• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI KAUM HOMOSEKSUAL TEHADAP KOMUNITASNYA DI KOTA SERANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI KAUM HOMOSEKSUAL TEHADAP KOMUNITASNYA DI KOTA SERANG"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

POLA KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI KAUM HOMOSEKSUAL TEHADAP KOMUNITASNYA DI KOTA SERANG

(Studi Fenomenologi Komunikasi Antarpribadi Komunitas Gay di Kota Serang Banten)

Ilham Akbar

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa ABSTRACT

The existence of homosexuals is now starting to develop in Serang. It can easily be found in various social networking media about their existence whether in terms of performing self-disclosure or even in seeking partner. The process of self-self-disclosure starts from introduction phase until the homosexual decides to build a relationship or to end the communication because of the absence of relationships compatibility with their same-sex partner. The purposes of this study are to investigate the process of how symbols and characters used by the homosexuals in expressing themselves, such as the language they use, and to find out the communication patterns used by the homosexuals in their self-disclosure. Theory used in this research is symbolic interaction theory referring to the interpersonal approaches using verbal and non verbal language used by homosexuals. In this study, researcher uses qualitative methods refers to the study of phenomenology. Research samples or informants in this study are four people with different status and educational background. The four-informant were taken from different areas in Serang, Banten. Data collection techniques used in this study were interviews, observation and the use of documentations. Data analysis was conducted using triangulation data. Triangulation is the technique of checking the validity of the data that utilize something other than the data for checking purposes or as a comparison to the data. After doing some researches, the researcher obtains the following results: there is no use of tangible symbols by the homosexual in Serang. However, flirtatious eye-contact, body movements and any actions that invite attention believed to be features of their existence. The language they use is a language of argot that is similar to the language used by transvestite. Communication patterns used by homosexual in terms of attracting another homosexual are similar to heterosexual friendships’ ways, starting from interaction phase until making-decision phase. The phases carried out by homosexual cannot be separated from the symbolic interaction generated during the interaction itself.

Keywords: communication patterns, symbolic interaction, gay community.

PENDAHULUAN

Di Indonesia, fenomena tentang homoseksual sebenarnya bukanlah masalah baru. Secara kultural fenomena ini ada dalam catatan sejarah kebudayaan di Indonesia, bahkan dalam kajian budaya pop, beberapa media seperti buku ataupun film pernah pula mengangkatnya sebagai suatu kajian sosial.

Sebut saja film “Istana Kecantikan” yang beredar pada tahun 1988 bahkan memenangkan piala citra untuk aktor terbaik bagi Mathias Muchus. Kemudian pada tahun 2003 film yang bertemakan mengenai kehidupan para gay diangkat kembali dengan judul film “Arisan”. Hingga akhirnya film terbarupun muncul mengenai kehidupan remaja yang mengangkat tema yang sama “Coklat Strowberi”.

(2)

Secara karakter tokoh-tokoh dalam film ini digambarkan berbeda dengan stereotype kaum gay yang selama ini berkembang di masyarakat Indonesia. Seperti gaya berdandan yang kewanita-wanitaan dan kurang jantan, akan tetapi dengan permasalahan yang sama dihadapi kaum gay secara umum yaitu perasaan terkungkung atas jati diri mereka memiliki sehingga merasa kesulitan untuk mengaktualisasikan diri mereka sebagai seorang gay, akan tetapi kemudian keduanya memperoleh kebahagian setelah banyak orang mengetahui keduanya adalah gay. Begitu juga sebaliknya bahkan berakhir dengan penolakan dari masyarakat mengenai pengakuan dan keberadaan homoseksual.

Data yang dilansir oleh portal Gaya Nusantara (www.gayanusantara.com) menyebutkan bahwa jumlah gay di Indonesia mencapai angka 20.000 orang. Jumlah ini akan mencapai dua kali lipatnya jika ditambahkan dengan mereka yang biseksual. Besarnya angka individu gay dan makin gencarnya kampanye tentang hak-hak kaum gay secara sosiologis tentunya dapat menggeser nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Itu artinya dengan keberadaan komunitas homoseksual yang tergolong tinggi membuat komunitas ini berusaha sedikit demi sedikit melakukan pengungkapan diri terhadap komunitas dan pasangan mereka.

Masyarakat Indonesia dengan nilai-nilai ketimurannya menganggap bahwa hubungan sesama jenis adalah tabu dan terlarang. Kondisi inilah yang menjadikan individu gay enggan untuk membuka diri. Akan tetapi, kini, jika melihat pada sejumlah film sebagai potret kehidupan sosial yang mengangkat tentang romantisme sejenis menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran nilai dalam masyarakat.

Kehidupan kaum homoseksual yang bertolak belakang dengan kebiasaan kehidupan manusia secara normal dalam berperilaku dan menentukan sikap membuat komunitas maupun individu homoseksual itu sendiri tidak mendapat tempat di masyarakat. Itu semua dikarenakan pola kehidupan mereka dianggap akan mempengaruhi kehidupan masyarakat lain.

Permasalahan yang tengah dihadapi oleh kaum homoseksual sekarang ini yaitu bagaimana menempatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat. Karena keberadaan mereka masih dibilang asing dalam kehidupan dan sedikit sulit untuk di terima. Banyak masyarakat luas beranggapan menjadi seorang homoseksual hanya menjadi aib yang dapat memalukan diri sediri, keluarga dan orang yang berada di sekitarnya. Namun kenyataannya kaum homoseksual semakin menunjukan keberadaan mereka dengan membentuk sekumpulan dari beberapa orang untuk membentuk komunitas yang ada. Sehingga keeksistensian mereka semakin menunjukkan dirinya.

(3)

Kaum homoseksual termasuk kedalam kaum deviant atau disebut juga kelompok yang menyimpang. Dimana dengan perilaku yang menyimpang membuat sebagian besar komunitas bahkan individu homoseksual sulit untuk berinteraksi dengan masyarakat luas. Bahkan untuk berinteraksipun dengan sesama komunitasnya sendiri mengalami sedikit kesulitan. Banyak diantara kaum homoseksual tidak terangterangan menyatakan diri mereka adalah sebagai homoseksual. Dengan alasan jati diri yang terbuka akan merubah pandangan orang dan mempengaruhi posisi serta kehidupan bermasyarakat. Itu sebabnya keberadaan kaum homoseksual masih belum tercatat secara resmi di kota Serang.

