• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Zingiberaceae

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Zingiberaceae"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Zingiberaceae

Famili Zingiberaceae terdiri atas 1300 spesies yang terbagi ke dalam 50 genus. Tanaman ini ditemukan di sepanjang wilayah tropis dan subtropis, dengan populasi terbesar dan keragaman spesies terpusat di Asia Tenggara dan Selatan (Branney, 2005). Beberapa tanaman Zingiberaceae seperti buah pelaga (Elettaria cardamomum), kunyit (Curcuma longa atau C. domestica), jahe (Zingiber officinale), dan lengkuas (Alpinia galanga) digunakan sebagai bumbu dan tanaman obat-obatan.

Menurut Simpson (2006), Zingiberaceae merupakan famili besar yang biasanya diklasifikasikan ke dalam empat suku, yaitu Hedychieae (daun sejajar dengan rimpang, mahkota bunga menyamping, tidak menyatu dengan labellum), Zingibereae (stilus mencuat melewati antera dan terbungkus oleh pembungkus antera), Alpinieae (daun tegak lurus dengan rhizoma, mahkota bunga kecil dan menyatu dengan labellum), dan Globbeae (filamen memanjang dan melengkung, ovariumsatu lokus).

Semua jahe-jahean tumbuh dari rhizoma tebal yang merupakan batang bagian bawah yang termodifikasi sebagai cadangan makanan. Bentuk dan ukuran rhizoma bervariasi antara genus yang satu dan yang lain. Rhizoma memiliki sejumlah mata tunas yang dorman selama di atas tanah. Akar jahe-jahean muncul dari rhizoma dan pada beberapa anggota famili Zingiberaceae dihasilkan umbi di ujung akar tersebut. Umbi ini terletak di bagian tanah yang sangat dalam, terutama pada genus Siphonochilus dan berperan sebagai sistem penyimpanan makanan tambahan yang hilang akibat cekaman iklim (Branney, 2005).

Batang yang terlihat pada sebagian besar tanaman Zingiberaceae bukan batang secara keseluruhan. Sebaliknya, batang tersebut adalah perpanjangan pelepah dari daun-daun yang tampak. Menurut Branney (2005), bentuk pelepah yang menghubungkan struktur ini dinamakan pseudostem (batang semu). Batang yang sebenarnya umumnya sangat pendek.

Daun famili Zingiberaceae umumnya lanceolate, seperti pada Roscoea, tetapi ada juga yang berbentuk oval (ovate) (Gambar 1) atau hampir lingkaran

(2)

seperti pada Kaempferia. Sebagian besar daun Zingiberaceae memiliki tulang daun yang sangat mencolok dan terkadang berbeda warna dengan helaian daun. Pada spesies Curcuma, semua urat daun timbul dan memberikan efek menarik di sepanjang permukaan daun. Daun variegata relatif jarang pada famili ini, meskipun beberapa kultivar memiliki garis daun berwarna putih atau krem. Sebagian besar tanaman berwarna merah, perunggu atau keperakan, baik pada batang maupun pada susunan tulang dan urat daun.

(a) (b)

Gambar 1. Bentuk daun: (a) lanceolate (b) ovate Sumber: http://www.smccd.net/accounts/leddy/leafshapes.htm

Belum lama ini, Costaceae diklasifikasikan sebagai Costoideae, subfamili dari Zingiberaceae. Di Asia, Costaceae hanya Costus dan Tapeinochilos (Larsen et al., 1999). Secara botani, Costaceae dipisahkan dari Zingiberaceae karena tiga alasan. Pertama, Costaceae memiliki daun yang tersusun spiral di atas batang, sedangkan pada Zingiberaceae daun tersusun pada batang secara vertical dalam dua sisi yang berhadapan. Kedua, pada Costaceae semua stamen menyatu dengan labellum, sedangkan pada Zingiberaceae hanya stamen bagian dalam yang menyatu dengan labellum. Terakhir, Costaceae tidak memiliki aroma seperti pada semua tanaman Zingiberaceae (Branney, 2005).

Syarat Tumbuh

Secara umum daerah dengan tipe iklim A, B, dan C menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson sesuai untuk budidaya tanaman jahe (Zingiber officinale) (Suratman et al., dalam Januwati, et al., 1992). Faktor iklim seperti curah hujan, ketinggian tempat, intensitas cahaya, suhu dan lingkungan perakaran cukup mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman jahe.

