• Tidak ada hasil yang ditemukan

MITIGASI BENCANA ALIRAN LAHAR DENGAN CARA NORMALISASI SUNGAI DI GUNUNG MERAPI, JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MITIGASI BENCANA ALIRAN LAHAR DENGAN CARA NORMALISASI SUNGAI DI GUNUNG MERAPI, JAWA TENGAH"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

NORMALISASI SUNGAI DI GUNUNG MERAPI, JAWA TENGAH

A. Djumarma Wirakusumah1, Apud Djadjulie1, Dewi S. Sayudi2

1STEM “Akamigas”, Jl. Gajah Mada No. 38, Cepu

2Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Sejumlah 140 juta meter kubik endapan awan panas (berupa material lepas) merupakan produk letusan Merapi 2010 (salah satu letusan terbesar Merapi) terkumpul pada sungai-sungai di lereng Merapi ler-eng barat laut, selatan, dan tler-enggara. 30% dari padanya terdapat di sepanjang Sungai Gendol di lerler-eng selatan, dan sebagian lagi antara lain terdapat di Sungai Putih (lereng barat), dan Sungai Woro (lereng tenggara). Tumpukan endapan tersebut berpotensi banjir lahar di masa yang akan datang apabila ter-jadi curah hujan cukup besar dan cepat. Pemetaan dan penghitungan endapan bahan lahar pada tahun 2012 memperlihatkan bahwa volume bahan lahar di sepanjang Sungai Putih terhitung 5,3 juta m³ dengan volume daya tampung lahar 9,8 juta m³, volume bahan lahar di sepanjang Sungai Gendol terhi-tung 7,4 juta m³ dengan volume daya tampung 11,5 juta m³, dan volume bahan lahar di sepanjang Sungai Woro terhitung 6,6 juta m³ dengan daya tampung lahar 13,2 juta m³. Di banyak tempat enda-pan tersebut tertumpuk sehingga tidak terlihat mana sungai dan mana bantaran sungai. Oleh karena itu melalui manjemen darurat dan dengan tujuan mitigasi bencana lahar di daerah Gunung Merapi, perlu dilakukan upaya kebijakan normalisasi sungai. Mengingat berbagai kendala terkait peraturan tentang penambangan di daerah Gunung Merapi, maka kebijakan diberlakukan selama kegiatan mitigasi ber-langsung.

Kata kunci: lahar, mitigasi, normalisasi sungai.

ABSTRACT

About 140 million cubic meters of loose materials of pyroclastic flow deposit was produced by the 2010 Merapi eruption, one of the biggest Merapi eruptions. The deposit was distributed mostly at north-west, south, and south-east flanks of Merapi. Thirty percents of them were deposited along Gen-dol River (South flank), and smaller part of them were deposited along Putih River (Nort-west flank), and Woro River (South-east flank) respectively. When a heavy rain falls at this area, the huge of de-posits would be producing lahar flow which was dangerous especially for people who live in down-stream areas. Mapping and calculation of the deposits of Lahar candidate at those rivers in early De-cember 2012 showed that the deposit of lahar candidate along the Putih River was 5.3 millions m³ with the empty volume of 9.8 millions m³ for accommodating lahar deposits, the deposit of lahar can-didate along the Gendol river was 7.4 millions m³ with the empty volume of 11.5 millions m³ for ac-commodating lahar deposits, and the deposit of lahar candidate along the Woro River was 6.6 mil-lions m³ with the empty volume of 13.2 milmil-lions m³ for accommodating lahar deposits. In many places it could not be distinguished which the middle of the river and the river bank were. By using emergen-cy management and the mitigation purposes of lahar dangerous at Marapi area, a poliemergen-cy of river normalization is important to be done . As a lot of problem related with regulation about mining ap-plied in Merapi area, therefore, the policy is valid only during the activity of lahar dangerous mitiga-tion.

(2)

1. PENDAHULUAN

Gunung Merapi berada 2986 m diatas permukaan laut (dpl) merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia bahkan di dunia yang meletus sekali dalam 2-8 tahun berlokasi di Propinsi Jawa Tengah, dan 15% dari tubuhnya berada di Daerah Istimewa Yogyakarta pada gambar 1. Gunung Merapi terletak di perbatasan empat kabupaten yaitu Kabupaten Sleman (Propinsi D.I. Yogyaka-ta), Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyo-lali, dan Kabupaten Klaten di Propinsi Jawa Tengah. Salah satu kekhasan dari Gunung Merapi adalah letusan yang menghasilkan endapan aliran piroklastik atau dikenal se-bagai endapan awan panas, kemudian apa-bila terjadi hujan lebat maka endapan batuan yang tidak rekat tersebut bercampur dengan air hujan yang banyak membentuk alirah flu-ida yang disebut aliran lahar, dan bila ter-endapkan, endapan tersebut disebut endapan lahar.