Terlepas dari perilaku yang menyimpang dan kebiasaan yang aneh dilakukan oleh homoseksual, istilah homoseksualitas diterapkan baik bagi orangorang yang mempunyai preferensi yang kuat pada pasangan seks dari jenis yang sama. Bagi mereka, tanpa menghiraukan preferensi seks, yang terlibat dalam hubungan seks dengan orang dari jenis yang sama. Kemampuan untuk bereaksi terhadap kedua jenis kelamin terdapat pada manusia dan makhluk-makhluk lain (Horton & Hunt, 1996:150).

Homoseksualitas terdapat dalam semua atau hampir semua masyarakat luas. Homoseksualitas tidak terdapat, jarang atau bersifat rahasia, dalam kira-kira sepertiga masyarakat yang diteliti oleh Ford dan Beach. Dalam kira-kira dua pertiga, beberapa bentuk homoseksualitas dianggap dapat diterima dan wajar untuk paling tidak beberapa kategori orang atau tahap-tahap hidup. Homoseksualitas diantara kaum pria kurang lumrah atau kurang mendapat perhatian untuk diteliti, namun juga dikenal dalam banyak masyarakat (Horton & Hunt, 1996:151). Sebagian masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa homoseksual, biseksual serta perilaku seks lainnya yang tidak sesuai dengan norma agama dan budaya sebagai perilaku yang menyimpang. Homoseksual sampai saat ini masih dianggap sebagai sesuatu yang menyimpang karena perilaku seksual seperti ini belum berlaku secara umum dan dapat diterima oleh masyarakat (Puspitosari&Pujileksono, 2005:44).

Pengertian dari pengungkapan diri itu sendiri dijelaskan sebagai satu bentuk terpenting dari komunikasi interpersonal di mana kita dapat melibatkan pembicaraan tentang diri kita sendiri, atau membuka diri. Pengungkapan diri mengacu kepada mengkomunikasikan informasi kita tentang diri kita kepada orang lain (DeVito,1999:77).

Pengungkapan diri adalah jenis komunikasi. Istilah pengungkapan diri digunakan untuk mengacu pada pengungkapan informasi yang dilakukan secara sadar. Dimana segala sesuatu baik itu pikiran, perasaan dan perilaku yang diceritakan secara sadar dan terbuka kepada orang lain. Banyak hal yang diungkapkan tentang diri kita melalui ekspresi wajah,

(4)

sikap, tubuh, pakaian, nada suara, dan melalui isyarat-isyarat non verbal lainnya yang tidak terhitung jumlahnya, meskipun banyak diantara perilaku tersebut tidak disengaja, namun penyingkapan diri yang sesungguhnya adalah perilaku yang disengaja.

Proses pengungkapan diri pada lambang verbal dan non verbal terjadi ketika partisipan komunikasi menggunakan kata-kata, baik itu melalui bahasa lisan maupun tulisan. Komunikasi non verbal adalah ketika partisipan komunikasi menggunakan simbol selain kata-kata seperti nada bicara, ekspresi wajah dan sebagainya (Kuswarno, 2009:103).

Dalam penelitian ini peneliti lebih menekankan pengungkapan diri dengan pola komunikasi antarpribadi yang dilakukan dalam bentuk bagaimana proses terjadinya pengungkapan komunikasi diri yang dilakukan individu kepada komunitasnya. Dalam artian pengungkapan komunikasi antarpribadi bertujuan untuk mencari teman kencan, kekasih bahkan mereka mengungkapkan semua perasaan yang tertahan ketika kehidupan normal menuntut mereka untuk menutupi tingkah laku dan perilaku mereka dalam bermasyakat. Selain itu penelitian juga membahas mengenai penggunaan simbol dan bahasa yang digunakan dalam proses pengungkapan diri terbentuk sampai pada tahap terbentuknya hubungan antar sesama homoseksual itu.

Penyingkapan diri tidak hanya merupakan bagian internal dari komunikasi dua orang. Penyingkapan diri lebih sering muncul dalam konteks hubungan dua orang dari pada dalam konteks jenis komunikasi lainnya. Pengungkapan diri merupakan suatu usaha yang disengaja untuk membiarkan keotentikan memasuki sosial seseorang, dan seseorang mengetahui bahwa hal tersebut berkaitan dengan kesehatan mental (Tubbs&Moss, 199:12-13).

Penelitian ini sendiri berusaha menggambarkan bagaimana pengungkapan diri tentang homoseksualitas yang dilakukan oleh gay kepada komunitasnya serta temannya. Selain itu dengan penelitian yang peneliti lakukan setidaknya kita mengetahui bagaimana fenomena kehidupan seorang homoseksual yang ada di kota Serang dengan mendeskriptifkan apa yang menjadi penyebab mereka menjadi seorang homoseksual, faktor awalnya serta gaya kehidupan yang mereka jalani. Apakah mendapatkan deskriminasi dalam kehidupan sosial atau tidak.

Semenjak Banten menjadi provinsi baru dengan ibu kotanya Serang, semua kehidupan mulai berkembang begitu juga dengan komunitas homoseksual yang ada di kota Serang. Walaupun komunitas mereka tidak terdaftar secara resmi. Namun, memiliki ikatan yang cukup erat untuk saling berkumpul dan menjalin pertemanan satu sama lain. Belum tahu pasti kapan komunitas ini berkembang di kota serang. Namun, dari observasi yang telah dilakukan, komunitas homoseksual itu sendiri berkembang pada akhir tahun 2006 dengan

(5)

jumlah komunitas yang tidak terdata pasti. Alun-alun Serang itu menjadi lokasi tempat kumpul komunitas, terbukti dengan kita melihat lokasi pertemuan homoseksual pada hari-hari tertentu seperti malam minggu.