(3)

Air sangat berperan dalam perkembangan rimpang, apabila kekurangan air, perkembangan rimpang akan sangat terhambat. Menurut Januwati et al. (1992) tanaman jahe tumbuh baik pada curah hujan antara 2500-4000 mm/tahun dan pada curah hujan rata-rata 3000 mm/tahun tanaman jahe akan tumbuh subur. Tanaman jahe dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 m dpl, namun ketinggian yang optimum bagi pertumbuhannya adalah 300-900 m dpl.

Cahaya mempengaruhi pertumbuhan dan produksi melalui proses fotosintesis dan reaksi fotoperiodisitas. Namun pengaruh intensitas cahaya terhadap petumbuhan tanaman lebih besar dibanding pengaruh dari perubahan dalam mutu penyinaran (Januwati et al., 1992)

Kisaran suhu yang memungkinkan pertumbuhan jahe optimum adalah 25-30 ºC. Suhu di atas 35 ºC akan menghanguskan daun, kemudian daun mongering, sedangkan makin rendah suhu maka umur tanaman akan semakin panjang. Struktur tanah yang cocok bagi tanaman jahe adalah tanah lempung berpasir, liat berpasir dan tanah laterit (Suprapti, 2003). Tanaman jahe dapat tumbuh pada keasaman tanah (pH) 4.3-7.4, tetapi pH optimum untuk jahe adalah 6.8-7.0 (Januwati et al., 1992)

Perbanyakan Tanaman

Famili Zingiberaceae dapat diperbanyak secara generatif maupun vegetatif. Perbanyakan secara generatif yaitu melalui biji jarang dilakukan karena relatif sulit. Menurut Branney (2005) hanya Roscoea, Cautleya dan spesies Hedychium pada topografi yang lebih tinggi yang secara teratur memproduksi biji ketika ditanam pada kondisi outdoor di Inggris. Biji pada kebanyakan spesies Zingiberaceae memiliki viabilitas rendah dan keberhasilan perkecambahan yang menurun seiring dengan lamanya penyimpanan.

Semua jahe-jahean tumbuh dari rhizoma di dalam tanah dan sejauh ini cara terbaik untuk memperbanyak sebagian besar spesies ini, terutama apabila tanaman yang dibutuhkan hanya sedikit, adalah melalui pemotongan rhizoma. Rhizoma beberapa genus seperti Boesenbergia, Kaempferia, Roscoea, dan beberapa genus Curcuma secara natural memisahkan dirinya sendiri. Tanaman yang tumbuh baik dari genus-genus di atas memproduksi satu rhizoma dengan

(4)

banyak titik tumbuh yang berkembang menjadi dua atau lebih tanaman baru di akhir musim pertumbuhan. Tanaman seperti ini dapat dipisahkan kapan saja selama masa dormansi, selama tidak ada kerusakan pada jaringan dan tidak ada pemotongan pada permukaan rhizoma.

Perbanyakan melalui stek juga mungkin dilakukan pada famili Zingiberaceae. Beberapa genus yang pernah dilaporkan dapat diperbanyak dengan stek adalah pada genus Globba, Hedychium, dan genus Zingiber yang paling banyak disebut. Bagian yang digunakan adalah batang semu sekitar 15-45 cm atau keseluruhan panjangnya, tergantung varietas dan yang memiliki satu atau dua daun (Branney, 2005). Batang semu yang sudah menghasilkan bunga tidak sesuai untuk digunakan sebagai bahan perbanyakan melalui stek, tetapi apabila batang semu telah mengeras, ada kemungkinan dapat digunakan.

Beberapa anggota Zingiberaceae secara alami menghasilkan keturunan, dengan anakan kecil yang terbentuk dari perbungaan (spika), terutama genus Globba (Branney, 2005). Sebagian besar spesies Globba menghasilkan umbi dalam jumlah besar pada bagian dasar perbungaan. Alpinia purpurata tropis dan Hedychium greenii juga memproduksi anakan yang berkembang dari perbungaan yang memudar (fading inflorescence).