Gambar 1. Letak Gunung Merapi. Berdasarkan Data Dasar Gunung api In-donesia (di antara banyak letusan tersebut tercatat beberapa hasil letusan relatif besar

seperti letusan tahun 1768, 1822, 1872, 1930 sampai 1931, dan 2010, yang menghasilkan endapan awan panas. Letusan-letusan besar tersebut menghasilkan endapan aliran piro-klastik sejauh maksimum 18 km sampai 20 km dari puncak1).

Pasca letusan 2010 potensi lahar yang telah terbentuk terutama dalam musim hujan mengakibatkan banjir lahar pada sebagian besar lembah-lembah sungai khususnya di Kabupaten Magelang, lembah-lembah sungai di DI Yogyakarta, dan di sebagian kecil lem-bah-lembah sungai di Kabupaten Klaten se-hingga sungai-sungai tersebut menjadi rata permukaannya dan tidak dapat dibedakan antara tengah sungai dan pinggiran sungai. Yang menjadi masalah adalah berapa besar potensi lahar pasca letusan 2010 ini dan mencari daerah-daerah yang terancam ba-haya banjir lahar, serta bagaimana upaya mitigasinya terhadap banjir lahar mengingat pada saat musim hujan dengan curah hujan tinggi, banjir lahar akan selalu terjadi dan melanda daerah-daerah tertentu.

Hal ini diyakini karena bahan untuk ter-jadi lahar berupa endapan awan panas dan endapan lahar terdahulu di bagian hulu ter-utama pada hulu Sungai Putih (Kabu-paten Magelang), hulu Sungai Gendol (D.I. Yog-yakarta), dan di hulu Sungai Woro (Kabu-paten Klaten) masih banyak, sedangkan sungai-sungai tersebut telah dipenuhi oleh endapan lahar dan tidak tampak lagi yang mana sungai dan bantaran sungainya. Dengan demikian harus ada upaya untuk mencegah dengan tujuan aliran lahar tidak mengarah ke tempat-tempat penting dan stra-tegis seperti ke kota dan lain-lain. Permasa-lahan lain yang muncul adalah bahwa aturan yang ada menyangkut pertambangan tidak mendukung upaya tersebut, sehingga perlu diambil kebijakan sebagai upaya dalam kea-daan darurat dengan tujuan mitigasi bencana.

2. METODE

A. Pemetaan dan Penghitungan Potensi Lahar

Pemetaan dan penghitungan volume po-tensi lahar serta penghitungan daya tampung

(3)

endapan lahar dalam penelitian ini dilakukan pada sungai yang terpilih yaitu pada sepan-jang Sungai Putih di Kabupaten Mage-lang, Sungai Gendol di Kabupaten Sleman, dan Sungai Woro di Kabupaten Klaten. Per-hitungan dilakukan melalui penentuan profil-profil melintang sungai pada ketiga sungai tersebut. Setiap profil pada tiap sungai dihi-tung ‘luas profil sungai’ (lebar dan keda-laman dinding sungai), kemudian dihitung ‘jarak antar profil’ yang berdekatan sehingga ‘volume antara dua profil terdekat’ dapat di-hitung. Penjumlahan volume antar dua pro-fil terdekat tersebut adalah jumlah total vol-ume potensi lahar yang akan datang. Di-asumsikan sungai tersebut penuh dengan endapan lahar saat terjadi lahar pertama kali tahun 2010. Selanjutnya dengan mengesti-masi berapa prosen bagian ‘bahan lahar yang telah hilang’ karena telah terlaharkan sebe-lumnya (tahun 2011 dan 2012) sehingga endapan yang tampak sebagai material yang tersisa adalah merupakan ‘volume potensi lahar’. Selisih antara ‘volume antara dua pro-fil’ dengan ‘volume potensi lahar’ adalah merupakan ‘volume kosong’ atau ‘daya tam-pung sungai terhadap lahar’.

B. Normalisasi Sungai

Normalisasi sungai merupakan kegiatan pengerukan dan pemindahan endapan lahar ke tempat lain dengan istilah lain penam-bangan. Penambangan dilatar belakangi peraturan dan kebijakan yang ada sehingga sungai menjadi normal kembali dengan per-syaratan tujuan utamanya mitigasi bencana lahar, bukan penambangan dengan tujuan komersil. Kegiatan ini diambil menjadi kebi-jakan Pemimpin Daerah setempat. Apabila upaya mitigasi telah selesai, maka kegiatan normalisasi sungai harus dihentikan.

