak yang dilakukan berdasarkan prinsip nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, penghargaan terhadap pendapat anak, hak untuk hidup, tumbuh dan berkembang.8

2.

Disparitas Putusan

Indonesia, yang menganut asas individualisasi pidana dalam hukum pidananya, memberikan kebebasan hakim yang lebih luas sehingga besar

8 Penjelasan umum atas undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas

(7)

18

kemungkinannya untuk dapat terjadinya disparitas pidana dalam menjatuhkan putusannya, yaitu penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang sama (same offence) atau terhadap tindak- tindak pidana yang sifat berbahayanya dapat diperbandingkan (offences of comparable seriousness). Berbagai peraturan perundang-undangan pidana selama ini tidak memberikan pedoman pemberian pidana secara tegas yang menjadi dasar bagi hakim dalam menjatuhkan pidana. Undang- undang, oleh hakim, hanya dipakai sebagai pedoman pemberian pidana yaitu pedoman maksimal dan minimalnya saja. Oleh karena itu, pedoman pemberian pidana seharusnya secara tegas dicantumkan dalam Undang- undang, agar hakim dalam kebebasan menjatuhkan putusannya tidak sewenang- wenang. Masalah pemberian pidana berkaitan dengan masalah hak asasi manusia, oleh karenanya harus ada garansi bahwa pidana yang dijatuhkan itu sudah benar atau sesuai.

Disparitas pidana memang tidak bisa ditiadakan sama sekali karena menyangkut persoalan sampai sejauh mana hal itu sebagai akibat yang tidak terelakkan dari kewajiban hakim untuk mempertimbangkan seluruh elemen yang relevan dalam perkara individu tentang pemidanaannya. Sebab disparitas tidak secara otomatis mendatangkan kesenjangan yang tidak adil. Demikian pula persamaan dalam pemidanaan tidak secara otomatis mendatangkan pidana yang tepat. Disparitas pidana dalam tindak pidana secara umum, khususnya dalam hal ini tindak pidana pencurian biasa bila dihubungkan dengan individualisasi pidana

(8)

19

sebenarnya dapat diterima sebagai sesuatu hal yang wajar karena dalam menjatuhkan putusannya, hakim tidak hanya melihat kepada perbuatan pelaku saja tetapi juga melihat faktor-faktor lain yang ikut terlibat di dalamnya seperti keadaan pelaku secara khusus, alasan-alasan perbuatan yang memberatkan atau meringankan hukuman, hukum kebiasaan yang hidup dalam masyarakat setempat, dan lain sebagainya. Namun persoalannya tentu akan menjadi lain apabila disparitas pidana tersebut terjadi tanpa alasan yang jelas. Disparitas pidana ini perlu diteliti lebih mendalam apa yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya perbedaan dalam penjatuhan sanksi terhadap pelaku tindak pidana, khususnya tindak pidana pencurian biasa.9

Lembaga peradilan sebagai lembaga penegakan hukum dalam sistem peradilan pidana (Criminal Justice System) merupakan suatu tumpuan harapan dari para pencari keadilan. Keadilan yang hakiki merupakan suatu syarat yang utama untuk mempertahankan kelangsungan hidup suatu masyarakat, dalam hal hakim mempunyai suatu peranan penting dalam penegakan hukum pidana untuk tercapainya suatu keadilan yang diharapkan dan dicita-citakan. Nilai suatu keadilan di dalam masyarakat mempunyai persepsi atau pemikiran yang berbeda dengan arti keadilan

9 Indung Wijayanto, Disparitas Pidana Dalam Pengadilan Negeri

(9)

20

bagi hakim yang secara langsung menangani setiap perkara di pengadilan, seperti yang disampaikan oleh Sudikno Mertokusumo:

“Eksistensi hakim sebagai alat penegak hukum di Indonesia dewasa ini mempunyai suatu persepsi yang negatif dari masyarakat, hal tersebut dikarenakan banyak sekali putusan masyarakat. Disamping itu juga karena semakin komleksnya bentuk dari kejahatan yang terjadi yang belum ada pengaturannya di dalam undang-undang hukum pidana sehingga apa yang menjadi tujuan hukum pidana tidak tercapai dengan ruang lingkup sistem peradilan hukum.”

Putusan hakim di Indonesia atas suatu kasus menjadi sesuatu yang ditunggu karena dimungkinkan terjadi penjatuhan pidana yang berbeda meskipun tindak pidananya sama. Perbedaan putusan hakim yang dimaksud dikarenakan adanya kebebasan hakim yang didasarkan pada kemandirian dan kekuasaan kehakiman yang telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan diimplementasikan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman dan perubahannya kepada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004.10

konsep tentang disparitas pidana yang dikemukakan oleh Harkristuti Harkrisnowo tersebut dilandasi pula oleh konsep disparitas pidana yang mengacu pada pendapat Muladi dan Barda Nawawi berikut ini:

10 Kurnia Dewi Anggraeny, Disparitas Pidana Dalam Putusan Hakim Terhadap Tindak

(10)

21

“Muladi dan Barda Nawawi Arief tidak memberikan batasan disparitas pidana yang diperbolehkan atau tidak, namun putusan hakim seharusnya mengandung keseimbangan pemidanaan yang didasarkan pada pertimbangan yang serasi. Serasi dengan keputusan-keputusan yang sudah ada, serasi dengan keputusan-keputusan hakim lain dalam perkara yang sejenis, serasi dengan keadilan masyarakat dan serasi pula dengan keadilan terpidana.” Menurut Muladi, disparitas pidana itu dimulai dari hukum itu sendiri.11

3.

Perlindungan Hukum Terhadap Anak dari Perspektif Hukum

Pidana Material

a. Substansi kenakalan anak

Prilaku kenakalan yang dilakukan oleh anak walaupun kadangkala sama dengan kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa, tidak berarti sanksi yang diberikan juga sama. Anak tetaplah anak yang tentu saja masih mengalami proses perkembangan fisik, mental, psikis, dan sosial menuju kesempurnaan seperti yang dimiliki oleh orang dewasa.

11Ibid., hal.230.

(11)

22

Dari konsideran tersebut telah dirumuskan pentingnya perangkat hukum dan kelembagaan yang khusus disediakan bagi anak yang secara kebetulan berhadapan dengan hukum. Hal ini dilakukan dengan kesadaran penuh bahwa terhadap anak yang walaupun secara kualitas dan kuantitas dapat saja melakukan perbuatan melanggar hukum seperti halnya yang dilakukan oleh orang dewasa, tetapi penanganan yang diberikan tidak harus sama dengan penanganan bagi orang dewasa yang melakukan kejahatan.12

b. Sanksi Hukum Bagi Anak Nakal

Secara garis besar, sanksi yang dapat dijatuhkan bagi anak yang telah melakukan kenakalan, terdiri dari dua yaitu: Sanksi Pidana dan Sanksi Tindakan. Dengan kata lain, sanksi pidana sesungguhnya bersifat reaktif terhadap satu perbuatan, sedangkan sanksi Tindakan lebih bersifat antisipatif terhadap pelaku perbuatan tersebut. Jika fokus sanksi pidana tertuju pada perbuatan salah seseorang lewat pengenaan penderitaan (agar yang bersagkutan menjadi jera); maka fokus sanksi Tindakan terarah pada upaya memberi pertolongan agar dia berubah.

Jelaslah bahwa sanksi pidana lebih menekankan unsur pembalasan (pengimbalan). Sedangkan sanksi tindakan bersumber dari ide dasar perlindungan masyarakat dan pembinaan atau perawatan si pembuat. Atau yang dikatakan J.E. Jonkers, bahwa sanksi pidana dititik beratkan pada pidana yang diterapkan untuk

12 Nashriana ,. Perlindungan hukum pidana anak di Indonesia, Grafindo persada, Jakarta,

(12)

23

kejahatan yang dilakukan, sedangkan sanksi tindakan mempunyai tujuan untuk bersifat sosial.