Pengungkapan diri yang dilakukan homoseksual pun berbagai macam antara individu yang satu dengan yang lain. Kebanyakan dari homoseksual yang ada melakukan pengungkapan diri dengan berperilaku menarik perhatian orang yang ada di sekitar mereka baik menggunakan kata-kata, simbol dan bahasa tubuh. Dari observasi sementara, penggunaan simbol yang dilakukan kaum homoseksual kota Serang lebih kepada komunikasi non verbal yaitu gerakan mata, permainan tangan dan gerakan-gerakan yang memancing lawan mereka.

Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi penelitian ini dilakukan di kota Serang. Dengan pertimbangan bahwa semakin banyaknya komunitas homoseksual yang semakin menunjukan jati diri mereka terhadap lingkungan sekitar. Selain itu Serang identik dengan kota santri dimana nilai keagamaan dari kita ini masih menjadi permasalahan yang sedikit sensitif untuk diangkat. Walaupun terkadang kita masih bisa melihat dalam realita kehidupan banyaknya kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari kaum gay yang berinteraksi dengan lingkungan sekitar mereka.

Dalam hal kehidupan kalangan gay di Serang, selain melalui omongan dari mulut ke mulut, juga melalui faktor media, masyarakat Serang saat ini dapat mengetahui di mana lokasi-lokasi di Serang yang disinyalir merupakan tempat berkumpulnya kalangan gay. Jenis-jenis lokasi ini bahkan beraneka ragam, mulai dari yang tertutup seperti cafe, KFC Serang, Ramayana Serang, klub kebugaran seperti tempat fitness, kos-kosan yang tersebar di kota serang dan sekitarnya, dan lokasi yang terbuka seperti alun-alun kota Serang dan lain-lain.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana simbol dan ciri-ciri yang digunakan kaum homoseksual dalam pengungkapan diri, seperti bagaimana bahasa yang mereka gunakan, serta untuk mengetahui pola komunikasi yang digunakan oleh kalangan homoseksual dalam pengungkapan diri.

TINJAUAN PUSTAKA

Secara umum kata “pola” merupakan suatu standarisasi dari kumpulan perilaku (Hartini dan Kartasaputra dalam Puspita, 2009:32). Sedangkan menurut Fowler dan Couslum, pola atau pattern adalah suatu model. Desain, rancangan, dari sesuatu yang dibuat. Hubunganya dengan komunikasi tergambar dari proses komunikasi itu sendiri yang selalu mengikuti alur atau kaidah tertentu. Kaidah ini juga mengatur gaya komunikasi dalam

(6)

konteks sosial. Seseorang akan mengubah gaya komunikasinya tergantung dari siapa yang berbicara di hadapanya. Hubungan bentuk dan fungsi komunikasi inilah yang kemudian membentuk suatu pola komunikasi.

Pemulaan terjadi pada suatu tingkat komunikasi yaitu masyarakat, kelompok, dan individu. Pada tingkat masyarakat, komunikasi biasanya berpola dalam bentuk-bentuk fungsi, kategori, ujaran, sikap, dan konsepsi tentang bahasa dari penutur. Komunikasi juga berpola menurut peran tertentu dalam suatu masyarakat, misalnya jenis kelamin, usia, status sosial, dan jabatan. Cara berbicara juga berpola menurut tingkat pendidikan, tempat tinggal perkotaan atau pedesaan, cirri geografis, dll. Komunikasi berpola pada tingkat individual yaitu pada tingkat ekspresi dan interpretasi kepribadian. Memahami pola-pola komunikasi yang hidup dalam suatu masyarakat ataupun komunitas yang memiliki kaidah yang sama untuk berkomunikasi, akan memberikan gambaran umum dari peilaku komunikasi masyarakat tersebut (Hartini dan Kartasaputra dalam Puspita, 2009:33). Secara umum komunikasi Antarpribadi dapat diartikan sebagai proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi (Komala, 2009). Komunikasi Antarpribadi merupakan komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka seperti yang dinyatakan bahwa ”Interpersonal communication involving two or more people in a face to face setting” (Canggara (2007:32).

Komunikasi Antarpribadi memiliki karakteristik tersendiri. Adapun karakteristik komunikasi Antarpribadi (Komala, 2009) diantaranya adalah:

1. Komunikasi Antarpribadi dimulai dengan diri pribadi yang dibatasi oleh siapa diri kita dan bagaimana permasalahan kita.

2. Komunikasi Antarpribadi bersifat transaksional mengacu kepada tindakan pihak-pihak yang berkomunikasi dan secara serentak menyampaikan dan menerima pesan. 3. Komunikasi Antarpribadi tidak hanya mencangkup aspek-aspek isi pesan dan

hubungan Antarpribadi. Komunikasi Antarpribadi tidak hanya berkenaan dengan isi pesan yang diperlukan, tetapi juga melibatkan siapa perantara komunikasi kita dan bagaimana hubungan kita dengan partner tersebut.

4. Komunikasi Antarpribadi mengisyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihak-pihak yang berkomunikasi.

5. Komunikasi Antarpribadi melibatkan pihak-pihak yang saling tergantung satu dengan lainnya dalam proses komunikasi.

6. Komunikasi Antarpribadi tidak bisa diubah maupun diulang. Jika kita salah mengucapkan sesuatu kepada partner komunitas kita, mungkin kita dapat meminta

(7)

maaf dan diberi maaf, tetapi itu tidak berarti menghapus apa yang pernah diucapkan. Kita tidak dapat mengulang suatu pertanyaan dengan harapan untuk mendapatkan hasil yang sama karena respon partner komunitas kita.

Komunikasi Antarpribadi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu komunikasi diadik dan komunikasi triadic (Effendy, 2003). Pendapat lain yang menjelaskan tentang jenis-jenis komunikasi Antarpribadi diuraikan oleh Wayne Pace dalam canggara (2007:32-33) lebih spesifik mengkomunikasi antarpribadikan bahwa komunikasi Antarpribadi menurut jenisnya dapat dibedakan menjadi 2 macam:

1. Komunikasi Diadik

Proses yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka. komunikasi Antarpribadi menurut Pace dapat dilakukan dalam tiga bentuk yakni percakapan, dialog dan wawancara. Komunikasi Antarpribadi berlangsung dalam situasi yang lebih intim, lebih dalam, dan lebih personal sedangkan wawancara dilakukan dalam bentuk yang lebih serius, yakni ada yang lebih dominan pada posisi bertanya dan menjawab.

