Perbandingan Hasil Perhitungan LUEC PLTN Dengan
Menggunakan Model Legecost, Mini G4Econsdan Nest
Mochamad Nasrullah
1, a)1Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir (PKSEN)‐BATAN a)Telp/Fax : (021) 5204243 Email:nasr@batan.go.id Abstrak Perhitungan biaya pembangkitan listrik sangat diperlukan dalam perusahaan listrik dalam menetapkan kebijakannya. Model perhitungan diperlukan untuk menghitung biaya pembangkitan listrik sehingga dapat dihasilkan perhitungan yang akurat. Tiga model perhitungan Levelized Unit Electricity Cost (LUEC) atau biaya pembangkitan listrik dari IAEA (International Atomic Energy Agency) yang selama ini digunakan BATAN dalam menghitung harga keekonomian PLTN terdiri dari LEGECOST, Mini G4ECONS dan model NEST. Metodologi meliputi perhitungan biaya pembangkitan (Levelized Unit Electricity Cost) dengan menggunakan ketiga software tersebut dengan discount rate 10% per tahun dan dengan asumsi input data untuk ketiga model sama, dan dengan puncak waktu penggunaan beban tahunan 7884 jam (sesuai dengan load factor 90%). Hasil perhitungan menunjukkan biaya pembangkitan listrik PLTN model LEGECOST sebesar 86,82 mills$/kWh model Mini G4ECONS dan model NEST masing‐masing sebesar 90,16 mills$/kWh dan 94,02 mills$/kWh. Hasil perhitungan ketiga modul menunjukkan kesamaan pada biaya operasi dan perawatan yaitu sebesar 15,39 mills$/kWh. Perbedaan hasil perhitungan terletak pada biaya investasinya, model LEGECOST lebih murah yaitu sebesar 65,02 mills$/kWh dibandingkan dua model lainnya yaitu sebesar 67,10 mills$/kWh dan 68,35 mills$/kWh.Sedangkan bahan bakar model NEST lebih mahal yaitu sebesar 9,83 mills$/kWh dibandingkan kedua model yang relatif sama yaitu sebesar 4,71 mills$/kWh. Perbedaan biaya pembangkitan listrik dari yang termurah sebesar rata‐rata sebesar 4 mills$/kWh, artinya dengan selisih tidak terlalu besar, maka pertimbangan jika menghitung biaya pembangkitan listrik dapat diambil salah satu model tersebut. Meskipun tampilan model menggunakan spreadsheet, namun masing‐masing model mempunyai karakteristik khusus dalam pengoperasiannya. Untuk model LEGECOST mempunyai tampilan spreadsheet dalam dollar konstan dan bisa menghitung biaya pembangkit listrik lainnya. Hal ini sama dengan Model NEST, pada tampilan spreadsheet dalam dollar konstan dan bisa menghitung biaya pembangkit listrik lainnya, namun dalam model NEST juga bisa menghitung mempunyai kelebihan yang bias dijadikanTiga model ini bisa dijadikan benchmark untuk menghitung biaya pembangkitan listrik baik untuk PLTN maupun non PLTN di Indonesia.
Kata kunci: Biaya Pembangkitan Listrik, LEGECOST, Mini G4Econs, NEST
Pendahuluan
Bagian Kebutuhan energi listrik di Jawa‐Madura‐Bali akan semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk dan rasio elektrifikasi. Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) mengasumsikan bahwa selama periode tahun 2005 s.d 2025 Gross Domestic Regional Product (GDRP) tumbuh 6,2% per tahun, jumlah penduduk tumbuh 0,9% per tahun, dan rasio elektrifikasi pada tahun 2025 mencapai 93%. Pertumbuhan permintaan energi listrik untuk periode 2005 – 2025 diperkirakan akan tumbuh rata‐rata 7,2% per tahun. Mengingat kebutuhan
(demand) listrik dipastikan akan terus meningkat, sementara penyediaan (supply) energi dari sumber sumber konvensional (fossil) di masa mendatang semakin terbatas, maka tenaga nuklir merupakan salah satu opsi untuk memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia[1].