Berdasarkan tujuannya, sanksi Pidana dan sanksi Tindakan juga bertolak dari ide dasar yang berbeda. Sanksi Pidana bertujuan memberi penderitaan istimewa kepada pelanggar suapaya ia merasakan akibat perbuatannya. Selain ditujukan kepada pengenaan penderitaan terhadap pelaku, sanksi pidana juga merupakan bentuk pernyataan pencelaan terhadap perbuatan si pelaku. Dengan demikian, perbedaan prinsip antara sanksi pidana dan sanksi tindakan terletak pada ada tidaknya unsur pencelaan, bukan ada tidaknya unsur deritaan. Sedangkan sanksi tindakan tujuannya lebih bersifat mendidik. Jika ditinjau dari sudut teori-teori pemidaan, maka sanksi tindakan merupakan sanksi yang tidak membalas. Ia semata-mata ditujukan pada prevensi khusus, yakni melindungi masyarakat dari ancaman yang dapat merugikan kepentingan masyarakat itu.13

13Ibid.,hlm. 79.

(13)

24

4.

Konsepsi Penyebab Kenakalan Anak

a. Teori Motivasi

Latar belakang anak melakukan kenakalan, tentu tidak sama dengan latar belakang orang dewasa dalam melakukan kejahatan. Mencari latar belakang atau sebab anak melakukan kenakalan sebagai lingkup dari kriminologi akan sangat membantu dalam memberi masukan tentang apa yang sebaiknya diberikan terhadap anak telah melakukan kenakalan. Artinya, berbicara tentang kenakalan anak, tidak terlepas dari factor-faktor pendorong atau motivasi sehingga sorang anak melakukan kenakalan, dan pada akhirnya dapat menentukan kebutuhan apa yang diperlukan oleh seorang anak dalam memberi reaksi atas kenakalannya.

b. Teori Kontrol Sosial

Teori kontol sosial berangkat dari asumsi atau anggapan bahwa individu dimasyarakat mempunyai kecendrungan yang sama untuk menjadi “baik” atau untuk menjadi “jahat”. Baik jahatnya seseorang sepenuhnya ditentukan oleh masyarakatnya. Ia akan menjadi lebih baik apabila masyarakat membentuknya menjadi lebih baik, dan sebaliknya ia akan menjadi jahat apabila masyarakatnya juga menghendaki demikian.14

14Ibid.,hlm. 35-52.

(14)

25

5.

PEMIDANAAN

a. Teori permidanaan

Sudarto memberikan pengertian pidana sebagai penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan, Roeslan Saleh mengartikan pidana sebagai reaksi atas delik, dan ini berujud suatu nestapa yang denga sengaja ditimpakan Negara pada pelaku delik itu. Teori pemidanaan yang digunakan adalah teori pemidanaan yang lazim digunakan di dalam system hukum Eropa Kontinental, yaitu: Teori Absolut, Teori Relatif dan Teori Gabungan.

1) Teori Absolut

Teori ini bertujuan untuk memuaskan pihak yang dendam, baik masyarakat sendiri maupun pihak yang dirugikan atau menjadi korban. Menurut Andi Hamzah, teori ini bersifat primitif, tetapi kadang-kadang masih terasa pengaruhnya pada zaman modern. Pendekatan teori Absolut meletakkan gagasannya tentang hak untuk menjatuhkan pidana yang keras, dengan alasan karena seseorang bertangung jawab atas perbuatannya, sudah seharusnya dia menerima hukuman yang dijatuhkan kepadanya. Dari sini sudah terlihat bahwa dasar utama pendekatan Absolut adalah balas dendam terhadap pelaku.

(15)

26 2) Teori Relatif

Secara prinsip, teori ini mengajarkan bahwa penjatuhan pidana dan pelaksanaannya setidaknya harus berorientasi pada upaya pencegahan terpidana dan kemungkinan mengulangi kejahatan lagi dimasa mendatang, serta mencegah masyarakat luas pada umumnya dari kemungkinan melakukan kejahatan baik seperti kejahatan yang telah dilakukan terpidana maupun lainnya. Semua orientasi pemidanaan tersebut adalah dalam rangka menciptakan dan mempertahankan tata tertib hukum dalam kehidupan masyarakat. Teori ini memang sangat menekankan pada pada kemampuan pemidanaan sebagai suatu upaya mencegah terjadinya kejahatan (prevention of crime) khususnya bagi terpidana. 15

3) Teori Gabungan

Secara teoritis, teori gabungan berusaha untuk menggabungkan pemikiran yang terdapat dalam teori absolut dan teori relatif. Muncul teori gabunga pada dasarnya merupakn respon terhadap kritik yang di lancarkan baik terhadap teori absolut maupun teori relatif. Penjatuhan suatu pidana kepada seorang tidak hanya berorientasi pada upaya untuk membalas tindakan orang itu, tetapi juga agar ada upaya untuk mendidik atau memperbaiki orang itu sehingga tidak melakukan kejahatan lagi yang merugiakn dan meresahkan masyarakat.16

b. Tujuan pemidanaan

15 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 186-190. 16Ibid.,hlm.191-192.

(16)

27

Selain teori pemidanaan, hal yang tidak kalah penting adalah tujuan pemidanaan. Di Indonesia sendiri hukum pidana positif belum pernah merumuskan tujuan pemidanaan. Namun, sebagai bahan kajian, konsep KUHP telah menetapkan tujuan pemidanaan yaitu pada pasal 54 yaitu:

a) Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat;

b) Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang baik dan berguna;

c) Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dengan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; d) Membebaskan rasa bersalah pada terpidana;

e) Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat manusia.17

Jelaslah bahwa kebijakan penetapan suatu sanksi merupakan cara, metode, dan/atau tindakan yang rasional yang terarah pada suatu tujuan yang telah ditentukan seblumnya. Dengan kata lain, langkah awal dalam menetapkan suatu jenis sanksi, adalah menetapkan tujuan yang hendak dicapai oleh sanksi itu sendiri.18

17Ibid.,hlm. 192.

(17)

28

Mengenai teori-teori pemidanaan (dalam banyak literature hukum disebut dengan teori hukum pidana) berhubungan langsung dengan pengertian hukum pidana subjektif tersebut. Teori-teori ini mencari dan menerangkan tentang dasar dari hak Negara dalam menjatuhkan dan menjalankan pidana tersebut. Pertanyaan seperti mengapa, apa dasarnya dan untuk apa pidana yang telah diancam itu dijatuhkan dan dijalankan, atau apakah alasannya bahwa Negara dalam menjalankan fungsi menjaga dan melindungi kepentingan hukum dengan cara melanggar kepentingan hukum dan hak pribadi orang, adalah pertanyaan-pertanyaan mendasar yang menjadi pokok bahasan dalam teori-teori pemidanaan ini. Pertanyaan yang mendasar tersebut timbul berhubung dengan kenyataan bahwa dalam pelaksanaan hukum pidana subjektif berakibat diserangnya hak dan kepentingan hukum pribadi manusia tadi, yang justru dilindungi oleh hukum pidana itu sendiri. Misalnya penjahat dijatuhi hukum pidana penjara atau kurungan dan dijalankan, artinya hak atau kemerdekaan bergeraknya dirampas, atau dijatuhi pidana mati dan kemudian dijalankan, artinya sengaja membunuhnya. Oleh karena itulah, hukum pidana objektif dapat disebut sebagai hukum sanksi istimewa. 19

(18)

29

6.