2. Komunikasi Kelompok kecil

Komunikasi Antarpribadi dalam kelompok kecil adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka, dimana anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lainnya.

Berikut terdapat tiga hambatan yang terjadi dalam komunikasi Antarpribadi antara lain yaitu:

1. Hambatan Mekanik, timbul akibat adanya gangguan pada saluran komunikasi, seperti terganggu saluran magnetik oleh getaran-getaran lain. Sehingga, mengakibatkan pesan yang disampaikan melalui saluran tersebut tidak jelas sampai kepada komunikan.

2. Hambatan Sistematik, sering terjadi pada tahap-tahap proses komunikasi Karena berkisar pada masalah apa yang di komunikasikan dan disampaikan pada tahapan-tahapan komunikasi. Suatu pesan akan berarti lain pada seseorang dalam situasi dan konteks yang berbeda, hal ini juga disebabkan karena adanya gangguan terhadap pengertian pesan yang disampaikan oleh komunikator sehingga timbul salah pengertian.

3. Hambatan Manusiawi, sebagai masalah yang paling semu dalam semua proses komunikasi karena berasal dari manusia itu sendiri. Hal ini terjadi karena adanya faktor emosi dan prasangka pribadi, persepsi, kecakapan dan ketidakcakapan, kemampuan atau ketidak mampuan panca indera.

(8)

Seperti penjelasan sebelumnya, komunikasi Antarpribadi merupakan komunikasi paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang. Terdapat beberapa macam efektifitas komunikasi Antarpribadi (Devito 1997: 259-263) antara lain:

1. Keterbukaan (Openess), yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan Antarpribadi. Keterbukaan atau sikap terbuka sangat berpengaruh dalam menumbuhkan komunikasi antarpribadi yang efektif. Keterbukaan adalah pengungkapan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan untuk memberikan tanggapan kita di masa kini tersebut.

2. Empati (Empathy), yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain. Komunikasi antarpribadi dapat berlangsung kondusif apabila komunikator (pengirim pesan) menunjukkan rasa empati pada komunikan (penerima pesan). Apabila empati tersebut tumbuh dalam proses komunikasi antarpribadi, maka suasana hubungan komunikasi akan dapat berkembang dan tumbuh sikap saling pengertian dan penerimaan.

3. Dukungan (Supportiveness), yaitu situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif. Dalam komunikasi antarpribadi diperlukan sikap memberi dukungan dari pihak komunikator agar komunikan mau berpartisipasi dalam komunikasi. Hal ini senada dikemukakan Sugiyono (2005:6) dalam komunikasi antarpribadi perlu adanya suasana yang mendukung atau memotivasi, lebih-lebih dari komunikator. Rahmat (2005:133) mengemukakan bahwa “sikap supportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif.

4. Rasa positif (positivenes), seseorang harus memiliki perasaan dan sikap positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.

5. Kesetaraan atau kesamaan (Equality), yaitu pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.

Dalam interaksi komunikasi antarpribadi terdapat karakteristik penting untuk menjelaskan hubungan Antarpribadi. Hubungan Antarpribadi berlangsung melalui beberapa tahap, mulai dari tahap interaksi awal sampai keputusan. Terdapat lima tahap yang menguraikan tahap-tahap penting dalam pengembangan hubungan (De Vito, 1997). Kelima tahap ini adalah:

1. Kontak (Contact) pada tahap pertama kita membuat kontak, ada beberapa macam persepsi alat indera. Anda melihat, mendengar, dan membaui seseorang. Tahap awal ini menentukan

(9)

seseorang untuk memutuskan tetap melanjutkan ketahap berikutnya atau menghentikan langkahnya untuk melakukan komunikasi dengan lawan bicaranya.

2. Keterlibatan (Invorment)

Tahap keterlibatan adalah tahap pengenalan lebih jauh. Ketika kita mengikatkan diri kita untuk lebih mengenal orang lain dan juga mengungkapkan diri kita. Bila ini termasuk kepada hubungan yang romantis anda akan melakukan kencan pada tahap ini.

3. Keakraban (Intimacy)

Pada tahap keakraban, anda mengikat diri anda lebih jauh pada orang lain. Anda mungkin membina hubungan primer. Dimana orang lain menjadi sahabat baik atau kekasih anda. 4. Perusakan

Dua tahap berikutnya penurunan hubungan, ketika ikatan diantara kedua pihak melemah. Pada tahap perusakan anda mulai merasa hubungan ini mungkin tidaklah sepenting yang anda pikirkan sebelumnya. Hubungan semakin menjauh. Makin sedikit waktu senggang yang dilalui bersama dan apabila anda berdua bertemu, hubungan atau interaksi antara individu semakin merenggang. Apabila tahap ini semakin parah sampai akhirnya timbul tahap akhir pemutusan.

5. Pemutusan (Solution/Disolution)

Tahap pemutusan adalah tahap pemutusan ikatan yang mempertalikan kedua pihak. Pemutusan bisa berupa dampak positif maupun dampak negatif. Begitu juga dalam pengungkapan diri kaum homoseksual itu sendiri terhadap komunitasnya. Dimana dalam tahap-tahap pemutusan bisa dalam bentuk pemutusan hubungan dengan pasangan mereka untuk mengakhiri hubungan asmara maupun dalam bentuk pemutusan hubungan untuk kembali dalam keadaan penuh romantisme dengan melakukan perbaikan dalam hubungan mereka.

Bahasa dalam Sub Kultur Kaum Homoseksual

Orang-orang yang memiliki latar belakang sosial budaya yang berbeda lazimnya berbicara dengan cara yang berbeda. Perbedaan ini boleh jadi menyangkut dialek, intonasi maupun kosakata yang digunakan untuk berbicara. Bahasa adalah istitusi sosial yang dirancang, dimodifikasikan dan dikombinasi untuk memenuhi kebutuhan kultur atau subkultur yang terus berubah. Karena bahasa dari budaya satu berbeda dari budaya lain dan sama pentingnya bahasa dari suatu subkultur berbeda dari bahasa dari subkultur yang lain (Montgomery, 1986) dalam Devito (1958; 157).