Kultur jaringan adalah suatu teknik untuk menumbuhkan sel dan jaringan dalam medium buatan dalam lingkungan aseptik untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman sempurna atau anakan (Armini, 2008). Beberapa tanaman tidak siap untuk diperbanyak dengan metode ini, tetapi jahe-jahean dapat diperbanyak melalui metode kultur jaringan. Peningkatan jumlah jahe-jahean merupakan hasil dari perbanyakan melalui kultur jaringan di beberapa Negara di Eropa, Asia dan Amerika. Spesies Curcuma, Globba, Hedychium, dan Kaempferia telah diperbanyak dengan metode kultur jaringan dalam jumlah yang sangat besar (Branney, 2005).

Deskripsi Tanaman

Genus Zingiber awalnya diberi nama Zinziber oleh Miller pada tahun 1974. Pengejaannya berkembang sekitar enam tahun kemudian oleh botanis asal Jerman, Georg Boehmer (Branney, 2005). Zingiber termasuk genus dengan lebih

(5)

dari 150 spesies, yang berasal dari Asia Selatan dan Tenggara, terutama Thailand dan Cina Selatan.

Zingiber merupakan tanaman jahe-jahean berukuran sedang, yaitu dengan tinggi tanaman mulai dari 30–180 cm. Tanaman ini tumbuh tegak dan biasanya memiliki batang semu tebal yang menopang daun berbentuk lanceolate. Sebagian besar spesies memiliki periode pembungaan yang singkat dan muncul langsung dari rhizoma, tidak jauh dari batang semu. Bunganya berbentuk kerucut, terkadang sangat panjang, terkadang pendek dan tidak cerah. Sebagian besar spesies memiliki kumpulan braktea yang tersusun erat (kompak), braktea yang mekar penuh biasanya berwarna kuning, merah atau cokelat kastanye. Braktea ini umumnya terlihat sangat mencolok dan memiliki masa pajang yang sangat panjang. Tanaman ini merupakan salah satu spesies yang dibudidayakan terutama untuk perdagangan bunga potong (Branney, 2005).

Zingiber spectabile diberi nama oleh William Griffith sebagai Zingiber yang mengesankan (spectabile), tanaman ini juga terkenal sebagai jahe sarang lebah untuk menggambarkan perbungaannya yang mengagumkan (Branney, 2005). Zingiber spectabile merupakan tanaman asli dari Thailand Selatan, semenanjung Malaysia, dan Sumatera, yang tumbuh di hutan tropis yang padat dan ternaungi.

Tanaman ini bisa mencapai tinggi hingga 3 m. Braktea Z. spectabile berwarna kuning dan coklat keunguan dengan bintik-bintik kuning pada mahkota bunga sejatinya (www.plant-group.com). Z. spectabile dengan perubahan warna braktea selama pendewasaan dan masa pajang sekitar dua minggu menjadi alasan penggunaan bunga ini sebagai bunga potong (Larsen et al., 1999).

Zingiber spectabile tumbuh baik di dataran rendah sampai dataran tinggi. Selama pertumbuhannya, tanaman ini memerlukan naungan. Penggunaan naungan paranet yang meneruskan intensitas cahaya 45% sangat baik untuk pertumbuhannya.

Kelembaban sekitar tanaman perlu dijaga dengan menggunakan mulsa jerami untuk mengurangi serangan penyakit yang disebabkan Xanthomonas sp. Penggunaan mulsa jerami setebal 5 cm juga berguna untuk menghindari cipratan tanah karena air hujan pada waktu musim bunga, dengan demikian bunga akan

(6)

tetap bersih sampai waktu panen. Untuk persiapan tanam, lahan perlu digemburkan menggunakan bahan organik, yaitu sekam, kompos, atau pupuk kandang. Lahan dibuat bedengan dengan lebar 2 m. Jarak antar tanaman sebaiknya minimal 1 m x 1 m (Adriyani, 2007).

Genus Tapeinochilos terdiri dari 8-10 spesies berasal dari New Guinea, Australia, dan Indonesia. Beberapa ahli mengklasifikasikan genus ini ke dalam famili Costaceae. Spika bunga Tapeinochilos umumnya muncul langsung dari rhizoma. Spesies ornamental lain memiliki braktea yang bervariasi mulai dari warna merah dan kuning sampai hampir hitam. Jenis ini termasuk tanaman tropis karena itu relatif jarang dibudidayakan di wilayah Amerika (Llamas, 2003).