Teori Keadilan Bermartabat

Sebagai alat, maka suatu teori hukum pada umumnya, dalam hal ini sudah sudah barang tertentu termasuk teori keadilan bermartabat, dikelompokan ke dalam dua jenis alat. Jenis yang pertama disebut teori deskriptif (descriptive legal theory), sedangkan teori yang kedua yaitu teori yang bersifat normative (normative legal theories). Teori keadilan bermartabat memahami kategorisasi seperti itu, hanya saja didalam teori keadilan bermartabat kedua ciri pengelompokkan teori-teori hukum itu tidak dapat dipisahkan, sekalipun dapat dibedakan. Sebagai sifat dari hukum itu sendiri, yaitu aturan-aturan yang rumusannya adalah deskriptif sekaligus normatif menimbulkan perintah dan larangan-larangan yang mengharuskannya. Teori keadialan bermartabat mengidentifikasi diri sebagai suatu teori hukum yang bersifat deskriptif, mengingat teori hukum ini menjelaskan apakah yang dimaksud dengan hukum, mengapa huku harus dipahami dengan pengertian tertentu, serta dikemukakan pula konsekuensi-konsekuensi dari pemahaman hukum seperti itu. Kedua sifat dari teori hukum itu dapat dirumuskan berbeda. Perumusan berbeda itu dilakukan dengan memperhatikan isi di dalam pengelompokkan teori hukum tersebu, memperhatikan apa yang di kandung di dalam kedua jenis teori hukum itu. Teori hukum deskriptif adalah tentang fakta-fakta.

Apabila dikaitkan dengan apa yang baru saja dikemukakan diatas, maka teori hukum deskriptif menampakkan sifat hukum yang bebas nilai. Dalam teori hukum yang bersifat bebas nilai, setiap rumusan kaidah dan asas-asas hukum yang menjadi

(19)

30

isi dalam seluruh batang tubuh teori hukum itu hanya di pandang sebagai paket-paket yang bersifat fakta belaka. Sedangkan dalam teori hukum normatif, hal-hal yang di kandung teori-teori hukum ini adalah niali-nilai, bersifat perspektif. Jangan lakukan hal ini, lakukanlah yang itu, atau dilarang melakukan pembiaran yang mendatangkan kerugian. Sementara itu, isi di dalam teori hukum yang deskriptif tidak dihubungkan dengan dengan maksud yang ada dibalik setiap ketentuan hukum, sedangkan teori hukum normatif menghubungkan setiap rumusan ketentuan yang ada dengan tujuan atau maksud di adakannya ketentuan-ketentuan itu. Teori keadilan bermartabat lebih banyak bersifat preskiptif, sekalipun cara perumusannya ada kalanya deskriptif.20

Keadilan bermartabat adalah suatu teori hukum atau apa yang di kenal dalam literatur berbahasa Inggris dengan konsep legal theory, jurisprudence atau

philosophy of law dan pengetahuan mengenai hukum subsubstantif dari suatu system hukum. Ruang lingkup teori keadilan bermartabat tidak hanya pengungkapan di mensi yang abstrak dari kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang berlaku. Lebih jauh dari pada itu, teori keadilan bermartabat menggungkap pula semua kaidah dan asas-asas hukum yang berlaku di dalam system hukum, dalam hal ini system hukum di maksud yaitu system hukum berdasarkan pancasila. Teori keadilan bermartabat tidak hanya menaruh perhatian kepada lapisan fondasi hukum yang tampak dipermukaan

20 Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat Perspektif Teori Hukum, Nusa Media, Bandung,

(20)

31

dari suatu system hukum. Teori keadilan bermartabat juga berusaha menelusuri dan mengungkap lapisan fondasi hukum yang berada di bawah permukaan fondasi hukum dari system hukum yang tampak itu. 21

Apabila dikaji dari pertimbangan filosofis maupun sosiologis, dibentuknya undang-undang Perlindungan Anak antara lain karena disadari bahwa anak merupakan generasi penerus cita-cita perjuangan Bangsa, serta sebagai sumber daya insani bagi pembangunan nasional. Atas dasar hal itu, terhadap anak diperlukan pembinaan yang terus menerus, baik fisik, mental, maupun kondisi sosialnya, serta perlindungan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa dimasa depan.

Agar perlindungan anak berjalan dengan baik, maka menganut prinsip the best interest of the child, artinya pendekatan’’ kesejahteraan’’ dapat dipakai sebagai dasar filosofis penanganan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.

System peradilan pidana pada hakikatnya merupakan suatu proses penegakan hukum pidana. Oleh karena itu, berhubungan erat dengan perundang-undangan itu sendiri, baik hukum pidana substantive maupun hukum pidana formal, karena

21Ibid, hlm. 43.

(21)

32

perundang-undangan pidana itu pada dasarnya merupakan penegakan hukum pidana

in abstracto yang akan diwujudkan dalam penegakkan hukum in concreto.22

System peradilan pidana anak berbeda dengan system peradilan orang dewasa dalam berbagai segi.Peradilan pidana anak meliputi segala aktivitas pemeriksaan dan pemutusan perkara yang menyangkut kepentingan anak.

Hukum pidana menjadi legitimasi untuk mengurangi dan membatasi penikmatan hak asasi seseorang, termasuk anak yang berkonflik dengan hukum.Meski demikian, terdapat sejumlah hak dan kebebasan yang tidak boleh dikurangi dalam kondisi apapun.23

Norma hukum merupakan norma yang termasuk dalam golongan norma yang lahir dari kehendak manusia. Menurut Sujipto Raharjo, kehendak manusia merupakan faktor sentral yang memberi ciri kepada tatanan hukum. Melalui kehendak manusia, norma hukum dapat mengangkat kenyataan sehari-sehari untuk menjadi hukum positif atau sebaliknya kehendak manusia yang dinyatakan melalui norma hukum justru digunakan untuk untuk menolak kebiasaan untuk dijadikan bahan-bahan hukum.24

22Abiantoro Prakoso, Pembauran Sistem Peradilan Pidana, Aswaja Pressindo, Yogyakarta,

hlm.140.

23 Rika Saraswati, Hukum perlindungan Anak di Indonesia, Citra Aditya Bakti, bandung,

hlm.107.

(22)

33

7.

Penyelesaian Tindak Pidana Anak Dalam Perspektif Keadilan

Bermartabat.

Teori keadilan bermartabat sangat relevan dan sejalan untuk digunakan dalam meyelesaikan perkara tindak pidana anak. Hal ini disebabkan karena dalam keadilan bermartabat, hukum ditempatkan untuk memanusiakan manusia.Dalam hal ini adalah menempatkan anak pada kedudukannya sebagai anak, bukan sebagai manusia dewasa dan juga memperhatikan faktor-faktor psikologis anak-anak. Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 3 UU SPPA yang menyatakan bahwa setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai umurnya. Sebagaimana diketahui bahwa asumsi dasar dari teori keadilan bermartabat adalah keadilan yang memanusiakan manusia.

Berangkat dari asumsi demikian, keadilan bukanlah hanya untuk pelaku atau korban saja melainkan keadilan bagi pelaku maupun korban.25 Oleh karna itu, anak tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana secara penuh, karena seorang anak masih mempunyai keterbatasan kemampuan berpikir dan berada dalam pengawasan orang tua atau walinya.

25Ibid, hlm. 94.

(23)

34

8.

Asas-Asas Dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana

Anak

Asas-Asas sistem peradilan pidana anak berdasarkan Pasal 2 UU SPPA adalah:

a. Perlindungan

Adalah kegiatan yang bersifat langsung dan tidak langsung dari tindakan yang membahayakan Anak secara fisik dan/atau psikis.

b. Keadilan

Bahwa setiap penyelesaian perkara Anak harus mencerminkan rasa keadilan bagi Anak.

c. Nondiskriminasi

Adalah tidak adanya perlakuan yang berbeda didasarkan pada suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum Anak, urutan kelahiran Anak, serta kondisi fisik dan/atau mental.

d. Kepentingan terbaik bagi anak

Merupakan segala pengambilan keputusan harus selalu mempertimbangkan kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak.