(10)

Terdapat dua pengelompokan bahasa. Yaitu bahasa verbal dan non verbal. Bahasa verbal bisa berupa penggunaan kata yang dsampaikan secara langsung. Sedangkan bahasa non verbal itu berupa isyarat-isyarat kata yang dikeluarkan dari reaksi wajah, gerakan tubuh serta simbolsimbol yang dihasilkan dari panca indera kita sendiri. Tidak ada struktur yang pasti, tetap, dan dapat diramalkan mengenai hubungan antara komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. Keduanya dapat berlangsung spontan bahkan serentak.

Dalam pembahasan ini yang dimaksud subkultur adalah kelompokkelompok dalam sebuah kultur yang besar. Ini didasarkan atas wilayah geografis, pekerjaan, orientasi afeksi, guru, seniman, heteroseksual, homoseksual. Semuanya dapat dipandang sebagai subkultur tergantung pada konteksnya.

Karena minat yang sama merupakan subkultur (munculnya kelompok-kelompok), sub bahasa muncul. Istilah bahasa digunakan oleh kelompok subkultur tertentu yang didalam kulturnya lebih dominan. Ada beberapa jenis subbahasa yang banyak dikenal adalah argot, cost, jargon dan slang (Sihabudin, 2011:77). Begitu juga dalam komunikasi antar budaya terdapat beberapa subkultur. Salah satunya antara lain bahasa “Argot”. Permasalahannya bahasa yang digunakan sehari-hari oleh kaum homoseksual dalam berinteraksi sesama komunitasnya termasuk dalam bagian bahasa “Argot”.

Argot adalah kosakata khusus yang berkembang di kalangan dunia hitam. Misalnya pencopet, pembunuh, germo dan pelacur. Sebuah subkultur yang dapat dikatakan menyimpang. Dalam bentuknya yang murni argot tidak dimengerti oleh orang luar, tetapi karena sering diucapkan di film atau televisi, bahasa tersembunyi itu bisa dikenal. Contohnya mami (germo wanita), pentongan istilah waria untuk menyatakan alat kelamin laki-laki dan masih banyak argot lain yang berkembang di kalangan masyarakat seperti observasi penelitian (Sihabudin, 2011:81).

Bahasa gaul kaum homoseksual berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan menemukan sejumlah kata yang mereka gunakan, misalnya duta (duit/uang), maharani (mahal) sapose (siapa), kemandro chint (kamu mau kemana), lekong (laki-laki), nek/mak/chint/cun (panggilan akrab untuk homoseksual), kelinci (kecil), gedong (besar), inang (iya), rexona (rokok), tinta mawar (tidak mau), cucox (cakep/keren) sekong (gay),lesbong (lesbi).

Sebagian besar penggunaan bahasa gaul kaum homoseksual hampir sama dengan penggunaan bahasa gaul kaum waria. Sehingga bahasa gaul yang digunakan kaum homoseksual dalam komunitasnya serta kaum waria sama-sama memakai kosakata yang sama. Selain itu bahasa non verbal yang digunakan dalam menarik perhatian komunitas

(11)

mereka di kota Serang lebih mengutamakan permainan mata. Walaupun di berbagai daerah memiliki tanda/symbol tersendiri bagi kaum homoseksual untuk berkenalan dengan orang lain. Namun bagi homoseksual yang ada dikota Serang lebih menekankan permainan bahasa tubuh mereka.

Homoseksualitas juga dapat didefenisikan sebagai orientasi atau pilihan seks yang diarahkan pada orang atau ketertarikan dari jenis kelamin yang sama (Oetomo, 2001:6). Dalam pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia homoseksualitas dimasukan dalam kategori gangguan psikoseksual, dan disebut sebagai orientasi seksual egodistonik, yaitu “identitas jenis kelamin atau preferensi seksual tidak diragukan, tetapi individu berharap yang lain disebabkan oleh gangguan psikologis dan perilaku serta mencari cara untuk mengubahnya”, artinya homoseksualitas dianggap suatu kelainan hanya bila individu merasa tidak tenang dengan orientasi seksual dan bermaksud mengubahnya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1998:115).

Teori yang digunakan dalam penelitian yaitu berhubungan dengan Komunikasi Interaksi Simbolik yang berawal dari kedekatan rasional dan seterusnya kedekatan yang terjadi melalui proses bertahap pengungkapan diri dengan menggunakan simbol-simbol yang telah di akui kebersamaan anata anggota komunitas dalam pengungkapan diri. Akhirnya mencapai proses tahap dangkal sampai tahap intim. Teori interaksi simbolik menekankan pada hubungan antara symbol dan interaksi, serta inti dari pandangan pendekatan ini adalah individu (Soeprapto, 2007).

Menurut Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (1993) dalam West-Turner (2008: 96), interaksi simbolik pada intinya menjelaskan tentang kerangka referensi untuk memahami bagaimana manusia, bersama dengan orang lain, menciptakan dunia simbolik dan bagaimana cara dunia membentuk perilaku manusia. Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia (Mind) mengenai diri (Self), dan hubungannya di tengah interaksi sosial, dan tujuan bertujuan akhir untuk memediasi, serta menginterpretasi makna di tengah masyarakat (Society) dimana individu tersebut menetap. Seperti yang dicatat oleh Douglas (1970) dalam Ardianto (2007: 136), Makna itu berasal dari interaksi, dan tidak ada cara lain untuk membentuk makna, selain dengan membangun hubungan dengan individu lain melalui interaksi.

Definisi singkat dari ke tiga ide dasar dari interaksi simbolik (Ardianto, Elvinaro dan Bambang Q-Anees, 2007), antara lain:

(12)

1. Pikiran (Mind) adalah kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain.

2. Diri (Self) adalah kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri (the-self) dan dunia luarnya.

3. Masyarakat (Society) adalah jejaring hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya.

Tiga tema konsep pemikiran George Herbert Mead yang mendasari interaksi simbolik antara lain:

1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia

Tema pertama pada interaksi simbok berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya makna itu tidak ada artinya, sampai pada akhirnya di konstruksi secara interpretif oleh individu melalui proses interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama.

