• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan. Pada hakekatnya, pembangunan harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, secara material maupun spiritual (Todaro dan Smith, 2006).

Kinerja perekonomian dapat dilihat dari sektor-sektor yang menjadi andalan dalam mendukung peningkatan perekonomian Indonesia yang dibuktikan dengan adanya kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Salah satu sektor yang dapat diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB) adalah sektor pertanian yang mencakup pertanian, kehutanan dan perikanan. Pertanian dalam arti sempit dibagi ke dalam tiga subsektor, yaitu tanaman bahan makanan (Tabama), tanaman perkebunan dan peternakan serta hasil-hasilnya.

Menurut Gillis et.al. (1992) dalam Rifin dan Anggraeni (2010), ada beberapa peranan dari pertanian dalam pembangunan ekonomi. Pertama, pertanian menyediakan makanan yang dikonsumsi oleh manusia. Para petani harus memproduksi makanan yang cukup baik untuk memenuhi kebutuhan mereka maupun populasi manusia secara keseluruhan. Suatu negara tidak ingin

(2)

bergantung pada negara lain dalam hal makanan. Kedua, pertanian penting sebagai lapangan pekerjaan untuk industri-industri lain. Pada negara berkembang, kebanyakan orang tinggal di daerah perkotaan sehingga akan meningkatkan permintaan tenaga kerja yang datang dari daerah perdesaan. Ketiga, sektor pertanian dapat menjadi sumber modal untuk pertumbuhan ekonomi modern .

Keempat, pertanian dapat menjadi sumber mata uang luar negeri. Banyak negara berkembang bergantung pada ekspor komoditi pertanian untuk menghasilkan mata uang luar negeri yang diperlukan untuk pembangunan ekonomi negara. Tabel 1.1 Produk Domestik Bruto Nasional Atas Dasar Harga Konstan 2000 2005- 2009 (Miliar Rupiah)

Lapangan Usaha Tahun

2005 2006 2007 2008* 2009** 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 253.881,7 262.402,8 271.509,3 284.620,7 296.369,3 2. Pertambangan dan Penggalian 165.222,6 168.031,7 171.278,4 172.442,7 179.974,9 3. Industri Pengolahan 491.561,4 514.100,3 538.084,6 557.764,4 569.550,8 4. Listrik, Gas

dan Air Bersih 11.584,1 12.251,0 13.517,0 14.993,6 17.059,8

5. Konstruksi 103.598,4 112.233,6 121.808,9 130.951,6 140.184,2 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 293.654,0 312.518,7 340.437,1 363.813,5 367.958,8 7. Pengangkutan dan Komunikasi 109.261,5 124.808,9 142.326,7 165.905,5 191.674,0 8. Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 161.252,2 170.074,3 183.659,3 198.799,6 208.832,2 9. Jasa-jasa 160.799,3 170.705,4 181.706,0 193.024,3 205.371,5 TOTAL 1.750.815,2 1.847.126,7 1.964.327,3 2.082.315,9 2.176.975,5 *)Angka Sementara

**) Angka Sangat Sementara Sumber: BPS, 2009 (Data Diolah)

(3)

Dari nilai Produk Domestik Bruto Nasional Atas Dasar Harga Konstan 2000 (ADHK) dapat dilihat produktivitas ekonomi nasional secara riil. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai tahun 2005-2009 terus mengalami peningkatan yang signifikan dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 5,6 persen. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Nasional berada pada peringkat ketiga setelah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, yaitu dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 3,95 persen.

Tabel 1.2 Produk Domestik Bruto Nasional Atas Dasar Harga Berlaku 2005- 2009 (Miliar Rupiah)

Lapangan Usaha Tahun

2005 2006 2007 2008 2009* 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 364.169,3 433.223,4 541.931,5 716.656,2 857.241,4 2. Pertambangan dan Penggalian 309.014,1 366.520,8 440.609,6 541.334,3 591.912,7 3. Industri Pengolahan 760.361,3 919.539,3 1.068.653,9 1.376.441,7 1.447.674,3 4. Listrik, Gas

dan Air Bersih 26.693,8 30.354,8 34.723,8 40.888,6 41.165,9

5. Konstruksi 195.110,6 251.132,3 304.996,8 419.711,9 555.201,4 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 431.620,2 501.542,4 592.304,1 691.485,5 744.122,2 7. Pengangkutan dan Komunikasi 180.584,9 231.523,5 264.263,3 312.190,2 352.423,4 8. Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 230.552,7 269.121,4 305.213,5 368.129,7 404.013,4 9. Jasa-jasa 276.204,2 336.258,9 398.196,7 481.848,3 574.116,5 TOTAL 2.774.281,1 3.339.216,8 3.950.893,2 4.948.688,2 5.603.871,2 *) Angka Sementara