(24)

35 e. Penghargaan terhadap pendapat anak

Ialah penghormatan atas hak Anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan, terutama jika menyangkut hal yang memengaruhi kehidupan anak.

f. Kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak

Merupakan hak asasi yang paling mendasar bagi Anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua.

g. Pembinaan dan pembimbingan Anak

Yaitu kegiatan untuk meningkatkan kualitas, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, pelatihan keterampilan, profesional, serta kesehatan jasmani dan rohani Anak baik di dalam maupun di luar proses peradilan pidana. Yang dimaksud dengan ”pembimbingan” adalah pemberian tuntunan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, pelatihan keterampilan, profesional, serta kesehatan jasmani dan rohani klien pemasyarakatan.

h. Proporsional

Artinya segala perlakuan terhadap Anak harus memperhatikan batas keperluan, umur, dan kondisi Anak.

(25)

36

i. Perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir

Pada dasarnya Anak tidak dapat dirampas kemerdekaannya, kecuali terpaksa guna kepentingan penyelesaian perkara.

j. Penghindaran pembalasan

Merupakan prinsip menjauhkan upaya pembalasan dalam proses peradilan pidana. Asas-asas yang ada tersebut secara jelas menunjukkan perlakuan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Asas pertama, misalnya, menekankan asas perlindungan terhadap anak. Perlindungan ini didasarkan pada keadaan pelaku yang masih anak-anak yang tidak bisa disamakan dengan orang dewasa. Selanjutnya, huruf d menyebutkan agar proses hukum yang dilakukan mengacu kepada kepentingan terbaik bagi anak, untuk kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, dan seterusnya. Berdasarkan asas-asas ini pula, maka diperlukan aturan dan tindakan khusus untuk menangani perkara anak.26

Kategori anak sebagai pelaku tindak pidana tentu saja memiliki ketentuan umur tersendiri. Mereka adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Jadi anak yang berumur di bawah 12 tahun, walaupun melakukan tindak pidana, belum dikategorikan sebagai anak yang berhadapan dengan hukum. Dengan demikian, ia berada di luar ketentuan ini. Begitu juga, orang yang telah berumur di atas 18 tahun

26 Analiansyah dan Syarifah Rahmatillah, Perlindungan Terhadap Anak Yang Berhadapan

(26)

37

tidak lagi digolongkan kepada anak, namun sudah dianggap dewasa, dan berlaku ketentuan umum hukum pidana.

Kategori anak yang menjadi korban tindak pidana adalah anak yang belum berusia 18 tahun. Sedangkan kategori anak yang juga belum berumur 18 tahun. Untuk kategori anak sebagai korban dan anak sebagai saksi disamakan usianya, yaitu 18 tahun. Di sini tidak diberi batasan apakah anak di bawah usia 12 tahun disebut korban dan menjadi saksi? Kalau melihat isi ketentuan ini tentu saja harus dipahami bahwa anak yang belum berumur 12 dapat menjadi korban dan dapat pula sebagai saksi.27

Pada hakekatnya tujuan hukum adalah apa yang hendak dicapai oleh hukum. Dalam hal ini hukum ingin mencapai keseimbangan agar hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan masyarakat tidak terjadi kekacauan. Untuk menjamin keseimbangan tersebut maka diperlukan tujuan hukum. Secara umum, tujuan hukum adalah mencapai keadilan. Menurut Gustav Radburgh, hukum mempunyai tiga tujuan yaitu:

Pertama, kepastian hukum. Kepastian hukum mempunyai arti bahwa hukum itu harus pasti yang tidak mudah untuk berubah-ubah sesuai dengan perubahan dalam masyarakat dan dapat ditaati oleh masyarakat pada waktu dan tempat manapun. Dengan demikian maka kepastian hukum mempunyai fungsi memastikan bahwa

27Ibid., hal.55.

(27)

38

hukum (yang berisi keadilan dan norma-norma yang memajukan kebaikan manusia), benar-benar berfungsi sebagai peraturan yang ditaati.28

Kedua, keadilan. Keadilan merupakan tujuan yang paling terpenting dan utama dalam hukum. Membicarakan masalah keadilan sama sulitnya seperti keteika membicarakan mengenai hukum itu sendiri. Bahkan pengertian keadilan itu berbeda-beda anatara ahli yang satu dengan ahli yang lainnya. Hal ini disebabkan keadilan meiliki pengertian yang relative tergantung pada pemahaman dan pandangan seseorang terhadap falsafah yang dianutnya.

Ketiga, daya guna. Maksudnya adalah bahwa dalam proses bekerjanya hukum, hukum itu dapat memaksa masyarakat pada umumnya dan para penegak hukum khususnya untuk melakukan segala aktivitasnya selalu berkaca pada hukum yang mengaturnya. Jadi hukum menuju kepada tujuan yang penuh harga. Agar tujuan hukum yang sebagaimana telah disebutkan dapat tercapai maka diperlukan adanya fungsi hukum yang diharapkan dapat menggerakkan berbagai tingkah laku dari masyarakat. Fungsi hukum tidak hanya sebagai control masyarakat tetapi lebih dari pada itu. Hal itu sebagaimana dikemukakan oleh Iskandar Siahaan yang melihat fungsi hukum dari sudut pandang sosiologi hukum. Iskandar Siahaan dalam bukunya

28 Teguh Prasetyo, Hukum Dan System Hukum Berdasarkan Pancasila, Media Perkasa,

(28)

39

yang berjudul hukum dan kecongkakan kekuasaan mengatakan bahwa:hukum selain mempunyai fungsi sebagai sosial control juga berfungsi sebagai alat perubahan sosial, fungsi tersebut akan tidak tercipta dan akan menghambat terciptanya keadilan ekonomi maupun keadilan politik apabila hukum tidak digunakan dengan penggunaan kekuasaan tidak sesuai dengan hakekat sebab kalau hukum sudah tidak benar penggunaannya maka kekuasaanpun cendrung digunakan secara tidak benar.29

9.

Filosofi Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak

Filosofi UU SPPA bertitik tolak untuk kepentingan terbaik bagi anak. Dari persepektif demikian anak memiliki peran strategis sebagaimana dinyatakan ketentuan pasal 28B UUD 1945 yaitu Negara menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Berikutnya aspek filosofi UU SPPA telah meninggalkan paradigma lama dalam UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak yang berorientasi dimensi pidana pembalasan (teori retributif) kepada aspek yang lebih mengedepankan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses luar peradilan pidana (diversi), kemudian (restorative justice).

29Ibid, hlm.11-12.

(29)

40

Kemudian pula filosofi UU SPPA memberi perlindungan khusus bagi anak dalam SPPA berdasarkan asas perlindungan, keadilan, nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, penghargaan terhadap pendapat anak, kelangsungan hidup, dan tumbuh kembang anak, pembinaan dan pembimbingan anak, proporsional, perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir dan penghindaran pembalasan.30

Bekerjanya peradilan pidana melalui hukum pidana terkadang justru menimbulkan viktimisasi. Bekerjanya peradilan pidana tidak mencerminkan perlindungan hukum terhadap masyarakat dari ancaman yang riil. Dalam kaitan ini keterbatasan dalam hukum pidana baik dalam perundang-undangan maupun bekerjanya penegak hukum, tidak mungkin menyelesaikan berbagai masalah viktimisasi dalam masyarakat yang sangat kompleks. Bekerjanya peradilan pidana memiliki unsur-unsur kriminogen maupun maupun viktimogen dan bukan pengobatan kausatif terhadapa viktimisasi yang ada dalam masyarakat.31

Perlu diingat bahwa peradilan bukanlah institusi netral yang hanya bekerja menurut bunyi perundang-undangan yang tertulis seperti dalam KUHAP dan KUHP

30 Lilik Mulyadi, wajah sistem peradilan pidana anak Indonesia, Alumni, Bandung, Cetakan

Pertama, 2014, hlm. 32-34.

31 C. Maya Indah, Perlindungan Korban Suatu Perspektif Viktimologi Dan Kriminologi,

(30)

41

dan perundang-undangan khusus lainnya, melainkan bekerja atas dasar komitmen tertentu dan dijiwai oleh integritas dan kredibilitas para pelakunya secara individual.32

B.