2. Pentingnya konsep mengenai diri

Tema kedua pada interaksi simbolik berfokus pada pentingnya ”Konsep diri” atau ”Self-Concept”. Dimana, pada tema interaksi simbolik ini menekankan pada pengembangan konsep diri melalui individu tersebut secara aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lainnya.

3. Hubungan antara individu dengan masyarakat.

Tema terakhir pada interaksi simbolik berkaitan dengan hubungan antara kebebasan individu dan masyarakat, dimana asumsi ini mengakui bahwa norma-norma sosial membatasi perilaku tiap individunya, tapi pada akhirnya tiap individu-lah yang menentukan pilihan yang ada dalam social kemasyarakatannya.

Penelitian ini mengacu pada teori pendukung pertukaran social (social exchange) yaitu model yang digunakan untuk menganalisis hubungan antarpersonal (interpersonal communication) Teori Pertukaran Sosial dari Thibault dan Kelley ini menganggap bahwa bentuk dasar dari hubungan sosial adalah sebagai suatu transaksi dagang, dimana orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu untuk memenuhi

(13)

kebutuhannya. Teori ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Thibaut dan Kelley, pemuka utama dari teori ini menyimpulkan teori ini sebagai berikut: “Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya”.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang akan dilakukan adalah kualitatif dalam bentuk studi fenomenologi. Tipe Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi fenomenologi yang kajiannya dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail. Studi fenomenologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengungkapan diri kaum homoseksualitas terhadap komunitasnya di kota Serang.

Untuk itu peneliti memilih 4 (empat) orang informan dalam penelitian ini, dengan latar belakang status yang mereka miliki. Keseluruhan informan berada pada kawasan yang tersebar di kota Serang Banten. Rujukan empat orang informan diambil dari hasil observasi yang dilakukan terhadap komuniats gay di kota Serang dengan menggunakan media jejaring sosial sebagai langkah awal perkenalan peneliti dengan informan penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan penggunaan bahan dokumentasi. Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan triangulasi data. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data itu.

PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, obeservasi serta dokumentasi. Dalam melakukan wawancara, penulis membutuhkan waktu tiga bulan, dimulai dari April 2011 hingga Juni 2011. Penelitian ini bertempat di Kota Serang Banten. Namun, peneliti menfokuskan objek penelitian pada berbagi aspek cara pendekatan diri kaum homoseksual yang ada di kota Serang peneliti menyiapkan beberapa pertanyaan yang sama untuk empat orang informan. Berdasarkan hasil wawancara tidak berstruktur tersebut, dapat diketahui bahwa informan menggunakan berbagai macam cara untuk melakukan pengungkapan diri serta berinteraksi dengan komunitas maupun teman sejenis mereka. Dalam berkomunikasi kaum homoseksual menggunakan bahasa atau simbol-simbol

(14)

tertentu dalam berinteraksi yang mencerminkan kepribadian mereka untuk menunjukan keberadaan mereka dalam komunitas homoseksual yang ada di kota Serang.

Selain wawancara tidak berstruktur, peneliti juga melakukan observasi. Observasi dilakukan peneliti selama 3 bulan dalam pengamatan terhadap gejala-gejala yang tampak pada objek penelitian. Karena peneliti melakukan observasi berpartisipasi maka dalam melakukan pengumpulan data peneliti mempunyai kesempatan untuk bergabung dalam komunitas dan berpartisipasi dalam kegiatan sambil melakukan pengamatan. Berdasarkan hasil observasi, dapat disimpulkan bahwa mayoritas kaum homoseksual melakukan pengungkapan diri dengan cara langsung bergabung melalui media dan situs-situs tertentu serta perkenalan dari teman ke teman. Sehingga cara pendekatan komunikasi antarpribadi yang dilakukan kaum homoseksual itu sendiri lebih cepat terjalin dan interaksi lebih cepat dalam pengenalan diri satu sama lain.

Kebanyakan dari homoseksual yang ada melakukan pengungkapan diri dengan berperilaku menarik perhatian orang yang ada di sekitar mereka baik menggunakan kata-kata tertentu bahkan penggunaan bahasa tubuh. Bahasa tubuh yang dimaksud disini seperti berperilaku ngondek atau berperilaku kemayu serta menirukan gerakan perempuan berjalan dengan lenggokan-lenggokannya. Selain itu dengan ucapan-ucapan kata yang dikeluarkan dengan bahasa tersendiri yang hanya diketahui sesame komunitas mereka. Penggunaan symbol lebih kepada komunikasi non verbal yaitu gerakan mata, permainan tangan dan gerakan-gerakan yang memancing lawan mereka. tidak adanya penggunaan simbol yang nyata dari kehidupan homoseksual di kota Serang. Namun, permainan mata, gerakan tubuh dan tindakan yang mengundang perhatian itu sebagai ciri keberadaan mereka.

Contoh kongkritnya, ketika dalam sebuah kafe seorang homoseksual akan mencari target mereka dengan memasang mata tajam, suka melirik-lirik orang. Ketika mereka melihat targetnya mereka akan fokus pada satu pandangan yaitu target mereka tersebut. Mereka akan mencari tahu apakah targetnya tersebut adalah seorang homoseksual dengan sering memperhatikan setiap gerak gerik yang dilakukan. Ketika target melihat dan menoleh si pelaku homoseksual, maka homoseks akan memalingkan matanya dan membuang pandangan, itu biasa dilakukan hingga berulang kali hingga akhirnya pelaku homoseksual yakin kalau target yang dilihatnya adalah seorang homoseksual juga atau tidak. Karena tanpa disadari setiap individu homoseksual pasti telah memiliki filling atau insting tersendiri ketika mereka melihat pasangan mereka masing-masing. Hingga akhirnya homoseksual tahu targetnya adalah pelaku sesama jenis dia akan melakukan interaksi simbolik sebagai wujud

(15)

pola komunikasi langkah awal yang dilakukan untuk berinteraksi dan meyakinkan kembali akan keberadaan mereka masing masing.