Tapeinochilos ananassae atau dikenal dengan nama bunga kasturi merupakan spesies yang berasal dari Sulawesi. Spesies tanaman dari famili Costaceae ini memiliki dua kultivar, yaitu kultivar yang mempunyai braktea berwarna merah darah (Sekar Sauli) dan kultivar yang mempunyai braktea berwarna merah jingga (Sekar Manise). Tanaman ini termasuk herba perennial yang mempunyai rimpang non aromatik. Daun tersusun spiral dengan lamina tunggal, berbentuk lonjong dengan permukaan licin. Daun terkonsentrasi pada batang bagian atas. Rangkaian bunga berbentuk seperti bunga pinus, terletak terminal pada tunas atau terpisah dari batang berasal dari rhizoma (Adriyani, 2007). Braktea muncul dari ujung batang dan tunas samping. Warna braktea merah dengan helaian yang kaku dan keras serta bagian ujung runcing. Bunga sejati berwarna kuning (Adriyani dan Suwarno, 2002).

Struktur Bunga

Perbungaan pada famili Zingiberaceae dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu secara terminal (muncul dari ujung batang) dan secara radikal (muncul dari rhizome). Secara terminal, terdapat tangkai yang panjang dengan braktea di bagian atas. Hal yang paling jarang adalah ketika perbungaan secara terminal dan radikal muncul pada tanaman yang sama. Fenomena ini dapat dilihat pada Zingiber puberulum yang tumbuh liar dan Costus “Eskimo Kiss” (Larsen et al., 1999).

(7)

Secara umum perbungaan Zingiberaceae dideskripsikan seperti tombak atau rangkaian. Ketika braktea tumbuh tumpang tindih (overlap), rangkaian bunga (spika) tampak seperti bunga pinus. Pembentukan braktea biasanya tersusun spiral ketika berjumlah banyak; kadang-kadang jumlahnya sedikit, individual, dan berbentuk seperti mangkok (seperti pada Camptandra). Pada beberapa genus (Curcuma, Etlingera, Zingiber) braktea utamanya besar dan memiliki warna pink, kuning, jingga, ungu atau putih yang indah. Keistimewaan ini sering dimanfaatkan untuk tujuan komersial.

Bunga sejati sangat khas dan biseksual. Mulai dari yang kecil sekali seperti pada genus Globba sampai tipe besar seperti Alpinia. Bunga jahe-jahean sangat rapuh dan hanya mampu bertahan sebentar saja. Bunga ini memiliki ovarium yang kurang baik, yang memungkinkan satu lokus dengan ovul pada tiga plasenta di sepanjang dinding, atau yang lebih sering, 3 lokus dengan plasenta aksilar.

Kelopak adalah pipa dengan tiga atau kadang dua helaian. Mahkota terdiri atas sebuah daun mahkota tipis berbentuk pipa dan tiga daun mahkota yang hampir serupa, di mana daun mahkota bagian atas biasanya sedikit berbeda bentuknya. Secara sederhana, bunga Zingiberaceae mirip bunga anggrek yang memiliki bibir atau “labellum”.

Dua benang sari samping akan berubah menjadi struktur seperti mahkota pada genus Globba dan Hedychium atau menjadi dua lidah kecil pada Alpinia dan Zingiber. Benang sari fertil memiliki tangkai sari yang bervariasi panjangnya dan berakhir pada kotak sari, yang pada kebanyakan spesies membuka dengan celah membujur (Larsen et al., 1999).

Fenologi Pembungaan

Pada umumnya bunga yang mekar merupakan tanda bahwa bunga siap untuk diserbuk yang ditandai dengan stigma reseptif. Tanda-tanda lain untuk mengetahui stigma telah reseptif yaitu dengan melihat ada tidaknya papilla, ada atau tidaknya sekresi pada permukaan stigma atau munculnya aroma bunga. Sekresi pada stigma biasanya tidak berwarna (transparan) dan mengandung gula, protein, dan zat organik lain yang diperlukan untuk perkecambahan serbuk sari.

(8)

Polen yang berhasil berkecambah di atas stigma akan mulai memanjang masuk ke dalam saluran stilus menuju bakal buah (Darjanto dan Satifah, 1990).

