BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pemasaran
Dalam dunia bisnis, pemasaran merupakan aktivitas menawarkan dan
menjual produk. Tidak hanya itu, menganalisa dan mengevaluasi tentang
kebutuhan dan keinginan konsumen juga merupakan bagian dari pemasaran.
Setiap perusahaan berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumen melalui produk atau jasa yang dihasilkan dengan tujuan memperoleh
keuntungan dari suatu proses pertukaran. Hal ini menuntut perusahaan agar dapat
mengikuti perkembangan-perkembangan yang terjadi pada masyarakat saat ini,
seperti teknologi, pendidikan, dan gaya hidup masyarakat. Dengan mengikuti
perkembangan yang ada, diharapkan kegagalan dalam aktivitas pemasaran dapat
di minimalisir.
Pengertian pemasaran menurut Kotler (2005:10). Dalam bukunya Manajemen Pemasaran. Edisi Kesebelas adalah :
“Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalam individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain’.
Pengertian pemasaran menurut Fandy Tjiptono (2005:2). Dalam bukunya Service Quality Satisfaction adalah sebagai berikut ;
“Pemasaran merupakan sistem sosial efektifitas bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menetapkan harga, mempromosikan dan mendistribusikan produk, jasa, dan gagasan yang mampu memuaskan keinginan pasar dalam rangka mencapai tujuan organisasional”.
Sedangkan menurut Alma (2007:12). Dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa (Edisi Revisi)”:
“Pemasaran adalah kegiatan atau usaha para pengusaha yang menyalurkan barang dan jasa dari titik produsen ke titik konsumen.” Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran
merupakan aktifitas yang berorientasi pada konsumen, kebutuhan dan keinginan
manusia dengan menyelidiki apa saja yang dibutuhkan dan diinginkan konsumen,
kemudian menyediakan dan menyampaikan kepada mereka dan memuaskan
kebutuhan konsumen atau pelanggan dalam rangka mencapai tujuan
organisasional.
2.2 Pengertian Manajemen Pemasaran
Manajemen pemasaran merupakan kegiatan yang sangat penting dan
diperlukan oleh perusahaan untuk menentukan pasar yang dituju dan membina
hubungan dengan pelanggan yang berpotensi. Oleh karena itu, manajemen
pemasaran memiliki peranan penting dalam perusahaan.
Adapun pengertian manajemen pemasaran menurut Philip Kotler dan Kevin Lene Keller (2007:5). Dalam bukunya Manajemen Pemasaran. mendefinisikan manajemen pemasaran adalah sebagai berikut :
“Manajemen pemasaran adalah seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.”
Sedangkan menurut Buchari Alma (2007:130), manajemen pemasaran didefiniskan sebagai berikut:
“Manajemen Pemasaran adalah kegiatan menganalisa, merencanakan, mengimplementasikan, dan mengawasi segala kegiatan (program), guna memperoleh tingkat pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran dalam rangka mencapai tujuan organisasi.”
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen
pemasaran adalah suatu seni dan ilmu yang mempelajari bagaimana cara memilih
pasar sasaran dengan cara menganalisa, merencanakan dan mengawasi kegiatan
(program) yang dilakukan oleh organisasi/perusahaan agar dapat mempertahankan
dan meningkatkan pelanggan serta memperoleh tingkat pertukaran yang
menguntungkan dengan pembeli sasaran dalam rangka tujuan organisasi.
2.3 Pengertian Bauran Pemasaran
Bauran Pemasaran (marketing mix) merupakan salah satu unsur yang
memiliki peranan penting dalam mempengaruhi konsumen untuk membeli produk
atau jasa yang ditawarkan perusahaan ke pasar. Selain itu, salah satu tujuan
perusahaan menggunakan konsep bauran pemasaran adalah untuk memuaskan
konsumen melalui produk yang dihasilkan perusahaan agar loyalitas konsumen
tetap terjaga.
Definisi bauran pemasaran menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller
(2007:23), menyatakan bahwa :
“Bauran pemasaran adalah perangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mengejar tujuan pemasarannya.” Bauran pemasaran (marketing mix) terdiri dari empat elemen yang sering
kali kita kenal dengan 4P, yaitu produk (Product), harga (Price), tempat (Place), dan promosi (Promotion). Sementara itu, untuk pemasaran jasa perlu bauran
pemasaran yang diperluas dengan penambahan tiga unsure, yaitu orang (People),
bukti fisik (Physical Evidence), dan proses (Process), sehingga bauran pemasaran
menjadi tujuh unsure (7P). adapun pengertian masing-masing bauran pemasaran
diatas adalah :
1. Produk (Product)
Produk merupakan penawaran berwujud perusahaan kepada pasar, yang
mencakup kualitas, rancangan, bentuk, merek dan kemampuan produk.