Energi Nuklir adalah sumber energi potensial, berteknologi tinggi, berkeselamatan handal, ekonomis, dan berwawasan lingkungan, serta merupakan sumber energi alternative yang layak untuk dipertimbangkan dalam Perencanaan Energi Jangka Panjang bagi Indonesia guna mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Mengingat situasi penyediaan (supply) energi konvensional termasuk listrik nasional di masa mendatang semakin tidak seimbang dengan kebutuhannya (demand), maka opsi nuklir dalam perencanaan sistem energi nasional jangka panjang merupakan suatu solusi yang diharapkan dapat mengurangi tekanan dalam masalah penyediaan energi khususnya listrik di Indonesia. [2].
BATAN sebagai Lembaga Pemerintah, berdasarkan Undang‐undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, telah dan akan terus bekerja bersama‐sama dengan Lembaga Pemerintah terkait, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga dan Masyarakat Internasional, dalam mempersiapkan pengembangan energi nuklir di Indonesia, khususnya dalam program persiapan pembangunan PLTN. Adapun Salah satu kegiatan yang harus dilakukan dalam rangka mempersiapkan pengembangan energi nuklir tersebut adalah studi dan kajian aspek ekonomi PLTN. Penelitian Studi ini merupakan studi khusus, dan sehubungan Pembangkit Listrik dengan menggunakan energi nuklir ini PLTN yang belum pernah di bangun di Indonesia, maka diperlukan penelitian bukan hanya menangani dalam menangani studi ekonomi saja, tetapi juga harus berpengalaman dalam masalah kelistrikan di Indonesia, sekaligus yang mengerti tentang masalah pengetahuan tentang ketenaganukliran di Indonesia [2].
Penelitian ini dilakukan Studi bertujuan untuk menghitung biaya pembangkitan listrik PLTN yang menggunakan tipe PWR dengan satuan mills$/kWh dari berbagai model/software yang semua model tersebut dikeluarkan oleh IAEA (International Atomic Energy Agency) dalam bentuk spreadsheet. Tiga model perhitungan biaya pembangkitan listrik dari IAEA yang selama ini digunakan BATAN dalam menghitung harga keekonomian PLTN terdiri dari LEGECOST, Mini G4ECONS dan model NEST. Studi Penelitian dilakukan dengan mengambil data sekunder dan menggunakan data terbaru dan telah disesuaikan dengan studi tahun 2014. Dalam penelitian ini akan dihitung biaya sesaat (Overnight cost), komponen biaya bahan bakar (front‐end costs) menggunakan data harga bulanan tahun 2014. Upah tenaga kerja yang ada diasumsikan diambil dari data Indonesia berdasarkan sesuai standar gaji PT PLN (Persero). Dalam penelitian ini akan dikaji biayaLUEC (Levelized Unit Electricity Cost) untuk PLTN jenis PWR yaitu AP 1000 yang mempunyai kapasitas daya listrik 1000 MWe.Tujuan Penelitian untuk menghitung biaya pembangkitan listrik atau Levelized Unit Electricity Cost (LUEC) dengan menggunakan tiga model/software yaitu LEGECOST, Mini G4ECONS, dan model NEST yang mempunyai satuan mills$/kWh. Menganalisis hasil perhitungan ketiga model termasuk kelemahan dan kelebihan jika menggunakan ketiga model tersebut. Metodologi Harga listrik teraras adalah biaya pembangkitan per kWh yang di‐levelized, yang terdiri dari biaya modal, biaya operasi dan perawatan tetap (fixed operational and maintenance cost), biaya operasi dan perawatan tetap (variable operational and maintenance cost) dan biaya bahan bakar. Harga listrik teraras tidak termasuk biaya transmisi, sehingga sering disebut juga busbar cost. Pada beberapa literatur harga listrik teraras juga disebut Levelized Cost Of Electricity (LCOE). Perbandingan keekonomian pembangkit tenaga listrik secara internasional maupun perbandingan jenis pembangkit yang berbeda biasa dilakukan dengan konsep harga listrik teraras ini, yang sering juga disebut
discounted levelized cost. Harga listrik teraras adalah biaya rata‐rata teraras (levelized), yaitu biaya yang diperlukan (dalam mata uang tetap) per kWh yang memperhitungkan semua biaya, meliputi biaya kapital pembangunan pembangkit, biaya operasi dan biaya bahan bakar. Untuk PLTN, selain Biaya‐biaya tersebut harus ditambah dengan biaya pengelolaan limbah dan dekomisioning, tanpa memperhitungkan biaya sosial‐politik[3].
