• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN RENCANA STRATEGIS PRR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN RENCANA STRATEGIS PRR"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Kondisi Umum

1.1.1. Dasar Hukum

Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR) merupakan salah satu unit kerja

Eselon II di lingkungan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sesuai dengan

Surat Keputusan Kepala BATAN No. 392/KA/XI/2005 tanggal 24 Nopember 2005

dan Peraturan Kepala BATAN Nomor 123/KA/VIII/2007 tanggal 21 Agustus

Tahun 2007. Sebagai suatu institusi, PRR yang berlokasi di Gedung 10-11

Kawasan Nuklir-BATAN, Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten, berada

di bawah koordinasi Deputi Bidang Pendayagunaan Hasil Litbang dan

Pemasyarakatan Iptek Nuklir (PHLPN).

1.1.2. Tugas Pokok dan Fungsi

1.1.2.1. Tugas Pokok :

Sesuai

dengan

Peraturan

Kepala

BATAN

Nomor

123/KA/VIII/2007, tentang rincian tugas unit kerja di lingkungan

BATAN, Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR) memiliki

tugas pokok melaksanakan pendayagunaan dan pengembangan

teknologi produksi radioisotop dan radiofarmaka.

1.1.2.2. Fungsi :

Pelaksanaan pendayagunaan dan pengembangan teknologi

produksi radioisotop;

Pelaksanaan pendayagunaan dan pengembangan teknologi

produksi radiofarmaka;

Pelaksanaan

pendayagunaan

dan

pengembangan,

pemanfaatan dan operasi siklotron;

Pelaksanaan pengelolaan sarana penunjang, pelayanan

pendayagunaan radioisotop dan radiofarmaka, serta kendali

kualitas;

Pelaksanaan pengendalian keselamatan kerja;

(2)

1.1.3. Susunan Organisasi dan Tata Kerja

Dalam melaksanakan tugas pokoknya, Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka

memiliki 1(satu) Bagian dan 5(lima) Bidang yang masing-masing

membawahi Subbag, Subbid dan Kelompok dengan uraian sebagai berikut:

1.1.3.1. Bagian Tata Usaha :

Kegiatan ketatausahaan Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka

dipusatkan di Bagian Tata Usaha dan Kepala Bagian Tata Usaha

bertanggung jawab langsung kepada Kepala Pusat.

Tugas Bagian Tata Usaha (Peraturan Kepala BATAN Nomor

123/KA/VIII/2007)

adalah

memberikan

pelayanan

teknis

administratif kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Pusat

Radioisotop dan Radiofarmaka;

1.1.3.1.1. Fungsi Bagian Tata Usaha yaitu:

Pelaksanaan urusan persuratan, kepegawaian,

administrasi

kegiatan

ilmiah,

dokumentasi

dan

publikasi;

Pelaksanaan urusan keuangan;

Pelaksanaan urusan perlengkapan dan rumah tangga.

1.1.3.1.2. Bagian Tata Usaha terdiri dari:

Subbag. Persuratan Kepeg. dan Dokumentasi Ilmiah

Subbag. Keuangan

Subbag. Perlengkapan

1.1.3.2. Tugas Bidang Radioisotop (Peraturan Kepala BATAN No.123/KA/

VIII/2007) adalah melaksanakan pendayagunaan dan

pengem-bangan teknologi produksi radioiostop.

1.1.3.2.1. Rincian tugas sebagai berikut:

Melaksanakan pengembangan proses radioisotop

berbasis siklotron;

Melaksanakan pengembangan proses radioisotop

berbasis reaktor;

Melaksanakan pengembangan teknologi pungut ulang

radioisotop hasil belah;

Melaksanakan

pengembangan

proses

sumber

(3)

Melaksanakan

pengembangan

metode

QA/QC

radioisotop;

Melaksanakan pengoperasian hot cell dan fasilitas

laboratorium radioisotop.

1.1.3.2.2.