Polen merupakan jaringan hidup yang memiliki umur terbatas kemudian mati. Polen yang baik adalah polen dari kuncup bunga yang telah dewasa yang hampir merekah karena pada saat itu ruang sari pada polen tersebut belum pecah dan terisi penuh dengan polen yang memiliki daya tumbuh yang tinggi. Suhu yang tinggi dan cekaman lain selama pendewasaan polen dan penyerbukan diduga memberi pengaruh buruk terhadap biji yang dihasilkan (Mascarenhas and Altschuler, 1982). Menurut Darjanto dan Satifah (1990), untuk perkecambahan serbuk sari (polen) umumnya diperlukan suhu berkisar antara 15 ºC sampai 35 ºC. Suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan penguapan air sehingga banyak polen yang akan mengering.

Viabilitas polen yang digunakan akan mempengaruhi viabilitas benih yang dihasilkan. Polen dengan viabilitas tinggi akan lebih dahulu membuahi sel telur sehingga akan menghasilkan buah dengan mutu yang baik dan benih dengan viabilitas yang tinggi (Widiastuti dan Palupi, 2008)).

Keberhasilan Reproduksi dan Penyerbukan

Keberhasilan reproduksi pada tanaman diartikan sebagai jumlah ovul yang berkembang sempurna menjadi biji yang viabel dan mampu bertahan hidup dalam batas waktu tertentu. Menurut Wiens et al. (1987) faktor pembatas dari keberhasilan reproduksi antara lain faktor lingkungan (cuaca, unsur hara, serangga, serangan hama dan penyakit) dan faktor genetik (gen dan kromosom).

Penyerbukan adalah peristiwa menempelnya serbuk sari di kepala putik dengan perantara angin, air, serangga, atau hewan lain. Penyerbukan yang berhasil akan menyebabkan fertilisasi yang disertai pembentukan buah dan biji (Mangoendidjojo, 2003). Sistem penyerbukan pada Zingiberaceae belum banyak diteliti. Proses penyerbukan yang diamati pada beberapa spesies dibantu oleh kupu-kupu dan ngengat.

Sebagian besar keluarga Zingiberaceae menghasilkan bunga, namun jarang memproduksi buah/biji. Penyebab kegagalan produksi buah dan biji diduga disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya kegagalan penyerbukan akibat

(9)

terbatasnya vektor penyerbukan. Menurut Lelivelt (1993) keberhasilan penyerbukan bergantung pada dua genotip pistil dan induk polen serta jarak genetik antara genotipenya. Faktor waktu penyerbukan dan cuaca juga mempengaruhi keberhasilan.

Waktu penyerbukan harus ditentukan agar tepat dan tidak terlambat. Baik putik maupun benang sari harus dalam keadaan segar, sehat dan telah masak. Pertumbuhan serbuk sari dipengaruhi oleh suhu udara. Menurut Darjanto dan satifah (1990), cuaca cerah dan udara yang agak lembab merupakan kondisi yang baik untuk penyerbukan dan pada iklim dingin bunganya tidak cepat layu sehingga dapat lebih lama diserbuki.

Perkembangan Buah dan Biji

Pembuahan terjadi apabila serbuk sari yang menempel di kepala putik berkecambah dan membentuk tabung polen. Tabung polen akan terus memanjang masuk ke dalam stilus menuju ke ovarium dan kantung embrio. Oleh karena itu tabung polen harus lebih panjang daripada tangkai putik. Dua inti sperma yang terdapat dalam tabung polen, satu akan melebur dengan inti sel telur membentuk zigot dan yang lain melebur dengan inti polar dalam kantung embrio membentuk endosperma. Peleburan dua inti sperma (generatif) dengan satu inti sel telur dan dua inti polar disebut pembuahan ganda. Zigot yang terbentuk akan berkembang menjadi embrio, sedangkan endosperma akan menjadi jaringan yang menyediakan zat makanan untuk pertumbuhan embrio. Sebelum tumbuh menjadi embrio, zigot akan mengalami fase istirahat selama beberapa waktu sehingga dalam 1-2 minggu pertama setelah penyerbukan belum dapat diketahui apakah penyerbukan tersebut gagal atau akan berlangsung dengan pembuahan (Darjanto dan Satifah, 1990).