Perbandingan harga listrik teraras sulit dilakukan, karena ada banyak faktor‐faktor yang mempengaruhinya, dimana faktor‐faktor tersebut dapat berbeda pada tempat lokasi dan waktu. Tujuan perbandingan harga listrik teraras adalah untuk membantu pengambil keputusan dalam memilih PLTN yang akan dipertimbangkan dalam rangka penentuan pemanfaatan sumber daya (resource allocation). Harga listrik teraras tidak memperhitungkan faktor‐faktor sosial politik yang dapat mempengaruhi biaya pembangkitan. Perhitungan dan perbandingan keekonomian PLTN tersebut akan digunakan untuk menganalisis kelayakan ekonomi dengan menggunakan model LEGECOST, Mini G4ECONS, dan model NEST yang berasal dari IAEA.
Langkah‐langkah yang digunakan untuk penelitian adalah menghitung biaya yang mempengaruhi biaya pembangkit listrik dengan cara sebagai berikut :
Menetapkan parameter teknis dan ekonomi dari PLTN jenis PWR yaitu AP 1000 yang mempunyai kapasitas daya listrik 1000 MWe
Menentukan komponen biaya pembangkit listrik seperti biaya investasi, biaya bahan bakar dan biaya operasional dan perawatan dari PLTN jenis PWR yaitu AP 1000 tersebut.
Menghitung biaya pembangkit listrik dari data masukan dengan menggunakan tiga model/software yaitu LEGECOST, Mini G4ECONS, dan model NEST[4].
Menganalisis hasil perhitungan keekonomian PLTN yang menggunakan tiga model/software tersebut
Dasar Perhitungan LUEC pada Model NEST, Mini G4Econs, dan LEGECOST
NEST[5]
NEST adalah singkatan dari (NESA economic support tool), semuapersamaandidefinisikan dalamVolume2(ekonomi) dariTECDOC‐1575 rev1, manualINPRO. Persamaantelah diprogramke dalam perangkatNEST.Persamaan(dan NEST) digunakanuntuk memeriksa: Daya saingbiayapembangkit listrik tenaga nuklirterhadap pesaingpotensial, misalnyapembangkit listrikfosildengan menghitungsatuanlevelizedbiaya listrik(LUEC). Daya tarikinvestasi dalampembangkit listrik tenaga nuklirdibandingkandenganpesaingpotensial,misalnyapembangkit listrik berbahan bakarfosildengan menghitungReturn ofInvestment(ROI) danInternal Rate of Return(IRR) Untukinvestor swasta(misalnya, utilitasswasta) investasiyang maksimaldia bisamembuat berdasarkankarakteristik pasar.
Unit Levelized biaya energi LUEC mencakup tiga faktor, biaya modal LUAC, operasi, biaya pemeliharaan LUOM, dan bahan bakar biaya LUFC. LUEC = LUAC + LUOM + LUFC Dimana: LUEC = biaya pembangkitan listrik LUAC = biaya investasi LUOM = biaya operasi dan perawatan LUFC = biaya bahan bakar
Mini G4Econs[6]
Model ini telah diberikan singkatan G4‐ECONS, berasal dari kata Generasi 4 Perhitungan Excel berbasis Nuklir Systems. Mini G4Econs merupakan perhitungan yang memanfaatkanExcel dan meringkas dari software G4‐ECONSyang dibuat William K dari IAEA. Untuk panduan yang menjelaskan Versi 2.0 dari model G4‐ECONS, dirilis ke EMWG pada akhir September 2007[7].Rumus perhitungan LUEC oleh
OECD[8]adalah:
LUEC = ∑ [(It + FUELt + O&Mt) (1 + r)‐t] / ∑ [Et (1 + r)‐t] Dimana: LUEC = Levelized Unit Electricity Costatau Biaya pembangkitan listrik It = Pengeluaran investasi tiap tahun dalam periode t FUELt = Pengeluaran bahan bakar tiap tahun dalam periode t O&Mt = Pengeluaran operasi dan pemeliharaan tiap tahun dalam periode t Et = Produksi energy tiap tahun dalam periode t r =discount rate
Biaya investasi merupakan porsi yang paling besar pada biaya pembangkitan listrik.Dengan asumsipembangkit energitahunan yang sama, persamaanuntuk menghitungLevelizedbiaya modaldolarkonstandapat dinyatakan sebagai: LCC = (FCR x TCIC)/E Dimana : LCC = levelized biaya investasidalam dollarkonstan($/MWh) FCR = fixed charge ratedalam dollar konstan TCIC = total biaya investasi dalam dollar konstan ($) E = Biaya pembangkitan Listrik tahunan (MWh/year).