Bahasa yang digunakan termasuk kedalam bahasa argot. Dimana penggunaan bahasa hampir mirip dengan bahasa waria. Penggunaan bahasa kaum homoseksual dalam kehidupan berkomunitas tidak semuanya diterapkan. Bahkan dalam berkomunikasipun hanya sebagian dari mereka menggunakan bahasa tersebut”. Mayoritas dari homoseksual yang tergolong dengan sikap kecowok-cowokan (Manly) lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Hal yang sama juga disampaikan oleh Satria bahwa “...dalam bergaul bahasa ini bukan menjadi bahasa yang diwajibkan oleh homoseksual. Namun penggunaan bahasa “Slang” ini digunakan dalam Joke tertentu”.

Serta pola komunikasi homoseksual dilakukan dengan tahap-tahap pendekatan layaknya pertemanan heteroseksual. Mulai dari tahap interaksi awal sampai keputusan.tahap-tahap yang dilakukan homoseksual tidak terlepas dari interaksi simbolik yang dihasilkan dalam berinteraksi. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap informan ada beberapa tahap pola komunikasi yang dijalani oleh informan. Seperti yang disampaikan oleh Adi 25 Tahun. Cara berinteraksi yang dilakukan informan yaitu dengan trik sendiri.

Pola Komunikasi kaum homoseksual

Terdapat dua cara pendekatan komunikasi yang dilakukan penggunaan media online seperti jejaring sosial merupakan salah satu media yang prioritas dilakukan. Efek yang ditimbulkan pun yaitu semakin banyaknya peluang yang dihasilkan oleh informan untuk berinteraksi dengan komunitas mereka. Dari tahap pencarian setiap individu akan lanjut ke tahap proses lebih mendalam dengan cara mengajak berkenalan satu sama lain. Hingga akhirnya memutuskan untuk menjalin hubungan. Komunikasipun layak dilakukan seperti kehidupan biasa dengan berinteraksi sesama komunitas tanpa ada simbol atau sandi tertentu

Individu Media Jejaring Sosial Dari teman ke teman Proses pertemuan Membina hubungan

(16)

yang dibuat berdasarkan kesepakatan komunitas homoseksual. Dalam arti kata pola komunikasi terjalin dengan sendirinya setelah menggunakan perantara.

Langkah-langkah Perkenalan Homoseksual

Pola Komunikasi Hasil Penelitian

Pendekatan Interaksi terjalin Relationship

Menarik perhatian pasangan Perkenalan dan pendekatan

individu Komunitas homoseksual

(kelompok/individu) Membina hubungan untuk berinteraksi Ending relationship Relationship Pengungkapan diri Perkenalan, Obrolan biasa,

Mulai pengungkapan diri, Perasaan,

Hubungan puncak

(17)

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Pola komunikasi antarpribadi yang dilakukan homoseksual berdasarkan 4 informan berbeda-beda sesuai kepribadian individu, begitu juga penggunaan symbol/tanda yang digunakan oleh kaum homoseksual. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kehidupan homoseksual Kota Serang berbeda dari kota-kota besar lainnya. Dalam arti kata tidak ada penggunaan symbol-simbol yang mencolok dari kehidupan homo seksual di Kota Serang. Untuk menentukan seseorang itu homoseksual atau bukan dapat dilihat dari gaya berbicara yang ditampilkan. Artinya hasil penelitian dari informan menyatakan bahwa setiap individu homoseksual memiliki insting tersendiri ketika mereka bertemu dan berhubungan dengan sesama jenis untuk memutuskan laki-laki tersebut homoseksual atau tidak. Namun, simbol-simbol tersebut diganti dengan bahasa non verbal seperti gaya bicara, berjalan, tingkah laku, bahasa tubuh yang menunjukkan bagaimana seorang homoseksual menyatakan diri mereka adalah homoseksual secara tidak langsung. Sedangkan ciri-ciri yang ada dalam realita homoseksual di Kota Serang dilihat dari cara mereka berpakaian dengan tampilan lebih fashionable, dengan memperhatikan cara style berpakaian. Pola hidup (lifestyle) kehidupan ingin tampil glamour dalam kehidupan. Dapat diartikan mereka baik dari segi berbusana, kehidupan serta pola hidup serba instan dan mewah. Sesuai dengan interaksi simbolik yang melambangkan adannya simbol atau cirri tertentu yang membedakan homoseksual itu sendiri. Dimana dalaminteraksi simbolik ditinjau dari bahasa verbal dan non verbal. Ini semua terjadi di Kota Serang.

2. Penggunaan bahasa yang digunakan terdapat dua pengelompokkan bahasa yaitu bahasa verbal dan non verbal. Bahasa verbal dapat berupa penggunaan kata yang disampaikan secara langsung. Sedangkan bahasa non verbal berupa isyarat-isyarat kata yang dikeluarkan dari gerakan tubuh, ekspresi wajah, vara berperilaku serta simbol yang dihasilkan dari panca indera individu. Namun, hasil penelitian berikut mengenai bahasa verbal yang digunakan kaum homoseksual di kota Serang dalam pengungkapan diri dalam kehidupan sehari-hari kaum homoseksual menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah untuk berkomunikasi. Namun, dalam bergaul sesama komunitas, mereka cenderung menggunakan bahasa tersendiri. Dimana bahasa yang diucapkan identik dengan penggunaan bahasa waria. Realita penggunaan bahasa homoseksual dalam melakukan pengungkapan diri tergantung situasi dan

(18)

kondisi lingkungan mereka. Yaitu dilihat dari keberadaan mereka. Namun, lebih ditekankan pada bahasa Indonesia dan bahasa tersendiri.

3. Pola komunikasi menjelaskan bagaimana proses pengungkapan diri yang digunakan dalam pengungkapan diri mereka terhadap komunitas dengan menggunakan alur komunikasi. Komunikasi yang dilakukan tidak lepas dari penggunaan media. Seperti jejaring sosial, manjam, serta grup tertentu. Berawal dari tahap perkenalan pola komunikasi berkembang ke tahap selanjutnya seperti pendekatan, pembinaan hubungan, pacaran dann berakhir dengan tahap klimaks yaitu pemutusan hubungan. Pola komunikasi yang dijalin oleh kalangan setiap homoseksual dapat saja berakhir. Dikarenakan telah menemukan penggantinya. Dalam artian kehidupan homoseksual diibaratkan dalam lingkaran setan karena pertemanan dan hubungan homoseksual akan berputar pada tempat yang sama dengan orang yang sama dan terperangkap nafsu seks. Karena seksualitas menentukan seseorang.