Bentuk buah pada Zingiberaceae umumnya bulat dengan bakal buah tenggelam, beruang tiga dengan bakal biji dalam tiap ruangnya. Endosperma dikelilingi perisperm dan embrio. Biji banyak dan tidak mempunyai endosperma besar sehingga banyak biji yang tidak dapat berkecambah pada saat ditanam (Purseglove dan Tjitrosoepomo dalam Yunira, 2009).

Pemanenan buah Zingiber dilakukan serentak ketika sudah terjadi perubahan warna pada braktea yaitu dari warna kuning/hijau menjadi merah

(10)

(Zingiber spectabile) atau dari ungu kemerahan menjadi merah pada Zingiber ottensi dan ketika setiap braktea sudah membuka sehingga bijinya terlihat. Pemanenan Alpinia dilakukan secara bertahap setelah buah masak yang ditandai dengan perubahan warna. Pada Alpinia purpurata ‘Jungle King’ buah akan berubah warna menjadi merah bila sudah masak, sedangkan pada Alpinia purpurata ‘Jungle Queen’ menjadi merah muda dan kelopak bunga sudah mengering serta kulit buah sudah mulai keriput (Yunira, 2009). Masing-masing benih terbungkus oleh arilus berwarna putih. Pemasakan buah terjadi pada umur ≥ 3 bulan setelah penyerbukan. Genus Alpinia dapat berbunga sepanjang musim namun jarang menghasilkan buah, sedangkan genus Zingiber dapat menghasilkan buah/biji pada tiap malainya hanya saja spesies ini berbunga pada musim-musim tertentu, biasanya pada musim hujan, setelah selesai musim hujan tanaman ini jarang berbunga.

Biji pada anggota famili Zingiberaceae sebaiknya disemai segera sesudah dipanen. Biji dapat disebar di pot atau tray, tergantung jumlah yang tersedia. Sebagian besar biji Zingiberaceae memerlukan penyimpanan pada suhu antara 21–24 ºC pada daerah yang lebih dingin untuk keberhasilan perkecambahan (Branney, 2005).

Menurut Branney (2005), apabila biji akan disimpan, harus di dalam suhu rendah dan lingkungan yang kering. Sebelum biji yang telah disimpan disemai, biji sebaiknya direndam dalam air pada suhu ruang selama 24 jam. Viabilitas benih yang telah disimpan tetap akan turun jika dibandingkan dengan biji yang segar (baru dipanen) dan perkecambahannya memakan waktu yang lebih lama dan rentan terhadap spora.

Gambar

Gambar 1. Bentuk daun: (a) lanceolate (b) ovate          Sumber: http://www.smccd.net/accounts/leddy/leafshapes.htm

Referensi

Dokumen terkait

Menetapkan jenis instrumen akan bisa dilakukan saat peneliti sudah bisa memahami dengan jelas mengenai apa saja variabel penelitian dan indikator- indikatornya. Harus dipahami

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara yuridis formil kedudukan BW tetap sebagai undang-undang sebab BW tidak pernah dicabut dari kedudukannya sebagai undang-undang,

Hasil pengujian pengaruh kompesasi terhadap kinerja dengan disiplin sebagai variabel intervening maka hasil diperoleh: kompensasi terhadap kinerja pegawai dengan

Berdasarkan kondisi geografis tersebut serta kepedulian masyarakat untuk meningkatkan mutu kopi yang dihasilkan, maka masyarakat perkopian di wilayah Semende secara

5) tidak adanya komitmen pimpinan SKPD dalam mewujudkan tujuan organisasi; 6) adanya mutasi pengelola keuangan; dan 7) adanya perubahan regulasi. Peran Inspektorat

Jumlah populasi sel efektor menurun menandakan pada kondisi ini sel efektor tidak memiliki kemampuan untuk menyerang sel tumor sehingga sistem imun melemah dan penyakit

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui proporsi limbah kemasan plastik produk pangan di kota, pinggiran kota, dan desa di Kabupaten Purworejo, mengetahui perbedaan

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalnya diperlukan pemahaman mengenai konsep belajar dan pengembangan kurikulum dalam bentuk penyusunan silabus, penyusunan rencana