**) Angka Sangat Sementara Sumber: BPS, 2009 (Data Diolah)

(4)

Berdasarkan nilai Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dapat dijelaskan bahwa struktur perekonomian Indonesia masih didominasi oleh sektor industri pengolahan sebagai penyumbang terbesar terhadap PDB Nasional dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 17,78 persen. Sektor pertanian menempati peringkat kedua penyumbang PDB Nasional dalam struktur perekonomian dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 23,98 persen. Pertumbuhan rata-rata sektor pertanian terhadap PDB Nasional mempunyai nilai yang tinggi kepada peningkatan struktur perekonomian Indonesia. Hal ini menjelaskan bahwa sektor pertanian sangat berperan sebagai salah satu penyokong perekonomian Indonesia.

Sektor pertanian juga memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia baik yang berada di subsektor perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) yang dilakukan oleh BPS tercatat pada Agustus 2011 penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian sebesar 39.328.915 orang dari 109.670.399 orang pada sembilan sektor penyumbang PDB Indonesia. Hal ini berarti sektor pertanian mempunyai kontribusi yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia, yakni sebesar 35,86 persen dan menempati peringkat pertama (tahun 2011) dari sembilan sektor penyumbang PDB Indonesia.

Salah satu subsektor pertanian yang menjadi andalan dan dapat dikembangkan di seluruh wilayah Indonesia adalah subsektor perkebunan. Pembangunan perkebunan merupakan bagian integral dari pembangunan, karena pembangunan perkebunan menyentuh langsung pada masyarakat dan mampu menjadi penyokong bagi perekonomian nasional. Pembangunan perkebunan

(5)

ditekankan kepada usaha peningkatan produksi hasil dari perkebunan dan produktivitas dari pengelola perkebunan. Sehingga pembangunan perkebunan dapat berpengaruh pada perubahan pengembangan tingkat perekonomian masyarakat.

Kontribusi subsektor perkebunan terhadap sektor pertanian menempati peringkat kedua berdasarkan ADHK 2000. Sumbangan subsektor perkebunan terhadap sektor pertanian tahun 2009 sebesar Rp 45.887,1 milyar yang meningkat dibandingkan tahun 2008 sebesar Rp 44.785,5 milyar, sehingga dapat dikatakan subsektor perkebunan secara rill meningkat sebesar 2,46 persen (BPS, 2009).

Salah satu subsektor perkebunan andalan ekspor adalah kelapa sawit. Kelapa sawit dibudidayakan hampir di seluruh wilayah atau provinsi di Indonesia, karena karakteristik tanaman kelapa sawit yang cocok dengan kondisi tanah wilayah Indonesia. Kelapa sawit mempunyai peluang besar untuk dikembangkan mulai dari industri hulu sampai industri hilir yang akan berdampak pada pembangunan ekonomi wilayah dan memberikan sumbangsih terhadap distribusi pendapatan menuju peningkatan kesejahteraan masyarakat (welfare enhancing).

Menurut Syahza (2005), pembangunan perkebunan kelapa sawit mempunyai dampak ganda terhadap ekonomi wilayah, terutama sekali dalam menciptakan kesempatan dan peluang kerja. Pembangunan perkebunan kelapa sawit telah memberikan tetesan manfaat (trickle down effect), sehingga dapat memperluas daya penyebaran (power of dispersion) pada masyarakat sekitarnya.

Luas perkebunan rakyat meningkat dari sekitar 1,1 juta hektar tahun 2000 menjadi 3,6 juta hektar tahun 2011 (angka sementara). Perkebunan negara juga masih meningkat dari 588 ribu hektar tahun 2000 menjadi 636 ribu hektar tahun

(6)

2011. Demikian juga perkebunan swasta meningkat dari 2,4 juta hektar tahun 2000 menjadi 3,6 juta hektar tahun 2011. Sehingga secara total, perkebunan kelapa sawit Indonesia meningkat dari 4,1 juta hektar tahun 2000 menjadi 8,9 juta hektar tahun 2011 (angka sementara) atau dua kali lipat dalam 10 tahun. Peningkatan produksi Crude Palm Oil (CPO) lebih fantastis lagi yakni meningkat hampir tiga kali lipat dalam 10 tahun yakni dari 7 juta ton pada tahun 2000 menjadi 22 juta ton untuk tahun 2011 (angka sementara).

