• Tidak ada hasil yang ditemukan

TELAGA BAHASA. Volume 4 No. 2 Desember 2016 Halaman FUNGSI TRADISI LISAN BANJAR SURUNG KUPAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TELAGA BAHASA. Volume 4 No. 2 Desember 2016 Halaman FUNGSI TRADISI LISAN BANJAR SURUNG KUPAK"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TELAGA BAHASA

Volume 4 No. 2 Desember 2016 Halaman 207-218

FUNGSI TRADISI LISAN BANJAR SURUNG KUPAK

(Functions Of Oral Tradition Banjar Surung Kupak) Hestiyana

Balai Bahasa Kalimantan Selatan

Jalan Jenderal A.Yani Km 32,2 Loktabat Utara Banjarbaru, Kalimantan Selatan 70712

Pos-el : hestiyana21@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fungsi yang terdapat dalam tradisi lisan Banjar surung kupak. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini, yaitu tuturan surung kupak yang dikumpulkan dari narasumber yang bertempat tinggal di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, dan Kabupaten Tabalong. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data, yaitu teknik rekam dan teknik catat. Prosedur pengolahan data dilakukan dengan empat tahapan, yaitu: (1) transkripsi rekaman data, (2) klasifikasi data, (3) penerjemahan data, dan (4) menganalisis data. Hasil penelitian ditemukan ada dua fungsi tradisi lisan Banjar surung kupak, yaitu: (1) fungsi surung kupak sebagai hiburan yang mencakup pertanyaan surung kupak mengenai hewan dan nama orang; dan (2) fungsi surung kupak untuk pendidikan yang mencakup pertanyaan surung kupak tentang nama daerah dan buah.

Kata kunci: fungsi, tradisi lisan Banjar, surung kupak

Abstract

This study aimed to describe the functions contained in the oral tradition of Banjar surung kupak. This research uses a descriptive method with qualitative approach. Sources of data in this study, namely speech surung kupak gathered from sources that reside in Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, and Tabalong. The technique used to collect the data, the recording technique, and technical notes. Data processing procedures performed by four stages, namely: (1) the transcription of recorded data, (2) classification of data, (3) the translation of data, and (4) analyzing the data. The research found there are two functions Banjar surung kupak oral

(2)

kupak questions about animals and the person's name, and (2) function surung kupak for education that includes questions about the name surung kupak area and fruit.

Keywords: function, oral traditions Banjar, surung kupak

PENDAHULUAN

Tradisi lisan merupakan hasil kebudayaan suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Hal ini seperti yang dikatakan Djuweng (2015: 198) bahwa tradisi lisan menghubungkan generasi masa lalu, sekarang, dan masa depan. Tradisi lisan itu diturunkan dari generasi ke generasi. Dalam kehidupan sehari-hari, pemikiran, perkataan dan perilaku secara individu dan kelompok adalah implementasi senyatanya dari teks-teks lisan itu.

Dalam pengertian umum, tradisi lisan adalah bahan-bahan yang dihasilkan oleh masyarakat zaman silam (tradisional), dalam bentuk pertuturan, adat resam atau amalan. Termasuklah cerita rakyat, nyanyian rakyat, tarian, permainan, peralatan atau benda seperti bangunan, tembok, dan sebagainya (Taylor dalam Daud, 2015: 302).

Pendapat berbeda dijelaskan Taum (2011: 64) bahwa istilah tradisi lisan disejajarkan maknanya dengan istilah folklor, sekalipun di kalangan ahli folklor pengertian kedua istilah itu kadang-kadang dibedakan, kadang-kadang digunakan untuk mengacu kepada konsep yang sama. Kemudian,

Finnegan (1992: 16) menekankan bahwa karya dapat disebut sastra atau tradisi lisan dengan melihat ketiga aspeknya, yaitu komposisi, cara penyampaian, dan pertunjukkannya.

Tradisi lisan adalah yang bentuknya memang murni lisan. Bentuk-bentuk (genre) folklor yang termasuk ke dalam kelompok besar ini, antara lain: (a) bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan titel kebangsawanan; (b) ungkapan tradisional seperti peribahasa, pepatah, dan pemeo; (c) pertanyaan tradisional, seperti teka-teki; (d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair; (e) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan dongeng, dan (f) nyanyian rakyat (Danandjaja, 2002: 21-22).