HASIL PENELITIAN

Temuan penelitian dapat digambarkan melalui suatu putusan dalam perkara pidana NOMOR 770/PID.SUS/2012/PN.MLG, dan Putusan Pengadilan Nomor 1/PID SUS.ANAK/2019/PN.SLT.

1. PERKARA PIDANA NOMOR 770/PID.SUS/2012/PN.MLG

a. IDENTITAS TERDAKWA

Nama Lengkap: XXX ; Tempat lahir : Malang ; Umur / Tgl.lahir, 16 Tahun / 01 Juli 1996 ; Jenis kelamin Laki – laki ; Kebangsaan : Indonesia ; Tempat tinggal : Dsn Tepus,Rt. 32, RW.05,Ds.Ngantru,Kec. Ngantang Kab. Malang ; Agama : Islam ; Pekerjaan :Buruh tani ;

Nama lengkap : XXX ; Tempat lahir : Malang ; Umur / Tgl.lahir : 16 Tahun / 21 Nopember 1996 ; Jenis kelamin, Laki – laki ; Kebangsaan : Indonesia ; Tempat tinggal : Dsn Tokol, Rt. 23,Rw.04,Ds.Purworejo,Kec. Ngantang Kab. Malang, Agama : Islam ; Pekerjaan :Buruh tani ;

32 Ibid.,hal. 102.

(31)

42

b. DAKWAAN

Terdakwa diajukan oleh Penuntut Umum kepersidangan dengan surat dakwaan tertanggal 21 Nopember 2012, No.Reg.Perkr Pdm – 74/ Batu/ Ep.1/11/2012, yang pada pokoknya adalah sebagai berikut :

Terdakwa I. XXX bersama-sama dengan Terdakwa II. XXX pada hari Sabtu tanggal 20 Oktober 2012 sekira pukul 10.30 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2012 bertempat di pinggir sawah belakang Restoran Bandeng Bakar Jl. Soekarno Hatta, Kec. Junrejo, Kota Batu atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Malang, mengambil sesautu barang berupa : 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Zupiter Z/5 yaitu milik Rudi Hartono, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih dan untuk dapat mencapai barang yang diambil dengan cara merusak, dilakukan oleh para terdakwa dengan cara sebagai berikut;

Bermula ketika terdakwa I. XXX dan Terdakwa II. XXX telah sepakat untuk mengambil sepeda motor, selanjutnya pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatas terdakwa I dan terdakwa II dengan berboncengan sepeda motor Suzuki Satria FU berangkat dari rumah menuju Batu dengan sasaran adalah dipinggir sawah belakang Restoran Bandeng Bkar dan pada saat melintas dipinggir sawah tersebut terdakwa I. XXX melihat ada sepeda motor Yamaha Zupiter sedang

(32)

43

diparkir dipinggir sawah dan sedang tidak ada pemiliknya, selanjutnya sepeda motor yang dikendarai oleh terdakwa I dan Terdakwa II berhenti dan terdakwa I turun dengan jarak kurang lebih 10 meter dari sepeda motor yang akan diambil sambil membawa kunci Y dan menyuruh terdakwa II untuk menunggu dan berpesan kepada Terdakwa II “kalau sudah dapat sepeda ikuti saya dan mengawasi kalau ada orang lewat.

Selanjutnya terdakwa I mendatangi sepeda motor yang akan diambil, kemudian karena suasana sepi dan tanpa seijin dari pemiliknya terdakwa I. XXX langsung merusak kunci sepeda motor yang pada saat itu sedang terkunci setir dengan menggunakan kunci Y yang telah dipersiapkan sebelumnya dan setelah berhasil terdakwa I langsung menuntut sepeda motor tersebut tanpa menyalakan mesin, kurang lebih jarak 2 meter, lalu menghidupkan sepeda motor dengan cara distater (ngetrap) sehingga mesin hidp dan membawa pergi sepeda motor tersebut, sedangkan terdakwa II XXX mengikuti dari belakang tetapi karena sepeda motor yang dikendarai oleh terdakwa I terlalu cepat sehingga terdakwa II tidak berhasil mengejar terdakwa II, lalu terdakwa II langsung pulang kerumah, sedangkan terdakwa I pada saat membawa lariu sepeda motor tersebut mengalami kecelakaan dan langsung ditangkap oleh petugas Polri yaitu Agung Dwi Laksono dan membawa terdakwa berikut barang berhasil ditangkap oleh petugas Polisi.

(33)

44

Akibat perbuatan para Terdakwa tersebut diatas saksi Rudi Hartono mengalami kerugian sebesar Rp. 8.500.000,- (delapan juta lima ratus ribu rupiah) atau setidak-tidaknya sekitar jumlah itu. Perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 363 ayat 1 ke – 4 dan 5 KUHP.

c. TUNTUTAN:

Tuntutan Penuntut Umum tertanggal 13 Desember 2012, dengan nomor reg.perk.Pdm-74/Batu/Ep.1/11/2012, yang meminta agar supaya Hakim Pengadilan Negeri Malang yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan :

1. Menyatakan Terdakwa Menyatakan Terdakwa I.

XXX dan Terdakwa II. XXX terbukti terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pencurian dengan pemberatan, tunggal pasal 363 ayat (1) ke-4 dan 5 KUHP.

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa I. XXX dan Terdakwa II. XXX dengan pidana penjara masing-masing selama 1 (satu) tahun 6 ( enam) bulan dikurangi selama para Terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah agar P ara Terdakwa tetap ditahan.

3. Menyatakan barang bukti berupa :

1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Jupiter Z/5 TP warna merah No. Pol : N-2357-LL, tahun 2006/110 No. Mesin : 5TP1007555, Noka : MH35TP0096

(34)

45

K823466, dikembalikan kepada pemiliknya yaitu saksi Rudi Hartono, 1 (satu) buah kunci Y dan 3 (tiga) buah anak kunsi Y, dirampas untuk dimusnahkan.

4. Menghukum Terdakwa untuk membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp. 3.000,-. (tiga ribu rupiah).

tuntutan Penuntut Umum di persidangan, Para Terdakwa menyatakan pada pokoknya mohon keringanan hukuman karena Para Terdakwa menyesali perbuatan Para Terdakwa dan Para Terdakwa berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi ; pembelaan lisan dari Para Terdakwa tersebut, Penuntut Umum menyatakan tetap pada tuntutannya yang telah dibacakan dipersidangan ;

d. UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENCURIAN

1. Unsur barang siapa ;

2. Unsur mengambil sesuatu barang ;

3. Unsur yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain ;

4. Unsur dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak ; 5. Unsur dilakukan oleh 2 (dua) orang bersama-sama atau lebih ;

6. Unsur pencurian yang dilakukan oleh tersalah dengan masuk ketempat kejahatan itu atau dapat mencapai barang untuk di ambilnya dengan jalan membongkar,memecah atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu,perintah palsu atau pakaian jabatan palsu ;

(35)

46

e. PERTIMBANGAN HAKIM

Hakim akan mempertimbangkan satu persatu dari unsur-unsur tindak pidana tersebut diatas ;

Unsur pertama “ Barang Siapa “, bahwa yang dimaksud dengan barang siapa adalah setiap orang selaku subyek hukum yang dapat melakukan perbuatan pidana dan perbuatan tersebut dapat dipertanggung jawabkan secara hukum, Penuntut Umum dipersidangan telah mengajukan Terdakwa I Turistiono Aliasa Soni dan Terdakwa II XXX, dimana setelah identitas lengkapnya diperiksa ternyata sesuai dengan identitas pada surat dakwaan maupun surat-surat lain dalam berkas perkara serta Para Terdakwa sehat jasmani dan rohani sehingga perbuatan Para Terdakwa dapat dipertanggung jawabkan secara hukum, sehingga dengan hukum ;