Tabel 1.3 Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Indonesia menurut Pengusahaan Tahun 2000-2011

*) Angka Sementara

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011

Sentra produksi minyak sawit Indonesia berasal dari tujuh Provinsi yang memberikan kontribusi sebesar 81,82 persen terhadap produksi minyak sawit Indonesia. Provinsi Riau dan Sumatera Utara merupakan Provinsi dengan sentra produksi terbesar yang berkontribusi masing-masing sebesar 28,52 persen dan

Tahun Rakyat (Ha) Negara (Ha) Swasta (Ha) Total (Ha) Produksi CPO (Ton) 2000 1.166.758 588.125 2.403.194 4.158.077 7.000.508 2001 1.561.031 609.947 2.542.457 4.713.435 8.396.472 2002 1.808.424 631.566 2.627.068 5.067.058 9.622.345 2003 1.854.394 662.803 2.766.360 5.283.557 10.440.834 2004 2.220.338 605.865 2.458.520 5.284.723 10.830.389 2005 2.356.895 529.854 2.567.068 5.453.817 11.861.615 2006 2.549.572 687.428 3.357.914 6.594.914 17.350.848 2007 2.752.172 606.248 3.408.416 6.766.836 17.664.725 2008 2.881.898 602.963 3.878.986 7.363.847 17.539.788 2009 3.061.413 630.512 4.181.369 7.873.294 19.324.293 2010 3.387.257 631.520 4.366.617 8.385.394 21.958.120 2011* 3.620.096 636.713 4.651.590 8.908.399 22.508.011

(7)

17,77 persen. Dengan luas areal sebesar 1.522.308 Ha dan 1.190.977 Ha dengan produksi minyak sawit sebesar 4.956.458 ton/tahun dan 3.996.465 ton/tahun (Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2009)

Tabel 1.4 Luas Areal dan Produksi Total Perkebunan Kelapa Sawit Sentra Pulau Sumatera Tahun 2009-2011

Provinsi

Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit (Ha)

Pertum-buhan (% / tahun)

Jumlah Produksi (Ton) Pertum-buhan (% / tahun) 2009 2010 2011* 2009 2010 2011* Sumatera Utara 850.753 843.351 879.804 1,73 3.158.144 3.113.006 3.179.957 1,79 Sumatera Barat 276.357 290.722 312.178 6,29 833.476 962.782 987.251 9,03 Riau 1.462.693 1.636.299 1.752.665 9,49 5.932.310 6.358.703 6.518.290 4,85 Jambi 371.808 384.571 410.360 5,07 1.265.788 1.509.560 1.545.240 10,81 Sumatera Selatan 561.399 568.023 608.204 4,13 2.036.553 2.227.363 2.283.971 5,96 *Angka sementara

Sumber: Statistik Perkebunan Kelapa Sawit 2009-2011, 2010-2012 (Data diolah)

Berdasarkan Tabel 1.4, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan baik dari sisi luas areal perkebunan kelapa sawit maupun produksi minyak sawit yang ada di sentra Pulau Sumatera. Hal ini membuktikan Pulau Sumatera mempunyai potensi lahan untuk dikembangkan lagi melalui perkebunan kelapa sawit terutama di daerah selain Riau dan Sumatera Utara. Selain itu, subsektor perkebunan kelapa sawit Pulau Sumatera dapat dijadikan penyumbang terbesar dalam pembentukan nilai tambah di sektor pertanian setiap provinsi yang berada di Pulau Sumatera serta memberikan pengaruh positif pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk setiap kabupaten/kota yang ada di Pulau Sumatera.

Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang menjadi sentra pengembangan areal perkebunan kelapa sawit dan produksi minyak sawit baik di Pulau Sumatera maupun Indonesia. Perkebunan kelapa sawit tersebar di 11

(8)

kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Empat kabupaten perkebunan kelapa sawit rakyat adalah Pasaman Barat, Dharmas Raya, Agam dan Pesisir Selatan.