Dengan demikian, tradisi lisan bentuknya sangat beragam, tak terkecuali dengan tradisi lisan yang terdapat di Kalimantan Selatan, yakni surung kupak. Surung kupak termasuk dalam penggolongan folklor pertanyaan tradisional atau teka-teki. Menurut Sukatman (2010: 1) bahwa teka-teki adalah kalimat atau ungkapan yang disampaikan lewat bahasa tertentu dan

(3)

(objek) yang dipertanyakan. Teka-teki hidup dalam masyarakat tertentu dan disampaikan lewat bahasa masyarakat (daerah) tempat teka-teki tersebut hidup. Begitu juga surung kupak yang dituturkan dalam bahasa Banjar.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1023) disebutkan bahwa kata teka-teki sama dengan 1. soal dan sebagainya yang berupa (cerita, gambar, dan sebagainya) yang dikemukakan secara samar-samar, biasanya untuk permainan atau untuk pengasah pikiran; tebakan; terkaan; 2. hal yang sulit dipecahkan (kurang terang, rahasia, dan sebagainya).

Surung kupak merupakan istilah tradisi lisan yang berkembang dalam masyarakat Banjar. Istilah ini digunakan untuk lebih menekankan pada kegiatan yang saling memberikan pertanyaan surung kupak (teka-teki). Setelah mitra tutur memberikan jawaban terhadap teka-teki yang diberikan pembuat pertanyaan, selanjutnya mitra tuturlah yang memberikan teka-teki pada lawan bicaranya. Demikianlah kegiatan itu berlangsung terus-menerus secara bergantian. Selain istilah surung kupak, masyarakat Banjar juga menyebut teka-teki lisan tradisional ini dengan istilah susurungan,

sasurungan, cacapatian, cucupatian, dan tatangguhan.

Asmuni (2014: 9) menyebut istilah surung kupak dengan bacacapatian atau

batatangguhan, yaitu saling mengetengahkan suatu teka-teki. Kegiatan ini sering dilakukan oleh orang tua dan anak-anak remaja saat kumpul-kumpul di poskamling, malam pengantin, atau ketika duduk di beranda sedang masalah yang dibicarakan tidak ada. Salah seorang dari yang hadir membuka pembicaraan dengan mengetengahkan teka-teki. Ditambahkan oleh Asmuni (2014: 9) berteka-teki ini sangat mengasyikkan. Bagi yang tidak dapat menebak atau memecahkan teka-teki ini maka dia akan mengatakan gum. Bagi yang kalah akan mendapat jentikan di genggaman tangan pada tulang jari tangan diiringi dengan gelak tawa bagi pemenang. Mengetengahkan teka-teki ini secara bergantian.

Seman (2013: iv) menyebut istilah surung kupak dengan cucupatian sama artinya dengan tatangguhan atau tatakunan yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah teka-teki atau pertanyaan tradisional (Seman, 2013; iv). Biasanya, surung kupak disampaikan ketika waktu senggang, seperti di teras rumah, di warung minum. Biasanya surung kupak ini ditanyakan sekitar 2 hingga 4 orang.

Surung kupak merupakan bentuk tradisi lisan tradisional yang sudah jarang ditemukan. Surung kupak ini memiliki karakteristik yang bersifat anonim dan merefleksikan kebudayaan masyarakat

(4)

Banjar, terutama di daerah pedesaan. Dengan begitu, pentingnya tradisi lisan surung kupak ini terus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi penerus. Mengingat, surung kupak juga sebagai salah satu bentuk folklor lisan masyarakat Banjar yang dapat melengkapi kekayaan folklor nasional.

Sejauh ini, penelitian mengenai tradisi lisan surung kupak belum pernah dilakukan. Akan tetapi, penelitian yang serupa yakni mengenai teka-teki tradisional Banjar sudah pernah dilakukan, diantaranya Teka-teki Bahasa Banjar yang dilakukan oleh Suryadikara, dkk (1999); Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dalam Teka-teki Tradisional Banjar oleh Yayuk (2013); dan Fungsi Tradisi Lisan Susurungan bagi Masyarakat Banjar Hulu oleh Hestiyana (2015). Tentunya, fokus penelitian-penelitian tersebut dikaji dari sudut pandang yang berbeda-beda.