3. PEMBAHASAN

A. Geologi Gunung Merapi

Secara geologi, Gunung Merapi terbagi atas 4 perioda, yaitu Periode pertama, Pra Merapi dimulai sejak 700.000 tahun yang lalu yang menyisakan Gunung Bibi berupa

lava basaltic-andesit kemudian perioda ke-dua, Merapi Tua yang menyisakan Gunung Turgo dan Gunung Plawangan berupa lava andesit berumur 60.000 8.000 tahun yang lalu; kemudian perioda ketiga, Merapi Muda berumur 8.000-2.000 tahun yang lalu meng-hasilkan umumnya leleran lava andesit yang membentuk Batu Lawang, Gajah Mungkur dan menyisakan kawah Pasar Bubar; kemu-dian perioda keempat, sebagai Merapi Baru yang membentuk Gunung Anyar sejak 2.000 tahun yang lalu hingga sekarang2).

Dalam periode 3.000 sampai 250 tahun yang lalu tercatat 33 kali letusan dengan ska-la kecil hingga besar. Sedangkan letusan dengan skala besar (Volcanic Explosivity In-dex atau VEI 3-4) terjadi sekali dalam 150 sampai 500 tahun, dan letusan dengan VEI 3 terjadi setiap 30 tahun sekali, dan letusan kecil terjadi setiap 2-7 tahun sekali Letusan Merapi (VEI 1-3) yang dipicu oleh longsoran kubah lava di puncaknya merupakan karak-teristik Merapi pada Pasca 1.800 tahun yang lalu3). Letusan dengan VEI 3 dijumpai pada letusan tahun 1931 dan 19613).

Setiap endapan awan panas tersebut merupakan potensi terbentuknya endapan lahar apabila bercampur dengan air hujan dengan curah hujan yang relatif tinggi. Setelah letusan awan panas yang relatif besar pada tahun 1768, 1822, 1872, 1930 sampai 1931, 1961, dan 2010, masing-masing di-susul dengan pembentukan banjir lahar yang besar.

B. Bahaya Lahar di Gunung Merapi satu Dekade Terakhir

Bencana akibat banjir lahar sering ter-jadi khususnya pada musim hujan terutama pada saat curah hujan yang sangat tinggi mengingat bahan material endapan awan panas dan lahar terdahulu masih menumpuk di bagian tubuh sampai puncak Merapi dan terutama di tubuh bagian barat daya, selatan, dan selatan-tenggara. Terjangan banjir lahar pada tahun 2010 mengakibatkan jebolnya banyak dam serta gerusan dan tebing sungai longsor di berbagai titik seperti di Sungai Putih seperti pada gambar 24).

(4)

(a) (b) (c)

Gambar 2. (a) Dam jebol diterjang lahar di aliran Sungai Putih di Dusun Krapyak, (b) Talut sungai jebol diterjang lahar di Sungai Putih Ngepos, (c) Ngepos.

Pada tahun awal 2011 di Desa Gempol tepatnya di jalan raya Magelang, banjir lahar dari Sungai Putih mengakibatkan lebih dari 40% desa terlanda lahar sehingga terjadi korban manusia, dan sekaligus jembatan be-sar di jalan raya tersebut hancur.

Banjir lahar melalui Sungai Krasak yang terjadi pada tahun 1961 pernah menghan-curkan Jembatan besar di Jalan Raya Mage-lang. Umumnya endapan lahar melalui sungai-sungai di Kabupaten Magelang me-nerus sampai ke muaranya yaitu di Sungai Progo di sebelah barat.

Pada tanggal 9 Januari 2011 terjadi hu-jan deras sekali dengan potensi lahar yang sangat besar, mengakibatkan terjadi aliran lahar dan di Kelurahan Gempol, di Jalan Raya Magelang, lahar tersebut yang bergerak lurus pada belokan tajam sehingga melimpah ke arah barat keluar dari Sungai Putih ter-sebut dan menabrak dan merusak berbagai bangunan di Kelurahan Gempol sehingga jembatan hancur dan 7 rumah hilang, dan banyak rumah rusak berat serta penduduk kehilangan tempat tinggal.

Gambar 3. Truk Penambang Pasir Ter-benam Banjir Lahar di Sungai Gendol,

Desa Kepuharjo, Sleman.

Pada tanggal 13 Februari 2013 terjadi hujan besar di hulu Sungai Gendol yang meng-akibatkan terjadi aliran lahar yang pada saat itu terdapat kegiatan sekelompok penambang pasir mengalami amblas, termasuk beberapa truk pengangkut pasir tersebut ikut amblas di Sungai Gendol, Desa Kepuharjo, Sleman5) seperti pada gambar 3. Foto dari Harian Kompas 14 Februari 2013.

Gambar 4. Peta Lokasi Survey Material Lahar Pasca Erupsi Merapi 2010 di Sungai Putih, Sungai Gendol, dan Sungai

Woro (Lereng Barat Daya, Selatan, dan Tenggara Gunung Merapi).