Kelapa sawit menjadi komoditas hasil perkebunan terbesar Sumatera Barat dengan produksi selama tahun 2009 mencapai 1.016.836 ton. Produksi kelapa sawit Sumatera Barat (Sumbar) juga terus mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir, serta menjadi komoditas unggulan ekspor utama daerah. Berdasarkan Tabel 1.4, dapat dijelaskan bahwa Sumatera Barat mulai tahun 2009-2011 baik luas lahan perkebunan kelapa sawit maupun jumlah produksi per tahunnya mengalami peningkatan. Luas lahan perkebunan kelapa sawit Sumatera Barat mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 6,29 persen, sedangkan jumlah produksi per tahun mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 9,03 persen.

Perbandingan pertumbuhan rata-rata luas lahan produksi perkebunan kelapa sawit Provinsi Sumatera Barat jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya yang ada di sentra Pulau Sumatera memiliki tingkat pertumbuhan rata-rata tertinggi. Pertumbuhan rata-rata tertinggi ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas lahan perkebunan yang digunakan untuk perkebunan kelapa sawit Sumatera Barat baik perkebunan rakyat, perkebunan besar negara maupun perkebunan besar swasta.

Berdasarkan data Statistik Perkebunan 2009-2011, potensi kelapa sawit tahun 2009 sebesar 833.476 ton dengan rincian, yaitu jumlah produksi Perkebunan Rakyat 2009 Sebesar 377.864 ton, Perkebunan Negara 2009 sebesar 18.904 ton dan Perkebunan Swasta 2009 sebesar 470.970 ton. Jumlah produksi kelapa sawit meningkat pada tahun 2010 (angka sementara), yaitu sebesar

(9)

852.042. Produksi kelapa sawit Sumatera Barat pada tahun 2009 (angka sementara) memberikan kontribusi terhadap produksi kelapa sawit Indonesia sebesar 1.016.836 ton dari 20.202.641 ton hasil produksi kelapa sawit Indonesia atau sekitar 5,03 persen.

Oleh karena itu, Provinsi Sumatera Barat mempunyai potensi untuk lebih mengembangkan jumlah produksi kelapa sawit yang membawa perpindahan dari hanya sekedar bahan baku berupa buah kelapa sawit yang selanjutnya dapat diolah menjadi Crude Palm Oil (CPO) yang mempunyai nilai jual yang lebih tinggi sebagai komoditas ekspor dan dapat menjadi sektor perkebunan unggulan yang dapat meningkatkan pendapatan daerah serta mendukung pembangunan ekonomi jangka panjang yang dapat diusahakan dengan memperluas lahan perkebunan rakyat.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam membangun perekonomian, tidak mungkin memprioritaskan seluruh sektor yang begitu banyak dalam perekonomian sekaligus. Selain keterbatasan sumberdaya, juga tidak efisien dalam pelaksanaannya. Oleh sebab itu, biasanya (khususnya dalam strategi dan kebijakan pembangunan) dipilih sektor-sektor ekonomi tertentu sebagai fokus yang secara empiris memiliki dampak luas dan sebagai penggerak utama perekonomian atau yang disebut dengan lokomotif perekonomian. Jika sektor yang menjadi lokomotif perekonomian bertumbuh, maka akan menarik perkembangan sektor-sektor ekonomi lainnya.

Pertumbuhan luas perkebunan kelapa sawit selama periode 2000-2010 yang mencapai 367 ribu hektar setiap tahun akan mendorong terjadinya

(10)

peningkatan baik dari sisi output yang dihasilkan maupun dari sisi penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut dapat mendorong berkembangnya industri hulu sampai hilir dalam peningkatan produksi utama maupun sampingan kelapa sawit.

Menurut Saragih (2001), pembangunan perkebunan kelapa sawit pada hakekatnya adalah pembangunan ekonomi yang berorientasi perdesaan. Sasaran pembangunan sektor perkebunan tersebut adalah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat perdesaan. Dengan demikian jumlah masyarakat miskin terutama di perdesaan dapat dikurangi. Pengembangan areal perkebunan kelapa sawit berpotensi sebagai penyumbang terbesar dalam peningkatan pembangunan ekonomi baik jangka pendek maupun jangka panjang yang akan berpengaruh positif terhadap PDRB suatu kabupaten/kota.

Menurut Hukum Say dalam Sipayung (2011), sekali proses produksi perkebunan kelapa sawit berlangsung maka potensi sumberdaya yang tersebar di setiap daerah akan termanfaatkan, yaitu kesempatan kerja tercipta, goods foods, jasa lingkungan dihasilkan serta penciptaan pendapatan terjadi. Semakin besar usaha perkebunan kelapa sawit maka semakin besar kesempatan kerja yang terbuka, semakin banyak produk yang dihasilkan dan semakin besar pendapatan yang tercipta baik bagi mereka yang terlibat langsung maupun tidak langsung pada proses produksi perkebunan kelapa sawit.