Penelitian yang dilakukan Suryadikara, dkk (1999) sebatas mendokumentasikan tentang teka-teki tradisional Banjar. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Rissari Yayuk (2013) yang mendeskripsikan pelanggaran prinsip kerja sama sebagaimana yang dikemukakan Grice dalam tuturan humor teka-teki tradisional Banjar. Penelitian yang dilakukan Rissari Yayuk (2013) tersebut lebih memfokuskan pelanggaran prinsip kerja sama dalam tuturan humornya.

Selanjutnya, Hestiyana (2015) lebih memfokuskan kajiannya mengenai fungsi susurungan bagi masyarakat Banjar Hulu.

Informasi di atas menunjukkan bahwa sejauh ini belum ditemukan penelitian mengenai teka-teki tradisional Banjar surung kupak sehingga penting dilakukan penelitian mengenai tradisi lisan Banjar surung kupak. Mengingat, tradisi lisan surung kupak ini jarang digunakan, terutama di kalangan anak muda. Selain itu, belum banyaknya penelitian tentang teka-teki Banjar, terutama surung kupak menyebabkan informasi mengenai surung kupak pun menjadi relatif terbatas. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, fokus masalah dalam penelitian ini adalah apa saja fungsi yang terdapat dalam tradisi lisan Banjar surung kupak? Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fungsi yang terdapat dalam tradisi lisan Banjar surung kupak.

TEORI

Tradisi lisan sebagai cerminan suatu masyarakat, tentunya memiliki fungsi tersendiri bagi masyarakat pendukungnya. Teka-teki merupakan salah satu bentuk tradisi lisan yang mempunyai fungsi dan makna bagi masyarakat tertentu. Hutomo dalam Endraswara (2009: 125) memberikan konsep fungsi ialah ‘kaitan saling ketergantungan, secara utuh dan berstruktur,

(5)

antara unsur-unsur sastra, tulis atau lisan, baik di dalam sastra itu sendiri (intern), maupun dengan lingkungannya (ekstern), tanpa membedakan apakah unsur-unsur tersebut dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan naluri manusia, ataupun memelihara keutuhan dan sistem struktur sosial’.

Sudikan (2001: 109-112) menyatakan bahwa teori fungsi itu dipelopori oleh para ahli folklor, diantaranya William R Bascom, Alan Dundes, dan Ruth Finnegan. Menurut Alan Dundes (dalam Danandjaja, 2002: 45), teka-teki berfungsi untuk (1) untuk menguji “kepandaian” seseorang, yaitu untuk mengetahui keluasan pengetahuan dan bukan hanya “kecerdasannya” saja karena teka-teki hanya bisa dijawab oleh orang yang banyak/luas pengetahuan tentang folklor, (2) untuk meramal, yaitu untuk memprediksi kejadian yang akan datang, (3) sebagai bagian dari upacara perkawinan, (4) untuk mengisi waktu pada saat bergadang menjaga jenazah, dan (5) untuk dapat melebihi orang lain.

Sukatman (2010: 13) menjelaskan secara umum teka-teki berfungsi sebagai (1) media humor dan hiburan, (2) media komunikasi sehari-hari, (3) media pendidikan, (4) alat penguji kemampuan dan kesabaran, (5) media ekspresi cinta dan erotisme, (6) media protes sosial-politik, dan

(7) media dan motif penceritaan dalam dongeng kepahlawanan (heroik).

Tradisi lisan mempunyai fungsi dalam kehidupan masyarakat sebagai sebuah hiburan. Dalam hal ini, Amir (2013: 34) mengemukakan bahwa fungsi sastra lisan sebagai hiburan atau membuat masyarakat terhibur. Endraswara (2013: 157) mengatakan bahwa sastra lisan memang kaya makna dan menghibur sekaligus mengasah otak penikmat.

Berdasar pada konsep teoritis fungsi di atas, maka penelitian ini akan membahas fungsi tradisi lisan surung kupak untuk hiburan dan pendidikan. Di samping memuat fungsi hiburan, tradisi lisan Banjar surung kupak juga sekaligus mengasah otak penikmat. Dengan demikian, penelitian ini difokuskan pada fungsi surung kupak untuk hiburan dan sebagai alat pendidikan.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif karena bertujuan untuk mendeskripsikan fungsi yang terkandung dalam tradisi lisan Banjar surung kupak. Sumber data dalam penelitian ini berupa tuturan surung kupak yang dikumpulkan dari narasumber yang bertempat tinggal di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, dan Kabupaten Tabalong.