C. Pemetaan Lahar Merapi Pasca Letu-san 2010

Pemetaan laharan di Gunung Merapi dilakukan dengan titik-titik pengamatan di Sungai Putih (Kabupaten Magelang, Jawa

(5)

Tengah), Sungai Gendol (Kabupaten Sle-man, Daerah Istimewa Yogyakarta), dan di Sungai Woro (Kabupaten Klaten, Jawa Ten-gah), yang hasilnya diplot ke dalam Peta Rawan Bencana Gunung api Merapi yang disusun oleh Sayudi dkk6) diperlihatkan pada gambar 4.

Lokasi Putih 1, Sungai Putih di Jurang jero. Di sini terdapat endapan lahar dingin terdiri atas endapan dengan ukuran butir ha-lus (pasir sampai kerakal) yang berasal dari produk letusan Merapi 2010, yang ber-campur dengan endapan lahar yang lebih tua dari lahar tahun sebelum letusan 2012 dici-rikan oleh ukuran butir dominan bongkah besar seperti pada gambar 5. Umumnya yang terendapkan di kawasan ini adalah abu dari hasil piroklastik jatuhan produk letusan Merapi 2010. Lebar Sungai ini sekitar 100 meter dengan tebal endapan sekitar 5 meter dibagian pinggir kiri dan kanan, serta pada dibagian tengah Menurut informasi dari BPPTK dan Relawan Merapi, endapan awan panas di bagian hulu terdapat di lokasi yang jaraknya 2 km dari puncak Gunung Merapi, yang lokasinya biasa disebut Cawang.

Lokasi Putih 2, Sungai Putih di Kelurah-an Srumbung, KecamatKelurah-an Srumbung. Di lo-kasi ini terdapat endapan lahar terusan dari Jurang jero, yang pada saat letusan awal Gunung Merapi 2010, dam di lokasi ini jebol dan terbentuk endapan lahar dengan ukuran butir halus sampai bongkah.

Lokasi Putih 3, Sungai Putih di Kelurah-an Kemiren. Sama endapKelurah-an lahar seperti lo-kasi Putih 2. Lahar di kawasan ini ditam-bang secara sederhana oleh rakyat.

Lokasi Putih 4, Sungai Putih di lokasi antara Kelurahan Jumoyo dan Seloboro, ter-masuk Gempol. Di lokasi ini terdapat lim-pahan aliran lahar, sehinga pesawahan ber-ubah wujud menjadi terisi endapan lahar pa-da gambar 5. Di titik sebelum Jalan Raya Magelang (Gempol) ini endapan lahar yang menempati Sungai Putih ini bergerak ber-cabang dan setelah sekitar 2 km (di Kam-pung Seloboro) bersatu kembali. Kelurahan Gempol berada di antara sungai yang ber-cabang tersebut terlanda lahar sehingga ru-mah-rumah hancur.

(a)

(b)

Gambar 5. (a). Endapan Lahar di bagian Hulu Sungai Putih di atas Jurang jero

se-bagai Potensi Lahar pada Masa Datang. (b). Bekas terjangan Lahar di Sungai

Putih Desa Gempol.

Lokasi Putih 5, di Kelurahan Geboyan, dekat Sirahan masih terendapkan lahar dan rata-rata ditambang secara manual oleh rak-yat. Sungai di daerah ini rata-rata memiliki lebar 15 meter dengan tebal rata-rata endap-an lahar umumnya berukurendap-an pasir setebal 0,5 meter yang menipis ke hilir dan akhirnya bermuara di Sungai Progo.

Lokasi Gendol 1, di Kawasan hulu dari Sungai Gendol yaitu di Kaliadem yang sebe-lum Letusan Merapi 2010 merupakan daerah wisata. Lokasi ini terletak 4 km dari puncak. Lebar lembah sekitar 100 meter dengan tebal endapan aliran piroklastik 20-30 meter se-hingga ini merupakan potensi lahar ke bagi-an hilir. Kawasbagi-an ini merupakbagi-an hulu dari Sungai Gendol dengan celah diantara Gu-nung Juri di sebelah barat dan GuGu-nung Ken-dil disebelah timurnya seperti pada gambar 6 dibawah ini.

(6)

(a)

(b)

Gambar 6. (a). Keadaan Situasi Hulu Sungai Gendol pada Ketinggian 1000 m dpl. (b). Endapan Awan Panas dan Enda-pan Lahar di Sungai Gendol di Kampung

Jambu.

Lokasi Gendol 2, Sungai Gendol yang berada di Kampung Jambu (7 km dari pun-cak), dengan dinding Sungai Gendol diper-kirakan setinggi 40 meter, lebar antar din-ding sekitar 100 meter dengan di tengah ter-isi endapan piroklasik aliran atau awan panas setebal kira-kira 15-20 meter. Endapan ini tergerus di bagian tengah (menjadi lahar 50%) sehingga menjadi endapan ini tersisa-kan tebing setinggi 15 meter dan endapan masih menetap di bagian pinggir tebing sele-bar 40 meter seperti pada gamsele-bar 6.