FCRbiasanya digunakanuntuk memperhitungkanpengembalian modal, penyusutan, penggantisementara, pajak properti, danpajak penghasilandandibahas secara rincidalam Oak Ridge
National Laboratory(ORNL)[9].FCRdapat dihitungdengan menggunakanData Base for Nuclear and
Coal-Fired Power Plant Power Generation Cost Analysis[10], metodologiyangditerapkandalamUser
Instructions for Levelized Power Generation Cost Codes Using IBM-Type PC[11].
LEGECOST
Legecost singkatan dari Levelized Generation Costmerupakan program untuk menilai biaya pembangkitan listrik yang disusun oleh OR.G.Woite dari IAEA (International Atomic Energy Agency). Dalam program ini terdapat parameter‐parameter baik secara teknis maupun ekonomi, selanjutnya dinilai biaya konstruksi, termasuk IOC (Interest During Construction) sampai dengan biaya investasinya, kemudian biaya perawatan dan pemeliharaannya serta terdapat penilaian tentang daur bahan bakar yang meliputi pembefian uranium alam sampai penyimpanan lestari bahan bakar bekas, ataupun olah‐ ulangnya (reprocessing). Selanjutnya berdasarkan perhitungan‐perhitungan di atas biaya‐biaya tidak diurai mengikuti tahun demi tahun, tetapi dinyatakan dalam besaran pada tahun awal operasi, besaran nilai kini atau besaran teraras (Ievelized) , dan semua harga dinyatakan dalam nilai dollar tetap. Adapun rumus perhitungan biaya teraras investasi, bahan bakar, perawatan dan pemeliharaan serta biaya pembangkitan dengan menggunakan program Legecost [12] adalah sebagai berikut: a. Biaya teraras Investasi =Jumlah total bia a investasi dalam nilai kini (Jumlah energi yang dibangkitkan dalam nilai kini) b. Biaya teraras bahan bakar = (Jumlah total biava bahan bakar dalam nilai kini) (Jumlah energi yang dibangkitkan dalam nilai kini) c. Biaya teraras perawatan dan pemeliharaan =Jumlah total bia a erawatan dan emeliharaan dalam nilai kini
(Jumlah energi yang dibangkitkan dalam nilai kini) d. Biaya teraras pembangkitan = (Jumlah total biava dalam nilai kini)
(Jumlah energi yang dibangkitkan dalam nilai kini)
Asumsi dan Data untuk Biaya Pembangkitan Listrik PLTN
Parameter dasar ekonomi yang digunakan pada data pembangkit tenaga listrik yang digunakan untuk menghitung dan mengevaluasi keekonomian adalah sebagai berikut: Referensi pembangkit (reference plant) yang digunakan pada studi ini adalah PLTN ukuran large jenis PWR dengan kapasitas 1000 MWe, dalam kasus ini diambil PLTN AP 1000. PLTN large jenis PWR ini dipilih karena pertimbangan sebagai berikut: (i) Desain, operasi dan performance‐nya telah terbukti baik, dan bukan First‐Of‐A‐Kind, (ii) Kapasitas pembangkit cukup besar untuk memenuhi skala ekonomi dan cocok untuk jaringan Jawa‐ Bali, (iii) Biaya kapital kompetitif, (iv) Tersedia data rinci mengenai biaya EPC (Engineering Procurement and Construction) termasuk disbursement‐nya, lama konstruksi, dan biaya O&M (Operation and Maintenance)[12].
Biaya Investasi PLTN
Biaya investasi PLTN biasanya disebut biaya sesaat (overnight cost), yaitu biaya yang belum memasukkan tingkat suku bunga selama konstruksi atau Interest During Construction (IDC). Biaya ini terdiri dari biaya EPC (Engineering Procurement Construction), biaya pengembangan (development costs) dan biaya lain‐lain (other costs) sertabiaya contigency. Komposisi biaya kapital untuk EPC terdiri atas biaya nuclear island, conventional island, balance of plant, construction dan erection work, design dan engineering[14].
Biaya investasi yang dihitung disesuaikan dengan disbursement selama masa konstruksi, dan data tersebut diambil dari data terbaru tahun 2014. Pembangunan PLTN memerlukan dana yang cukup besar sehingga biasanya pemilik modal (owner) tidak cukup dana untuk membiayai pembangunan PLTN tersebut. Owner biasanya meminjam dana dari lembaga keuangan internasional, dengan demikian ada konsekuensi biaya berupa interest during construction (IDC). Biaya sesaat apabila ditambahkan dengan IDC disebut juga dengan biaya investasi.Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.