Bidang radioisotop terdiri dari kumpulan tenaga

fungsional yang terbagi dalam beberapa kelompok

sesuai dengan Surat Keputusan No. 053/KA/II/2009

yaitu :

Kelompok

Pengembangan

Teknologi

Produksi

Radionuklida PET dan SPECT

Kelompok Pengembangan Teknologi Perunut Molekuler

Kelompok

Pengembangan

Teknologi

Sumber

Radioterapi dan Brakiterapi

1.1.3.3. Tugas Bidang Radiofarmaka (Peraturan Kepala BATAN No.123/KA/

VIII/2007) adalah melaksanakan pendayagunaan dan

pengem-bangan teknologi produksi radiofarmaka.

1.1.3.3.1. Rincian tugas sebagai berikut:

Melaksanakan pengembangan teknologi produksi

radiofarmaka

berbasis

ligand

sederhana

untuk

diagnosa dan terapi;

Melaksanakan pengembangan teknologi produksi

radiofarmaka biomolekul untuk diagnosa dan terapi;

Melaksanakan pengembangan teknologi produksi kit

Radioimmunoassay (RIA) dan Immunoradiometric

Assay

(IRMA),

serta

mengembangkan

aplikasi

radioligand binding assay (RBA)/ radioreceptor assay

dan scintillation proximity assay (SPA);

Melaksanakan pengembangan uji farmakologi dan

metabolisme radiofarmaka secara in vivo;

Melaksanakan

pengembangan

metode

QA/QC

radiofarmaka;

Melaksanakan pengoperasian fasilitas dan peralatan

untuk

pengembangan

teknologi

produksi

(4)

1.1.3.3.2. Bidang Radiofarmaka terdiri dari kumpulan tenaga

fungsional yang terbagi dalam beberapa kelompok yaitu:

Kelompok Sintesis dan Preparasi

Kelompok Radioassay

Kelompok Biodinamika Radiofarmaka

1.1.3.4. Tugas Bidang Siklotron (Peraturan Kepala BATAN No. 123/KA/

VIII/2007) adalah melaksanakan pendayagunaan dan

pengem-bangan, pemanfaatan dan operasi siklotron,

1.1.3.4.1. Rincian tugas sebagai berikut:

Melaksanakan operasi dan perawatan siklotron;

Melaksanakan pengembangan teknologi siklotron;

Melaksanakan pengembangan aplikasi siklotron.

1.1.3.4.2. Bidang Siklotron terdiri dari kumpulan tenaga fungsional

yang terbagi dalam beberapa kelompok yaitu :

Kelompok Operasi Siklotron

Kelompok Teknologi Siklotron

Kelompok Aplikasi Siklotron

1.1.3.5. Tugas Bidang Sarana Penunjang dan Proses (Peraturan Kepala

BATAN No.123/KA/VIII/2007) adalah melaksanakan pengelolaan

sarana penunjang, pelayanan pendayagunaan, radioisotop dan

radiofarmaka serta kendali kualitas.

1.1.3.5.1. Bidang Sarana Penunjang dan Proses mempunyai

fungsi antara lain:

Pelaksanaan

pengoperasian,

perawatan,

dan

perbaikan sarana penunjang;

Pelaksanaan pelayanan pendayagunaan radioisotop

dan radiofarmaka, serta kendali kualitas.

1.1.3.5.2. Bidang Sarana Penunjang dan Proses terdiri dari:

Subbid. Pengelolaan Sarana

Subbid. Proses

1.1.3.6. Tugas

Bidang

Keselamatan

(Peraturan

Kepala

BATAN

No.123/KA/VIII/

2007)

adalah

melaksanakan

pengendalian

(5)

1.1.3.6.1. Fungsi Bidang Keselamatan antara lain :

Pelaksanaan pengendalian daerah kerja terhadap

bahaya radiasi dan non radiasi, serta koordinasi

kedaruratan nuklir fasilitas;

Pelaksanaan pengendalian paparan radiasi personel;

Pelaksanaan pengelolaan limbah di fasilitas.