Lokasi Gendol 3, Sungai Gendol yang berada di Kelurahan Kopeng. Endapan awan panas di sini selain di sungai (tebal 20 meter) juga terdapat di lahan dan pekarangan (se-tebal maks 2 meter) dan menghancurkan ru-mah-rumah dan perkampungan, lebar total sekitar 300 meter.

Lokasi Gendol 4, Lokasi ini adalah di Sungai Gendol di Kelurahan Kepuh-harjo (Kecamatan Cangkringan), masih seperti di

Kopeng dilakukan penambangan pasir dari endapan awan panas.

Lokasi Gendol 5, Sungai Gendol yang berada di Desa Bronggang terdapat dam yang sekaligus berfungsi sebagai jembatan. Jarak antar dinding diperkirakan selebar 100 meter dengan tebal rata 8 meter di bagian pinggir, tapi di bagian tengah mungkin se-tebal 15 meter dan telah ditambang sekitar 75% dalam waktu 1 tahun lebih.

Lokasi Gendol 6, Sungai Gendol yang berada di Morangan dekat Candi Morangan yaitu lokasi sebagai ujung dari awan panas pada letusan 2010 yaitu pada tanggal 5 Nopember jam 05.15. Endapan awan panas di daerah ini telah berangsur terproses men-jadi endapan lahar sehingga yang nampak sekarang adalah endapan lahar semua. Lebar antar dinding terukur kira-kira 70 meter dengan tebal endapan lahar sekitar 5 meter dengan kondisi endapan lahar telah terpin-dahkan sampai 75% seperti pada gambar7.

Lokasi Woro 1, Sungai Woro yang be-rada di Kampung Karang-butan dijumpai ujung endapan awan panas atau piroklastik aliran hasil letusan Gunung Merapi tahun 2010 (Nopember), sebagai hulu dari calon endapan lahar apabila terbawa air hujan. Pa-da lokasi ini dijumpai dua dinding bertem-bok di bagian pinggir lembah setinggi 40 meter lebar kira-kira 50 meter dengan tebal endapan 8 meter yang menjebol dam di lo-kasi ini seperti pada gambar 7.

Gambar 7. Endapan Awan Panas dan Endapan Lahar di Bagian Hulu K. Woro

di Kampung Karang-butan merupakan Potensi Lahar ke Bagian Hilir.

(7)

Lokasi Woro 2, Sungai Woro di Karang Kendal dijumpai endapan lahar dingin yang di sebagian endapan tampak berlapis menan-dakan ada proses media air. Lahar ini adalah terusan dari hulu Sungai Woro di Kelurahan Karangbutan. Material lahar tampak halus, meskipun terbawa juga batuan besar meng-ambang pada endapan tersebut. Lahar deng-an material batudeng-an berukurdeng-an butir pasir ha-lus sampai bongkah sangat besar.

Gambar 8. Dam untuk Endapan Lahar Sungai Woro di Kampung Karang Kendal

berfungsi Menahan Material dengan Bongkah Besar, meloloskan Material

Lebih Halus.

D. Potensi Lahar di Sungai Putih, Gen-dol, dan Woro

Tabel 1. Hubungan Profil Sungai, jarak antara 2 Profil yang berurutan dengan

Volume Bahan Lahar di sepanjang Sungai Putih Ketinggian 800 m

sampai 250 m.dpl.

Penghitungan volume potensi lahar pas-ca letusan Merapi 2010 dilakukan di tiga sungai tersebut dengan menggunakan meto-da yang dijelaskan pameto-da Bab 2. Tabel 1, 2, dan 3 memperlihatkan hasil penghitungan

volume sisa atau volume material bahan le-pas sebagai potensi lahar di masa datang, sedangkan volume kosong sebagai daya tam-pung sungai terhadap endapan lahar kelak di-hitung dengan pengurangan antara total vol-ume sungai kosong oleh volvol-ume sisa tersebut pada masing-masing ketiga sungai tersebut.

Tabel 2. Hubungan profil sungai, jarak antara 2 Profil yang berurutan dengan Volume Bahan Lahar di sepanjang Sungai

Gendol ketinggian 1000 m sampai 300 m.dpl.

Tabel 3. Hubungan Profil Sungai, jarak antara 2 Profil yang berurutan dengan Volume Bahan Lahar di sepanjang Sungai

Woro ketinggian 1000 m sampai 300 m.dpl.