(6)

Endraswara (2013: 154) mengemukakan bahwa pada dasarnya ada tiga tahap dalam penelitian sastra lisan. Pertama, pengumpulan data, yaitu melalui rekaman. Kedua, penggolongan (klasifikasi), yaitu memilah-milahkan data sesuatu dengan kelompoknya, kategori pengelompokkan bersifat natura. Ketiga, analisis, mempergunakan beberapa teori jika bersifat positivistik dan tanpa teori jika bersifat naturalistik.

Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data, yaitu teknik rekam dan teknik catat. Teknik rekam dilakukan dengan cara merekam tuturan tradisi lisan surung kupak. Teknik catat dimaksudkan untuk mencatat semua data yang diperoleh melalui perekaman, kemudian diwujudkan dalam bentuk teks tertulis. Di samping itu, teknik catat juga digunakan untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting di luar data rekam untuk mendapatkan informasi tambahan.

Selanjutnya, prosedur pengolahan data dilakukan dengan empat tahapan. Pertama, transkripsi rekaman data, yaitu memindahkan data dalam bentuk tulisan yang sebenarnya. Dalam hal ini data tradisi lisan surung kupak yang telah diperoleh dipindahkan ke dalam bentuk data tulisan. Kedua, klasifikasi data, yaitu semua data dikumpulkan sesuai dengan klasifikasi

berdasarkan isi. Data tradisi lisan surung kupak yang sudah berbentuk teks dikumpulkan sesuai dengan karakteristiknya dan dilakukan klasifikasi berdasarkan isinya. Ketiga, penerjemahan data, yaitu semua data yang telah dikelompokkan langsung diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Tuturan tradisi lisan surung kupak dalam bahasa Banjar diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Keempat, menganalisis data, yaitu menganalisis semua data yang terkumpul berdasarkan fungsi tradisi lisan Banjar surung kupak.

PEMBAHASAN

Dalam menganalisis fungsi tradisi lisan Banjar surung kupak difokuskan pada fungsi tradisi lisan Banjar surung kupak untuk hiburan dan sebagai alat pendidikan. Berikut hasil analisis fungsi tradisi lisan Banjar surung kupak.

Fungsi Hiburan

Tradisi lisan Banjar surung kupak yang dituturkan secara lisan dan diturunkan secara turun temurun dari mulut ke mulut mempunyai fungsi untuk hiburan. Berikut akan dibahas hasil temuan surung kupak yang mempunyai fungsi sebagai hiburan.

(1) A: Itik napa nang paling ganal, di mana andaknya?

“Itik apa yang paling besar, di mana tempatnya?”

(7)

B: Itik di Amuntai (patung). Bujur kah kada kah itik nang diulah sati nitu itik nang mati?

“Itik di Amuntai (patung). Benar atau tidak itik yang dibuat sate itu itik yang mati?”

A: Amun itik nang hidup, itiknya bukah banarai kada katangkapan.

“Kalau itik yang hidup, itiknya lari tidak bisa ditangkap.”

Pertanyaan surung kupak (1) di atas memiliki fungsi sebagai hiburan. Pada pertanyaan surung kupak tersebut ditanyakan itik yang paling besar dan terdapat dimana dan jawaban adalah patung itik yang berada di Amuntai. Patung yang dimaksud adalah patung itik yang besar yang berada di Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara. Kota Amuntai terkenal sebagai kota agrowisata itik sehingga di tengah kota Amuntai terdapat monumen patung itik yang sangat besar.

Jawaban ini menimbulkan unsur hiburan karena pertanyaan yang dimaksud adalah itik sebagai hewan atau benda hidup sedangkan jawabannnya adalah patung itik sebagai benda mati sehingga menimbulkan kejenakaan. Kemudian, surung kupak yang menanyakan benar atau salah itik yang dibuat sate itik adalah itik yang mati dan jawaban dari surung kupak tersebut bahwa kalau itik yang masih hidup dibuat sate maka itiknya akan lari dan tidak dapat ditangkap.

Kedua jawaban dari surung kupak tersebut menimbulkan unsur kelucuan yang

dapat memberikan unsur hiburan kepada mereka yang sedang melakukan surung kupak tersebut. Surung kupak merupakan saling memberi pertanyaan dan saling memberi jawaban. Tentunya, pertanyaan surung kupak dibuat sedemikian rupa agar pertanyaan tidak mudah dijawab. Orang yang akan menjawab pun akan sedikit mengecohkan jawabannya agar jawabannya dapat diterima, meskipun jawaban yang diharapkan tidak tepat dengan pertanyaan.