2. Harga (Price)
Merupakan sejumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan untuk
mendapatkan produk atau jasa guna memenuhi kebutuhan dan keinginan
yang belum terpuaskan.
3. Tempat (Place)
Menunjukkan berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk
membuat produk agar dapat diperoleh dan tersedia bagi pelanggan sasaran.
4. Promosi (Promotion)
Merupakan segala kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk
mengkomunikasikan produk yang dihasilkannya, baik kepada konsumen
sasaran maupun kepada perantara, dengan maksud menyampaikan
informasi yang bersifat memberitahu, membujuk atau mengingkatkan
kembali segala sesuatu mengenai produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
5. Orang (People)
Adalah semua pelaku yang turut ambil bagian dalam pengujian jasa dan
adalah pegawai perusahaan, konsumen, dan konsumen lain dalam
lingkungan jasa. Elemen people ini memiliki dua aspek, yaiyu service
people dan customer.
6. Bukti fisik (Physical Evidence)
Adalah bukti fisik jasa mencakup semua hal yang berwujud berkenaan
dengan suatu jasa seperti brosur, kartu bisnis, format laporan, dan
peralatan.
7. Proses (Process)
Proses adalah semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas
yang digunakan untuk menyampaikan jasa.
2.4 Ruang Lingkup Jasa 2.4.1 Pengertian Jasa
Jasa terkadang cukup sulit dibedakan secara khusus dengan barang. Hal ini
disebabkan pembelian suatu barang kerap kali disertai jasa-jasa tertentu dan
begitu pula sebaliknya dengan pembelian jasa yang sering melibatkan
barang-barang tertentu untuk melengkapinya. Untuk memahami hal ini, kita perlu
membahas pengertian, karakteristik dan klasifikasi jasa.
Menurut Kotler dan Amstrong (2008:266) menyatakan bahwa :
“Jasa adalah bentuk produk yang terdiri dari aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual dan pada dasarnya tak berwujud serta tidak menghasilkan kepemilikan akan sesuatu.”
Sedangkan Lovelock (2008;5) mendefinisikan terhadap arti jasa :
“Service is economic activities thet create value and provide benefits for custumor at specific times and place as a result of bringing about a desired change in or on behalf of the recipient of the services”.
Berdasarkan definisi-definisi di atas terlihat perbedaan yang cukup jelas
antara produk yang berupa jasa dengan produk yang berupa barang. Jasa
merupakan serangkaian tindakan atau aktivitas yang ditawarkan oleh suatu pihak
kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud, dapat memberikan nilai
tambah tanpa menyebabkan perubahan kepemilikan (transfer of ownership)
walaupun dalam produksinya, jasa dapat melibatkan produk fisik untuk
mendukungnya.
2.4.2 Karakteristik Jasa
Karakteristik jasa adalah suatu sifat dari jasa yang ditawarkan oleh suatu
pihak kepada pihak lain yang berfungsi untuk membedakan dengan produk
barang.
Menurut Kotler dan Armstrong (2008:292) menerangkan empat karakteristik jasa sebagai berikut :
1. Tidak berwujud (Intangibility)
Jasa bersifat abstak dan tidak berwujud. Tidak seperti halnya produk fisik,
jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, dicium sebelum jasa itu
dibeli. Untuk mengurangi ketidak pastian tersebut, maka para calon
pembeli akan mencari tanda atau bukti dari mutu jasa. Konsumen mencari
bukti kualitas jasa berdasarkan enam hal berikut ini :
a. Tempat (place)
Tempat yang mendukung seperti kebersihan yang terjaga, kenyamanan
b. Orang (people)
Orang yang menangani mampu melaksanakan tugas dengan baik.
Sudah terlatih, cepat dalam menangani masalah dan lain-lain.
c. Peralatan (equipment)
Peralatan penunjang seperti komputer, meja, mesin fax, dan lain
sebagainya.
d. Komunikasi material (communication material)
Bukti-bukti berupa teks tertulis dan foto, misalnya kontrak atau hasil
jadi dalam foto.
e. Simbol (symbol)
Nama dan symbol pemberi jasa mencerminkan kemampuan dan
kelebihannya dalam melayani konsumen.
f. Harga (price)
Harga yang masuk akal dan dapat pula dipadukan dengan berbagai
macam promosi penjualan, seperti bonus, diskon dan lain-lain.
2. Bervariasi (variability)
Jasa bersifat non standar dan sangat variabel. Berbeda dengan kualitas
produk fisik yang sudah terstandar, kualitas jasa bergantung pada siapa
penyedianya, kapan, dimana, dan bagaimana jasa itu diberikan. Oleh
karena itu jasa sangat bervariasi dan berbeda satu dengan lainnya.