E. Mitigasi Bahaya Lahar Merapi Pasca Letusan 2010

Berdasarkan hasil penghitungan pada awal Desember 2012 di ketiga lokasi ter-sebut, bahwa volume bahan lahar di sepan-jang Sungai Putih ketinggian 800 m sampai 250 m.dpl. sebesar 5,3 juta m³ dengan vol-ume daya tamping lahar sebesar 9,8 juta m³, volume bahan lahar di sepanjang Sungai Gendol ketinggian 1000 m sampai 300 m.dpl. sebesar 7,4 juta m³ dengan volume daya tampung sebesar 11,5 juta m³, dan vol-ume bahan lahar di sepanjang Sungai Woro

(8)

ketinggian 1000 m sampai 300 m.dpl. se-besar 6,6 juta m³ dengan daya tampung lahar 13,2 juta m³.

Dibandingkan dengan hasil penghitung-an di tiga tempat pada satu tahun sebelum-nya oleh D Sayudi dkk yaitu potensi lahar di Sungai Putih pada ketinggian 885 m dpl sampai dengan 276 m dpl sebesar 5 juta m³ dengan daya tamping lahar 8,5 juta m³, po-tensi lahar di Sungai Gendol dari ketinggian 963 m dpl sampai dengan 140 m dpl sebesar 7,4 juta m³ dengan daya tampung lahar 11,7 juta m³, dan potensi lahar di Sungai Woro pada ketinggian 900 m dpl sampai dengan 176 m dpl sebesar 7,3 juta m³ dengan daya tampung lahar sebesar 20,5 juta m³, mem-perlihatkan kemiripan meskipun terjadi pen-gurangan bahan bakal lahar6).

Perjalanan lahar masing-masing sungai tersebut sangat dinamis sehingga dari waktu ke waktu, kondisi masing-masing cepat ber-ubah terutama sepanjang musim hujan. Ban-jir lahar yang terjadi di Kampung di Jalan Magelang, persimpangan dengan Sungai Putih di kampung Gempol pada tanggal 9 Januari 2011 merupakan contoh dinamisasi gerakan endapan lahar di lereng Gunung Merapi. Peristiwa ini telah menghancurkan banyak rumah rakyat hampir seluruh pen-duduk kampung Gempol tersebut. Disam-ping itu endapan lahar tersebut yang melanda jalan raya Magelang sebagai jalan protokol sehingga memutuskan hubungan transportasi antara Yogyakarta dengan Magelang di jalan tersebut. Bangunan rumah dan sekolah di kampung Jambu di Sungai Gendol meng-alami kehancuran sehingga tidak dapat diper-gunakan kembali.

Untuk mengantisipasi bahaya banjir la-har yang dapat melimpah ke luar sungai pada masa akan datang perlu upaya mitigasi ben-cana banjir lahar. Kondisi seperti ini juga merupakan salah satu karakteristik Gunung Merapi dan banjir lahar ini juga merupakan salah satu bahaya yang dimiliki Gunung Merapi. Dalam pelaksanaannya muncul ma-salah, bahwa memindahkan material endapan awan panas atau endapan lahar terdahulu itu berarti menambang endapan lahar dan awan panas dengan tujuan memperbesar volume

kosong atau daya tampung sungai terhadap kiriman lahar dari hulu, akan tetapi Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tidak men-dukung adanya penambangan di daerah. Ada Peraturan-peraturan tentang Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menyinggung mengenai pengurangan sedimentasi di sungai yang ju-ga berarti penambanju-gan, akan tetapi per-aturan tersebut hanya berlaku untuk sungai-sungai besar dan tertentu, sedangkan Sungai Putih, Gendol dan Woro di lereng Gunung Merapi dengan tujuan mengurangi volume endapan potensi banjir lahar di luar daftar tersebut.

Untuk Sungai Woro, yang material po-tensi banjir laharnya relatif kecil, maka be-lum perlu diatur dengan peraturan penam-bangan yang ketat, kecuali penampenam-bangan oleh rakyat setempat dengan alat yang sangat sedarhana (tanpa peralatan mempergunakan mesin).

Untuk Sungai Putih, aturannya mengatur tidak menambang endapan lahar di sungai-sungainya. Upaya mitigasi bahaya lahar dila-kukan dengan mengatur pembangunan dam, dike, bronjong, dan kantong lahar. Disam-ping itu penambangan lahar secara sederhana oleh rakyat (tanpa peralatan mesin besar) tetap diperbolehkan. Volume material bakal jadi lahar cukup banyak. Khususnya untuk daerah Gempol-Jumowo perlu diberlakukan normalisasi sungai sampai dengan badan Sungai Putih tersebut selesai dibuat.