(2) A: Nangapa nah bunyinya nangkaya basa Cina, tagal lain?

“Apa ya bunyinya seperti bahasa Cina, tetapi lain?”

B: Tong Sam Poh. Napa nah kadangarannya kaya ngaran urang Cina, tagal lain?

“Tong Sam Poh (tong sampah). Apa ya seperti nama orang Cina, tetapi bukan? A: Tang Gi Ling (tanggiling).

“Tang Gi Ling (tranggiling)”.

Data (2) di atas juga memiliki fungsi sebagai hiburan. Pertanyaan surung kupak yang menanyakan suatu benda yang seperti bahasa Cina tetapi bukan bahasa Cina dan jawabannya adalah tong sampah. Pengucapan tong sampah ditirukan seperti pengucapan bahasa Cina. Begitu juga dengan nama hewan tranggiling yang diucapkan dengan logat bahasa Cina menjadi seperti nama orang Cina.

(8)

Kedua pertanyaan dan jawaban dari surung kupak tersebut menimbulkan unsur kejenakaan sehingga mampu menghibur bagi mereka yang sedang melakukan surung kupak, maupun bagi orang-orang yang ikut mendengarkan surung kupak tersebut dituturkan.

(3) A: “Nang mana nang badahulu hayam atawa hintalu?”

“Yang mana lebih dulu ayam atau telur?” B: “Hintalu”. “Nah, napa bidanya hayam putih wan hayam nang hirang?” “Telur”. Nah, apa bedanya ayam putih dan ayam yang hitam?”

A: “Hayam putih kawa baumbayang hayam hirang, tagal hayam hirang kada kawa baumbayang hayam putih.” “Ayam putih bisa memiliki bayangan ayam hitam, tapi ayam hitam tidak bisa memiliki bayangan ayam putih.”

Pertanyaan surung kupak (3) di atas juga mempunyai fungsi sebagai hiburan. Meskipun surung kupak sudah jarang digunakan dalam masyarakat Banjar, tetapi jenis pertanyaan surung kupak antara hayam “ayam” dan hintalu “telur” ini begitu dikenali masyarakat Banjar. Pertanyaan yang mana lebih dulu antara hayam “ayam” dan hintalu “telur”, jawabannya adalah hintalu “telur” karena berasumsi dengan frase hintalu hayam “telur ayam”.

Balasan dari tebakan selanjutnya adalah perbedaan antara ayam putih dengan

ayam hitam dan jawabannya adalah ayam putih bisa memiliki bayangan ayam hitam, tapi ayam hitam tidak bisa memiliki bayangan ayam putih. Tentunya pertanyaan tersebut mengandung unsur kelucuan yang dapat menghibur karena tidak mungkin ada bayangan ayam hitam menjadi ayam putih. Akan tetapi, ayam putih memiliki bayangan hitam, yakni menjadi ayam hitam.

Fungsi Pendidikan

Selain mempunyai fungsi sebagai hiburan, tradisi lisan Banjar surung kupak juga mengandung fungsi pendidikan. Berikut akan dibahas hasil temuan surung kupak yang mempunyai fungsi pendidikan.

(4) A: Banua nangapa nah nang baisi kambang?

“Benua apa nah yang punya kembang?”

B: Tanjung. Banjar nang mana kah nang kada mau lawas?

“Tanjung. Banjar yang mana kah yang tidak mau lama?”

A: Banjarbaru. “Banjarbaru.”

Pertanyaan surung kupak (4) di atas ditujukan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan lawan tutur terhadap jawaban yang diajukan. Pertanyaan benua apa yang mempunyai kembang dan jawabannya adalah Tanjung. Tanjung adalah ibu kota Kabupaten

(9)

Tabalong Kalimantan Selatan dan tanjung juga adalah nama kembang atau bunga yang banyak terdapat di kota Tanjung. Kemudian, pertanyaan balasannya, yakni Banjar yang mana tidak mau lama dan jawabannya adalah Banjarbaru. Banjarbaru merupakan salah satu kota di provinsi Kalimantan Selatan.