Biaya Bahan Bakar
Pembuatan bahan bakar nuklir untuk PLTN terdiri dari 4 tahap yang masing‐masing memberi kontribusi pada harga bahan bakar nuklir daur terbuka (front end costs), yaitu: i) harga uranium alam (U2O8), ii) biaya konversi, iii) biaya pengkayaan (separative work unit / SWU), iv) biaya fabrikasi. Dalam
bulan Juni 2013 biaya dalam US$ untuk mendapatkan 1 kg uranium UO2 bahan bakar reaktor pada harga
pasar pada 45.000 MWd/t burn‐up akan memberikan 360.000 kWh electrical per kg. sehingga biaya bahan bakar menjadi 0.66 c/kWh[23]
Back‐end cost merupakan biaya penanganan bahan bakar bekas sesudah dipakai dan keluar dari reaktor, berupa biaya penyimpanan sementara on‐site di PLTN dan biaya penyimpanan lestari (permanent storage) di repository akhir, dimana untuk daur bahan bakar tertutup (closed fuel cycle) biaya back‐end juga termasuk biaya reprocessing. Burn‐up bahan bakar nuklir merupakan besarnya energi yang dihasilkan oleh reaktor untuk setiap metrik ton U235. Besarnya burn‐up U235 tergantung pada teknologi reaktor yang dari tahun ke tahun terus meningkat. Nilai burn‐up yang dipakai pada studi ini adalah 60.000 MWd per metrik ton uranium, sesuai dengan spesifikasi reference plant yang dipilih. Dalam studi ini biaya back‐enddiperkirakan sebesar 840 US$/kgHM tidak termasuk biaya reprocessing.Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.
Biaya Operasi dan Perawatan (Operation and Maintenance Costs)
Biaya operasi dan perawatan (O&M Cost) merupakan biaya yang dibutuhkan untuk menjalankan operasi rutin PLTN. Biaya O&M besarnya bergantung pada teknologi dan kapasitas daya yang terpasang.O&M Cost dibedakan menjadi dua, yaitu biayavariable O&M dan biayafixed O&M. BiayaFixed O&M merupakan biaya operasional rutin, yang antara lain meliputi biaya pegawai, property tax,plant insurance, dan life‐cycle maintenance. Variabel O&M costs mencakup biaya bahan bakar, dan consumables materials. Variabel O&M cost juga terdiri dari biaya‐biaya untuk pemeliharaan langsung unit pembangkit, pemeliharaan gedung pembangkit, dan pemeliharaan oleh outsourcing. Varibel O&M cost dan Fixed O&M cost merupakan biaya yang bergantung pada fungsi produksi dari PLTN. Diasumsikan biaya total O&M beserta rinciannya biaya Fixed O&M sebesar 94,89 US$/kWe dan biaya
Variabel O&M sebesar 3,36 mills$/kWh[2].Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1.Data untuk Tiga Model
No Parameters Data input Model
NPP 1000 MWe [15] 1. Net electric power (MWe) 1115 2. Construction time (years) 5 3. Lifetime of the plant (years) 60 4. Average Load Factor (%) 0.93 5. Decommissioning cost (mills/kWh) 1.7 6. Overnight construction cost ($/kWe)[16] 3516 7. Contingency cost ($/kWe)[16] 703 8. Owners cost ($/kWe)[16] 114 9. Normalized capital investments schedule (share per year) during construction (wi) [17] 10. Real discount rate [6] 0.10 11. Fixed O&M cost ($/kWe) 94,89 12. Variable O&M cost (mills$/kWh) 3,36 13. Nuclear fuel backend cost ($/kg)[16] 840 14. Spent nuclear fuel average burnup (MWd/kg) 60 15. Net thermal efficiency of the plant 0.3265 16. Natural U purchase cost ($/kg nat U3O8) [19] 130 17. U conversion cost ($/kgHM)[19] 11 18. U enrichment cost ($/SWU) [19] 120 19. Nuclear fuel fabrication cost ($/kg)[19] 240 20. Time from U purchasing till fuel loading (t1‐t0, years)[20] ‐2 21. Time from U conversion till fuel loading (t2‐t0, years)[20] ‐1.5 22. Time from U enrichment till fuel loading (t3‐t0, years) [20] ‐1 23. Time from fuel fabrication till loading (t4‐t0, years) [20] ‐0.5 24. Losses at U purchasing[21] 0 25. Losses at U conversion[21] 0.005 26. Losses at U enrichment[21] 0 27. Losses at fuel fabrication [21] 0.01