Untuk Sungai Gendol yang mempunyai volume material potensi lahar di hulu paling besar di antara ketiga sungai tadi sedangkan volume kosong sungai masih belum cukup menampung karena kiriman endapan air ber-jalan terus dan potensi meluap dari badan sungai sangat tinggi di daerah hilir. Aliran lahar mempunyai komposisi 30-70% air dan 70-30% material lepas bahan lahar. Oleh ka-rena itu volume kosong diharapkan lebih dari 2 kali volume material potensi lahar di sungai tersebut. Sebagai tambahan informasi bahwa produk erupsi Merapi 2010 adalah sekitar 140 juta m³ bahan lepas berupa enda-pan awan enda-panas dan lahar yang sekitar 30% dari padanya terendapkan di sekitar Sungai Gendol. Oleh karena itu perlu masih

(9)

diberla-kukan kebijakan upaya untuk mitigasi baha-ya lahar di titik-titik belokan tajam sepanjang Sungai Gendol sangat intensif, dengan pengawasan ketat. Metoda mitigasi endapan lahar yang dipakai di sini adalah normalisasi sungai. Tujuan utama kegiatan ini adalah mengembalikan atau menormal-kan fungsi sungai yang terganggu karena ter-tutup sed-imen hasil erupsi Gunung Merapi, untuk mencegah atau mengurangi resiko bahaya banjir lahar pasca erupsi Gunung Merapi. Metoda ini dilaksanakan sejak tahun 2011 meliputi Kecamatan Cangkringan yang men-cakup Desa Kepuharjo, Glagaharjo, Argo-mulyo, dan Wukirsari.

Dasar pelaksanaan metoda ini adalah Keputusan Bupati Sleman Nomor 356/Kep. KDH/A/2010 tanggal 6 Desember 2010 Ten-tang Normalisasi Aliran Sungai Pasca Erupsi Gunungapi Merapi yaitu pada “Masa Tang-gap Darurat”7)

dan Keputusan Bupati Sleman Tentang Normalisasi Sungai Pasca Erupsi Gunungapi Merapi 8).

Keputusan ini dibuat berdasarkan reko-mendasi normalisasi Pasca Tanggap Darurat dari Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak9). Berdasarkan Laporan dari Dinas SDA Energi dan Mineral Kabupaten Sleman, hasil normalisasi Sungai Gendol yang dilak-sanakan di hilir dan di hulu mulai Nopember 2010 sampai akhir tahun 2012, telah terambil endapan lahar sebanyak 1.023.690 m³.

Selain itu di Sungai Gendol perlu terus membangun dike di bagiah hulu dan hilir untuk mencegah luapan lahar di belokan ba-gian luar dari sungai; juga membuat bron-jong untuk mencegah gerusan dan memper-kuat dinding atau tebing sungai, serta kan-tong lahar di bagian hilir terutama daerah dataran untuk mencegah luapan lahar ke arah kiri dan kanan sungai, selain itu penggalian secara sederhana oleh rakyat setempat dapat diizinkan. Kegiatan normalisasi sungai dila-kukan hanya untuk tujuan mitigasi bahaya lahar, sehingga apabila data yang terlaporkan sudah mencukupi hubungan antara volume kosong dari sungai dengan material lahar di hulu sudah seimbang, maka kegiatan harus dihentikan.

4. SIMPULAN

Erupsi Merapi tahun 2010 merupakan erupsi yang relatif besar dengan nilai “ Vol-canic Explotion Index (VEI)” IV mengha-silkan produk endapan letusan sebesar total 140 juta m³ yang umumnya berupa endapan awan panas dengan endapannya dominan terdapat di lereng Barat daya, Selatan, dan Tenggara dari puncak Gunung Merapi dan sekitar 30% menempati Sungai Gendol. En-dapan ini terdiri atas material lahar apabila musim hujan tiba. Kajadian awan panas dan aliran atau banjir lahar dari Gunung Merapi telah banyak menelan korban di sekitarnya.

Berdasarkan hasil penelitian di Gunung Merapi telah terhitung volume material pote-nsi lahar di Sungai Putih bagian hulu sebesar 5,3 juta m³ dengan volume kosong dari sungai sebesar 9,8 juta m³, kemudian volume potensi lahar di Sungai Gendol terhitung 7,4 juta m³ dengan volume kosong dari sungai sebesar 11,5 juta m³, dan volume potensi la-har di Sungai Woro bagian hulu terhitung 6,6 juta m³ dengan volume kosong sungainya sebesar 13,2 juta m³. Hasil perhitungan ma-sih mirip dengan hasil perhitungan tahun sebelumnya yang dilakukan oleh Pusat Vul-kanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.

Berdasarkan kondisi volume potensi la-har dan daya tampung lala-har di masing-masing Sungai, maka upaya mitigasi bahaya banjir lahar di Sungai Putih (Kabupaten Magelang) dan di Sungai Woro (Kabupaten Klaten), dilakukan dengan membuat dam-dam (sabodam-dam) lebih banyak, bronjong, tanggul atau “dike”, memanfaatkan kantung lahar yang sudah ada serta mengizinkan pengambilan endapan lahar oleh rakyat yang menggunakan peralatan sederhana.