Unsur kedua “ Mengambil Sesuatu Barang “

yang dimaksud dengan mengambil adalah membawa kedalam kekuasaannya secara mutlak dan nyata jadi perbuatan mengambil itu sendiri telah selesai apabila barang tersebut telah berpindah tempat sedangkan yang dimaksud dengan barang adalah segala sesuatu yang berwujud maupun yang tidak berwujud serta barang tersebut mempunyai nilai ekonomis ; berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan bahwa pada hari Sabtu, tanggal 20 Oktober 2012, sekitar pukul 10.30 Wib, bertempat di belakang Restoran Bandeng Bakar Jl. Sukarno Hatta, Kota Batu, Terdakwa I telah mengambil 1 (satu) buah sepeda motor Yamaha Yupiter,

(36)

47

warna merah No. Pol. N-2387-LL, milik saksi Rudi Hartono, yang sedang diparkir di pinggir sawah, dan Terdakwa II di suruh oleh Terdakwa I untuk mengawasi dari jalan, lalu Terdakwa II masuk ke area tempat sepeda motor Yupiter di parker kemudian motor tersebut di hidupkan dengan menggunakan kunci Y oleh Terdakwa I, kemudian sepeda motor tersebut langsung di bawa pergi oleh Terdakwa I, namun ketika sampai di didekat BNS, Terdakwa I mengalami kecelakaan sehingga di tangkap oleh Polisi dan pada waktu itu sepeda motor yang di bawa karena tidak di lengkapi dengan surat-surat dan juga didapati ada kunci Y beserta anak kunci Y dan 3 ( tiga ) buah STNK tanpa sepeda motor, lalu Terdakwa I langsung di bawa ke kantor Polisi ;

Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas, dapat dilihat bahwa barang berupa sepeda motor, sudah berpindah tempat, yaitu dari di belakang Restoran Bandeng Bakar Jl. Sukarno Hatta, Kota Batu dekat sawah ke dekat BNS Kota Batu,dimana sepeda motor tersebut berada dalam kekuasaan Para Terdakwa dan dimana sepeda motor yang diambil oleh Para Terdakwa adalah termasuk barang yang berwujud dan barang yang mempunyai nilai ekonomis, sehingga unsur kedua “ mengambil sesuatu barang “ telah terpenuhi secara hukum;

Unsur ketiga “ Yang Seluruhnya Atau Sebagian Termasuk Kepunyaan Orang Lain “

(37)

48

Diprsidangan bahwa barang berupa sepeda motor Yamaha Yupiter, warna merah No. Pol. N-2387-LL adalah benar milik dari saksi Rudy Hartono dan bukan milik dari Para Terdakwa ;

Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas maka unsur ketiga “yang seluruhnya atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain “ ini telah terpenuhi secara hukum ;

Unsur keempat “ Dengan Maksud Akan Memiliki Barang Tersebut Secara Melawan Hak “

Berdasarkan keterangan Para Terdakwa bahwa sepeda motor yang diambil oleh Para Terdakwa adalah benar milik dari saksi Rudy Hartono dan menurut pengakuan dari Para Terdakwa di persidangan bahwa maksud Terdakwa mengambil barang berupa sepeda motor tersebut adalah untuk dijual dan uangnya dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup Para Terdakwa, jadi disini dapat ditarik kesimpulan bahwa Para Terdakwa telah bermaksud memiliki barang tersebut tanpa izin dari pemiliknya yang sah untuk itu unsur keempat “ Unsur dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak “ telah terpenuhi secara hukum ;

Unsur ke lima “ Pencurian Dilakukan Oleh 2 (Dua ) Orang Bersama-Sama Atau Lebih “

(38)

49

benar sebelumnya Terdakwa II menginap di rumah Terdakwa I, dengan tujuan akan menonton karnaval ; benar kemudian pada pagi harinya yaitu pada hari Sabtu, tanggal 20 Oktober 2012, sekitar pukul 07.30 Wib, Terdakwa I mengajalk Terdakwa II untuk kerja dengan menggunakan sepeda motor milik Terdakwa I ; benar setelah sampai di daerah persawahan, Terdakwa I menyuruh Terdakwa II untuk menunggu di jalan untuk melihat situasi kemudian Terdakwa I berjalan masuk ke daerah persawahan untuk mengambil 1 (satu) buah sepeda motor Yupiter dan setelah berhasil mengambil sepeda motor tersebut, Terdakwa I langsung pergi menggunakan sepeda motor tersebut sedangkan Terdakwa II mengikuti dari belakang mengunakan sepeda motor milik Terdakwa I ; benar tujuan Terdakwa I mengambil sepeda motor tersebut adalah untuk dijual dan uangnya akan dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup para Terdakwa ;

Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas, terungkap bahwa untuk tercapainya perbuatan mengambil tersebut ada kerjasama yang baik antara Terdakwa I dan Terdakwa II sehingga berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas unsur kelima “dilakukan oleh 2 (dua) orang bersama-sama atau lebih “ telah terpenuhi secara hukum ;

Unsur ke enam “ Pencurian Yang Dilakukan Oleh Tersalah Dengan Masuk Ke Tempat Kejahatan Itu Atau Dapat Mencapai Barang Untuk Di Ambilnya Dengan Jalan Membongkar,Memecah Atau Memanjat Atau Dengan Jalan Memakai Kunci Palsu,Perintah Palsu Atau Pakaian Jabatan Palsu “

(39)

50

Unsur ini merupakan unsur yang bersifat alternatif, sehingga apabila salah satu atau lebih sub unsur telah terpenuhi secara hukum, maka unsur ini dianggap telah terbukti secara hukum ;

Berdasarkan faktra-fakta yang terungkap di persidangan bahwa Terdakwa I di persidangan bahwa pada saat kejadian, Terdakwa I menggunakan kunci palsu yaitu kunci Y beserta anaknya, agar sepeda motor tersebut bisa di hidupkan, sehingga berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas unsur ke enam “ Pencurian yang dilakukan oleh tersalah dengan masuk ketempat kejahatan itu atau dapat mencapai barang untuk di ambilnya dengan jalan membongkar,memecah atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu,perintah palsu atau pakaian jabatan palsu” telah terpenuhi secara hukum;

ayat (1) ke 4 dan ke 5 KUHP, telah terpenuhi secara hukum maka Hakim berkeyakinan bahwa perbuatan Para Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan Penuntut Umum di dalam dakwaannya ;

Sebelum Hakim menjatuhkan putusan maka terlebih dahulu akan dipertimbangkan laporan hasil penelitian kemasyarakatan ( LITMAS) atas nama Terdakwa Turistiono dan Terdakwa XXX, Nomor : 214/BKA/Pol-PN/XII/2012, dan nomor : 215/BKA/Pol-PN/XII/2012, masing-masing tertanggall 5 Nopember 2012,

(40)

51

dihubungkan dengan tindak pidana yang telah dilakukan oleh Terdakwa maka Hakim berkesimpulan bahwa Terdakwa kurang mendapat pengawasan dari orang tua dan Terdakwa juga terpengaruh lingkungan serta karena faktor ekonomi;

Selain itu Hakim juga telah mendengar saran dari Bapas dipersidangan yang menyarankan agar Para Terdakwa ini diberikan hukuman bersyarat ;

Selama pemeriksaan perkara ini Hakim tidak menemukan adanya alasan-alasan pemaaf dalam diri Para Terdakwa ataupun alasan-alasan-alasan-alasan yang dapat menghapuskan pidana oleh karena itu Para Terdakwa haruslah dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana dengan pidana yang setimpal dengan kesalahan para Terdakwa ;

Oleh karena selama pemeriksaan Para Terdakwa di tahan dalam Rumah Tahanan Negara maka masa penahanan yang telah dijalani oleh Para Terdakwa akan di kurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;

Oleh karena tidak ada alasan untuk mengeluarkan Para Terdakwa dari dalam tahanan untuk itu Para Terdakwa haruslah tetap ditahan ; mengenai barang bukti berupa :