1.1.3.6.2. Bidang Keselamatan terdiri

dari:

Subbid. Pengendalian Daerah Kerja

Subbid. Pengendalian Personel

Subbid. Pengelolaan Limbah

Struktur Organisasi PRR

(Sumber : SK 392/KA/XI/2005 dan SK 053/KA/II/2009)

Subbag. PKDI Kepala PRR Bagian Tata Usaha Subbag. Keuangan Subbag. Perlengkapan Bidang Radioisotop Bidang Radiofarmaka Bidang Siklotron Bidang Keselamatan Pok. Pengemb.Tek Prod.Radionuklida

PET dan SPECT

Pok. Pengemb.Tek. Perunut Molekuler

Pok. Pengemb. Tek. Sumber Radioterapi dan Brakiterapi Kelompok.Sintesis dan Preparasi Kelompok Radioassay Kelompok Biodinamika Radiofarmaka Kelompok Operasi Siklotron Kelompok Teknologi Siklotron Kelompok Aplikasi Siklotron Subbid. Pengenda- lian Daerah Kerja

Subbid.Pengenda- lian Personel Subbid.Penge- lolaan Limbah Bidang Sarana Penunjang dan Proses Subbid. Penge- lolaan Sarana Subbid. Proses

(6)

1.2. Potensi dan permasalahan

1.2.1 Stakeholder dan Perannya :

Yang dimaksud stakeholder dalam hal ini adalah suatu institusi atau

lembaga yang berperan mendukung eksistensi, program kegiatan maupun

keberhasilan terlaksananya program kegiatan di PRR. Beberapa stakeholder

dan perannya ditunjukkan dalam tabel dibawah ini :

Tabel Stakeholder dan Perannya

No

Nama Stakeholder

Peran

1.

Pusat

Reaktor

Serba

Guna

(PRSG) Serpong Tangerang

Penyediaan fasilitas dan pelayanan

iradiasi

target

dengan

neutron

di

RSG-GAS

2.

Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan

Radiometri (PTNBR) Bandung

Penyediaan fasilitas dan pelayanan

iradiasi target dengan neutron di reaktor

Triga 2000

3.

Pusat Aplikasi Teknologi Isotop

dan Radiasi (PATIR)

Pengguna radionuklida serta penyedia

informasi aplikasi radioisotop atau teknik

nuklir di bidang pertanian, peternakan,

industri dan hidrologi

4.

Pusat Teknologi Keselamatan

dan Metrologi Radiasi (PTKMR)

Penyedia

informasi

dan

pengguna

teknologi nuklir/radiofarmaka di bidang

kesehatan dan kalibrasi alat ukur radiasi.

5.

Pusat Kemitraan Teknologi Nuklir

(PKTN) dan Pusat Diseminasi

Iptek Nuklir (PDIN)

Penghubung

terhadap

mitra

yang

berminat

serta

diseminasi

manfaat

radioisotop

dan

radiofarmaka

hasil

pengembangan.

6.

Pusat

Teknologi

Limbah

Radioaktif (PTLR)

Pengelolaan limbah radioaktif dan B3

serta pengendalian keselamatan kerja.

7.

Rumah Sakit/Instalasi Kedokteran

Nuklir antara lain:

a. RS. DR.Cipto Mangunkusumo

b. RSPAD. Gatot Subroto

c. RS. Pusat Pertamina

d. RS. Kanker Dharmais

e. RS. Jantung Harapan Kita

f. RS. Gading Pluit

g. RS. Dr. Hasan Sadikin

h. RS. Dr. Sardjito

i. RS. Dr. Kariadi

j. RS. Dr. Sutomo

k. RS. Dr. M.Djamil

l. RS. Yarsis Solo

a. Pengguna

radiofarmaka

untuk

diagnosa dan terapi serta radioisotop

sumber tertutup untuk radioterapi dan

brakiterapi.

b. Sarana untuk melakukan “uji-klinis”

terhadap

radiofarmaka

maupun

radionuklida

hasil

pengembangan

serta sebagai sumber informasi yang

digunakan untuk penentuan kegiatan

yang relevan.