Hasil Pembahasan
Hasil perhitungan biaya pembangkitan (Levelized Unit Electricity Cost) dengan menggunakan ketiga model/software tersebut dengan discount rate 10% per tahun dan dengan asumsi input data untuk ketiga model sama, dan dengan puncak waktu penggunaan beban tahunan 7884 jam (sesuai dengan load factor 90%), menunjukkan biaya pembangkitan listrik PLTN paling murah ditunjukkan model LEGECOST sebesar 86,82 mills$/kWh kemudian berturut‐turut model Mini G4ECONS dan model NEST masing‐masing sebesar 90,16 mills$/kWh dan 94,02 mills$/kWh. Hasil perhitungan ketiga modul menunjukkan kesamaan pada biaya operasi dan perawatan yaitu sebesar 15,39 mills$/kWh. Perbedaan hasil perhitungan terletak pada biaya investasinya, model LEGECOST lebih murah sebesar 65,02 mills$/kWh dibandingkan dua model lainnya yaitu model NEST dan Mini G4Econs masing‐masing sebesar 67,10 mills$/kWh dan 68,35 mills$/kWh. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.
Perbedaan biaya investasi ini terletak pada rumus dalam menghitung biaya Interest During Construction Cost (IDC). IDC model Legecost sebesar 1166 US$/kWe, IDC model NEST sebesar 1467 US$/kWe dan IDC model MiniG4Econs sebesar 1300 US$/kWe. Sedangkan biaya bahan bakar pada model NEST lebih mahal yaitu sebesar 9,83 mills$/kWh dibandingkan kedua model yang relatif sama yaitu sebesar 4,71 mills$/kWh. Perbedaan biaya bahan bakar terletak pada input data pada msing‐ masing model, untuk model NEST input data lebih komplek dan rinci dibandingkan dua model lainnya, akibatnya ada perbedaan dalam hasilnya. Dari perhitungan tiga model tersebut, perbedaan biaya pembangkitan listrik dari yang termurah sebesar rata‐rata sebesar 4 mills$/kWh, artinya dengan selisih tidak terlalu besar, maka pertimbangan jika menghitung biaya pembangkitan listrik dapat diambil salah satu model tersebut. Tabel 2. Hasil Perhitungan LUEC Tiga Model Keterangan Model LEGECOST (mills$/kWh) Model NEST (mills$/kWh) Model Mini G4Econs (mills$/kWh) Biaya Investasi 65,02 67,10 68,35 Biaya O&M 15,39 15,39 15,39 Biaya Bahan Bakar 4,71 9,83 4,71 Biaya Decommissioning 1,70 1,70 1,70 Total Levelized Unit Electricity Cost (LUEC) 86,82 94,02 90,16 Kesimpulan
Hasil perhitungan biaya pembangkitan listrik PLTN paling murah ditunjukkan model LEGECOST sebesar 86,82 mills$/kWh kemudian berturut‐turut model Mini G4ECONS dan model NEST masing‐ masing sebesar 90,16 mills$/kWh dan 94,02 mills$/kWh.Perbedaan biaya terletak pada biaya investasi dan biaya bahan bakar.Perbedaan biaya investasi ini terletak pada rumus dalam menghitung biaya Interest During Construction Cost (IDC). Perbedaan biaya bahan bakar terletak pada input data pada msing‐masing model, untuk model NEST input data lebih komplek dan rinci dibandingkan dua model lainnya. Meskipun tampilan model mempunyai kesamaan dalam menggunakan spreadsheet, namun masing‐masing model mempunyai karakteristik khusus dalam pengoperasiannya. Tiga model ini bisa dijadikan benchmark untuk menghitung biaya pembangkitan listrik baik untuk PLTN maupun non PLTN di Indonesia.
DAFTAR PUSTKA
[1] DEPARTEMEN ESDM, “Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional, Jakarta, 25 April 2005”.