3. Tidak dapat dipisahkan (inseparability)
Jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi pada waktu yang bersamaan
4. Tidak dapat disimpan (pershability)
Jasa tidak mungkin disimpan dalam bentuk persediaan. Nilai jasa hanya
ada pada saat jasa tersebut diproduksi dan langsung diterima oleh si
penerimanya. Karakteristik seperti ini berbeda dengan barang berwujud
yang dapat diproduksi terlebih dahulu, disimpan dan dipergunakan lain
waktu.
2.4.3 Klasifikasi Jasa
Klasifikasi jasa menurut Lovelock yang dikutip oleh Tjiptono (2006:8). Dalam Buku Manajemen Jasa. Edisi Pertama. terdapat tujuh kriteria sebagai berikut :
1. Segmen Pasar
Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa kepada
konsumen akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa, dan pendidikan) dan jasa
kepada konsumen organisasional (misalnya jasa akuntansi dan perpajakan,
jasa konsultasi manajemen, dan jasa konsultasi hukum).
2. Tingkat Keberwujudan (Tangibility)
Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dan
konsumen. Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu :
a. Rented Goods Service
Dalam jenis ini konsumen menyewa dan menggunakan
produk-produk tertentu berdasarkan tarif selama waktu tertentu pula.
kepemilikannya tetap berada pada pihak perusahaan yang
menyewakan. Contohnya penyewaan mobil, kaset video, vila dan
apartemen.
b. Owned Goods Service
Pada Owned goods service, produk-produk yang dimiliki konsumen
direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan (untuk kerja), atau
dipelihara/dirawat oleh perusahaan jasa, contohnya jasa reparasi
(arloji, mobil dan lain-lain).
c. Non Goods Service
Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat
intangible (tidak berwujud) ditawarkan kepada para pelanggan
contohnya sopir, dosen, pemandu wisata, dan lain-lain.
3. Keterampilan Penyedia Jasa
Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, jasa terdiri atas
professional service (misalnya konsultan manajemen, konsultan hukum,
konsultan pajak) dan non professional (misalnya sopir taksi, penjaga
malam).
4. Tujuan Organisasi Jasa
Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat dibagi menjadi commercial
service atau profit service (misalnya bank, penerbangan) dan non-profit
5. Regulasi
Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated service (misalnya
pialang, angkutan umum dan perbankan) dan non-regulated service
(seperti katering dan pengecetan rumah).
6. Tingkat Intensitas Karyawan
Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), jasa
dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu equipment-based service
(seperti cuci mobil otomatis, ATM (Automatic Teller Machine) dan
people-based service (seperti satpam, jasa akuntansi dan konsultan
hukum).
7. Tingkat Kontak Penyedia Jasa dan Pelanggan
Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi
high-contact service (misalnya bank, dan dokter) dan low-contact service
(misalnya bioskop). Pada jasa yang tingkat kontak dengan pelanggannya
tinggi, kecenderungan interpersonal karyawan harus diperhatikan oleh
perusahaan jasa, karena kemampuan membina hubungan sangat
dibutuhkan dalam berurusan dengan orang banyak, misalnya keramahan,
sopan santun, dan sebagainya. Sebaliknya pada jasa yang kontaknya
dengan pelanggan rendah, justru keahlian teknis karyawan yang paling
penting.
2.4.4 Strategi Pemasaran Perusahaan Jasa
Ada beberapa strategi pemasaran perusahaan jasa menurut Buchari Alma
1. Pemasaran Internal
Sangat penting artinya bagi perusahaan jasa. Lebih dikenal dengan “High
Contact”. High Contact ialah kualitas jasa yang tidak dapat dipisahkan dari orang yang menghasilkan jasa tersebut. Misalnya : high contact
terdapat pada usaha dalam bidang kesehatan, restoran, salon kecantikan,
dan sebagainya.
2. Pemasaran Eksternal
Pemasaran eksternal ialah mengarahkan kegiatan pemasaran ke publik,
dalam rangka menarik agar terpengaruh, berkunjung, dan melakukan
transaksi.
3. Pemasaran Interaktif
Terjadi dalam rangka hubungan antara karyawan dan konsumen, terjadi
sentuhan-sentuhan, dialog, layanan yang diharapkan akan member
kepuasa kepada konsumen.
2.5 Kualitas Jasa
2.5.1 Pengertian Kualitas Jasa
Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan
kerugian pelanggan serta ketetapan penyampaian untuk mengimbangi harapan
pelanggan.
Pengertian Kualitas menurut Tjiptono (2006), adalah sebagai berikut :
“Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.”