8.

PT. Kimia Farma Tbk.

Mitra pendayagunaan hasil

pengem-bangan teknologi produksi dan distribusi

radioisotop dan radiofarmaka

(7)

9.

Pusat / Biro / Pusdiklat

dilingkungan Batan

Penyediaan pelayanan struktural sesuai

tugas dan fungsi

10.

Badan Pengawas Tenaga Nuklir

(BAPETEN)

Badan pengawas, perijinan dan inspeksi

penggunaan tenaga nuklir.

11.

PT. Batan Teknologi (Persero)

Mitra pendayagunaan hasil

pengem-bangan teknologi produksi dan distribusi

radioisotop dan radiofarmaka

12.

Perguruan Tinggi Negeri/ LIPI/

BPPT

Pengguna senyawa bertanda sebagai

molecular radiotracers untuk penelitian.

13.

PT. Tudung Putra Putri Jaya

(Garuda Food)

Mitra

dalam

pengembangan

dan

pemanfaatan Kit Radioimunoasay

14.

Badan Pengawas Obat dan

Makanan (BPOM)

Badan pengawas, perijinan dan inspeksi

produksi dan pengembangan

radio-farmaka sesuai Cara Pembuatan Obat

yang Baik (CPOB).

15.

BBPMSOH (Kementrian

Pertanian)

Mitra pengembangan/pengujian cell line

1.2.2 Faktor Internal

Beberapa faktor internal yang berpengaruh terhadap program kegiatan yang

dilaksanakan diantaranya, adalah sebagai berikut:

Sesuai dengan tugas dan fungsinya, PRR dituntut harus memiliki

kemampuan teknis yang tinggi, terutama untuk mengembangkan

maupun

mendayagunakan

teknologi

produksi

radioisotop

dan

radiofarmaka, baik untuk aplikasi medik (in-invo dan in-vitro) maupun

untuk aplikasi non medik. Namun SDM terampil untuk melaksanakan

tugas-tugas tersebut masih dalam jumlah terbatas, karena kebanyakan

SDM yang ada sudah terbiasa dengan pekerjaan rutin kegiatan

produksi. Disamping itu fasilitas yang tersedia untuk penelitian dan

pengembangan sangat terbatas.

Namun demikian, dalam hal pengembangan produksi maupun aplikasi

radioisotop dan radiofarmaka baik untuk medik maupun non medik, staf

teknis PRR selalu mengikuti perkembangan terkini dan bahkan

melakukan kerjasama dengan institusi lain baik dalam negeri maupun

luar negeri, misalnya melalui kerja sama berkaitan dengan kontrak riset

IAEA (RCA), dan kerja sama dengan perusahaan swasta, seperti halnya

dalam pengembangan Generator

99

Mo-

99m

Tc berbasis PZC, yang telah

menghasilkan hak paten bersama dengan Institusi Luar Negeri (Batan –

(8)

JAEA, Jepang), maupun memperkenalkan teknik screening berbasis

nuklir yang pertama di Indonesia dalam kontribusinya membantu

pengembangan herbal medicine atau obat bahan alam Indonesia,

terutama yang dilaksanakan perguruan tinggi, lembaga penelitian

pemerintah, dan industri.

Kemampuan PRR dalam hal produksi radioisotop berbasis aktivasi

neutron sangat didukung dan difasilitasi dengan keberadaan reaktor

RSG-GAS di PPTN-Serpong dengan daya maksimum 30 MW.