[2] MOCHAMAD NASRULLAH, “Analisis Komparasi Ekonomi PLTN dan PLTU batubara untuk Bangka Belitung” Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV tanggal 21 Juni 2011, Jakarta, ISSN
1979‐1208
[3] MOCHAMAD NASRULLAH, “Studi Perbandingan Harga dan Tarif Listrik PLTN dari Berbagai Negara”, Presentasi Ilmiah tanggal 1 Mei 2009
[4] IAEA, Guidance for the Application of an Assessment Methodology for Innovative Nuclear Energy Systems, IAEA‐TECDOC‐1575, Vol.2, Economics, Vienna: IAEA, 2008
[5] IAEA, “NESA Support Package: INPRO area of Economics”,IAEA 2010
[6] IAEA, “Cost Estimating Guidelines For Generation IV Nuclear Energy Stystem”, The Economic Modeling Working Group Of the Generation IV International Forum, 2008
[7] IAEA, “User’s Manual for G4‐ECONS Version 2.0 A Generic EXCEL‐based Model for Computation of the Projected Levelized Unit Electricity Cost (LUEC) and/or Levelized non‐Electricity Unit Product Cost (LUPC)”, The Economic Modeling Working Group Of the Generation IV International Forum Generation IV Systems Maret 2008
[8] IEA and NEA, 1998, Projected Costs of Generating Electricity: Update 1998, Organisation for Economic Cooperation and Development, Paris, France
[9] Delene, J.G., and Hudson, C.R., 1993, Cost Estimate Guidelines for Advanced Nuclear Power Technologies, ORNL/TM‐10071/R3, Oak Ridge National Laboratory, Oak Ridge, TN, U.S.
[10] ORNL, 1988, Nuclear Energy Cost Data Base: A Reference Data Base for Nuclear and Coal‐Fired Power Plant Power Generation Cost Analysis (NECDB), DOE/NE‐0095, prepared by Oak Ridge National Laboratory, Oak Ridge, TN, U.S
[11] Coen, J. J., and Delene, J.G., 1989, User Instructions for Levelized Power Generation Cost Codes Using an IBM‐Type PC, ORNL/TM‐10997, Oak Ridge National Laboratory, Oak Ridge, TN, U.S [12] M. NASRULLAH DKK, “Studi Perbandingan Harga Listrik Reaktor Temperatur Tinggi Dengan
Sistem Pembankit Lainnya Menggunakan Program LEGECOST”Jumal Pengembangan Energi Nuklir Vol. 2, No.3 September 2000.. 105 ‐116
[13] PLN‐BATAN, “ Laporan “Study Ekonomi, Pendanaan dan Struktur Owner Dalam Rangka Rencana Persiapan Pembangunan PLTN Pertama di Indonesia” 2006
[14] Batan & Korea Hydro Nuclear Power Co., Ltd (KHNP), Report on The Joint Study for ProgramPreparation & Planning of The NPP Development in Indonesia (phase1), December 2004) [15] WESTINGHOUSE, "AP1000 Advanced Nuclear Power Plant, Overview of Plant Description," 2011 [16] PT Surveyor Indonesia and AF Consult, "Feasibility Study for Bangka Nuclear Power Plant Project ‐ Non‐Site Aspect, Prepared for the National Nuclear Energy Agency of Indonesia(BATAN)," Jakarta, 2013 (BATAN)," Jakarta, 2013. [17] INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, "Mini G4ECONS Software," Vienna, 2008 [18] PT PLN (STATE UTILITY) "http://www.pln.co.id/dataweb/TTL2014/08_Tariff%20Adjusment%20Desember%202014. pdf," December 201 [19] World Nuclear Association, "http://www.world‐nuclear.org/info/Economic‐Aspects/Economics‐of‐ Nuclear‐Power/," June 2013 [20] "http://www.oecd‐nea.org/ndd/reports/efc/EFC‐complete.pdf.". [21] NEA‐OECD, "The Economics of the Nuclear Fuel Cycle," 1994 [22] US NRC, "AP1000 Design Control Document," 2011 [23] WNA,” Economics of Nuclear Power,”(Updated 16 February 2015)
[24] Japan National Association, Nuclear Power and Deregulation, dapat dilihat di website http://www.japannuclear.org/nuclearpower/program/dereg.html
[25] Hasil perhitungan the Advisory Committee for Natural Resources and Energy pada
bulan December 1999 yang dikutip oleh The Position of Nuclear Energy in Japan, dalam website http://www.enecho.meti.go.jp/english/ policy/nuclear/position.html