Setelah peneliti melakukan penelitian dilapangan terhadap masukan dari informan mengenai keberadaan kaum homoseksual dikota Serang Banten antara lain:

1. Penggunaan simbol atau ciri yang digunakan lebih diperjelas kemana arahnya. Sehingga pihak luar juga dapat memprediksikan dari dalam berinterkasi dengan homoseksual. Dengan symbol atau ciri yang jelas, sesama homoseksual juga dapat mengenal satu sama lain.

2. Penggunaan bahasa yang digunakan dalam pengungkapan diri sebaiknya memakai bahasa formal (Indonesia/daerah) agar konsep penggunaan bahasa waria tidak sama dengan bahasa homoseksual/ karena banyak persepsi yang muncul di masyarakat bahasa waria hampir sama dengan homoseksual.

3. Pola komunikasi yang terjadi sudah dinarasikan secara jelas. Sehingga telah mengetahui alur komunikasi yang terjadi. Namun, berusaha keluar dari alur pola komunikasi yang biasa dilakukan, akan menjadi perubahan dan cara tersendiri bagi komunitas homoseksual untuk melakukan pengungkapan diri. Sehingga dengan adanya cara tersendiri membuat individu atau komunitas homoseksual lainnya dapat dengan mudah mengetahui lawan bicaranya.

4. Homoseksual merupakan perilaku menyimpang. Namun, keberadaan komunitas yang ada baik dari individu maupunkelompok untuk tidak mendeskriminasikan keberadaan mereka. Serta mendapatkan pengucilan dari kehidupan sosial.

(19)

5. Tidak selamanya keberadaan homoseksual itu dalam pola pikir negatif. Banyak dari homoseksual termasuk dalam kategori individu yang cerdas dan berprestasi dalam bidangnya.

6. Sampai kapanpun keberadaan homoseksual tidak akan hilang dari realita kehidupan. Jadi, berperilaku sewajarnya dalam bermasyarakat serta mengetahui norma-norma yang berlaku agar tidak mendapatkan diskriminasi dalam kehidupan sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro dan Bambang Q-Anees. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Devito, Joseph A 1997. Komunikasi Antar Manusia, Kuliah Dasar. Edisi 5. Jakarta: Profesional Books.

Effendi, Onong Uchjana. 2003. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bak.

Hadi, Taufik. 2000. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Hartini dan Kartasaputra dalam puspita, 2009. skripsi : Komunikasi Waria di Desa (Studi Fenomologi Eksistensi Waria di Desa Talang Bunut Kecamatan Lebong), Bandung : Universitas Padjajaran

Koentjaraningrat. 1991. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

_______________. 2009. Metodelogi Penelitian Komunikasi Fenomenologi Konsep, Pedoman dan contoh Penelitian. Jakarta: Widya Padjajaran.

Rakhmat, Jalaluddin. 1995. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

_________________. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. RemajaRosdakarya. Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif . Bandung: CV. ALFABETA.

_____________. 2008. Metode Penelitian Kualitatif dan R&D. Bandung: CV.ALFABETA Sihabudin, Ahmad. 2011. Komunikasi Antar Budaya sebuah perpektif multidimensi. Jakarta.

PT. Bumi Aksara

Soeprapto, Riyadi. 2007. Teori Interaksi Simbolik. Jakarta.

Tubbs, Stewart L dan Moss, Sylvia. 1996. Human Communication, Konteks-konteks Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

(20)

http://eprints.Undip.ac.id//11145// Pengambilan-keputusan-menjadi-homoseksual pada- laki-laki-usia-dewasa-awal http://netsains.com/2009/04/psikologi-remaja-karakteristik-dan-permasalahannya/ http://kuliahpsikologi.dekrizky.com/masa-remaja. www.narth.com. 2005 www.pancarananugerah.org. 2010

---. Wikipedia “Pengertian Komunitas” ---. Sumber Depkes RI, Tahun 2008. www.edwies.com. Tipe-tipe Homoseksual

http://dokteriwan.blogspot.com/ unduh tanggal 28 April 2011/ 04.24am

http://manajemenkomunikasi.blogspot.com/2010/08/sejarah-teori-interaksisimbolik. html /. Unduh tanggal 23.04.11 / 02.16AM/

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pengungkapan diri kaum gay dengan keluarga, teman dan lingkungan, hambatan-hambatan apa saja yang ditemui

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah negosiasi identitas dan pola interaksi kaum banci di Kota Bandar Lampung.. Penelitian ini menggunakan

D1212050, Pola Komunikasi Interpersonal Kaum Lesbian dalam Mengungkap Diri (Self Disclosure)-(Studi Kasus Peran Komunikator dan Komunikan Kaum Lesbian dalam

Berasaskan teori Contact Hypothesis, tinjauan ini dijalankan dengan objektif khusus berikut: 1 mengenalpasti persepsi terhadap iklim hubungan kaum dan pola komunikasi merentas

Penulisan skripsi dengan Judul “PEMAKNAAN KAUM GAY TENTANG RELASI SOSIAL HOMOSEKSUAL (STUDI PADA KOMUNITAS IKATAN GAY DI KOTA MALANG)”, adalah karya akhir yang

Hasil analisis data sampai pada kesimpulan, bahwa penyingkapan diri lebih sering dilakukan ketika berkaitan dengan hal-hal yang memang lazim di dalam perbincangan publik, sementara

Berdasarkan hasil wawancara dengan teman gay Triana, dalam menggunakan simbol ekpresi wajah, pada kaum gay sama seperti orang normal, ekspresi wajah akan disesuaikan dengan

Pada proses awal penanganan konseling siswa masih menutup diri dari gurunya, hal ini dapat terlihat dari simbol non verbal yang ditunjukan misalnya menjaga jarak dalam