Sedangkan kemampuan produksi radioisotop dengan aktivasi partikel

bermuatan didukung dengan adanya siklotron tipe CS-30 yang tersedia

di fasilitas Lantai I Gedung 11 PRR. Mengingat prospek radionuklida

PET dalam dunia kedokteran nuklir Indonesia sangat menjanjikan mulai

dasawarsa ini sampai jauh kedepan, maka fungsi dan kinerja siklotron

yang tersedia perlu ditingkatkan secara optimal dengan memperhatikan

maintenance

dan ketersediaan suku cadang.

Sampai dewasa ini PPR mempunyai kemampuan untuk melakukan

pelayanan penyediaan dalam bentuk:

a). senyawa bertanda sebagai radiotracer dalam industri, hidrologi,

pertanian, bioteknologi, dan penelitian;

b). radiofarmaka dalam bentuk kit maupun senyawa bertanda untuk

keperluan diagnosa dan terapi penyakit kanker, inflamasi dan

infeksi;

c). kit diagnostik secara in-vitro dalam bentuk kit RIA/IRMA; dan

d). kit assay untuk analisis makanan dan obat serta peternakan dalam

bentuk kit RIA/IRMA, dan pemberian jasa screening terhadap bahan

obat alam (natural product) dan potensi obat baru non-bahan alam

melalui teknik virtual screening (molecular docking) dan Radioligand

Binding Assay (RBA) / Scintillation Proximity Assay (SPA).

Sebagian pelayanan tersebut direncanakan masuk dalam pola

PNBP, yang kemungkinan kedepan dapat ditingkatkan menjadi pola

Badan Layanan Umum (BLU).

Dengan tersedianya fasilitas laser welder PRR mempunyai kemampuan

untuk penyediaan seed I-125 dan kemampuan untuk dapat

menguasai teknologi sumber radioterapi dan brakiterapi untuk terapi

kanker.

(9)

PRR dewasa ini memiliki fasilitas sangat terbatas dan tidak memadai

dalam memfasilitasi banyaknya program kegiatan pengembangan

maupun banyaknya personel peneliti yang membutuhkan sarana

penelitian. Sarana yang tersedia hanya terbatas di Lantai I Gedung 11

yang sudah padat dengan adanya siklotron CS-30, ruang produksi

radioisotop terbatas untuk beberapa radioisotop fasilitas hot cell yang

minim, ruang produksi senyawa bertanda dikhawatirkan akan memiliki

peluang terjadinya cross-contamination bila dilakukan penyiapan

beberapa jenis senyawa bertanda sebagai molecular radiotracer untuk

keperluan industri, bioteknologi, dan riset; begitu pula keterbatasan yang

sama dijumpai untuk ruang penyediaan radiofarmaka diagnosa dan

terapi, kit radiofarmaka yang tidak radioaktif, dan kit diagnostik in-vitro

dalam bentuk kit RIA/IRMA, serta fasilitas untuk aplikasi RBA

(Radioligand Binding Assay) dan SPA (Scintillation Proximity Assay).

Karena itu secara bertahap perlu direncanakan dan dibangun

laboratorium dua lantai dalam satu gedung baru yang mampu

menampung pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut.

1.2.3 Faktor Eksternal

Perkembangan bidang kedokteran nuklir, onkologi radiasi dan radiologi

(radioterapi dan radiodiagnostik) dewasa ini maupun jauh kedepan

sangat ditentukan oleh pengembangan radioisotop, radiofarmaka,

maupun

contrast

agents

(terutama

untuk

radiodiagnostik).

Bagaimanapun canggihnya perangkat yang digunakan di bidang-bidang

kedokteran tersebut, apabila radioisotop maupun radiofarmaka yang

selaras untuk keperluan tersebut tidak tersedia, dengan sendirinya

bidang-bidang tersebut tidak akan berfungsi atau pada akhirnya akan

terhenti.