Pengertian kualitas jasa menurut Lovelock yang dikutip oleh Tjiptono (2006;59), adalah
“kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.’’
Dengan kata lain ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa
yaitu dirasakan expectedservice dan perceived service. Apabila jasa yang diterima
atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas
jasa dipresepsikan baik dan memuaskan (Tjiptono, 2006).
Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa
dipresepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya, jika jasa diterima lebih
rendah dari pada yang diharapkan maka kualitas jasa dipresepsikan buruk.
Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan
penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.
2.5.2 Prinsip-prinsip Kualitas Jasa
Untuk menciptakan suatu gaya manajemen dan lingkungannya harus
kondusif bagi perusahaan jasa untuk memperbaiki kualitas, perusahaan harus
mampu memenuhi enam prinsip utama yang berlaku baik bagi perusahaan
manufaktur maupun perusahan jasa. Keenam prinsip tersebut sangat barmanfaat
tepat untuk melaksanakan penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan
dengan didukung oleh pemasok, karyawan dan pelanggan.
Enam prinsip pokok tersebut menurut Wolkins, yang dikutip oleh Tjiptono (2006:75), yaitu:
1. Kepemimpinan
Strategi kualitas perusahaan harus inisiatif dan komitmen dari
manajemen puncak, manajemen puncak harus memimpin perusahaan
untuk meningkatkan kinerja kualitasnya. Tanpa adanya kepemimpinan
dari manajemen puncak maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya
berdampak kecil terhadap perusahaan.
2. Pendidikan
Semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan
operasional harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas.
Aspek-aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut
meliputi konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik
implementasi kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi
kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi strategi kualitas.
3. Perencanaan
Proses perencanaan strategi harus mencakup pengukuran dan tujuan
kualitas yang dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan mencapai
visinya.
4. Review
Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi
manajemen untuk mengubah perilaku operasional. Proses ini merupakan
suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian konstan dan terus
menerus untuk mencapai tujuan kualitas.
Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses
komunikasi dalam perusahaan. Komunikasi harus dilakukan dengan
karyawan pelanggan, dan stakeholder perusahaan lainnya, seperti :
pemasok, pemehang saham, pemerintah, masyarakat umum, dan
lain-lain.
6. Pengharapan dan pengakuan (Total Human Reward)
Penghargaan dan pengukuan merupakan aspek yang penting dalam
implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan yang berprestasi baik
perlu diberi penghargaan dan prestasi tersebut diakui dengan demikian
setiap orang dalam organisasi yang pada gilirannya dapat memberikan
kontribusi besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang dilayani.
2.5.3 Faktor Utama Dalam Menentukan Kualitas Jasa
Harapan maupun penilaian konsumen terhadap kinerja perusahaan
menyangkut beberapa faktor penentu kualitas jasa.
Menurut Parasuraman yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2006:70) menyatakan bahwa ada lima dimensi kualitas jasa, yaitu :
1. Bukti langsung (Tangibles)
Meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana
komunikasi.
2. Empati (Emphaty)
Yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami
3. Keandalan (Reliability)
Yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan
segera, akurat dan memuaskan.
4. Daya Tanggap (Responsiveness)
Yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan
memberikan pelayanan dengan tanggap.
5. Kepastian (Assurance)
Yaitu mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat
dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari bahaya, risiko
atau keragu-raguan.
Menurut Parasuraman yang diikuti oleh Fandy Tjiptono (2006:80) ada lima gap yang menyebabkan kegagalan perusahaan dalam menyampaikan jasanya,
kelima gap tersebut adalah :
1. Gap antara harapan dan persepsi manajemen
Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat
merasakan atau memamahami apa yang diinginkan para pelanggan
secara tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu
jasa seharusnya didesain, dan jasa-jasa pendukung/sekunder apa saja
yang diinginkan konsumen.
2. Gap antara persepsi manajemen terhadap konsumen dan spesifikasi kualitas jasa
Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang
diinginkan pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar inerja
tertentu yang jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga faktor, yaitu :
Tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa. Kekurangan sumber daya.
Atau karena adanya kelebihan permintaan.
3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya :
Karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya). Beban kerja melampaui batas.
Tidak dapat memenuhi standar kinerja.
Atau bahkan tidak mau memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.
4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal
Sering kali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan
atau janji yang dibuat oleh perusahaan, resiko yang dihadapi perusahaan
adalah janji yang diberikan ternyata tidak terpenuhi.