1. 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Jupiter Z/5 TP warna merah No. Pol : N-2357-LL, tahun 2006/110 No. Mesin : 5TP1007555, Noka : MH35TP0096K 823466 ;

(41)

52

Oleh karena terbukti barang bukti tersebut miulik dari saksi Rudi Hartono, untuk itu barang bukti tersebut haruslah dikembalikan kepada yang berhak yaitu saksi Rudi Hartono sedangkan

2. 1 (satu) buah kunci Y dan 3 (tiga) buah anak kunsi Y ;

Oleh karena terbukti barang bukti tersebut dipakai untuk melakukan kejahatan untuk itu barang bukti tersebut haruslah dirampas untuk dimusnahkan ; bersalah dan dihukum maka Para Terdakwa harus dibebani untuk membayar biaya perkara ; sebelum menjatuhkan putusan maka terlebih dahulu Hakim akan mempertimbangkan hal - hal yang memberatkan dan hal – hal yang meringankan sebagai berikut :

Hal – hal yang memberatkan :

Perbuatan Para Terdakwa meresahkan masyarakat ;

Hal – hal yang meringankan :

Para Terdakwa mengakui terus terang sehingga tidak mempersulit jalannya persidangan ;

(42)

53

Para Terdakwa masih muda diharapkan akan mengubah pola dan tingkah lakunya;

Para Terdakwa merasa bersalah dan menyesali perbuatan Terdakwa ; Para Terdakwa masih tergolong anak-anak ;

Mengingat, ketentuan pasal 363 ayat (1) ke-4 dan 5 KUHP, serta pasal-pasal dalam Undang-undang No. 08 Tahun 1981 tentang KUHAP, Undang-Undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan peraturan-peraturan lain yang bersangkutan :

f. PUTUSAN

1. Menyatakan Terdakwa I. XXX dan Terdakwa II. XXX telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ pencurian dalam keadaan memberatkan ” ;

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa I dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun, dan kepada Terdakwa II dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan ;

3. Menetapkan bahwa masa penahanan yang telah dijalani oleh P ara Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;

(43)

54

5. Menyatakan barang bukti berupa : 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Jupiter Z/5 TP warna merah No. Pol : N-2357-LL, tahun 2006/110 No. Mesin : 5TP1007555, Noka : saksi Rudi Hartono 1 (satu) buah kunci Y dan 3 (tiga) buah anak kunsi Y, dirampas untuk dimusnahkan ;

2. PERKARA PIDANA NOMOR1/PID SUS.ANAK/2019/PN.SLT.

a. IDENTITAS TERDAKWA

Nama Lengkap: NF ; Tempat lahir : Salatiga ; Umur / Tgl.lahir, 15 Tahun / 17 Februari 2004 ; Jenis kelamin Laki – laki ; Kebangsaan : Indonesia ; Tempat tinggal : Kp. Kenteng RT. 04 RW. 04 Kel. Tegalrejo Kec. Argomulyo Kota Salatiga; Agama : Islam ; Pekerjaan: Pelajar ;

Nama lengkap : FHS ; Tempat lahir : Salatiga ; Umur / Tgl.lahir : 163Tahun / 05 Maret 2006 ; Jenis kelamin, Laki – laki ; Kebangsaan : Indonesia ; Tempat tinggal : Kenteng RT. 01 RW. 05 Kel. Tegalrejo Kec. Argomulyo Kota Salatiga , Agama : Islam ; Pekerjaan :Pelajar;

b. DAKWAAN

Bahwa para anak diajukan ke persidangan oleh Penuntut Umum didakwakan berdasarkan surat dakwaan sebagai berikut;

(44)

55

Terdakwa 1 NF bersama-sama dengan terdakwa II FHS pada hari sabtu tanggal 16 Februari 2019 sekitar pukul 23:30 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Februari 2018 bertempat di Toko Counter pulsa atau Counter Handphone RD CELL yang terletak didekat MTS Negeri Salatiga yang beralamat dijalan Jodipati Tegalrejo kec. Argomulyo kota Salatiga atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Salatiga, telah mengambil barang yan seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain yaitu korban Bahana Ridho Prasnandra bin Agus Prosmono dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum berupa 16 handphone, 1 buah music Box, 3 buah voucher kartu perdana M3, 1 buah Nano Sim Card, 2 buah voucher Tri 3G, 1 buah voucher Axis, 1 bauah kabel data warna orange, 10 buah voucher Indosat 2G, dan uang tunai sekitar RP.1000.000,- (satu juta rupiah) yang untuk masuk ketempat melakukan kejahatan atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakai jabatan palsu. Untuk masuk kedalam konter, para anak naik keatap dengan memanjat tembok, selanjutnya terdakwa 1 NF membobol asbes dengan mengunakan linggis yang telah dibawa sebelumnya dari rumah.

Akibat perbuatan para Terdakwa tersebut diatas saksi Rudi Hartono mengalami kerugian sebesar RP.25.000.000,- ( dua puluh lima juta rupiah)

Perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 363 ayat 1 ke – 4 dan 5 KUHP.

(45)

56

Setelah mendengar keterangan saksi-saksi dan anak serta memperhatikan bukti surat dan barang bukti yang diajukan di sidang pengadilan, tuntutan pidana yang diajukan oleh Penuntut Umum yang pada pokoknya adalah menyatakan anak NF dan NHF telah bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 363 Ayat (1) ke-4 dan ke-5 KUHP. Menjatuhkan pidana berupa tindakan terhadap anak 1 NF dengan menjalani perawatan di Panti Pelayanan Sosial Anak Wira Adhi Karya Ungaran selama 6 bulan dikurangi selama anak berada dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan dan terhadap anak II FHS dengan menjalani perawatan di Panti Pelayanan Sosial Anak Wira Adhi Karya Ungaran berbasis keluarga selama 4 bulan, menyatakan barang bukti, menetapkan agar anak 1 NF dan anak II FHS dibebani biaya perkara masing-masing sebesar RP.2000,- (dua ribu rupiah).

c. TUNTUTAN

Tuntutan yang pidana yang diajukan oleh penuntut umum yang pada pokoknya adalah sebagai berikut:

1. Menyatakan anak 1 NF dan anak ll FHS telah bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan sebagaimana diatur dalam Pasal363 Ayat (1) ke-4 dan ke-5 KUHP.

2. Menjatuhkan pidana berupa tindakan terhadap anak 1 NF NF dengan menjalani perawatan di Panti Pelayanan Sosial Anak Wira Adhi Karya

(46)

57

Ungaran selama 6 bulan dikurangi selama anak berada dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan dan terhadap anak II FHS dengan menjalani perawatan di Panti Pelayanan Sosial Anak Wira Adhi Karya Ungaran berbasis keluarga selama 4 bulan.

3. berupa 16 handphone, 1 buah music Box, 3 buah voucher kartu perdana M3, 1 buah Nano Sim Card, 2 buah voucher Tri 3G, 1 buah voucher Axis, 1 bauah kabel data warna orange, 10 buah voucher Indosat 2G, dan uang tunai sekitar RP.1000.000,- (satu juta rupiah).

4. menetapkan agar anak 1 NF dan anak II FHS dibebani biaya perkara masing-masing sebesar RP.2000,- (dua ribu rupiah).

d. PLEDOI

Setelah mendengar pembelaan para anak dan atau penasehat hukum para anak yang pada pokoknya adalah sebagai berikut: memberikan keputusan yang lebih ringan dari Tuntutan Jaksa Penuntut Umum; kiranya majelis Hakim berpendapat lain dalam pertimbangannya berkenan memutuskan pidana yang seringan-ringannya.

Setelah mendengar permohonan para anak yang pada pokoknya menyatakan mohon keringanan hukum; setelah mendengar tanggapan Jaksa Penuntut Umum terhadap pembelaan Penasehat hukum terdakwa yang meyatakan tetap pada tuntutannya.