Secara umum, aplikasi radioisotop atau radiofarmaka dalam kedokteran

nuklir, onkologi radiasi dan radiologi dapat dibagi dalam dua kelompok,

yaitu diagnosa dan terapi. Aplikasi tersebut tentunya cenderung

mengikuti paradigma kedokteran dewasa ini, yaitu kearah molecular

targeting, suatu konsentrasi spesifik dari diagnostic tracer maupun

therapeutic agent disebabkan interaksinya dengan spesi molekul.

Karena itu untuk radiofarmaka diagnosa cenderung diarahkan untuk

tujuan molecular imaging, suatu karakterisasi dan pengukuran in-vivo

(10)

proses biologis pada tingkat sel dan molekul. Hal ini cukup berbeda

dengan imaging untuk diagnosa konvensional yang mengamati

keabnormalan molekul sebagai dasar adanya penyakit lain dari pada

mengamati atau mencitra efek dari perubahan-perubahan molekul

tersebut. Begitu juga masalah terapi yang dulu bersifat sistemik,

misalnya radioterapi dan kemoterapi, dewasa ini cenderung terarah

(targeted) hanya di organ atau jaringan berpenyakit saja dan disebut

sebagai targeted therapy.

Molecular Imaging dalam kedokteran nuklir umumnya menggunakan

modalitas PET (Positron Emission Tomography) dan SPECT

(Single-Photon

Emission

Computed

Tomography)

yang

memerlukan

radiofarmaka yang mengandung molekul atau biomolekul yang dapat

berinteraksi spesifik dengan target (reseptor, antigen, enzyme,

transporter, reporter, dan seterusnya) dan radioisotop yang digunakan

adalah pemancar positron atau sinar-

ɤ

. Sedangkan modalitas MRI

(Magnetic Resonance Imaging) dalam bidang radiodiagnostics

memerlukan targeted MRI contrast agents yang pengembangannya

akan lebih efektif dan efisien dengan menggunakan teknik radiotracer

dari suatu radioisotop tertentu.

Targeted therapy, terutama yang digunakan dalam bidang onkologi

radiasi, umumnya dalam bentuk radiofarmaka terapi yang mengandung

radionuklida pemancar partikel bermuatan, seperti partikel ß- atau

ά

dan

biomolekul yang mampu berinteraksi spesifik dengan target (antigen,

reseptor, dan enzim tertentu). Bila biomolekulnya antibodi yang spesifik

berinteraksi dengan antigen, tekniknya disebut Radioimmunotherapy

(RIT), sedangkan bila peptide yang spesifik berinteraksi dengan

reseptor, tekniknya disebut Radionuclidic Peptide Therapy. Karena itu

pengembangan radiofarmaka baik terapi maupun diagnosa di PRR akan

diarahkan selaras dengan jenis target yang karakteristik untuk setiap

jenis penyakit dari kelompok penyakit apakah kanker, infeksi, atau

inflamasi. Informasi mengenai identifikasi target tersebut diperoleh dari

hasil kegiatan penelitian litbang kesehatan dari institusi kesehatan

dalam negeri maupun luar negeri, baik pemerintah maupun swasta.

Teknik terapi berdasarkan penggunaan sumber radiasi eksternal yang

terarah (targeted) adalah brachytherapy dimana sumber radiasi

didekatkan ke jaringan yang mengandung kanker atau ke komponen

(11)

pengganggu dalam jaringan sehat, seperti dalam kasus endovascular

maupun intravascular brachytherapy.

Perkembangan ilmu bahan,

baik polimer, komposit, maupun teknik elektrodeposisi sangat

berpengaruh dalam mengembangkan jenis brachytherapy, apakah

dalam bentuk seed, nanopartikel, maupun deposisi lapis tipis (thin-layer

deposition).

Karena

itu

kerjasama

dengan

institusi

yang

mengembangkan material terkait sangat diperlukan.