Upaya mitigasi di Sungai Gendol selain membuat dam-dam (sabodam), bronjong, tanggul pada tempat-tempat berpotensi me-luap bila tarjadi banjir lahar, kemudian dil-akukan normalisasi sungai untuk memper-besar daya tampung lahar mengingat dari seluruh produk erupsi Merapi 2010, se-banyak 30% menempati Sungai Gendol. Meskipun Peraturan Presiden tentang pe-nambangan di sungai-sungai kecil termasuk

(10)

di lereng gunung api aktif sebagai amanah Undang-undang Nomor 4/2009 tentang Min-eral dan Batubara belum terbit, akan tetapi mengingat keperluan mitigasi bahaya lahar, maka dilakukan normalisasi sungai pada Sungai Gendol yang bermakna penam-bangan lahar di Sungai Gendol. Selanjutnya khususnya Normalisasi sungai harus dihenti-kan apabila kebutuhan mitigasi telah ter-lampaui.

5. DAFTAR PUSTAKA

1. ----. Data Dasar Gunung api Indonesia (Wilayah Barat). Edisi kedua. halaman 342-371. Badan Geologi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Jakar-ta. 2011.

2. Andreastuti, S.D., Alloway, B.V., dan Smith, I.E.M. A detailed tephrostrati-graphic framework at Merapi Volcano, Central Java. Indonesia : implications for eruption prediction and hazard assess-ment. Journal of Vocanology and Geo-thermal. Res. 100. no 1-4; 2000, p. 51-68.

3. Newhall, C., Bronto, S., Alloway, B.V., Banks, N.G., Bahar, I., Del Marmol, M.A., Hadisantono, R.D., Holcomb, R.T., McGreehin, J., Miksic, S.D., Ru-bin, M., Sayudi, D.S., Sukhyar. R., An-dreastuti, S.D., Tilling, R.I., Torley, R., Trimble, D., and Wirakusumah. 10,000 years of explosive eruptions of Merapi volcano. Central Java : Archaeological and modern implications. Journal of Vol-canology and Geothermal Research. Vol. 100; 2000, p. 9-50.

4. Sayudi, D. S., Muzani, M., Retijo, Putra, R., Sopari, A., dan Lasiman. Laporan Pembuatan Peta Operasional Lahar Merapi di Sungai Woro (Kabupaten Klaten) dan Sungai Gendol-Opak (Kabu-paten Sleman). tidak dipublikasikan, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian. Yogyakarta. 2011.

5. ----, Foto Amblasan akibat aliran lahar Merapi di Sungai Gendol, Kompas; 2013 Feb 14.

6. Sayudi, D.S., Nurnaning, A., Juliani, D., dan Muzani, D. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung api Merapi Jawa Ten-gah dan Daerah Istimewa Yogyakarta; Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Badan Geologi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Ban-dung. 2010.

7. Bupati Sleman, Keputusan Bupati Sle-man Nomor 356/Kep.KDH/A/2010 Ten-tang Normalisasi Aliran Sungai Pasca Erupsi Gunung api Merapi, Sleman. 2010.

8. Bupati Sleman, Keputusan Bupati Sle-man Nomor 284/Kep.KDH/A/2011 Ten-tang Normalisasi Aliran Sungai Pasca Erupsi Gunung api Merapi, Sleman. 2011.

9. Bupati Sleman, Keputusan Bupati Sle-man Nomor 167/Kep.KDH/A/2012 Ten-tang Perubahan Atas Keputusan Bupati Sleman Nomor 284/Kep.KDH/A/2011 Tentang Normalisasi Aliran Sungai Pas-ca Erupsi Gunung api Merapi, Sleman. 2012.

Gambar

Gambar 1.  Letak Gunung Merapi.
Gambar 3.  Truk Penambang Pasir Ter- Ter-benam Banjir Lahar di Sungai Gendol,
Gambar 5.  (a). Endapan Lahar di bagian  Hulu Sungai Putih di atas Jurang jero
Gambar 6. (a). Keadaan Situasi Hulu  Sungai Gendol pada Ketinggian 1000 m  dpl. (b). Endapan Awan Panas dan  Enda-pan Lahar di Sungai Gendol di Kampung
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang penerapan program sister village sebagai mitigasi bencana erupsi

Pada kawasan Kabupaten Magelang yang termasuk dalam kawasan rawan bencana letusan gunung berapi, prinsip dasar penentuan pola ruang pada kawasan rawan letusan gunung berapi

Desa – desa aman di Kabupaten Boyolali yang dapat dijadikan desa penerima untuk program sister village di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali yaitu Kelurahan Kemiri Kecamatan

Hasil analisis dan telaah teori maka bentuk mitigasi non-struktural yang sesuai diterapkan di wilayah DAS Comal hilir adalah perencanaan tata ruang wilayah yang selaras

Hasil analisis dan telaah teori maka bentuk mitigasi non-struktural yang sesuai diterapkan di wilayah DAS Comal hilir adalah perencanaan tata ruang wilayah yang selaras