Kedua pertanyaan dan jawaban data (4) di atas sama-sama mempunyai tema tentang nama kota. Hal ini menunjukkan bahwa surung kupak tersebut mampu memberikan pengetahuan dan wawasan sehingga dapat dikatakan surung kupak mempunyai fungsi pendidikan. Surung kupak ini digunakan secara bergantian untuk menebak suatu pertanyaan.

(5) A: Batu napa nah nang lincar? “Batu apa nah yang licin?

B: Batulicin. Batu napa nang bisa mandi?

“Batu Licin. Batu apa yang bisa mandi?”

A: Batu Mandi. “Batu Mandi.”

Surung kupak pada data (5) di atas masih bertemakan tentang nama daerah di Kalimantan Selatan. Pertanyaan surung kupak tersebut mempunyai fungsi sebagai pendidikan karena dari pertanyaan dan jawaban mampu menambah dan mengingat pengetahuan mereka yang sedang melakukan

surung kupak, meskipun jawaban yang diberikan sedikit mengecohkan.

Pertanyaan surung kupak di atas menanyakan batu yang paling licin, tetapi jawabannya mengecohkan penanya, yakni dijawab dengan nama kecamatan Batulicin. Begitu pula dengan pertanyaan batu yang bisa mandi, jawabannya adalah Batu Mandi. Apabila surung kupak tersebut dijawab dengan makna yang sebenarnya batu licin dan batu mandi maka pertanyaan yang diajukan terlalu mudah. Akan tetapi, surung kupak tersebut menghendaki jawaban yang sedikit mengecohkan, yakni nama daerah.

Batu Mandi merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Balangan Kalimantan Selatan. Begitu juga dengan Batulicin yang merupakan sebuah kecamatan sekaligus pusat pemerintahan Kabupaten Tanah Bumbu. Tentunya, surung kupak tersebut mampu memberikan fungsi pendidikan bagi mereka yang melakukan surung kupak dan pendengar yang berada di sekitarnya.

(6) A: Buah nangapa yu nang paling banyak gunanya?

“Buah apa ya yang paling banyak gunanya?”

B: Buah tiwadak. Isi buahnya dimakan, biginya dijarang, kulitnya diulah mandai dimakan lawan nasi kaya iwak, imbah nitu kulit luarnya gasan gagaru balakang. Buah nangapakah nang

(10)

“Buah cempedak.” “Isi buahnya dimakan, bijinya direbus, kulitnya dibuat mandai dimakan dengan nasi seperti ikan, kemudian kulit luarnya untuk menggaruk belakang.” Buah apakah yang paling banyak hidungnya? A: Kanas.

“Nenas.”

Pertanyaan surung kupak pada data (6) juga mampu memberikan fungsi pendidikan karena menambah pengetahuan dan wawasan mengenai fungsi buah cempedak. Pertanyaan surung kupak buah yang paling banyak gunanya dan jawabannya adalah buah cempedak. Bagi masyarakat di Kalimantan Selatan buah cempedak sangat bermanfaat, seperti isi buahnya yang pasti dimakan, bijinya direbus, bahkan bisa diolah dan digoreng serta dijadikan lauk. Kemudian, kulit cempedak dibuat mandai, yakni kulit yang baru dibersihkan bisa langsung digoreng dan dimakan dengan nasi seperti ikan. Jawaban yang sedikit mengecohkan adalah kulit luarnya untuk menggaruk belakang, meskipun jawaban ini ada benarnya tetapi menjadi ciri khas pertanyaan surung kupak yang sedikit mengecohkan pendengarnya.

Begitu juga pertanyaan balik surung kupak buah yang paling banyak hidungnya dan jawaban dari surung kupak tersebut adalah buah nenas. Pertanyaan tersebut memang sedikit mengecohkan, tetapi

mengandung unsur pengetahuan karena secara tidak langsung dari pertanyaan surung kupak dapat diketahui bahwa buah nenas bersisik, berujung tajam, dan tersusun mengelilingi batang yang tebal serta bentuknya yang seperti pohon pinus.

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa fungsi tradisi lisan Banjar surung kupak, yaitu: (1) fungsi surung kupak sebagai hiburan yang mencakup pertanyaan surung kupak mengenai hewan dan nama orang; dan (2) fungsi surung kupak untuk pendidikan yang mencakup pertanyaan surung kupak tentang nama daerah dan buah.