Dari uraian perumusan masalah di atas, maka ada ada tiga aspek masalah yang dijadikan fokus dalam penelitian ini:

1. Bagaimana peranan sektor kelapa sawit terhadap pembangunan ekonomi daerah Provinsi Sumatera Barat?

(11)

2. Bagaimana keterkaitan sektor kelapa sawit terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya di Provinsi Sumatera Barat?

3. Bagaimana efek pengganda (multiplier effect) dari sisi output dan pendapatan sektor kelapa sawit terhadap pembangunan ekonomi daerah Provinsi Sumatera Barat?

4. Bagaimana pengelompokkan sektor-sektor perekonomian di Provinsi Sumatera Barat dalam keterkaitannya dengan sektor-sektor dan dampak

multiplier?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji peranan sektor kelapa sawit terhadap pembangunan ekonomi daerah Provinsi Sumatera Barat.

2. Menganalisis keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward linkage) sektor kelapa sawit terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya di Provinsi Sumatera Barat.

3. Menganalisis efek pengganda (multiplier effect) dari sisi output dan pendapatan sektor kelapa sawit terhadap pembangunan ekonomi daerah Provinsi Sumatera Barat.

4. Menganalisis pengelompokkan sektor-sektor di Provinsi Sumatera Barat dalam keterkaitannya dengan sektor-sektor dan dampak multiplier.

(12)

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas mengenai peranan produksi kelapa sawit terhadap pembangunan ekonomi Provinsi Sumatera Barat. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Input-Output dan analisis Biplot. Data yang digunakan berupa data Tabel Input-Output Provinsi Sumatera Barat tahun 1999 dan 2007 dengan klasifikasi 70 dan 75 sektor yang kemudian masing-masing diagregasikan menjadi 20 sektor. Tabel Input-Output yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabel data transaksi domestik atas harga produsen yang mana hubungan antarsektor tidak dipengaruhi oleh marjin perdagangan dan biaya pengangkutan. Pengolah data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Minitab 14 dan

Gambar

Tabel 1.1  Produk Domestik Bruto Nasional Atas Dasar Harga Konstan 2000                    2005- 2009 (Miliar Rupiah)
Tabel 1.2  Produk Domestik Bruto Nasional Atas Dasar Harga Berlaku                    2005- 2009 (Miliar Rupiah)
Tabel 1.3  Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Indonesia           menurut Pengusahaan Tahun 2000-2011
Tabel 1.4  Luas Areal dan Produksi Total Perkebunan Kelapa Sawit Sentra Pulau                   Sumatera Tahun 2009-2011

Referensi

Dokumen terkait

bagang. Dengan demikian konservasi lingkungan laut guna perikanan yang lebih lestari belum mampu disadari dan dipatuhi oleh nelayan pengguna alat penangkapan ikan jogol, arad

Dari frekuensi hasil pretest dan posttest group kontrol diatas dapat simpulkan bahwa jumlah reponden yang melakukan ketrampilan pijat bayi dengan hasil baik menurun, dari 6

Dalam mengelola usaha Soto Neon Pak Ni, Ibu Sri Reswanti pernah melakukan eksperimen berupa mencoba mengganti kecap yang digunakan dalam pembuatan soto dan aneka sate

Apabila pemodelan dengan fungsi transfer menghasilkan peramalan yang kurang baik, maka dilakukan pemodelan dengan metode lain yang mungkin bisa digunakan untuk

Lokasi kawasan wisata telaga sarangan Kabupaten Magetan berada pada kawasan pegunungan yang dikelilingi sebuah telaga, yaitu Telaga Sarangan yang mempunyai

Sedangkan Model Law menyatakan bahwa apabila para pihak tidak tnemilih hukum, inaka badan arbitrase atau arbitrator harus mengacu kepada hukum yang ditentukan berdasarkan

Berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor: 188.34/1075/51 tanggal 28 Maret 2012 perihal Klarifikasi Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Perizinan Pengelolaan

Theaflavin yang terkandung dalam teh hitam memiliki potensi dalam memproduksi NO dan vasorelaksasi yang lebih tinggi dari EGCG yang terkandung dalam katekin,