Pengembangan radioassay secara in-vitro sangat tergantung dari

kebutuhan pemakai, baik dari kalangan rumah sakit, laboratorium klinis,

lembaga litbang, perguruan tinggi, maupun industri terutama dikaitkan

dengan keunggulan radioassay dari sudut kepekaan (sensitifitas),

kespesifikan, kesederhanaan, dan biaya uji yang murah. Penggunaan kit

radioimmunoassay (RIA) dan immunoradiometric assay (IRMA) masih

populer untuk rumah sakit maupun laboratorium klinis terutama untuk

tes dini secara in-vivo yang peka dan spesifik untuk beberapa jenis

penyakit kanker. Aplikasi kit tersebut sudah mulai dikembangkan untuk

bidang non-klinis, seperti dalam masalah pangan dan pengembangan

obat. Teknik radioassay lainnya, seperti RBA dan SPA selain digunakan

untuk pengkajian kelayakan dan potensi radiofarmaka, dibutuhkan pula

oleh beberapa perguruan tinggi dan beberapa lembaga litbang, seperti

LIPI dan BPPT, untuk skrining obat bahan alam.

Paket teknologi produksi radioisotop dalam bentuk senyawa bertanda

dan radiofarmaka yang telah dikembangkan PRR tentunya dibutuhkan

oleh PT. Kimia Farma Tbk dan PT. Batan Teknologi (Persero) untuk

memperluas kegiatan produksi komersialnya dalam memenuhi

permintaan dalam negeri maupun luar negeri. Paket teknologi produksi

radiofarmaka dan juga paket teknologi produksi kit RIA/IRMA hasil

pengembangan PRR dapat pula diimplementasikan untuk tujuan

produksi komersial baik oleh rumah sakit yang memiliki sarana produksi

radiofarmaka PET dan industri farmasi dalam negeri maupun luar

negeri.

Kerjasama antara BATAN dengan PT. Kimia Farma Tbk dapat memacu

berkembangnya

pemanfaatan

radioisotop dan

radiofarmaka

di

Indonesia, mengingat kinerja PT. Kimia Farma Tbk yang baik dalam hal

produksi maupun distribusi obat nasional.

(12)

Regulasi yang berkaitan dengan radiasi, pembuatan obat dan alat

kesehatan dari Instansi terkait yaitu BAPETEN, BPOM dan

Kementerian Kesehatan terus berkembang dan semakin ketat sesuai

tuntutan konsumen sehingga harus diimbangi dengan ketersediaan

fasilitas dan sarana laboratorium radioisotop dan radiofarmaka yang

memenuhi persyaratan.

Gambar

Tabel Stakeholder dan Perannya

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa, dengan memperhatikan, mempertimbangkan dan berdasarkan fakta-fakta yang terurai di atas, telah secara nyata terjadi kecurangan dan pelanggaran yang dilakukan secara

Analisis Location Quotient (LQ) Apabila koefisien LQ >1 berarti komoditas tersebut menjadi basis atau merupakan komoditas unggulan di suatu wilayah, hasilnya tidak

Para pekerja sewing melakukan produksi sesuai dengan bon kerja yang dikeluarkan oleh bagian PPC. Jadi upah para pekerja dibayar berdasarkan output produksi

Setiap instansi mempunyai visi dan misi yang harus dijalankan sesuai dengan tujuan instansi, butuh waktu untuk mencapai itu semua begitu juga pada Kantor Kementerian Agama

Model program stokastik tahap ganda dan metode untuk realisasi secukupnya bergantung pada informasi mengenai nilai parameter di dalam kondisi persoalan, yang mana memiliki waktu

Jika bawahan yang terlibat dalam partisipasi anggaran mempunyai informasi khusus tentang kondisi lokal, akan memungkinkan bagi mereka untuk melaporkan informasi tersebut kepada

Pengembangan Bisnis IT merupakan salah satu ajang kompetisi dalam IT CONVERT 2021 yang berfokus pada pengembangan model bisnis dengan produk TIK.. Dalam kategori ini,