5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan
Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan
dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan
Gambar 2.1
Model Kualitas Jasa (Gap Model) Konsumen Gap 5 Gap 4 Pemasar Gap 3 Gap 1 Gap 2
Sumber : Parasuraman, A., et al. (1985), “A Conceptual Model of Service
Quality and its Implication for Future Research”, Journal of Marketing , Vol.49 (Fall), p.44. Fandy Tjiptono, Manajemen Jasa (2006 : 82 )
Komunikasi dari mulut kemulut Penyampaian jasa Kebutuhan personal Pengalaman yang lalu Jasa yang diharapkan Jasa yang dirasakan Komunikasi eksternal Penjabaran spesifikasi Persepsi manajemen
2.5.4 Faktor-faktor Penyebab Kualitas Jasa Menjadi Buruk
Menurut Fandy Tjiptono (2006:85), ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kualitas suatu jasa menjadi buruk. Faktor-faktor tersebut
meliputi :
1. Produksi dan konsumsi yang terjadi secara simultan.
Salah satu karakteristik jasa yang penting adalah inseparability, artinya
jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Dengan kata laindalam
memberikan jasa dibutuhkan kehadiran dan partisipasi pelanggan. Akibatnya
timbulmasalah-masalah sehubungan dengan interaksi produsen dan konsumen
jasa. Beberapa kemungkinan yang mungkin ada pada karyawan pemberi jasa dan
dapat berpengaruh terhadap persepsi pelanggan pada kualitas jasa, misalnya :
a. Tidak terampil dalam melayani pelanggan,
b. Cara berpakaiannya tidak sesuai,
c. Tutur katanya kurang sopan atau bahkan menyebalkan,
d. Bau badannya mengganggu,
e. Selalu cemberut atau pasang tampang “angker”
2. Intensitas tenaga kerja yang tinggi.
Keterlibatan tenaga kerja yang intensif dalam penyampaian jasa dapat pula
menimbulkan masalahpada kualitas, yaitu tingkat variabilita yang tinggi. Hal-hal
yang bisa mempengaruhinya adalah upah rendah (umumnya karyawan yang
melayani pelanggan memiliki tingak pendidikan dan upah yang paling rendah
dalam suatu perusahaan), pelatihan yang kurang memadai, atau bahkan tidak
3. Dukungan terhadap pelanggan internal (pelanggan perantara) kurang memadai.
Karyawan front-line merupakan ujung tombak dari system pemberian jasa.
Supaya mereka dapat memberikan jasa yang efektif, maka mereka perlu
mendaptakan dukungan dari fungsi-fungsi utama manajemen (operasi, pemasaran,
keuangan, dan sumber daya manusia). Dukungan tersebut bisa berupa peralatan
(perkakas, material, pakaian seragam), pelatihan keterampilan maupun informasi
(misalnya prosedur operasi).
4. Kesenjangan-kesenjangan komunikasi.
Tak dapat dipungkiri lagi bahwa komunikasi merupakan factor yang
sangat esensial dalam kontak dengan pelanggan. Bila terjadi gap/kesenjangan
dalam komunikasi, maka akan timbul penilaian atau persepsi negative terhadap
kualitas jasa. Ada beberapa jenis kesenjangan komunikasi yang bisa terjasi, yaitu :
a. Perusahaan memberikan janji yang berlebihan sehingga tidak
dapat memenuhinya.
b. Perusahaan tidak bisa selalu menyajikan informasi terbaru kepada
pelanggan.
c. Pesan komunikasi tidak dipahami pelanggan.
d. Perusahaan tidak memperhatikan atau segera menanggapi
keluhan/saran pelanggan.
5. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama.
Dalam hal interaksi dengan pemberi jasa, tidak semua pelanggan bersedia
6. Perluasan atau pengembangan jasa secara berlebihan.
Di satu sisi, memperkenalkan jasa baru atau memeperkaya jasa lama dapat
meningkatkan peluang pemasaran dan menghindari terjadinya pelayanan yang
buruk. Akan tetapi bila terlampau banyak menawarkan jasa baru dan tambahan
terhadap jasa yang sudah ada, maka hasil yang diperoleh tidaklah selalu optimal,
bahkan tidak tertutup kemungkinan timbul masalah-masalah seputar standard
kualitas jasa.
7. Visi bisnis jangka pendek.
Visi jangka pendek (seperti orientasi pada pencapaian target penjualan dan
laba tahunan, penghematan biaya, peningkatan produktivitas tahunan, dan
lain-lain) bisa merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk jangka panjang.
Sebagai contoh, kebijakan suatu bankuntuk menekan biaya dengan cara
mengurangi jumlah kasir (teller) menyebabkan semakin panjangnya antrian di
bank tersebut.
2.5.5 Strategi Meningkatkan Kualitas Jasa
Setiap perusahaan jasa dituntut untuk selalu meningkatkan kualitas jasanya
terus menerus, dan hal ini tidaklah mudah. Banyak faktor yang perlu
dipertimbangkan, upaya tersebut juga berdampak luas yaitu terhadap budaya
organisasi secara keseluruhan.