Saran

Dari hasil penelitian fungsi tradisi lisan Banjar surung kupak, disarankan melakukan penelitian tentang fungsi tradisi lisan Banjar surung kupak yang lebih spesifik lagi. Mengingat, kajian tradisi lisan Banjar surung kupak belum banyak diteliti sehingga informasi terkait dengan surung kupak pun menjadi sedikit. Di samping itu, masih banyak tradisi lisan Banjar lainnya yang perlu dikaji lagi.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Adriyetti. 2013. Sastra Lisan Indonesia. Yogyakarta: Andi. Asmuni, Fahrurraji. 2014. Sastra Lisan Banjar Hulu. Amuntai Kalsel: Hemat.

Djanandjaja, James. 2002. Folklor Indonesia, Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-Lain. Jakarta: Grafiti Press.

Daud, Haron. 2015. “Analisis Data Penelitian Tradisi Lisan Kelantan.” Dalam Pudentia MPSS (ed.), Metodologi Kajian Tradisi Lisan, hlm. 302-330. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Djuweng, Stepanus. 2015. “Tradisi Lisan Dayak dan Modernisasi: Refleksi Metodologis Penelitian Sosial Positif dan Penelitian

Partisipatoris”. Dalam Pudentia MPSS (ed.), Metodologi Kajian Tradisi Lisan, hlm. 182-212. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Endraswara, Suwardi. 2009. Metodologi Penelitian Folklor Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta:

Medpress.

---. 2013. Metodologi Penelitian Sastra Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Buku Seru. Finnegan, Ruth. 1992. Oral Poetry.

Bloomington and Indianapolis: First Midland Book Edition.

Hestiyana. 2015. “Fungsi Tradisi Lisan Susurungan bagi Masyarakat Banjar Hulu”. Dalam Mabasan Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra, Volume 9, Nomor 2, hlm. 88-89. Mataram: Kantor Bahasa Provinsi NTB.

Seman, M. Syamsiar. 2013. Cucupatian Urang Banjar. Banjarmasin: Lembaga Pendidikan Banua. Sudikan, Setya Yuwana. 2001. Metode

Penelitian Sastra Lisan. Surabaya: Citra Wacana.

Sukatman. 2010. Teka-Teki Jawa sebagai Warga Tradisional Lisan Dunia Konteks, Ideologi, dan Fungsinya dalam Masyarakat Modern.

Yogyakarta: LaksBang PRESSindo.

Suryadikara, dkk. 1999. Teka-teki Bahasa Banjar. Kalimantan Selatan: Proyek Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia.

(12)

Taum, Yoseph Yapi. 2011. Studi Sastra Lisan Sejarah, Teori, Metode dan Pendekatan Disertai Contoh Penerapannya. Yogyakarta: Lamalera.

Tim Redaksi. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Yayuk, Rissari. 2013. Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dalam Teka-teki Tradisional Banjar dalam Jurnal Undas No. 1 Vol. 9, Desember 2013. Banjarbaru: Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan.

.

Referensi

Dokumen terkait

Šiuo tyrimu buvo siekiama nustatyti sėkmės mokykloje rodiklių: pažangumo, lankomumo, elgesio ir iš tėvų, mokytojų, auklėtojų gauna­ mų socialinio palaikymo sąsajas..

Data yang diperoleh berupa data pengujian dari kode kartu RFID yang telah di program, jika kode kartu sesuai dengan jam yang telah ditentukan maka kartu rfid akan dip

Sebagai salah satu daerah otonom maka Kota dalam melaksanakan pembangunan diwujudkan dengan membentuk prakarsa, yaitu dalam menentukan kebijakan, perencanaan,

Pengaruh Waktu Tanam dan Tinkat Kepadatan Tanaman Jagung (Zea Mays) pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Talas ( Colocasia esculenta ) yang Ditanam

Selain itu panas bumi dapat menjadi alternatif yang sangat baik bagi bahan bakar fosil terutama untuk pemanfaatan pembangkit listrik sehinga dapat mengurangi

alasan penggunaan citra radiograf periapikal rahang bawah sebagai bahan penelitian, penelitian yang berhubungan dengan struktur porus dan batang pada

Perspektif 2 titik hilang biasanya digunakan untuk menyatakan pandangan seni tata ruang luar (eksterior) dari suatu bangunan, tetapi sebenarnya dapat juga untuk menyatakan

Saran dalam penelitian Variabel disiplin kerja dengan indikator tingkat penyelesaian pekerjaan pada waktunya hanya mendapatkan rata-rata paling kecil yaitu sebesar