(47)

58

e. UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENCURIAN

a. Barang siapa

Bahwa unsur barang siapa yang dimaksud adalah setiap orang yang termasuk dalam hal ini anak sebagai subjek delik yang dapat dianggap sebagai pelaku delik/tindak pidana, yang dianggap mampu bertanggung jawab atas perbuatannya

b. Mengambil sesuatu barang yang selurunya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum;

Bahwa yang dimaksud dengan unsur ini adalah suatu perbuatan yang mengambil barang milik orang lain dengan cara memindahkan kekuasaan barang tersebut kedalam dalam kekuasaan si pembuat dan pelaku dan dilakukan secara melawan hukum.

c. Yang untuk masuk ketempat melakukan kejahatan atau sampai pada barang yang diambil dilakukan dengan cara merusak.

Bahwa dalam penjatuhan keputusan terhadap anak mengingat usia anak, latar belakang para anak melakukan pencurian adalah karena pergaulan yang salah serta kurangnya pengawasan orang tua, dan mengingat sikap serta keberadaan orang tua yang masih menyayangi dan dipandang masih dapat memperbaiki para anak maka hakim berpendapat bila penjatuhan hukuman yang tepat bagi anak adalah berupa tindakan. Dalam menentuka lamanya tindakan yang akan dijatuhkan kepada anak, maka akan dipertimbangkan pula keadaan yang meringankan dan memberatkan;

(48)

59

f. PERTIMBANGAN HAKIM

Bahwa terhadap unsur-unsur tersebut hakim mempertimbangkan sebagai berikut: 1. Unsur barang siapa;

Unsur barang siapa adalah setiap orang yang termasuk. Dalam hal ini, anak sebagai subjek delik yang dapat dianggap sebagai pelaku delik/tindak pidana karena mampu bertanggung jawab atas perbuatannya. Pada saat persidangan, penuntut umum menghadapkan dua orang anak yang bernama N F dan F H S. identitas mereka bersesuaian dengan identitas anak yang disebutkan dalam surat dakwaan Penuntut Umum sehingga tidak terjadi error in persona. Anak-anak tersebut berusia 15 tahun dan 13 tahun. Majelis hakim berpendapat bahwa unsur “Barang Siapa” telah terpenuhi secara sah menurut hukum. 2. Mengambil sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang

lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum.

Unsur ini adala perbuatan yang mengambil batang milik orang lain dengan cara memindahkan kekuasaan barang tersebut kedalam kekuasaan si pembuat dan dilakukan secara melawan hukum. Pada hari Rabu sekitar pukul 23:30 tanggal 16 Februaru 2019, anak N F dan F H S berjalan di Jalan Jodopati Tegalrejo Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga. N F memiliki niat atau inisiatif pertama untuk masuk ke kantor Handphone RD Cell yang berada di jalan dan mereka mengambil barang yang ada di konter. Barang berharga yang berhasil diamboil adalah 16 handphone, 1 buah music Box, 3 buah

(49)

60

voucher kartu perdana M3, 1 buah Nano Sim Card, 2 buah voucher Tri 3G, 1 buah voucher Axis, 1 bauah kabel data warna orange, 10 buah voucher Indosat 2G, dan uang tunai sekitar RP.1000.000,- (satu juta rupiah). Niat mereka mengambil adalah untuk dapat memanfaatkan barang tersebut serta dijual untuk dapatr membeli burung dara. Perbuatan yang dilakukan tanpa ijin dari pemiliknya yaitu saksi Bahana Ridho. Akibatnya mengalami kerugian. Unsur ini telah terpenuhi.

3. Yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan atau sampai pada barang yang diambil dilakukan dengan cara merusak.

Para anak berhasil masuk ke dalam konter HP. Cara mereka masuk adalah mereka naik ke atap dengan jalan memanjat tembok. Selanjutnya N F membobol asbeb dengan menggunakan linggis yang telah dibawa dari rumah. Para anak kemudia masuk ke dalam took konter dengan cara masuk melalui asbes yang telah berlubang dan turun ke bawah melalui tumpukan kardus yang ada di dalam. Para anak memasukkan barang-barang berharga antara lain handphone voucher dan lain-lain yang diletakkan dalam etalase ke dalam tas ransel yang di bawa oleh N F. unsur ini telah terpenuhi.

Semua unsur dalam Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke-5 KUHP telah terpenuhi, maka anak haruslah dinyatakan telah terbukti secraa sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan. Penuntut Umum menuntut N F dengan menjalani perawatan di Pnati Pelayanan Sosial Anak Wira Adhi Karya ungaran selama enam bulan dikurangi masa penahanan dan tetap ditahan. Menuntut F H S

(50)

61

dengan menjalani perawatan di Panti Pelayanan Sosial Anak Wira Adhi Karya ungaran yang berbasis keluarga selama empat bulan.

Penasihat Hukum dan Para anak mohon keringanan masa tindakan yang di tuntut oleh Penuntut Umum. Melalui hasil penelitian pihak Pembimbing Kemasyarakatan, merekomendasikan agar para anak dibeli tindakan seperti yang ditentukan dalam tuntutan. Para orang tua anak juga memberikan pernyataan yang sekiranya bermanfaat bagi anak. Para orang tua berkomitmen untuk mendidik anak dengan lebih baik. Penjatuhan keputusan terhadap anak mengingat usia anak, latar belakang para anak melakukan pencurian adalah karena pergaulan yang salah serta kurangnya pengawasan orang tua. Mengingat sikap dan keberadaan orang tua yang masih menyayangi dan dipandang masih dapat memperbaiki. Hakim berpendapat bila penjatuhan hukuman yang tepat bagi para anak adalah berupa tindakan. Untuk menentukan lamanya tindakan yang akan dijatuhkan kepada para anak, maka ada keadaan yang meringankan dan memberatkan.

HAL-HAL YANG MEMBERATKAN:

Para anak meresahkan masyarakat

HAL-HAL YANG MERINGANKAN:

Para anak masih berusia sangat muda;

(51)

62

Para anak baru pertama kali berhadapan dengan hukum.

Mengingat ketentuan pasal pasal 363 Ayat (1) ke-4 dan ke-5 HUHP jo pasal 82 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, serta ketentuan hukum lain yang bersangkutan dengan perkara ini.

g. PUTUSAN

1. Menyatakan anak 1 NF dan anak II FHS telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 363 Ayat (1) ke-4 dan ke-5 HUHP ;

2. Menjatuhkan tindakan kepada anak 1 NF berupa pelayanan di Panti Sosial Anak Wira Adhi Karya Ungaran selama 5 bulan dan anak II FHS berupa tindakan perawan di Panti Pelayanan Sosial Anak Wira Adhi Ungaran yang berbasis keluarga selama 3 bulan

3. Menetapkan barang bukti;

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Penemuan terbimbing matematika dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep melalui penemuannya sendiri yang akan meningkatkan pula hasil belajar siswa

Selanjutnya dalam memaksimalkan loyalitas pelanggan, yang harus dilakukan selanjutnya ialah memaksimalkan customer relationship management (CRM) karena Amstrong dan

Budi daya talas bentul ini dapat dilakukan dengan cara tumpangsari yaitu sebagai tanaman pendamping tanaman utama atau bisa juga ditanam secara tunggal

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis ingin menerapkan elemen-elemen yang dimiliki Balanced Scorecard untuk mengukur kinerja organisasi melalui empat aspek

kemudian digunakan dalam uji coba terbatas dan diamati dengan menggunakan lembar keterlaksanaan pembelajaran, lembar respon siswa terhadap pembelajaran, lembar

Hal tersebut selaras dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Brown dan Dacin (1997) dimana reputasi perusahaan sangat penting dari sudut pandang pelanggan untuk

Berdasarkan definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa harga merupakan jumlah uang yang diperlukan sebagai penukar berbagai kombinasi produk dan jasa, karena

SIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil analisis data dari penelitian yang dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooeparatif tipe make