Menurut Tjiptono (2006:88) ada berbagai faktor yang perlu mendapatkan
1. Mengidentifikasi determinan utama kualitas jasa.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah riset untuk menidentifikasi
determinan jasa yang paling penting bagi pasar sasaran. Langkah
berikutnya adalah memperkirakan penilaian yang diberikan pasar sasaran.
Langkah berikutnya adalah memperkirakan penilaian yang diberikan pasar
sasaran tersebut terhadap perusahaan dan pesaing.
2. Mengelola harapan pelanggan.
Perusahaan sebaiknya tidak melebih-lebihkan pesan komunikasinya pada
pelanggan.
3. Mengelola bukti kualitas jasa.
Tujuannya untuk memperkuat persepsi pelangganselama dan sesudah jasa
diberikan. Karena jasa tidak dapat dirasakan, maka pelanggan cenderung
memperhatikan fakta-fakta yang berkaitan dengan jasasebagai bukti
kualitas.
4. Membidik pelanggan tentang jasa.
Dapat dilakukan berbagai upaya, antara lain :
a. Perusahaan membidik pelanggannya untuk melakuan sendiri jasa
tertentu.
b. Perusahaan membantu pelanggan mengetahui kapan melakukan
suatu jasa.
c. Perusahaan membidik pelanggannya mengenai cara menggunakan
d. Perusahaan dapat pula meningkatkan persepsi terhadap kualitas
dengan cara menjelaskan kepada pelanggan alas an-alasan yang
mendasari suatu kebijaksanaan.
5. Mengembangkan budaya kualitas.
Budaya kualitas merupakan system nilai organisasi yang menghasilkan
lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas
secara terus-menerus. Agar dapat tercipta budaya kualitas yang baik
dibutuhkan komitmen menyeluruh pada seluruh anggota organisasi.
6. Menciptakan Automatic Quality.
Adanya otomatisasi dapat mengatasai variabilitas kualitas jasa yang
disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki.
7. Menindaklanjuti jasa.
Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi sebagian atau
semua pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasan dan persepsi mereka
terhadap jasa yang diberikan.
8. Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa.
Informasi yang dibutuhkan mencakup segala aspek yaitu data saat ini dan
masa lalu, kuantitatif dan kualitatif, internal dan eksternal, serta informasi
2.6 Loyalitas
2.6.1 Pengertian Loyalitas
Loyalitas konsumen di sebuah perusahaan sangat penting sekali bagi
kelangsungan hidup perusahaan. Konsumen yang loyal merupakan suatu nilai
bagi perusahaan yang tak ternilai harganya. Perilaku konsumen yang
menunjukkan bahwa konsumen tersebut loyal atau tidaknya dapat dilihat dari puas
atau tidak puasnya atas produk yang dibelinya.
Suatu sikap pelanggan yang loyal kepada perusahaan bisa dilihat dari
sikap positif dan negatif. Sikap yang positif menunjukkan bahwa kosnumen
tersebut terus memakai produknya dan setia terhadap produknya, sedangkan sikap
yang negatif dapat ditunjukkan dengan cara konsumen tersebut mengtakan hal
yang negatif kepada perusahaan, dan selain itu konsumen berpindah ke
perusahaan lain.
Untuk lebih lengkapnya berikut ini merupakan pengertian Loyalitas yang
dikemukakan Menurut Griffin (2005:16) adalah :
“Loyalty is defined as non random purchase expressed over time by some decision making unit“.
Pengertian diatas mengandung arti bahwa :
“Pengertian loyalitas adalah seperti pembelian yang dilakukan secara tidak acak dengan waktu yang sangat cepat pada suatu unit pembuatan keputusan”.
Adapun pengertian loyalitas menurut Oliver yang dikutip dari Ratih Hurriyati (2005:129) yaitu :
“Customer loyality is deefly held commitment to rebuy or repatronize a preferred product or service consistenly in future, despite situasional influences and marketing effort having the potential to cause switching behavior”
Yang mengandung arti sebagai berikut :
“Loyalitas adalah komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk/jasa terpilih sebagai konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perilaku”
Sedangkan pengertian yang dikemukakan menurut Tjiptono (2006;23) yaitu:
“Loyalitas adalah situasi dimana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten”.
Jadi dapat disimpulkan dari ketiga uraian tersebut bahwa loyalitas
merupakan suatu pembelian yang dilakukan oleh konsumen secara tidak acak dan
konsumen tersbut melakukan pembelian ulang yang konsisten terhadap
produknya.
2.6.2 Indikator Loyalitas Konsumen
Pelanggan yang loyal merupakan asset yang penting bagi perusahaan, hal
ini dapat dilihat dari karakteristik-karakteristik yang dimilikinya. Dan
karakteristik tersebut akan diungkapkan oleh (Griffin, 2005;31). Dalam Bukunya
Customer Loyality. bahwa pelanggan yang loyal memiliki karakteristik sebagai
berikut :
1. Melakukan pembelian secara berulang-ulang
2. Membeli lini produk/jasa lainnya dari perusahaan
4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing
Dari karakteristik diatas tersebut dapat menunjukkan bahwa loyalitas konsumen
merupakan ukuran yang lebih dapat diandalkan untuk memprediks pertumbuhan
keuangan. Beberapa dari kepuasan, yang merupakan sikap loyalitas dapat
didefinisikan berdasarkan perilaku pembelian.
2.6.3 Tahapan Loyalitas Pelanggan
Proses seorang calon pelanggan menjadi pelanggan yang loyal terhadap
perusahaan terbentuk melalui beberapa tahapan.
Tahapan loyalitas menurut Griffin (2005:35) ada tujuh tahap pertumbuhan
seseorang menjadi pelanggan yang loyal, yaitu sebagai berikut :
1. Tersangka (Suspect)
adalah seseorang yang mempunyai kemungkinan membeli produk
perusahaan. Kita menyebutnya tersangka karena kita percaya, atau
“menyangka”, mereka akan membeli, tetapi kita masih belum cukup yakin.
2. Prospek (Prospect)
adalah orang yang membutuhkan produk anda dan memiliki kemampuan
membeli. Meskipun prospek masih belum membeli dari perusahaan,
mungkin ia telah mendengar produk yang dimiliki perusahaan atau
seseorang telah merekomendasikan produk perusahaan kepadanya.
Prospek mungkin tahu siapa anda, dimana perusahaan dan apa yang anda
jual, tetapi mereka masih belum membeli dari perusahaan.
adalah prospek yang telah cukup perusahaan pelajari untuk mengetahui
bahwa mereka tidak membutuhkan, atau tidak memiliki kemampuan
membeli produk perusahaan.
4. Pelanggan pertama kali (First time customer)
adalah orang yang telah membeli dari perusahaan satu kali. Orang tersebut
bisa jadi merupakan pelanggan anda dan sekaligus juga pelanggan
pesaing.
5. Pelanggan yang melakukan pembelian ulang (Repeat customer)
adalah orang-orang yang telah membeli dari perusahaan dua kali atau
lebih. Mereka mungin telah membeli produk yang sama dua kali atau
membeli dua produk yang berbeda pada dua kesempatan atau lebih.
6. Klien (Client)
Seorang klien membeli semua yang perusahaan jual dan dapat ia gunakan.
Orang ini membeli secara teratur. Perusahaan memiliki hubungan yang
kuat dan berlanjut, yang menjadikannya kebal terhadap tarikan dari
pesaing.
7. Penganjur (Advocate)
Seperti klien, penganjur membeli apapun yang perusahaan jual yang
mungkin daoat dia gunakan dan membeli secara teratur. Tetapi seorang
penganjur akan berusaha mencari orang lain untuk membeli dari
perusahaan. Seorang penganjur membicarakan perusahaan, melakukan
2.6.4 Jenis-jenis Loyalitas
Jenis-jenis loyalitas pelanggan menurut Griffin (2005;22) terdiri dari empat jenis, yaitu :
1. Tidak ada kesetiaan (no loyalty)
Tingkat keterikatan (attachment) dengan repeat patrionage yang rendah
menunjukkan absensinya suatu kesetiaan. Pada dasarnya suatu usaha harus
menghindari kelompok no loyalty ini untuk dijadikan target pasar karena
mereka tidak akan pernah menjadi pelanggan yang setia.
2. Kesetiaan yang tidak aktif (inertia loyalty)
Suatu tingkat keterikatan yang rendah dengan pembelian ulang yang tinggi
akan mewujudkan suatu inertia loyalty. Dasar yang digunakan untuk
pembelian produk atau jasa biasanya karena sudah terbiasa memakainya
atau karena faktor kemudahan situasional.
3. Kesetiaan tersembunyi (laten loyalty)
Suatu keterikatan yang relatif tinggi yang disertai dengan tingkat
pembelian yang rendah menggambarkan laten loyalty dari pelanggan. Bagi
pelanggan yang memiliki sikap laten loyalty pembelian ulang banyak
dipengaruhi oleh faktor situasional daripada faktor sikapnya.
4. Kesetiaan Premium (premium loyalty)
Jenis kesetiaan yang terjadi bilamana suatu tingkat keterikatan yang tinggi
berjalan selaras dengan aktivitas pembelian kembali. Kesetiaan jenis inilah
yang sangat diharapkan dari setiap pelanggan dalam setiap usaha. Pada
menemukan dan menggunakan produk atau jasa tersebut dan dengan
senang hati membagi pengetahuan dari pengalaman mereka kepada teman
atau keluarga mereka.
Menurut Griffin (2005:11) loyalitas pelanggan dapat menghasilkan pula beberapa keuntungan bagi perusahaan, yaitu :
1. Mengurangi biaya pemasaran (biaya pengambilalihan pelanggan lebih
tinggi daripada mempertahankan pelanggan.
2. Mengurangi biaya transaksi (seperti negosiasi kontrak dan proses order)
3. Costumer Turnover menjadi berkurang (lebih sedikit pelanggan hilang
yang harus digantikan)
4. Keberhasilan Cross-selling menjadi meningkat, menyebabkan pangsa
pelanggan yang lebih besar.
5. Pemberitaan mulut ke mulut (word of mouth) menjadi lebih positif.
6. Biaya kegagalan menjadi menurun (pengurangan pengerjaan ulang, klaim
2.7 Pengaruh Kualitas Jasa terhadap Loyalitas Konsumen
Penilaian pelayanan dimulai sebelum konsumen berinteraksi dengan
penyedia pelayanan, kemudian diawasi dengan penilaian awal untuk
mengevaluasi tingkat kemampuan penyedia pelayanan dalam memenuhi
kebutuhan sehingga yang diharapkan akan teringat dibenak konsumen. Kata dari
mulut-ke mulut tentang pengalaman orang lain dari reputasi penyedia pelayanan,
komunikasi eksternal serta kebutuhan pribadi dan pengalaman masa lampau
mempengaruhi harapan pelangan.
Konsumen datang dengan pelayanan yang diharapkan kemudian
berinteraksi dengan sistem operasional pelayanan. Pada tahap ini, dalam benak
pelanggan akan terbentuk persepsi tentang pelayanan yang dibentuk.
Kualitas jasa berpengaruh terhadap kepuasan konsumen, hal ini logis,
karena apabila kualitas jasa yang diterima konsumen melebihi apa yang
diharapkan maka konsumen akan merasa puas dan kualitas jasa akan
dipersepsikan tinggi. Sebaliknya, jika kualitas jasa yang diberikan oleh
perusahaan kepada konsumen tidak memenuhi harapannya, maka konsumen akan
merasa kecewa dan kualitas jasa akan dipersepsikan rendah.
Konsumen yang loyal adalah konsumen yang merasa puas, namun tidak
semua konsumen merasa puas adalah konsumen yang loyal, namun perlu di ingat
bahwa kepuasan merupakan modal dasar bagi terbentuknya loyalitas pelanggan.
Kepuasan yang tinggi akan sukar untuk mengubah pilihan produk sebab
Kepuasan tinggi atau kesenangan yang tinggi menciptakan kelekatan
emosional terhadap merek tertentu, bukan hanya kesukaan/preferensi rasional.
Hasilnya adalah kesetiaan pelanggan yang tinggi.
Para pakar berpendapat bahwa manfaat yang diperoleh dari menciptakan
dan mempertahankan kualitas jauh lebih besar dari biaya akibat pelayanan yang
buruk. Bahkan dewasa ini pengelola pelayanan yang didasarkan pada keunggulan
dimensi kualitas jasa dipandang sebagai strategi yang cukup efektif untuk menarik
keunggulan pesaing.
Menurut Griffin, Jill (2005:31) bahwa :
“Loyalitas dapat didefinisikan berdasarkan perlaku membeli dimana menjelaskan pelangan yang loyal adalah orang yang melakukan pembelian berulang secara teratur, membeli antara lini produk atau jasa, mereferensikan kepada rang lain dan menunjukan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing.”
Dari definisi di atas terlihat jelas akan adanya pengaruh yang positif antara
kualitas jasa dengan loyalitas pelanggan. Dimana dengan peningkatan kualitas
jasa yang dilakukan secara berkelanjutan oleh pihak perusahaan maka akan
menimbulkan loyalitas dari para pelanggannya terhadap perusahaan.
Dengan demikian begitu pentingnya meningkatkan kualitas jasa terhadap
pelanggan dalam kegiatan pemasaran suatu produk atau jasa, sehingga loyalitas
pelanggan merupakan sesuatu hal yang senantiasa diusahakan perusahaan.
Kualitas jasa yang merupakan bagian dari strategi pemasaran perusahaan yang
paling memungkinkan terciptanya pelangan yang loyal, maka dengan tingkat
kualitas jasa yang memuaskan diharapkan menghasilkan respon yang dapat